Kata Kunci: MRSA, Infeksi, Resistensi

dokumen-dokumen yang mirip
Bentuk Makalah: Presentasi Oral Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah PAMKI Hotel Inna Garuda JogJakarta November 2009.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

Analisis Tipe StaphylococcalCassette Chromosome mec (SCCmec) Isolat Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pandemi Resistensi Antimikroba: Belajar dari MRSA Dr. H. Yuwono, dr., M.Biomed. Lektor Kepala pada Departemen Mikrobiologi FK Unsri

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

Staphylococcus aureus

POLA KEPEKAAN Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus TERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUP SANGLAH PADA AGUSTUS OKTOBER 2013

BAB II TINJAUAN TEORI

Donna Mesina R. Pasaribu. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

Pola Kepekaan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Antibiotik Vancomycin di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUAN. Gambar 1. Gambar mikroskopik Staphylococcus aureus pada pewarnaan Gram, terlihat bakteri berbentuk bulat/coccus (sumber: Yuwono, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Identification of Staphylococcal Cassette Chromosome Mec Methicillin Resistant Staphylococcus aureus Using Polymerase Chain Reaction

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan. infeksi telinga tengah kronis berdurasi lebih dari tiga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

PADA TENAGA MEDIS DAN PARAMEDIS DI RUANG INTENSIVECARE UNIT (ICU) DAN RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pseudomonas adalah bakteri oportunistik patogen pada manusia, spesies

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

Oleh: FIRMAN SETIAWAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS 1 (PPDS-1) MIKROBIOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

PATTERN SENSITIVITY OF Staphylococcus aureus TO ANTIBIOTIC PENICILIN PERIOD OF YEAR IN BANDAR LAMPUNG. Muttaqein EZ, Soleha TU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

IDENTIFIKASI VANCOMYCIN RESISTANT Staphylococcus aureus (VRSA) PADA MEMBRAN STETOSKOP DI RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI BAGIAN GEN parc DENGAN METODE PCR PADA ISOLAT Salmonella typhi DARI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 2006

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ASHFAR KURNIA

Multidrugs Resistance (MDR) Bakteri Terhadap Antibiotik. Mieke Hemiawati Satari Bagian Oral Biologi /Mikrobiologi FKG Universitas Padjadjaran

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Farmaka Volume 14 Nomor 3 53

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

Peningkatan Resistensi Kultur Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Amoxicillin Menggunakan Metode Adaptif Gradual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

PERANAN PENGEMBANGAN OBAT DALAM PENEMUAN OBAT BARU UNTUK MENGATASI MASALAH RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIKA

IDENTIFIKASI BAKTERI OXACILLIN RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (ORSA)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

Transkripsi:

117 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA): Ancaman Serius Pada Penatalaksanaan Pasien Infeksi Yuwono Departemen Mikrobiologi FK Unsri-Palembang Abstrak Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan penyebab infeksi supuratif pada jaringan lokal dan penyebab sepsis serta food poisoning. Pada tahun 1940-an S. aureus sensitif terhadap penisilin tetapi 10 tahun kemudian telah terjadi resistensi pada 60% - 90% isolat. Upaya mengatasi resistensi ini dilakukan dengan pemberian metisilin tetapi juga segera terjadi resistensi yang disebut methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). MRSA yang ditemukan pada awal tahun 1960 dengan cepat menyebar dan menjadi salah satu penyebab utama infeksi nosokomial di seluruh rumah sakit di dunia sehingga diberi nama hospital associated MRSA (HAMRSA). Pada tahun 1998 ditemukan galur MRSA yang tidak terkait dengan HAMRSA yang disebut community associated MRSA (CAMRSA). Resistensi MRSA terutama disebabkan bakteri ini memiliki protein mutan penicillin-binding protein 2a (PBP2a atau PBP 2 ) yang disandi oleh gen meca. Gen meca merupakan satu bagian dari mobile genetic element yang disebut staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec atau mecdna). Saat ini MRSA dikenal sebagai salah satu pandemi resistensi terhadap antimikroba. Hanya vankomisin yang masih efektif untuk terapi infeksi MRSA. Pendekatan yang menyeluruh diterapkan untuk mengatasi masalah infeksi dan resistensi MRSA yaitu terapi dengan antimikroba baru, eksplorasi target gen esensial, vaksinasi dan program pencegahan. Kata Kunci: MRSA, Infeksi, Resistensi Abstract Staphylococcus aureus (S. aureus) causes supurative infection, sepsis and food poisoning. In 1940-s S. aureus was sensitive to penicillin but in 10 years 60% - 90% isolates become resistant. The resistance were overcomed by intoducing methicillin. Unfortunately only in 2 years, these bacteria to be resistant and called methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Spreading of MRSA particulary in hospital or hospital associated MRSA (HAMRSA). In 1998, there was MRSA strain which not related to HAMRSA called community associated MRSA (CAMRSA). The resistance of MRSA based on mutant protein penicillinbinding protein 2a (PBP2a atau PBP 2 ) coded by meca gene. The gene is a part of mobile genetic element named staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec or mecdna). Now MRSA is a one of serious problem in antimicrobial pandemi. Only vancomycin was known sensitive to these agents. A comphrehensive approach were important to overcome the problem. Key Words: MRSA, Infection, Resistance Korespondensi: Dr.H.Yuwono, dr., M.Biomed. Departemen Mikrobiologi FK Unsri, Jl. Dr. Moh. Ali Km. 3,5 Palembang, E-mail: yuwono71@yahoo.com Mobile: 08127115678

118 Pendahuluan Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan nama spesies yang merupakan bagian dari genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakan oleh Pasteur dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada era tahun 1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini, pada pengamatan mikroskopis berbentuk seperti setangkai buah anggur, sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan. Rosenbach juga mengungkapkan bahwa S. aureus merupakan penyebab infeksi pada luka dan furunkel. Sejak itu S. aureus dikenal secara luas sebagai penyebab infeksi pada pasien pascabedah dan pneumonia terutama pada musim dingin/hujan (1). Gambar 1. Gambar mikroskopik Staphylococcus aureus pada pewarnaan Gram, terlihat bakteri berbentuk bulat/coccus (sumber: Yuwono, 2009) Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah radang supuratif (bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung menjadi abses. Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah furunkel pada kulit dan impetigo pada anakanak. Infeksi superfisial ini dapat menyebar (metastatik) ke jaringan yang lebih dalam menimbulkan osteomielitis, artritis, endokarditis dan abses pada otak, paru-paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang disebabkan S. aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder setelah infeksi virus influenza. S. aureus dikenal sebagai bakteri yang paling sering mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga menimbulkan komplikasi. Sumber pencemaran pada infeksi pascabedah ini diantaranya berasal dari penderita carrier yaitu dokter, perawat atau petugas kesehatan yang terlibat dalam perawatan dan pembedahan pasien dan peralatan

119 medis yang terkontaminasi. Bila terjadi bakteriemia, infeksi dapat bermetastasis ke berbagai organ. (2) Patogenesis infeksi S. aureus merupakan hasil interaksi berbagai protein permukaan bakteri dengan berbagai reseptor pada permukaan sel inang. Penentuan faktor virulen mana yang paling berperan sulit dilakukan karena demikian banyak dan beragam faktor virulen yang dimiliki S. aureus (2). Perang dunia kedua merupakan momen penting dalam sejarah resistensi S. aureus terhadap antimikroba. Berbagai manifestasi infeksi S. aureus termasuk sepsis, pada waktu itu dapat diatasi dengan antimikroba penisilin (penicillin). Tetapi dalam kurun waktu kurang dari lima tahun telah ditemukan galur (strain) resisten terhadap antimikroba tersebut. Bahkan pada tahun 1948 di Inggris misalnya, 60% isolat S. aureus telah resisten terhadap penisilin dan pada akhir tahun 1950-an di berbagai negara Eropa angka resistensi S. aureus terhadap penisilin telah mencapai 90% lebih. Resistensi terhadap penisilin ini terbukti terjadi karena S. aureus memproduksi enzim beta laktamase (penisilinase) yang dapat memecah cincin beta laktam penisilin sehingga antimikroba tersebut menjadi tidak aktif (3). Enzim betalaktamase disandi oleh gen blaz dan dikendalikan oleh gen regulator blar1 dan blai. Dikenal dua galur S. aureus yang memproduksi penisilinase yaitu galur grup faga I yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada bangsal perawatan ibu dan anak (maternal dan neonatal) dan galur grup faga III yang menyebabkan infeksi nosokomial pada bangsal selain maternal dan neonatal (3). Upaya pengobatan infeksi galur S. aureus resisten penisilin membuahkan hasil ketika pada tahun 1959 ditemukan antimikroba semisintetik yang tahan terhadap penisilinase yaitu metisilin (methicillin). Keberhasilan ini tidak bertahan lama karena dua tahun kemudian ditemukan galur S. aureus resisten terhadap metisilin yang dikenal dengan sebutan methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Galur yang masih sensitif terhadap metisilin disebut methicillin sensitive S. aureus (MSSA). Pembentukan galur MRSA merupakan fenomena yang sangat menarik karena ditemukan dua macam isolat MRSA yaitu isolat dari penderita yang sebelumnya terpapar metisilin yang berarti resistensi tersebut

120 bersifat induktif dan isolat lainnya dari penderita yang belum pernah terpapar metisilin yang berarti resistensi bersifat bawaan (intrinsik). Resistensi intrinsik diduga disebabkan dua hal yaitu karena mutasi spontan atau karena tertular dari pasien carrier. Hal menarik lainnya, ternyata MRSA merupakan galur multiresisten yaitu bakteri ini tidak peka (sensitif) terhadap semua golongan betalaktam, dan terhadap lebih dari 2 antimikroba nonbetalaktam seperti makrolida (eritromisin), inhibitor sintesa protein (tetrasiklin, kloramfenikol) dan kuinolon. MRSA yang ditemukan pada awal tahun 1960-an tersebut, dengan cepat menyebar dan menjadi salah satu penyebab utama infeksi nosokomial di seluruh rumah sakit di dunia. Oleh karena itu galur ini diberi nama MRSA rumah sakit/nosokomial atau hospital associated MRSA (HAMRSA). Pada sekitar tahun 1998, ditemukan galur MRSA yang tidak terkait dengan galur HAMRSA yang diberi nama MRSA komunitas atau community associated MRSA (CAMRSA) (4,5). Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Resistensi MRSA terhadap antimikroba golongan betalaktam disebabkan bakteri ini memiliki protein mutan penicillin-binding protein 2a (PBP2a atau PBP 2 ) yang disandi oleh gen meca. PBP merupakan suatu kelompok enzim pada membran sel S. aureus yang mengkatalisis reaksi transpeptidasi guna pembentukan anyaman (cross-linkage) rantai peptidoglikan. Afinitas PBP2a terhadap antimikroba golongan beta laktam sangat rendah sehingga MRSA akan tetap hidup meskipun terpapar antimikroba tersebut dalam konsentrasi tinggi (6). Ekspresi resistensi gen meca dikendalikan oleh gen regulator meci dan mecr1 yang homolog dan memiliki mekanisme kerja yang serupa dengan regulator pada gen penyandi penisilinase. Gen meca merupakan satu bagian dari mobile genetic element yang disebut staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec atau mecdna) yang ditemukan pada semua galur MRSA. Secara umum SCCmec mengandung gen resisten utama yaitu meca, gen resisten tambahan, insertion sequences (IS) serta gen-gen lain yang belum diketahui fungsinya. Sejauh ini telah ditemukan 6 macam SCCmec dengan ukuran bervariasi antara 21-67 kilo basa (kb). Para peneliti menyatakan bahwa MRSA rumah sakit

121 cenderung memiliki SCCmec tipe I-III sedangkan CAMRSA cenderung memiliki SCCmec tipe IV yang lebih pendek, lebih mobile dan tidak membawa gen resisten tambahan selain meca. Stabilitas SCCmec dalam MRSA dipengaruhi tipe SCCmec, jumlah insertion sequence (IS), gen resisten tambahan dan faktor eksternal seperti radiasi ultraviolet, ketiadaan makanan untuk bakteri tersebut dan kenaikan temperatur. Jika MRSA kehilangan sebagian atau seluruh komponen SCCmec maka bakteri ini dapat berubah dari bakteri resisten antimikroba menjadi bakteri sensitif. Bukti kehilangan sebagian atau seluruh komponen SCCmec telah ditemukan baik secara in vitro maupun in vivo (7,8). MRSA dikenal sebagai salah satu penyebab utama infeksi nosokomial di berbagai rumah sakit di seluruh dunia (pandemi) sejak era 1980-an dengan prevalensi rata-rata 50%. Hanya vankomisin yang dikatakan masih efektif untuk terapi infeksi MRSA. Masalah MRSA menjadi semakin rumit karena munculnya galur MRSA resisten vankomisin dan munculnya galur baru MRSA yang sama sekali tidak berhubungan dengan infeksi nosokomial atau infeksi di rumah sakit yang disebut galur komunitas (CAMRSA). Laporan pertama tentang adanya galur CAMRSA adalah adanya kematian 4 orang anak di Amerika Serikat akibat infeksi galur ini. Penelitian awal mengindikasikan bahwa galur CAMRSA secara fenotip dan genotip serta virulensi berbeda dengan galur HAMRSA. Ternyata MRSA komunitas hanya resisten terhadap antimikroba golongan betalaktam dan secara genotip tidak membawa gen resisten tambahan selain gen resisten terhadap metisilin. CAMRSA diduga lebih virulen dibandingkan CAMRSA berdasarkan indikasi bahwa tingkat mortalitas infeksi oleh galur ini lebih tinggi. Pada eksplorasi lebih lanjut ditemukan bahwa CAMRSA membawa faktor virulen tambahan yaitu Panton Valentine Leukocidin (PVL) (9,10). Pendekatan yang menyeluruh diterapkan untuk mengatasi masalah infeksi dan resistensi MRSA yaitu terapi dengan antimikroba baru, eksplorasi target gen esensial, vaksinasi dan program pencegahan. Antimikroba baru yang tengah digunakan untuk mengatasi infeksi MRSA adalah quinupristin-dalfopristin dan linezolid. Quinupristin-dalfopristin bersifat bakterisidal sedangkan linezolid bersifat bakteriostatik. Kabar terkini yang mengkhawatirkan adalah temuan adanya galur MRSA resisten terhadap lenezolid. Obat lain yang tengah dalam uji

122 klinis adalah daptomisin yaitu suatu antibakteri baru yang bersifat bakterisid dengan cara merusak membran sitoplasma. Eksplorasi gen esensial berupa pencarian gen yang diduga menjadi penentu utama resistensi baik induktif maupun alami. Diharapkan setelah gen ini ditemukan akan dapat dirancang zat atau substansi yang mampu menghambat atau menghentikan ekspresi gen tersebut. Sejauh ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk MRSA. Kandidat vaksin konjugat kapsular polisakarida-protein tengah dalam uji klinis. Program pencegahan berupa penerapan peraturan yang konsisten untuk membatasi penyebaran infeksi MRSA seperti karantina, kebiasaan mencuci tangan bagi petugas medis, penggunaan alat medis yang steril dan terapi pasien carrier telah menghasilkan manfaat yang sangat besar seperti di Belanda dimana prevalensi MRSA sangat rendah (kurang dari 2%). Program pengendalian infeksi telah terbukti mampu mereduksi prevalensi MRSA di Amerika Serikat dari 50% menjadi 28% sedangkan di Hongkong dan Jepang belum berhasil, prevalensinya tetap tinggi yaitu sekitar 70% (10,11). Daftar Rujukan 1. Lowy FD. 1998. Staphylococcus aureus infection. N Engl J Med. 339:520-532. 2. DeLeo FR, Diep BA, Otto M.Host defense and pathogenesis in Staphylococcus aureus infections.infect Dis Clin North Am. 2009 Mar;23(1):17-34. 3. Giesbrecht P, Kersten T, Maidhof H and Wecke J. 1998. Staphylococcal cell wall: Morphogenesis and fatal variations in the presence of penicillin. Microbiol. Mol Biol Rev. 62:1371-1414. 4. Chambers HF.1997. Methicillin resistant in staphylococci: molecular and biochemical basis and clinical implications. Clin Microbiol Rev. 10:781-9. 5. Katayama Y, Zhang HZ, and Henry F. Chambers. 2004. PBP 2a Mutations Producing Very-High-Level Resistance to Beta-Lactams. Antimicrob Agents Chemother. 48: 453-459. 6. Ito T, Katayama Y, and Hiramatsu K. 1999. Cloning and Nucleotide Sequence Determination of the Entire mec DNA of Pre-Methicillin- Resistant Staphylococcus aureus N315. Antimicrob Agents Chemother. 43:1449-1458. 7. Ito T, Katayama Y, Asada K, Mori N, Tsutsumimoto K, Tiensasitorn C, and Hiramatsu K. 2001. Structural Comparison of Three Types of Staphylococcal Cassette Chromosome mec Integrated in the Chromosome

123 in Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Antimicrob Agents Chemother. 45: 1323-1336. 8. Ma, X. X., T. Ito, C. Tiensasitorn, M. Jamklang, P. Chongtrakool, S. Boyle-Vavra, R. S. Daum, and K. Hiramatsu. 2002. Novel type of staphylococcal cassette chromosome mec identified in communityassociated methicillin-resistant Staphylococcus aureus strains. Antimicrob Agents Chemother. 46:1147-1152. 9. Löffler B, Hussain M, Grundmeier M, Brück M, Holzinger D, Varga G, Roth J, Kahl BC, Proctor RA, Peters G. 2010. Staphylococcus aureus panton-valentine leukocidin is a very potent cytotoxic factor for human neutrophils. PLoS Pathog. Jan 8;6(1):e1000715. 10. DeLeo FR, Chambers HF. 2009. Reemergence of antibiotic-resistant Staphylococcus aureus in the genomics era. J Clin Invest. Sep;119(9):2464-74. 11. Goetghebeur M, Landry PA, Han D, Vicente C. 2007. Methicillinresistant Staphylococcus aureus: A public health issue with economic consequences. Can J Infect Dis Med Microbiol. Jan;18(1):27-34. 12. Yuwono. 2009. MRSA: Disertasi. FK Unpad Bandung