BAB II ULAMA FIQIH KLASIK DAN KONTEMPORER. pemahaman yang diperoleh melalui persepsi berfikir yang mendalam bukan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

Mazhab menurut bahasa: isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, I ânah ath- Thalibin, I/12).

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam yang tidak terlalu penting untuk serius dipelajari dibandingkan

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

Pendidikan Agama Islam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD4013 USUL FIQH (Minggu 1)

SUMBER SUMBER HUKUM ISLAM

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

Pendidikan Agama Islam

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

PEMIKIRAN YUSUF QORDHOWI MENGENAI KONSEP IJTIHAD KONTEMPORER

A. Pengertian Fiqih. A.1. Pengertian Fiqih Menurut Bahasa:

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

`BAB I A. LATAR BELAKANG

Sumber sumber Ajaran Islam

IRSYAD AL-FATWA SIRI KE-208: HUKUM WANITA MEMBUKA SYARIKAT SENDIRI

Hubungan Hadis dan Al-Quran Dr. M. Quraish Shihab

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

Pendahuluan. Ainol Yaqin. Pertemuan ke-1 M E T O D O L O G I S T U D I I S L A M

Proposal Ke-11 Permintaan Opini Dewan Pengawas Syariah (DPS) Tentang Pengolahan Daging Qurban Menjadi Sosis atau Kornet

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

HUKUM BARANG TEMUAN DALAM ISLAM ( STUDI KOMPARATIF MAZHAB SYAFI I DAN MAZHAB MALIKI ) ADAM

MADZHAB SYAFI I. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Fiqh Dosen: Kurnia Muhajarah,M.S.I

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

RESUME. MATA KULIAH STUDI ISLAM BAB I s.d. BAB VI. oleh: Muhammad Zidny Naf an ( / TI 1C)

HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

Makalah Syar u Man Qoblana

BAB I PENDAHULUAN. saling mengisi dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Semakin

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. Sebagai akhir dari pembahasan, tulisan ini menyimpulkan beberapa kesimpulan penting sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam tradisi studi ushul fiqh dikenal lima macam hukum syar i yang

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

MAKALAH SUMBER HUKUM DAN AJARAN ISLAM

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

FIQHUL IKHTILAF (MEMAHAMI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN) Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri

( aql) dan sumber agama (naql) adalah hal yang selalu ia tekankan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1976, hlm Jakarta, 1997, hlm. 5. Utama, Jakarta, 2011, hlm. 1496

BAB I PENDAHULUAN. melampaui batasan Allah, berdakwah kepada Allah, serta melakukan amar makruf dan

STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sudah bukan waktunya lagi dakwah dilakukan asal jalan tanpa sebuah

BAB IV ANALISIS DATA. A. Kaitan Logika Formal dalam metode kebahasaan Ushul Fiqh. hukum yang terinci dalam berbagai cabangnya. Sedangkan Ushul Fiqh

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 40 Tahun 2011 Tentang BADAL THAWAF IFADHAH (PELAKSANAAN THAWAF IFADHAH OLEH ORANG LAIN)

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

SUMBER HUKUM ISLAM 1

BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

MAJELIS ULAMA INDONESIA KABUPATEN KUTAI TIMUR Sekretariat : Jl. Wahab Syahrani RT 45 Sangatta utara, Kab. Kutai Timur Telp /

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

KHILAFAH DAN KESATUAN UMAT

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

BAGAIMANA MEMILIH PENDAPAT DALAM BERAGAMA LIQA 23 JUNE Oleh Erwin Mazwardi

SKRIPSI LUQMAN BIN ABDUL HAMID NIM:

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

DRAF KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

SILABUS PEMBELAJARAN

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

Objektif. Topik yang akan dipelajari SIMPOSIUM 2015 METODOLOGI PENGELUARAN HUKUM DALAM ISLAM. Ciri-Ciri Syariat Islam Ustaz Sayid Sufyan b Jasin

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

Membahas Kitab Tafsir

Transkripsi:

BAB II ULAMA FIQIH KLASIK DAN KONTEMPORER A. Ulama Klasik 1. Pengertian Fiqih Klasik Kata Fiqh secara bahasa berarti Al-Fahm (pemahaman atau paham disertai Ilmu pengetahuan). Ada juga yang menyatakan bahwa fiqih menyangkut pemahaman yang diperoleh melalui persepsi berfikir yang mendalam bukan sekedar tahu atau mengerti. 1 Sedangkan secara istilah, kata fiqh didefiniskan oleh para ulama dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Sebagianya lebih merupakan ungkapan sepotong-sepotong, tapi ada juga memang sudah mencakup semua batasan ilmu fiqh itu sendiri. Adapun definisi istilah fiqh yang dikenal para ulama adalah ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Klasik menurut kamus besar bahasa Indonesia defines i klasik adalah sesuatu yang mempunyai nilai atau mutu yang diakui dan menjadi tolak ukur kesempurnaan yang abadi atau karya sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolak ukur atau karya sastra zaman kuno yang nilai kekal. Jadi Fiqh Klasik adalah ilmu hukum yang berkembang pada periode kenabian dan muncul tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada 1 Masduki, Dasar-dasar Ilmu Ushul Fiqih 1, Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Sultan Maulana Hasanudin Banten, Serang, 2012, H.2 13

14 zamannya tetapi telah juga menyiapkan warisan berharga untuk membangun hukum dimasa depan. Fiqh klasik banyak berisi hukum Islam yang mengatur Pelaksanaan ibadah-ibadah, yang dibebankan pada muslim yang sudah mukkalaf yaitu kaitanya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, makruh, haram, dan mubah) serta membahas tentang hukum-hukum kemasyarakatan (muamalat). 2 2. Periodisasi Fiqh Klasik a. Fiqh pada Masa Nabi Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW. Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa 2 Http://azyieh.blogspot.in/2014/11/fiqh-klasik-dan-kontemporer.html ( Diakses, pada tanggal 6 oktober 2015, pukul 21.09 )

15 ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya, periode Madinah ini disebut juga oleh ulama fiqh sebagai periode revolusi sosial dan politik. b. Fiqh pada Masa Sahabat Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat. Persoalan hukum pada periode ini sudah semakin kompleks dengan semakin banyaknya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing. Pada periode ini, untuk pertama kali para fuqaha berbenturan dengan budaya, moral, etika dan nilai-nilai kemanusiaan dalam suatu masyarakat majemuk. Hal ini terjadi karena daerah-daerah yang ditaklukkan Islam sudah sangat luas dan masing-masing memiliki budaya, tradisi, situasi dan komdisi yang menantang para fuqaha dari kalangan sahabat untuk memberikan hukum dalam persoalan-persoalan baru tersebut. Dalam menyelesaikan persoalan-

16 persoalan baru itu, para sahabat pertama kali merujuk pada Al-Qur an. Jika hukum yang dicari tidak dijumpai dalam Al-Qur an, mereka mencari jawabannya dalam sunnah Nabi SAW. Namun jika dalam sunnah Rasulullah SAW tidak dijumpai pula jawabannya, mereka melakukan ijtihad. c. Fiqh pada Masa Imam Mujtahid Bila pada masa Nabi sumber fiqh adalah Al-Qur an, maka pada masa masa sahabat dikembangkan dengan dijadikanya petunjuk Nabi dan Ijtihad sebagai sumber penerapan fiqih. Esudah masa sahabat, penetapan fiqh dengan menggunakan sunnah dan ijtihad ini sudah begitu berkembang dan meluas. Dalam radar penerimaan dua sumber itu terlihat kecenderungan mengarah pada dua bentuk. Pertama, dalam menetapkan hasil ijtihad lebih banyak menggunakan hadis Nabi dibandingkan dengan menggunakan ijtihad, meskipun keduanya tetap dijadikan sumber.kelompok yang menggunakan cara ini biasa disebut Ahl al-hadis. Kelompok ini lebih banyak tinggal diwilayah Hijaz, khususnya Madinah. Kedua, dalam penetapan fiqih lebih banyak menggunakan sumber ra yu atau ijtihad ketimbang hadis, meskipun hadis juga banyak digunakan. Kelompok ini disebut Ahl al-ra yi. Kelompok ini lebih banyak mengambil tempat diwilayah Irak, khususnya Kufah dan Basrah. Pada masa ini dimana

17 makin berkembangngnya kelompok kelompok imam mujtahid seperti mazhab Malikiyyah, Mazhab Hanafiyah, Mazhab Syafe iyyah, dan yang lainya. Setiap aliran fiqh.tersebut mengembangkan paham dan metode pemikiranya yang kemudia tersebar luas melalui murid murid mujtahid dan dikalangan para pengikutnya. Suatu hal yang patut dipahami dan digaris bawahi bahwa mereka itu berbeda pandangan (pendapat) hanya dalam masalah furu (cabang, bukan pokok) dan mereka tidak berbeda dalam masalah pokok/inti agama yang telah diterangkan Allah dalam Al-qur an secara jelas dan pasti. Periode ini ditandai oleh beberapa kegiatan ijtihad yang menghasilkan fiqh dalam bentuk yang mengaggumkan. Pertama, kegiatan menetapkan metode berpikir dalam memahami sumber hukum yaitu para ulama menyusun kaidah-kaidah yang dapat mengarahkan mereka dalam usaha mengistimbathkan hukum dari dalil yang usdah ada. Kemudia kaidah ini disebut Ushul Fiqh. Kedua, kegiatan penetapan istilah-istilah hukum yang digunakan dalam fiqh. Pada mulanya umat islam dengan taat melaksanakan perintahperintah Allah dalam Al-Qur an atau suruhan Nabi yang tersebut dalam sunnahnya. Demikian pula ketaatan mereka dalam menjauhi semua yang dilarang syara. Ketiga, menyusun kitab fiqh secara sistematis, yang tersusun dalam bab dan pasal, bagian dan subbagian yang mencakup semua masalah hukum,

18 baik yang berkenaan dengan Allah, maupun yang berkenaan dalam hubungan manusia dengan manusia dan alam lingkungannya, masing-masing sesuai dengan metode dan cara berpikir imam mujtahidnya. 3 d. Fiqih dalam Periode Taklid Akhir dari masa gemilang ijtihad pada masa periode imam mujtahid ditandai dengan telah tersusun nya secara rapih dan sistematis kitab-kitab fiqih sesuai dengan aliran berpikir madzhab masing-masing. Kegiatan pada masa ini terbatas pada usaha pengembangan pensyarahan dan perincian kitab fiqh dari imam mujtahid yang ada (terdahulu), dan tidak muncul lagi pendapat atau pemikiran baru. Kitab fiqh yang dihasilkan para mujtahid terdahulu diteruskan dan dilanjutkan oleh pengikut mazhab kepada generasi sesudahnya, tanpa ada maksud untuk memikirkan atau mengkajinya kembali secara kritis dan kreatif meskipun situasi dan kondisi umat yang akan menjalankanya sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi disaat fiqh itu dirumuskan oleh imam mujtahid. Karena itu sudah mulai banyak ketentuan-ketentuan fiqh lama itu yang tidak dapat diikuti untuk diterapkan secara praktis. Selain itu, sangat banyak masalah fiqh yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan semata membolakbalik kitab-kitab fiqh yang ada itu. Jika pada masa imam mujtahid, fiqh yang disusunya itu berjalan secara praktis dengan daya aktualitas yang tinggi, maka 3 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 1, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cet.5, H.38

19 pada masa berikutnya, fiqh dalam bidang-bidang tertentu sudah kehilangan daya aktualitas. e. Reformulasi Fiqh Islam Dalam satu segi, umat islam menginginkan kembali kehidupanya diatur oleh hukum allah. Tetapi dari segi lain, kitab-kitab fiqh yang ada pada waktu ini yang merupakan formulasi resmi dari hukum syara belum seluruhnya belum memenuhi umat islam oleh karena kondisi sekarang yang sudah jauh berbeda dengan kondisi ulama mujtahid ketika mereka memformulasikan kitab fiqh itu. Keadaan demikian itu mendorong para pemikir muslim untuk menempuh usaha reaktualisasi hukum yang dapat menghasilkan formulasi fiqh yang baru, sehingga dapat menuntun kehidupan keagamaan dan keduniaan umat islam, sesuai dengan persoalan zamanya. B. Ulama Kontemporer 1. Fiqh Kontemporer Dalam kamus bahasa Indonesia bahwa pengertian kontemporer berati sewaktu, sesama, pada waktu atau masa yang sama, pada masa yang kini, dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah masalah kontemporer

20 Latar belakang terbentuknya Fiqh kontemporer adalah akibat arus modernisasi yang hamper semua bagian yang dihuni oleh Negara-negara yang mayoritas islam. Dengan adanya arus modernisasi. Dengan adany arus modernisasi tersebut mengakibatkan adanya suatu perubahan dalam tantanan sosial umat islam baik itu yang menyangkut ideology, politik, soisal, budaya dan lain sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat islam dari nilai-nilai agama. Hal itu terjadi karena kemajuan modernisasi tidak diimbangi dengan perubahan pemikiran keagamaan. Fiqh kontemporer juga terbentuk karena semakin berkembangnya dan mapanya sistem pemikiran barat (hokum positif) di negeri muslim yang secara factual lebih diterima dan mudah diamalkan akan tetapi dalam penerimaan konsepsi barat tersebut tatap merasakan adanya kejanggalan baik secara psikologis, sosiologis, maupun politis. Tetapi belum terwujudnya konsepsi islam yang kontekstual. Maka dengan rasa ketidakberdayaan mereka mengikuti konsepsi yang tidak islami. Hal itu menguggah nalura para pakar hukum islam untuk segera mewujudkan fiqh yang relevan sesuai dengan perkembangan zaman. Ruang lingkup Fiqh kontemporer mencakup masalah masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi kontemporer modern yang mencakup kajian al-quran dan hadits. Kajian fiqih kontemporer tersebut dikategorikan ke dalam beberapa aspek yaitu Aspek hukum keluarga (akad nikah melalui telpon, penggunaan alat kontrasepsi), Aspek pidana (hukum pidana islam dalam hukum sistem internasional), Aspek kewanitaan (Busana muslimah, wanita karir, kepemimpinan

21 wanita), Aspek medis (pencangkokan organ tubuh, transpusi darah, euthanasia), Aspek Teknologi (menyembelih hewan qurban secara mekanis), Aspek Politik, dan Aspek yang berkaitan dengan ibadah seperti tayamum selain tanah (debu) qurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah haji. 4 2. Bentuk Fatwa Kontemporer Bentuk fatwa kotemporer atau pada abad modern ini, dapat dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan asal-usul lahirnya fatwa itu. Dua bentuk tersebut adalah fatwa kolektif (al-fatwa al-ijma i) dan fatwa individu (al-fatwa al-fardli). a. Fatwa kolektif Yang dimaksud dengan fatwa kolektif ialah fatwa yang dihasilkan oleh ijtihad sekelompok orang, tim atau panitia yang sengaja dibentuk. Pada lazimnya fatwa kolektif ini dihasilkan melalui suatu diskusi dalam lembaga ilmiah yang terdiri atas para personal yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang fiqh dan berbagai ilmu yang lainya sebagai penunjang dalam arti syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang yang berijtihad. Fatwa dihasilkan melalui lembaga ilmiah ini harus mampu menetapkan hokum dengan berani dan bebas dari pengaruh dan tekanan politik, social dan budaya yang dianut penguasa. 4 Http://azyieh.blogspot.in/2014/11/fiqh-klasik-dan-kontemporer.html ( Diakses, pada tanggal 6 oktober 2015, pukul 21.09 )

22 Untuk Indonesia barang kali dapat disebutkan beberapa lembaga ilmiah atau semi ilmiah yang acap menghasilkan fatwa kolekif. Seperti majlis ulama Indonesia (MUI), lembaga penelitian IAIN, Direktorat Pembinaan Penradilan Agama Islam, Departemen Agama, Komisi Fatwa, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan banyak lembaga lainya yang tersebar dijawa timur, bandung, bogor dan sebagainya. Sepintas lalu seperti dipahami oleh lembaga ilmiah seperti ini, lebih akurat. Namun harus dipahami pula bahwa sebuah fatwa kolektif sering kali didominasi oleh pendapat perorangan (fatwa farli) yang menjadi anggota lembaga tersebut. b. Fatwa Perorangan Fatwa perorangan (fatwa fadi) adalah hasil penelitian dan penelaahan individu terhadap dalil dan hujjah yang akan dijadikan dasar berpijak dalam perumusan suatu fatwa. Para ulama islam pada umumnya mengakui bahwa hasil ijtihad individu yang menghasilkan fatwa secara individu pula, lebih banyak member warna terhadap fatwa kolektif. Fatwa perorangan biasanya dilandasi studi yang lebih mendalam terhadap sesuatu masalah yang akan dikeluarkan fatwanya, sehingga para ulama berasumsi bahwa pada hakikatnya proses lahirnya fatwa kolektif itu diawali dengan kegiatan perorangan. Fatwa-fatwa yang berkembang dalam dunia fiqh islam selama lebih banyak bertopang kepada fatwa yang dicetuskan individu yang oleh fatwanya itu oleh pengikutnya diberi nama sebagai mazhab (jalan pikiran) si fulan,. Kita

23 mengenal fatwa para imam Madzhab Empat. Fatwa Syek Mahmud Shalatout, fatwa Yusup Qaradhawi, fatwa Syeikh Mustafa Al-Maraghi, Fatwa Ibn Taimiyah, Fatwa Muhammad bin Wahab, fatwa MuhammadAbu Zahrah, fatwa Syeikh Muhammad Abduh, Fatwa Syeikh Rashid Ridha, dan sebagainya. Fatwa yang dihasilkan melali jalan ijtihad perorangan itu sering dijadikan hujjah dalam apologi islam, dan bahkan kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan suatu fatwa kolektif. Selain bentuk fatwa dilihat dari sudut asal usul lahirnya fatwa sebagimana dijelaskan diatas juga bentuk fatwa bias dilihat dari segi prosesnya. Dari sudut pandangan ini maka dikenal dengan bentuk fatwa yang disebut fatwa Tarjih/Intiqa I dan Insya i. c. Fatwa Tarjih Pada prinsipnya fatwa yang berbentuk tarjih ini adalah fatwa kolektif yang dihasilkan oleh sekelompok orang atau satu tim yang memilah-milah atau menyeleksi hujjah dari berbagai pihak atau berbgai madzhab, kemudian ditetapkan yang paling kuat argumentasinya. Jadi bidang tugas fatwa ini yaitu melakukan penelaahan dan membandingkan, kemudian memilih alas an yang paling kuat. d. Fatwa kreatif Bentuk fatwa yang keempat adalah fatwa yang dikalsifikasikan sebagai fatwa kreatif (fatwa insya i) pengertian fatwa bentuk ini ialah mengambil konklusi

24 hokum baru dalam sesuatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama terdahulu, baik masalah itu baru maupun lama. Dalam pengertian lain. Fatwa dihasilkan oleh Ijtihad kreatif (insya i) ini bias mencakup sebagian masalah kuno, tetapi para mufti kotemporer mempunyai fatwa baru yang lebih logis. 5 5 Rohadi Abd.Fatah, Analisa Fatwa Keagamaan Dalam Fiqh Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1991, Cet.1, h.115