BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

RELEVANSI LFS DALAM ANALISIS BAHASA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah

BAB II KONSEP DASAR, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, DAN KERANGKA PIKIR

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Sejalan dengan itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, gagasan atau perasaan seseorang. Bahasa terdiri atas beberapa kata yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. dari pembicaraan orang dan umumnya mengenai objek-objek dan kejadiankejadian.

diunduh pada tanggal 16 Juni Lampiran 1: Klarifikasi Istilah No. Istilah Uraian 1. Analisis Multimodal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) atau yang sering disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

TEKS KOTA SYURGA DI IRAN : SUATU KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mackey (1986:12) mengemukakan bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu

ABSTRAK PENDAHULUAN EPRESENTASI METAFUNGSI PADA PENGANTAR MAJALAH FEMINA. Hesti Fibriasari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi, dan interaksi di kelas, merupakan alat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa berusaha untuk

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORETIS. 2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap orang perlu mengungkapkan ide atau gagasan pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu berbahasa dan bersastra saja namun juga digunakan sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.

16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

DISFEMIA DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR POS KOTA DAN RADAR BOGOR

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

KETIDAKEFEKTIFAN BAHASA INDONESIA DALAM KARYA ILMIAH SISWA DI KELAS XI UPW A SMK NEGERI 1 SINGARAJA

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Peranan bahasa sangat penting dalam kegiatan komunikasi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama pada penelitian ini memaparkan hal-hal mendasar berkenaan

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi dalam bertukar pendapat. Bahasa dapat diartikan

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

Topik 3. CIRI-CIRI TEKS AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN. Kailani (2001:76) menyatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Makna interpersonal merupakan salah satu makna dalam metafungsi

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di muka bumi.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA PENYAMPAIAN CERITA PRIBADI ANAK KELAS V DI SD KUNTI ANDONG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi, perubahan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi yang berupa pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan. komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul. Hasil suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan mudah dipertanggungjawabkan, karena itulah disertakan data-data yang kuat yang ada hubunganya dengan yang diteliti. Ada beberapa buku yang dipakai dalam penelitian ini seperti buku karangan Abdul Wahab dengan judul Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra, buku Henri Guntur Tarigan dengan judul Pengajaran Kosa Kata dan beberapa buku kebahasaan lainnya. Berkaitan dengan judul skripsi yang penulis bicarakan bahasa terlebih dahulu penulis mengungkapkan beberapa defenisi tentang metafora. Kata metafora berasal dari meta- yang berarti setengah atau tidak sepenuhnya seperti pada metafisika (setengah fisik, setengah badaniah, atau tidak sepenuhnya badaniah) dan fora (phora) yang berarti mengacu atau merujuk (Duranti 1997:38 dalam Saragih 2002:162). Berdasarkan kata lain, metafora merujuk sesuatu tidak sepenuhnya lagi atau hanya setengah merujuk sesuatu dalam memahami atau menyatakan pengalaman dalam ranah atau bidang lain. Wahab (1986: 11) mengartikan, Metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang tidak dapat diartikan secara langsung dari lambang yang dipakai, melainkan dari predikasi yang dapat dipakai oleh lambang maupun oleh makna yang dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan itu.

Menurut Tarigan (1983: 141), Metafora adalah sejenis majas perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita membandingkan yang belakang ini menjadi yang terlebih dahulu. Poerwadarminta (1976:648) mengatakan, Metafora adalah pemakaian katakata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa metafora merupakan kata-kata yang menggunakan makna kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang biasa digunakan sehari-hari. 2.2 Teori yang Digunakan Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Penelitian ini menggunakan teori metafora leksikal dan metafora tata bahasa. Teori aliran ini meninjau aspek bahasa berdasarkan sudut pandang bahasa itu sendiri. Duranti (dalam Saragih 2002:162) dalam bukunya berjudul Bahasa Dalam Konteks Sosial, metafora mencakup dua pandangan mengenai suatu masalah. Metafora dalam skripsi ini mencakupi leksis yang disebut metafora leksikal (lexical metaphor) dan metafora tata bahasa (grammatical metaphor).

2.2.1 Metafora Leksikal Duranti (dalam Saragih 2002:163) mengatakan bahwa metafora leksikal menunjukkan bahwa makna leksikal dirujuk sebagian untuk menyatakan atau memahami makna lain. Sebagai contoh, ular sebagai leksis adalah binatang yang memiliki sifat menjalar, bersisik, melilit, berbisa, dan sifat lain. Klausa ular menjalar di rumput memberikan penertian lazim atau harfiah, yakni bahwa ada binatang yang memiliki keempat sifat itu menjalar, bersisik, melilit, dan berbisa. Yang sedang melata atau menjalar di rumput. Akan tetapi, kalau dikatakan Si Diah itu ular; jangan percaya kepadanya, klausa itu sudah bermuatan metafora karena sebahagian sifat ular telah dijadikan menjadi sifat si Diah. Si Diah adalah manusia dan sifatnya ditautkan atau dideskripsi dari sifat binatang, yakni ular. Dari keempat sifat ular tadi (menjalar, bersisik, melilit, dan berbisa) si Diah hanya dilihat dari sebahagian sifat ular, yaitu membelit (dengan kata-kata dan perbuatan, menipu, atau berbohong) dan berbisa (ucapannya membahayakan orang lain). Ini berarti bahwa si Diah telah direalisasikan sebagai memiliki sebahagian sifat ular tadi. Demikian juga klausa Dia sangat senang dengan si rambut panjang adalah klausa metafora karena rambut panjang adalah sebahagian sifat wanita. Metafora leksikal dapat wujud dengan berbagai realisasi yang umumnya menyatakan satu fenomena dilihat dari dua prespektif. Dalam uraian berikut metafora leksikal dibahas dari lima hal yaitu: a. Metafora leksikal wujud dengan makna kata benda atau nomina dibandingkan dengan nomina lain.

b. Metafora leksikal wujud dengan nomina dibandingkan dengan verba yang terkait atau dapat diturunkan dari nomina lain, seperti dalam tegas dia melontarkan pendapatnya dalam rapat itu. Dalam klausa itu pendapat dibandingkan dengan batu, tetapi tidak dikatakan pendapat batu, melainkan melontarka pendapat; verba melontarkan biasanya terkait dengan atau dapat diturunkan dari nomina batu atau benda keras lain. c. Metafora leksikal wujud dengan membandingkan nomina dengan kata sifat atau ajektifa dari atau yang terkait dengan nomina lain, seperti kami ingin mengucapkan terimakasih banyak dengan terima kasih dibandingkan dengan banyak sebagai sifat bilangan atau uang. d. Metafora wujud dengan membandingkan dua konsep sosial atau ideologi dalam dua komunitas. e. Metafora leksikal dapat wujud dengan penanda bunyi saja. 2.2.2 Metafora Tata Bahasa Duranti (dalam Saragih 2002: 165) mengatakan bahwa metafora tata bahasa sejalan dengan metafora semantik, metafora tata bahasa menunjukkan tata bahasa yang lazimnya digunakan untuk sesuatu pengalaman tertentu digunakan untuk pengalaman yang lain. Dengan kata lain, metafora tata bahasa memberikan pengertian bahwa realisasi yang lazim dari pengalaman (eksperiensial, logis, antarpesona, dan tekstual) dalam sistem transitivitas, klausa kompleks, modus, tema/rema, dan kohesi tertentu direalisasikan dengan atau dalam aspek (struktur) tata

bahasa yang lain atau yang tidak lazim. Dengan pengertian ini metafora tata bahasa mencakup dua hal, yaitu: a. Relokasi realisasi makna yang lazim ke dalam aspek tata bahasa yang lain dalam peringkat yang sama, misalnya kegiatan atau aktivitas yang lazimnya direalisasikan oleh proses direalisasikan sebagai nomina atau realisasi yang lazim dikodekan dalam beberapa kata disampaikan dalam satu kata saja. b. Relokasi realisasi makna yang lazim pada satu peringkat (ranking) dikodekan dalam peringkat tata bahasa yang lain yang lebih rendah (seperti pada metafora paparan pengalaman), atau lebih tinggi (seperti pada metafora pertukaran pengalaman). Misalnya makna yang lazimnya dikodekan dalam klausa dikodekan dalam grup atau frase dan makna yang lazimnya dikodekan dengan kata dimetaforakan menjadi klausa. Uraian tersebut adalah sebagai berikut: 1.Metafora Paparan Pengalaman (Metafora Eksperiensial) Duranti (dalam Saragih 2002:166) mengatakan bahwa metafora paparan pengalaman atau metafora eksperiensial menunjukkan bahwa suatu pengalaman yang lazim dikodekan oleh sesuatu aspek, struktur, atau unit tata bahasa (lexicogrammar) direalisasikan dengan aspek, sruktur, atau unit tata bahasa yang lain yang tidak lazim. Metafora eksperiensial mencakup (a) relokasi realisasi pengalaman, (b) relokasi proses, dan (c) relokasi peringkat pengodean pengalaman dari klausa menjadi grup atau frase. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metafora Pengalaman Metafora realisasi pengalaman menunjukkan pengodean pengalaman yang tidak lazim. Benda umumnya direalisasikan oleh partisipan/nomina, kegiatan atau aktivitas oleh proses atau verba, atau sifat oleh ajektiva, dan hubungan oleh konjungsi. Demikan juga halnya dengan pengalaman lain dalam realitas memiliki unsur tata bahasa sebagai realisasi yang lazim. b. Metafora Proses Dalam skripsi ini telah diuraikan enam jenis proses, yaitu proses material, mental, relasional, tingkah laku, verbal, dan wujud. Penggolongan proses tersebut ke dalam enam bagian membagi pengalaman atas enam kelompok. Apabila pengalaman material dikodekan dengan proses material pengodean itu disebut lazim. Akan tetapi, dapat terjadi kelainan atau kesenjangan; jika pengalaman material dikodekan dengan proses lain, hal itu disebut metafora. c. Relokasi Peringkat Pengodean Pengalaman Metafora tata bahasa mencakup pengodean pengalaman yang lazimnya dalam peringkat tertentu dikodekan ke peringkat tata bahasa lain yang lebih rendah atau lebih tinggi ( yang umumnya terjadi dalam metafora makna interpersonal). Penurunan peringkat pengodean ini dapat dikolompokkan atas dua bagian: penurunan klausa menjadin grup dan penurunan grup atau frase menjadi kata. 2. Metafora Pertukaran Pengalaman (Metafora Interpersonal) Duranti (dalam Saragih 2002: 171) mengatakan bahwa makna pertukaran pengalaman atau antarpesona dikodekan oleh berbagai aspek tata bahasa seperti

modus, modalitas, dan vokatif. Jika semua makna pertukaran pengalaman masih dikodekan dengan cara yang diurai seperti dalam skripsi ini, keadaan itu disebut pengodean yang lazim. Akan tetapi, jika pengodean dilakukan dengan cara yang tidak lazim, keadaan itu disebut metafora. Uraian tersebut adalah sebagai berikut: a. Metafora Modus Makna antarpesona pernyataan (statement), pertanyaan (questions), perintah (command) masing-masing lazimnya direalisasikan oleh mudos deklaratif, interogatif, dan imperatif, makna tawaran (offer) tidak memiliki bentuk yang lazim sebagai realisasinya. b. Metafora Modalitas Lazimnya modalitas direalisasaikan oleh unsur leksikal, seperti kata pasti, mungkin, sering, biasa, bermaksud, atau harus yang menyatakan sikap, opini, komentar, atau pertimbangan pribadi pemakai bahasa. c. Metafora Vokatif Realisasi makna antarpesona mencakup nama atau cara memanggil nama lawan bicara, mitrabicara, atau mitrakomunikasa. Cara yang digunakan memanggil seorang mitrakomunikasi menunjukkan derajat atau tingkat konteks sosial makna antar pesona, yaitu status (sama atau tidak sama), sikap efektif (suka atau tidak suka), dan hubungan (sering, akrab, atau pertama kali) antara para partisipan komunikasi. Panggilan nama seseorang mulai dari nama penuh dengan gelar kakrabatan, kontraksi nama sebagian sampai kepada kontraksi nama sepenuhnya.

3.Metafora Pengorganisasian Pengalaman (Metafora Tekstual) Metafora tekstual lazimnya terealisasi dalam unsur tata bahasa yang terdiri atas tema, rema, dan kohesi. Yang dapat terealisasi ke dalam metafora makna tekstual adalah rujukan dan konjungsi sebagai unsur kohesi. Metafora makna tekstual terjadi dalam relokasi makna pada kata menjadi frase (dalam rujukan) atau relokasi makna dari konjungsi ke sirkumstan. Uraian tersebut adalah sebagai berikut: a. Metafora rujukan, adalah merupakan realisasi lazim dari perujuk anforik dia. b. Metafora konjungsi, adalah lazimnya, sebagai realisasi tekstual alat kohesi konjungsi menautkan klausa dengan klausa lain. c. Bahasa tulisan dan tematisasi sebagai pemicu metafora, merupakan pemicu wujudnya metafora tata bahasa. Bahasa lisan yang diubah menjadi bahasa tulisan menuntut nominalisasi, yakni pembuatan unit linguistik (yang biasanya bukan nomina) berfungsi sebagai benda atau nomina. Tematisasi mengubah unit linguistik rema menjadi tema.