PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 20 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK RESTORAN BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 21 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

BUPATI BUTON RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUTON,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

L E M B A R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : B Nomor : 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 11 TAHUN 2010

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 05 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 05 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK RESTORAN/RUMAH MAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 23 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PAJAK RESTORAN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 07 TAHUN 2004 PAJAK PARKIR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR,

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05

BUPATI MUSI RAWAS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10TAHUN2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 05 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 05 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lemb

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 12 Tahun 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 5

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR : 09 TAHUN 2006 PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN,

PAJAK PENERANGAN JALAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PEMERINTAH PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PAJAK PENERANGAN JALAN ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK DARI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN BUPATI PATI,

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 20 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka dipandang perlu untuk mengatur Pajak Parkir; b. bahwa Pajak Parkir sebagaimana dimaksud huruf a diatas, perlu diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821); 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684); 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah; 9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan.

10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Pajak Daerah; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PARKIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Musi Rawas. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Musi Rawas. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Musi Rawas. 4. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir kendaraan bermotor. 5. Parkir adalah keadaan tidak bergerak kendaraan bermotor disuatu tempat yang bersifat sementara. 6. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor. 7. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 8. Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 9. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. 10. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 11. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

12. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang dan tidak ada kredit pajak. 13. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 14. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan Organisasi yang sejenis, Lembaga Dana Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 15. Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak. 16. Putusan Banding adalah Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 17. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 18. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tidak pidana dibidang perpajakan daerah yang terjadi untuk menemukan tersangkanya. BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan nama Pajak Parkir dipungut pajak atas penyelenggaraan tempat parkir. (2) Tempat parkir diluar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan besar yang memungut bayaran. (3) Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah : a. Penyelenggara tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. b. Penyelenggara parkir oleh konsulat, Perwakilan Negara Asing dan perwakilan Lembaga Internasional dengan asas timbal balik. c. Penyelenggara tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 3 (1) Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memarkir dan atau menempati tempat parkir. (2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tempat parkir.

BAB III DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN Pasal 4 Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Pasal 5 Tarif pajak parkir ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen). Pasal 6 Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana Pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud Pasal 4. BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 7 Pajak terutang dipungut diwilayah daerah tempat parkir diselenggarakan. BAB V MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG Pasal 8 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan terakhir. Pasal 9 Setiap pajak terutang adalah pada saat penyelenggaraan dan atau pembayaran tempat parkir. BAB VI TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 10 (1) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. (2) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan SSPD. (3) Bentuk, jenis, isi, ukuran SSPD dan tata cara pembayaran serta tanggal jatuh tempo pembayaran pajak terutang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pasal 11 (1) Pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2) Pajak terutang dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Keberatan dan Surat Keputusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. (3) Kepala Daerah atas permohonan wajib pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan pada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan. (4) Tata cara pembayaran penyetoran tempat pembayaran angsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. BAB VII SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 12 (1) Setiap wajib pajak mengisi SPTPD. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. (3) Bentuk, isi, serta cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB VIII PENETAPAN PAJAK Pasal 13 Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Perpajakan Daerah tanpa menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pasal 14 (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak Kepala Daerah dapat menerbitkan : a. S K P D K B dalam hal : 1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 2. Apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktutertentu dan setelah ditegur secara tertulis. 3. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. SKPDN apabila jumlah pajak yang terutang sama dengan jumlah kredit pajak atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan administrasi bunga sebesar 2 %

(dua persen) sebulan dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dikenakan administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen). (4) Kenaikan sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. (5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan angka 3 dikenakan administrasi kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Pasal 15 (1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD apabila : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar. b. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap sebulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. (3) Pajak terutang menurut SKPDKB dan SKPDKBT yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi sebesar bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan ditambah melalui STPD. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 16 (1) Pajak yang terutang dalam berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan banding yang tidak atau kurang bayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. (2) Penagihan pajak dengan Surat paksa dilaksanakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku. BAB X KEBERATAN DAN BANDING Pasal 17 (1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas sesuatu : a. SKPDKB. b. SKPDKBT. c. SKPDLB. d. SKPDN.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atau ketetapan pajak secara jabatan wajib pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, pemotongan atau tanggal pemungutan ayat (1) kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 18 (1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Sengketa Pajak. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu. (3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 19 Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XI PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 20 (1) Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat permohonan wajib pajak dapat membetulkan SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan penulisan, kesalahan hitung atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. (2) Kepala Daerah dapat : a. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. b. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. (3) Tata cara pengurangan ketetapan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 21 (1) Atas kelebihan pembayaran wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui oleh Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila wajib pajak mempunyai hutang pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Kelebihan pembayaran pajak dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. (6) Apabila Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu paling lama 2 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 22 (1) Permohonan kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah sekurang-kurangnya dengan menyebutkan : a. Nama, NPWP dan alamat wajib pajak. b. Masa pajak. c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak. d. Alasan yang jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara langsung melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 23 (1) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebuhan pajak. (2) Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud pada pada Pasal 21 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIII KADALUWARSA Pasal 24

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. (2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertanggung apabila : a. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau, b. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XIV PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 25 (1) Wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu wajib menyelenggarakan pembukuan. (2) Kriteria wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan tata cara pembukuan ditetapkan Kepala Daerah dengan pedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 26 (1) Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksan untuk menguji kepatutan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. (2) Wajib pajak yang diperiksa wajib : a. Memperhatikan dan atau meminkamkan buku atau catatan dokumen menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Tata cara pemeriksaan pajak ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XV KETENTUAN KHUSUS Pasal 27 (1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak yang lain tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku juga terhadap ahli-ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. (3) Untuk kepentingan daerah Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana

dimaksud ayat (2) supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dan atau tentang wajib pajak kepada pihak yang ditunjuknya. (4) Untuk kepentingan daerah pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana dan perdata Kepala Daerah memberi izin tertulis untuk meminta kepada Pejabat sebagaimana dimaksud ayat (2) bukti tertulis dan keterangan wajib pajak yang ada padanya. (5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud ayat (4) harus menyebut nama terdakwa atau nama tergugat keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 28 (1) Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Pasal 29 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak dapat dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Pasal 30 (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban Pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)dan ayat (2) dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar. (4) Besarnya denda maksimum sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dapat ditinjau kembali dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 31 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan pidana dibidang perpajakan daerah dan kelaikan jalan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah. c. Menerima keterangan dan atau bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagimana tersangka atau saksi. j. Menghentikan penyidikan dengan dasar hukum yang jelas. k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan kelaikan jalan menurut hukumyang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar setiap orang dapat mengtahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Musi Rawas. DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 49 PADA TANGGAL 6-11 2001 SERI : A NOMOR : 3 Disahkan di Lubuk Linggau Pada tanggal 6 Nopember 2001 BUPATI MUSI RAWAS SEKRETARIS DAERAH KAMIL NUH, SH PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 440010290. H. SURRIJONO JOESOEF.