PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

POPULASI DAN PERLLAKU BEKANTAN (Nasalis larvalus) DI SAMBOJA KOALA, KALIMANTAN TIMUR

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab III Karakteristik Desa Dabung

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

PENELITIAN JENIS PAKAN BEKANTAN (NasalislarvatusGeoffr.) DI KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN BEKANTAN KOTA TARAKAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

SUATU CATATAN BARU HABITAT KERA HIDUNG PANJANG ( Nasalis larvatus) DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN SELATAN INDONESIA. Oleh. M.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

ULANGAN AKHIR SEMESTER (UAS) SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

19 Oktober Ema Umilia

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

Karena hal-hal diatas tersebut, kita harus mencari cara agar hewan dan tumbuhan tetap lestari. Caranya antara lain sebagai berikut.

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

STRUKTUR POPULASI BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI PULAU CURIAK KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Struktur Kelompok dan Penyebaran Bekantan (Nasalis larvatus Wrumb.) dikuala Samboja, Kalimantan Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

Transkripsi:

PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH KHAIRUNNISA NIM. 130 500 020 PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016

PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH KHAIRUNNISA NIM. 130 500 020 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016

PENGAMATAN TINGKAH LAKU BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI KAWASAN SUNGAI HITAM KELURAHAN KAMPUNG LAMA KECAMATAN SAMBOJA KUTAI KARTANEGARA OLEH KHAIRUNNISA NIM. 130 500 020 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016

HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah Nama : Pengamatan Tingkah Laku Bekantan (Nasalis larvatus) di Kawasan Sungai Hitam Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja Kutai Kartanegara : Khairunnisa NIM : 130500020 Program Studi Jurusan : Pengelolaan Hutan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Ir. M. Masrudy, MP NIP.19600805 198803 1 003 Dwinita Aquastini, S.Hut. MP NIP. 19700214 199703 2 002 Ir. Emi Malaysia, MP NIP.19650101 199203 2 002 Menyetujui, Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Agustina Murniyati, S, Hut. MP NIP. 19720803 199802 2 001 Ir. M. Masrudy, MP NIP. 19600805 198803 1 003 Lulus ujian pada

ABSTRAK KHAIRUNNISA. Pengamatan Tingkah Laku Bekantan (Nasalis larvatus) di Kawasan Sungai Hitam Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja Kutai Kartanegara (dibawah bimbingan M. MASRUDY). Primata merupakan salah satu ordo dari kelas mamalia yang memiliki ciri khusus seperti dua pasang tungkai (kaki dan tangan) yang dapat meggenggam, dan mata yang terletak di bagian depan wajahnya. Salah satu kelompok primata yang juga merupakan satwa endemik Kalimantan adalah Bekantan (Nasalis larvatus ). Primata yang memiliki hidung yang panjang ini merupakan satwa yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia. Sungai Hitam dengan tipe hutan mangrove yang didominasi oleh jenis-jenis vegetasi seperti Laban (Vitex pinnata), dan Rambai Padi (Sonneratia caseolaris), merupakan salah satu tempat yang masih terdapat spesies endemik Kalimantan yang langka dan dilindungi yaitu Bekantan (N. larvatus). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkah laku makan, istirahat dan bermain bekantan (N. larvatus) di sepanjang Sungai Hitam Samboja. Metode yang digunakan dengan mengambil dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil dengan melakukan pengamtan langsung dilapangan dengan mengamati tingkah laku makan, istirahat, bermain dan jenis pakan bekantan yang dilakukan selama 14 kali. Data sekunder merupakan data pendukung yang didapatkan dari hasil wawancara kepada masyarakat sekitar, berupa keadaan umum lokasi penelitian, data keadaan umum bekantan, literatur tentang penelitian bekantan sebelumnya, serta data pendukung lainnya. Dari hasil pengamatan harian bekantan (N. larvatus) di Sungai Hitam Samboja selama 14 kali data yang diperoleh adalah waktu makan bekantan pada pagi hari dan sore hari jenis pakan yang dimakan bekantan adalah daun muda dan buah rambai padi, tempat makan bekantan diujung-ujung pohon rambai padi, cara makan bekantan dengan menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada batang pohon dan tangan yang satu untuk memetik ranting, memetik buah kemudian langsung memasukkan buah dengan kedua tangannya kedalam mulutnya, dan juga dengan menarik ranting kemudian daun diambil dengan menggunakan mulut. Bekantan melakukan istirahat pada pohon rambai padi, bekantan melakukan istirahat dengan posisi duduk dan ekor menjuntai ke bawah, dan berpegangan pada batang pohon juga dilakukan bekantan untuk beristirahat. Bekantan melakukan aktivitas bermain pada sore hari, bermain dengan melakukan pergerakan dilakukan bekantan dengan meloncat dari dahan ke dahan, aktivitas bermain juga dilakukan dengan bergelantungan sambil berayunayun pada pohon. Kata kunci: Sungai Hitam, Tingkah laku bekantan.

RIWAYAT HIDUP Khairunnisa, lahir pada tanggal 13 Mei 1996, di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Juhran dan Ibu Irin Yulistiani Ilham. Memulai pendidikan pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri 025 Samarinda dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Samarinda dan lulus pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan lagi ke Sekolah Menengah Kejuruan 4 Samarinda dan lulus pada tahun 2013. Pendidikan Tinggi dimulai pada tahun 2013 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda pada Program Studi Pengelolaan Hutan dan melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) pada tanggal 6 Maret 2016 sampai dengan tanggal 23 April 2016 yang berlokasi di PT. Inhutani I Unit Manajemen Hutan Kunyit Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas izin dan kemudahan- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya Ilmiah ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kehutanan pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penyusunan Karya Ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil kepada penulis. 2. Bapak Ir. Masrudy, MP. Selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda serta sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan petunjuk dalam peyusunan Karya Ilmiah ini. 3. Dosen Penguji I Ibu Dwinita Aquastini, S.Hut, MP dan Dosen Penguji II Ibu Ir.Emi Malaysia, MP. 4. Ibu Agustina Murni yati, S.Hut, MP selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 5. Bapak Ir. H. Hasanudin, MP. Selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Bapak Sarwadi selaku Lurah dan Seluruh Staff Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja. 7. Warga sekitar Sungai Hitam Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja 8. Seluruh rekan Pengelolaan Hutan Angkatan 2013. 9. Seluruh pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini. Sebaik apapun penulisan Karya Ilmiah ini, Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka diharapkan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi lebih baiknya Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat sehingga dapat memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca. Penulis Kampus Gunung Panjang, Juli 2016

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL....vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....3 A. Keadaan Umum Bekantan (Nasalis larvatus)....3 B. Keadaan Umum Lokasi Tempat Penelitian... 13 BAB III METODE PENELITIAN... 17 A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 17 B. Alat dan Bahan....17 C. Prosedur Penelitian....17 D. Pengolahan Data... 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 20 A. Hasil... 20 B. Pembahasan....21 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....31 A. Kesimpulan... 31 B. Saran....32 DAFTAR PUSTAKA... 33 LAMPIRAN... 35

DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Bekantan Istirahat dengan Posisi Duduk dan Ekor Menjuntai ke Bawa... 22 2. Bekantan Istirahat Berpegangan pada Batang Pohon... 22 3. Bekantan Meloncat dari Dahan ke D ahan (a), Meloncat ke Dahan yang Lain (b) 23 4. Bekantan Berayun-ayun pada Pohon Rambai 24 5. Bekantan Bergelantungan pada Pohon 24 6. Bekantan Makan di Ujung Pohon... 25 7. Bekantan Menggunakan Salah Satu Tangannya untuk Berpegangan pada Batang Pohon dan Tangan yang Satu untuk Memetik Ranting.... 27 8. Bekantan Memasukkan Buah dengan Kedua Tangan... 27 9. Bekantan Menarik Ranting Kemudian Daun Diambil dengan Menggunakan Mulut.... 28 10. Pohon Rambai Padi... 29 11. Akar Nafas Rambai Padi... 29 12. Daun Rambai Padi... 30 13. Buah Rambai Padi... 30 Lampiran 14. Kamera... 40 15. Teropong... 40 16. Lokasi Penelitian... 41 17. Foto Bersama Warga Sekitar Sungai Hitam... 41 18. Saat Menyusuri Sungai Hitam... 42

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Pengamatan... 36 2. Surat Keterangan Melakukan Penelitian... 39 3. Alat... 40 4. Dokumentasi Penelitian... 41

DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Perbedaan Morfologi Antar Bekatan Jantan dan Betina... 4 2. Stuktur Tubuh Bekantan Menurut Tingkatan Umur dan Jenis Kelamin... 5 3. Contoh Tabel Hasil Pengamatan Tingkah Laku Bekantan... 19 4. Hasil Pengamatan Tingkah Laku Bekantan... 20 Lampiran 5. Pengamatan Harian... 36

BAB I PENDAHULUAN Primata merupakan salah satu ordo dari kelas mamalia yang memiliki ciri khusus seperti dua pasang tungkai (kaki dan tangan) yang dapat meggenggam, dan mata yang terletak di bagian depan wajahnya. Salah satu kelompok primata yang juga merupakan satwa endemik Kalimantan adalah Bekantan (Nasalis larvatus). Primata yang memiliki hidung yang panjang ini merupakan satwa yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia Yasuma (1989) dalam Simamora (2011). Bekantan hidup secara berkelompok yang dipimpin oleh satu jantan dewasa. Bekantan pada umumnya hidup di kawasan mangrove dan hutan dataran rendah yang terletak dekat dengan sungai. Bekantan pada umumnya hanya memakan pada bagian daun pohon. Bekantan hanya terletak di Pulau Kalimantan dan beberapa pulau di sekitarnya, terutama di muara Sungai Brunei, Pulau Sebatik, Sabah, Kalimantan barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur Payne dkk (2000) dalam Purba (2009). Sungai Hitam dengan tipe hutan mangrove yang didominasi oleh jenisjenis vegetasi seperti Laban (Vitex pinnata), dan Rambai Padi (Sonneratia caseolaris), merupakan salah satu tempat yang masih terdapat spesies endemik Kalimantan yang langka dan dilindungi yaitu Bekantan (Nasalis larvatus). Bekantan telah menjadikan Sungai Hitam sebagai habitat untuk mencari makan, istirahat dan bermain. Sungai Hitam dan daerah sekitarnya merupakan satu unit ekosistem yang unik, dimana populasi Bekantan mampu melakukan aktivitas dan hidup berdampingan dengan masyarakat. Kawasan ini pun terancam kelestariannya, mengingat maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan di sepanjang Sungai Hitam menyebabkan habitat Bekantan berkurang.

2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku makan, istirahat dan bermain bekantan (N. larvatus) di sepanjang Sungai Hitam Samboja. Adapun hasil dari penelitian ini memberikan informasi tentang bagaimana tingkah laku makan, istirahat, dan bermain di sepanjang Sungai Hitam Samboja.

1. Taksonomi Bekantan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Umum Bekantan (Nasalis larvatus) yang di sebutkan oleh Geoffrey St. Hillaire melalui publikasinya pada tahun 1812 yang berjudul yang menyebutkan salah satu ciri yang sangat jelas satwa ini, yaitu hidungnya yang panjang menyerupai belalai pada gajah. Di Indonesia sendiri, bekantan juga dikenal (Mardiastuti, 1982) Terdapat 2 spesies dari genus Nasalis di Indonesia yaitu Nasalis concolor yang tersebar di Kepualauan Mentawai (sebelah selatan Pulau Sumatera) serta Nasalis larvatus yang hidup endemik di Pulau Kalimantan dan pulau-pulau kecil disekitarnya Bismark (1987) dalam Simamora (2011). Klasifikasi taksonomi Nasalis larvatus dapat diterangkan sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Primata : Cercopithecidae : Colobinae : Nasalis : Nasalis larvatus

4 2. Morfologi Bekantan merupakan primata yang hidup secara kelompok memiliki ukuran perut yang besar. Hal ini di karenakan daun-daunan yang merupakan bahan makanan bekantan mempunyai nutrisi yang rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisinya, bekantan harus makan daundaunan dalam jumlah besar Suharyo (2002) dalam Purba (2009). Bekantan dewasa memiliki warna kuning kemerah-merahan pada kepala, punggung dan kaki. Bagian samping perut, pada bagian pantat dan bagian ekor memiliki warna putih hingga putih keabu-abuan Agoramoorthy dkk (2005) dalam Simamora (2011). Pada bekantan jantan besar hidung dapat mencapai panjang lebih dari 7,5 cm, hidung tersebut terus berkembang walau pun bekantan sudah mencapai fase dewasa. Hidung pada jantan dewasa panjang seperti ubi dan melengkung ke bawah. Para ahli ada yang berpendapat bahwa hidung jantan tersebut adalah hasil adaptasi seleksi. Hidung betina dan bekantan muda lebih kecil, kurang lebih seukuran dengan hidung manusia dan mencuat ke atas Napier J dan Napier P (1967) dalam Purba (2009). Perbandingan morfologi antara bekantan jantan dengan betina dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Perbedaan Morfologi Antar Bekatan Jantan dan Betina. Morfologi Jantan Betina Berat badan (kg) 11,700-23,608 8.650-11,790 Panjang kepala sampai badan (cm) 55,500-72,300 54,000-60,500 Panjang ekor (cm) 66,000-74,500 57,000-62,000 Morfologi bekantan sangat bervariasi. Menurut Yeager (1990) dalam Purba (2009), mengkategorikan ciri-ciri struktur tubuh bekantan menurut tingkatan umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada Tabel 2.

5 Tabel 2. Stuktur Tubuh Bekantan Menurut Tingkatan Umur dan Jenis Kelamin Tingkatan Umur Ciri-ciri Jantan dewasa Hidung besar (telah berkembang sempurna), alat kelamin (Adult males) luar tampak jelas, ukuran tubuh besar (20 sampai 22 kg),terdapat warna putih berbentuk segitiga pada bagian pinggul, lapisan-lapisan lemak terlihat jelas di bagian Betina dewasa (Adult females) Jantan setengah dewasa (Adolescent males) Betina setengah dewasa (Adolescent females) Remaja (Juvenile) Anak/Bayi punggung, berkembang otot paha yang kuat. Ukuran tubuh relatif lebih kecil dari ukuran tubuh jantan dewasa (10 sampai 12 kg, puting susu tampak lebih jelas, hidung lebih kecil dan runcing. Ukuran tubuhnya sama atau lebih besar dari pada betina dewasa, alat kelamin luar tampak jelas, otot bagian paha lebih berkembang dibandingkan dengan betina dewasa, hidung mulai membesar, tidak ada lapisan lemak di bagian punggungnya. Memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan betina dewasa, puting susu belum jelas. Ukuran tubuh setengah atau dua pertiga dari ukuran tubuh betina dewasa. Sudah bisa berdiri sendiri, tetapi masih tidur dengan induknya. Berumur 1,5 tahun atau kurang,bayi yang baru lahir memiliki warna yang lebih gelap dan muka berwarna gelap tetapi terus memudar, masih dekat dan bergantung dengan induknya. 3. Habitat Bekantan hidup sangat terbatas pada hutan lahan seperti hutan rawa gambut, hutan mangrove sepanjang pantai, teluk- teluk atau daerah pasang surut dan muara sungai. Walaupun sebagian kecil ada yang hidup di hutan Dipterocarpaceae dan hutan kerangas namun masih berada di sekitar sungai Bismark (1980);Payne dkk (2000) dalam Purba (2009). Jenis makanan menjadi tolak ukur dimana Bekantan akan tumbuh dan berkembang biak. LBN (1982) dalam Purba (2009), mencatat bahwa bekantan menyukai hutan bakau dekat muara sungai dan hutan dataran rendah di pedalaman yang dilalui sungai sebagai habitatnya. Selain itu, bekantan

6 dikenal pula sebagai salah satu jenis monyet yang paling meny ukai habitat di atas aliran sungai. Bekantan pandai berenang dan menyelam, bahkan tampak senang berjalan-jalan di lumpur dalam rawa di hutan bakau. Sungai termasuk komponen ekologi yang mempengaruhi pemilihan habitat oleh populasi bekantan di hutan bakau. Bagi bekantan sendiri, sungai berfungsi sebagai sumber air minum dan sarana untuk berenang Bismark dalam (1994). Di Sabah bagian Timur, sebagian besar bekantan sering ditemukan di hutan mangrove, campuran mangrove dan nipah serta di muara sungai, jarang ditemukan di dalam tegakan murni yang terdiri atas nipah Casuarina, hutan kerangas atau hutan rawa. Di Serawak dan P. Kalimantan, bekantan lebih umum ditemukan di tepi sungai dan hutan rawa gambut. Jantan soliter kadang terlihat di tepi hutan lainnya beberapa kilometer dari hutan mangrove atau sungai besar Payne dkk (2000) dalam Purba (2009). 4. Penyebaran Penyebaran bekantan meliputi tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darusalam. Penyebarannya di Indonesia meliputi Kalimantan Timur (Tanjung Redeb, Taman Nasional Kutai, Sungai Kayan, Sungai Sebulu, Sungai Sesayap, Sungai Wahau, Sungai Telen, Sungai Marah, Sungai Sepaku, Teluk Balikpapan, Hutan Lindung Sungai Wain, Sungai Kuala Samboja, Tenggarong, Sanga-Sanga, dan Delta Mahakam), Kalimantan Selatan (Suaka Margasatwa Pulau Kaget, Taman Wisata Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku, Suaka Margasatwa Pieihari, Tanah Laut, Cagar Alam Gunung Kentawan da beberapa lokasi lain di luar kawasan konservasi), Kalimantan Tengah (TN. Tanjung Putting, TN.

7 Sebangau), Kalimantan Barat (Sungai Batu Barat-TN. Gunung Palung, Cagar Alam Kendawang,TN. Danau Sentarum) (Atmoko, 2013). Bekantan biasanya juga ditemukan di dekat sungai-sungai besar. Di sungai-sungai Sabah bagian timur yang lebih besar, bekantan terdapat jauh di hulu sungai (misalnya, di atas S. Danum di hulu S. Segama). Berdasarkan laporan yang diperoleh, di hulu S. Kapuas di Kalimantan Barat, di Tumbang Maruwe di S. Barito di Kalimantan Tengah, di S. Mahakam dan S. Kayan di Kalimantan Timur terdapat pulau bekantan. Kondisi saat ini sudah berubah, kemungkinan adanya bekantan di daerah hulu adalah kecil. Namun demikian bekantan masih dapat ditemui di beberapa bagian pesisir Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, Khususnya di S. Barito. Penyebaran bekantan di Sabah bagian Barat, Brunei dan Serawak jarang dan tersebar, karena kerusakan habitat dan tekanan perburuan Payne dkk (2000) dalam Purba (2009). Habitat bekantan yang mudah dikunjungi di Kalimantan Selatan diantaranya adalah Pulau Kaget yang sebagian kawasannya berupa cagar alam dihuni oleh 3 kelompok bekantan (4-10 dan 11 individu) dengan sistem kelompok 1 jantan dewasa dan 3-4 betina dewasa. Total populasi di Pulau Kaget pada tahun 1996 adalah 288 individu di dalam areal seluas 267 ha Bismark (1997) dalam Bismark (2009). Di sekitar Pulau Kaget, Pulau Puduk, dan Pulau Temurung masih ditemukan kelompok bekantan dengan 7-25 individudan di Pulau Tempurung terdapat 3 kelompok masing-masing 7, 7, dan 12 individu Bismark (1997) dalam Bismark (2009).

8 5. Struktur Kelompok Bekantan hidup secara berkelompok, kelompok bekantan adalah multi-male multi-female,yaitu satu kelompok terdiri dari beber apa jantan dan beberapa betina (Atmoko, 2013). Pada dasarnya kelompok pada bekantan adalah one-male group (OMG) yang terdiri dari satu jantan dewasa dan beberapa betina dewasa serta beberapa anaknya. Namun selain itu terdapat kelompok all-male group (AMG) yang terdiri dari para jantan. Jantan yang menginjak remaja akan keluar dari kelompok OMG untuk bergabung dengan kelompok AMG. Perilaku tersebut merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya kawin kerabat (inbreeding) yang dalam jangka panjang dapat menurunkan kualitas keturunan dan memperlemah kelompok bekantan (Atmoko, 2013). Selanjutnya dinyatakan kehidupan kelompok bekantan terdapat herarkhi sosial, seperti halnya kehidupan kelompok primata lainnya. Dalam satu kelompok, jantan dewasa berperan sebagai ketua kelompok. Saat bahaya mengancam jantan dewasa akan berteriak-teriak sebagai tanda peringatan bahaya dan disusul oleh bekantan lainnya sambil berlompatan mencari tempat yang aman (Atmoko, 2013). 6. Tingkah Laku Perilaku harian Bekantan terdiri dari perilaku bermain, makan, dan istirahat. Bekantan memulai aktivitasnya pagi hari sekitar pukul 06.00 sampai sore hari pukul 18.00. Namun apabila kondisi cuaca mendung, dingin atau hujan aktivitas bekantan dimulai agak siang atau setelah hujan reda. Saat hujan biasanya mereka akan bertengger di dahan yang rendah atau bersembunyi pada nipah dan semak belukar. Sesaat setelah hujan reda

9 bekantan akan naik pada tajuk yang tinggi agar mendapatkan kehangatan sinar matahari (Atmoko, 2013). a. Teknik Makan Kegiatan makan Bekantan adalah 27,9% dari aktivitas keselurahan dalam 1 hari Bismark (1987) dalam Purba (2009). Bekantan memetik pakannya dengan kedua tangan dan kakinya maupun dengan mulut Soerianegara dkk (1994) dalam Simamora (2011). Bekantan biasanya makan di ujung-ujung pohon, duduk pada salah satu cabang atau ranting yang relatif besar. Salah satu tangan dipergunakan untuk berpegangan pada cabang atau ranting di bagian atasnya sedangkan tangan yang lain untuk meraih makanan. Kalau berada pada posisi sulit, kedua tangan akan berfungsi untuk berpegangan sedangkan makanan langsung diambil dengan mulut Bismark (1984) dalam Purba (2009). Selain digunakan dalam makan untuk memetik daun-daunan, tangan juga berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut Napier J dan Napier P (1967) dalam Purba (2009). Cara mendapatkan makanan adalah dengan menggunakan tangan untuk memetik daun, lalu dimasukkan 1-3 lembar daun ke dalam mulut secara berurutan, lalu dikunyah Alikodra dkk (1990) dalam Purba (2009). Sedangkan Bismark (1994) dalam Bismark (2009),menjelaskan bahwa daun yang dikonsumsi bekantan adalah daun muda dengan urutan 1 sampai 3 dari ujung ranting, bunga dan buah, yang diambil langsung dengan mulut atau dengan cara memetik. Daun dimakan dengan cara menggigit hingga 3 kali. Setiap gigitan dikunyah 15-30 kali.

10 Sewaktu mencari makan, kelompok bekantan terbagi atas beberapa anak kelompok yang umumnya terdiri atas 1-7 ekor. Setiap anak kelompok makan pada beberapa pohon yang tidak begitu berjauhan satu sama lain. Dalam satu pohon biasa terdapat 2-4 ekor bekantan yang makan tanpa menunjukan persaingan diantara mereka Bismark (1984) dalam Purba (2009). Cuaca mempengaruhi kegiatan makan Bekantan, pada kondisi terang aktivitas makan Bekantan pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan pada sore hari, dan pada kondisi cuaca mendung (terjadi hujan) aktivitas makan Bekantan dilanjutkan setelah cuaca terang Alikodra dkk (1990) dalam Purba (2009). b. Istirahat Cabang-cabang pohon menjadi tempat istirahat bagi Bekantan. Istirahat dilakukan dengan posisi duduk dan ekor menjuntai ke bawah. Tampaknya ekor digunakan untuk menjaga keseimbangan tubuh selama istirahat. Bagian pohon yang dipilih untuk istirahat biasanya percabangan pertama atau percabangan yang nyaman untuk duduk dan bersandar. Percabangan pertama dipilih sebagai strategi untuk menghidari terpaan angin (Alikodra, 1997). Bekantan memilih tempat istirahat pada pohon yang tungginya 15-25 meter agar menjamin dari gangguan musuh-musuhnya, dengan kondisi vegetasi bawah cukup rapat dan sulit dijangkau manusia. Biasanya istirahat dilakukan setelah bekantan makan sehingga bekantan istirahat pada pohon yang daun dan buah pohon tersebut

11 dapat dimakan oleh Bekantan, sehingga memudahkan dalam memenuhi kebutuhan makan terutama saat menjelang istirahat (Atmoko, 2012). c. Bermain Aktivitas pada primata dilakukan oleh remaja dan setengah dewasa dan antara induk dengan bayinya, sedangkan jantan dewasa lebih banyak istirahat dan tidur. Betina dewasa dan remaja membutuhkan gizi pakan yang lebih baik untuk pemeliharaan dan pertumbuhan bayi, sedangkan jantan dengan berat badan yang dua kali berat badan betina lebih banyak istirahat (Yasuma dan Alikodra, 1990). Perilaku bermain dilakukan bekantan pada sore hari setelah dilakukannya kegiatan makan. Bermain terdiri dari bermain objek, seperti bermain daun, batang, dan tanah. Saat bermain bekantan akan melakukan pergerakan dari dahan ke dahan yang dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melompat, bergantung atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Bekantan melompat jauh dari pohon yang lebih tinggi ke pohon yang lebih rendah. Mereka bisa juga berayun-ayun dari dahan ke dahan dengan tangan pada jarak-jarak yang pendek Carter (1978) dalam Munaroh (2013). 7. Jenis Pakan Makanan utama bekantan terdiri dari daun-daun muda (pucuk) serta sering ditemukan memakan pucuk dari tumpukan mangrove. Kurang lebih dari 5% dari makanannya berupa bunga dan buah, serta 95% berupa daun Napier J dan Napier P (1967) dalam Purba (2009). Berdasarkan hasil penimbangan bobot kering kotoran bekantan, Bismark (1980) dalam Purba (2009), mengemukakan bahwa komposisi makanan bekantan terdiri dari

12 96,2% pucuk daun, daun muda, tangkai daun dan daun tua 3,5% biji/buah, kuncup bunga dan kulit kayu, dan 0,3% insekta. Dilihat dari jumlah daun yang dikonsumsi oleh bekantan maka jenis monyet ini diduga sebagai pemakan daun lebih banyak di antara jenis-jenis monyet yang termasuk dalam anak suku Colobinae. Menurut Payne (2000) dalam Purba (2009), makanan bekantan terdiri dari atas dedaunan, buah-buahan dan pucuk daun. Salter dkk (1983) dalam Purba (2009), menyatakan bahwa daun merupakan makanan utama bekantan. Alikodra dkk (1991) dalam Purba (2009), menjelaskan bahwa bagian tumbuhan yang dimakan bekantan adalah daun (leaf), pucuk (shoot), bunga (flower), dan buah (fruit). Bekantan suka memilih makanannya (daun, pucuk, bunga, dan buah) yang masih segar. Salah satu makanan bekantan adalah pucuk-pucuk daun Sonneratia caseolaris, terutama bagian yang masih berwarna hijau muda. Selain sebagai sumber pakan, tumbuhan ini juga digunakan sebagai tempat tidur dan istirahat. Dalam satu pohon sering terdapat 2-4 bekantan. Lamanya makan pada setiap pohon tergantung pada jenis pohon serta jumlah persediaan maknananya Bismark (1980) dalam Purba (2009). Dikatakan lebih lanjut bahwa selain dari pucuk yang masih lembut, bekantan juga memakan daundaun tua, tangkai daun (petiol), paku-pakuan, cendawan, dan umbut Pandaus sp. Makanan yang paling disukai terutama daun muda dan buah pedada (Sonneratia lanceolata) yang tumbuh di hutan bakau sepanjang tepian sungai dekat pantai (Suharto, 1989). Jenis lain yang juga dimakan oleh bekantan adalah rumbai -rumbai darat, laban (Vitex sp), waru laut (Hibiscus tilliaceus), Keladi air, karet (Hibiscus brasiliensis), durian(durio sp),

13 mersafat, masintan, karamunting laut, lai, ke lakar, pakis, buas-buas, rumput peredang dan daun pepaya serta ketela pohon. Selain itu bekantan juga memakan buah kecapi dan karet (biasanya yang masih mentah), serta bunga durian dan lai Alikodra dkk (1990) dalam Purba (2009). Bekantan tidak dapat mengkonsumsi buah-buahan yang manis untuk menghindari makan gula yang banyak. Gula yang berlebihan akan terfermentasi dalam lambung bekantan dan akan menghasilkan banyak gas yang bisa menyebabkan perut kembung, yang apabila tidak segera diobati maka akan menyebabkan kematian (Suharyo, 2002). B. Keadaan Umum Lokasi Tempat Penelitian Salah satu habitat bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan yang berada di luar kawasan konservasi adalah Sungai Hitam di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. Sungai ini merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Seluang yang bermuara di Selat Makassar. Disebut Sungai Hitam karena pada waktu tertentu aliran sungai ini berwarna hitam saat bertemu dengan aliran dari Sungai Kuala Samboja, warna air tersebut berasal dari lahan gambut dan dedaunan yang membusuk di tepi sungai dan terbawa oleh aliran sungai. Menurut Anonim (2015), Seluruh habitat bekantan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Kampung Lama. Luas wilayah Kelurahan Kampung Lama adalah 1.044 Ha. Batasan Kelurahan Kampung Lama adalah sebagai berikut : Utara Timur Selatan : Desa Beringin Agung atau Desa Bukit Raya : Kelurahan Kuala Samboja : Kelurahan Tanjung Harapan

14 Barat : Kelurahan Wonotirto atau Keluarahan Sei Seluang Habitat Bekantan berada di lahan milik masyarakat karena masyarakat menggunakan tepi sungai sebagai batas kepemilikan lahan. Habitat tersebut terisolasi dan terfragmentasi oleh berbagai infastruktur lahan masyarakat dan aktivitas lainnya, seperti berkebun, penggembalaan ternak, proyek pengembangan kecamatan, pelebaran jalan dan jembatan, dan pengolahan limbah dan penambangan pasir. Habitat yang tersisa hanya pada sisi kanan dan kiri sungai dengan lebar 0-200 meter. Luas areal yang masih feasible menjadi habitat Bekantan di Sungai Hitam adalah 67,6 Ha. 1. Kondisi Masyarakat Penduduk di Kelurahan Kampung Lama sebagian besar adalah pendatang dari suku Jawa, Bugis da n Banjar. Kelurahan Kampung Lama merupakan pemekaran dari Kelurahan Kuala Samboja. Jumlah penduduk Kelurahan Kampung Lama pada tahun 2015 adalah 1.984 jiwa. Pekerjaan masyarakat di Kelurahan Kampung Lama adalah buruh lepas dan wirausaha. Mata pencaharian lainnya meliputi guru, nelayan, tukang kayu, tukang bangunan, dan karyawan swasta. Selain habitat bekantan, Sungai Hitam juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sungai Hitam mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air, penampungan limpasan air hujan, dan tempat perkembangbiakan berbagai ikan komersial serta indikator banjir. Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan Sungai Hitam sebagai sumber air untuk mandi, mencuci, dan sarana transportasi mengangkut hasil pertanian (Atmoko, 2010). Pada musim kemarau, masyarakat di sekitar muara sungai megalami kesulitan memperoleh air bersih. Hal itu dikarenakan sumur milik

15 warga yang berada ditepi pantai airnya menjadi asin, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari -hari mereka megandalkan air dari Sungai Hitam Samboja. 2. Iklim, Tanah dan Topografi Data curah hujan dari stasiun penakar curah hujan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan Samboja menunjukkan rata-rata curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah 2.363 mm/tahun, dengan rata-rata hari hujan 150/tahun. Curah hujan cenderung turun pada bulan Juli-Oktober. Topografi wilayah Kelurahan Kampung Lama mel iputi dataran rendah yang landai dan berhadapan langsung dengan Selat Makassar. Dataran rendah di tepi pantai dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi tanah di Kecamatan Samboja sebagian besar terdiri dari tanah podsolik merah kuning, tanah liat dan berpasir (Anonim, 2011). 3. Flora dan Fauna Vegetasi pada habitat bekantan di Sungai Hitam Samboja dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi tersebut menyebabkan terdapat perubahan formasi vegetasi mulai muara sungai menuju kearah hulu. Jenis flora dicirikan oleh jenis-jenis yang umum dijumpai di daerah mangrove dan daerah tepi sungai atau riparian, seperti Nipah dan Rambai Padi. Daerah tepi sungai adalah habitat yang baik untuk menunjang kehidupan berbagai jenis fauna, termasuk sebagai koridor perpindahan satwa (Atmoko, 2012). Fauna yang ada di sekitar Sungai Hitam Samboja adalah Bekantan (Nasalis larvatus), Berang-berang (Aonyx cinerea), Monyet ekor panjang

16 (Macaca fascicularis), Biawak (Varanus salvator), Ular, Bidawang (Pelochelys sp.), jenis Elang dan berbagai jenis burung lainnya (Atmoko, 2012).

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Pengamatan dilakukan di kawasan Sungai Hitam Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartenegara Kalimantan Timur dengan luas 67,6 Ha. 2. Waktu Penelitian Pengamatan dilakukan pada tanggal 18 Juni 2016 sampai dengan tanggal 17 Juli 2016. Pengamatan dilakukan pada pukul 06.00 10.00 dan pada pukul 16.00 18.00. B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Kamera digital untuk mengambil gambar Bekantan pada saat peneilitian. b. Binocular digunakan untuk melihat Bekantan yang jauh agar terlihat lebih jelas. c. Alat tulis menulis untuk mencatat data hasil penelitian 2. Bahan a. Nasalis larvatus C. Prosedur Penelitian 1. Orientasi lapangan Orientasi lapangan dilakukan untuk mengetahui keberadaan bekantan pada tempat-tempat yang sering didatangi. Selain itu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lokas i pengamatan yang akan ditempuh.

18 2. Persiapan alat-alat yang diperlukan Menyiapakan kamera, teropong atau binocular, alat tulis sebelum pengamatan dilaksanakan untuk kelancaran pelaksanaan pengamatan. 3. Pengambilan data Metode yang digunakan dengan cara mengambil dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data mengenai perilaku bekantan diperoleh dari pengamatan langsung dengan metode Focal Animal Sampling, yaitu suatu cara pengamatan tingkah laku dengan mengamati hanya satu individu dalam selang waktu tertentu. Teknik ini digunakan untuk mengetahui semua jenis tingkah laku yang dilakukan oleh individu yang diamati (Anonim, 2015). Pengambilan data primer dilakukan selama 14 kali. Waktu pengambilan data pada pukul 06.00 10.00 dan pada pukul 16.00 18.00 Nowak (1999) dalam Khatimah (2010). Perilaku yang diamati selama pengamatan meliputi: (a) Perilaku makan, meliputi proses makan seperti menggapai, mengambil, memasukkan makanan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan makanan. (b) Perilaku istirahat, keadaan relatif tidak aktif meliputi duduk atau berpegangan pada dahan tanpa melakukan perpindahan. (c) Perilaku bermain sendiri, meliputi pergerakan bekantan bermain sendiri menggunakan suatu objek untuk bermain tanpa adanya interaksi dengan individu lain.

19 b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapatkan dari hasil wawancara kepada masyarakat sekitar, berupa keadaan umum lokasi penelitian, data keadaan umum bekantan, literatur tentang penelitian bekantan sebelumnya, serta data pendukung lainnya. D. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menyusun data hasil pengamatan dalam bentuk Table di bawah ini dan menganalisi perilaku yang paling sering dilakukan bekantan. Tabel 3. Contoh Tabel Hasil Pengamatan Tingkah Laku Bekantan Hari Tingkah Laku Ke Waktu Makan Istirahat Bermain Keterangan 1. 06.00-10.00 - - - - 16.00 18.00 - - - -

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hasil pengamatan harian bekantan (Nasalis larvatus) di Sungai Hitam Samboja selama 14 kali dapat dilihat pada Tabel 4 dan hasil pengamatan harian dapat dilihat pada Lampiran 1 pada Tabel 5. Tabel 4. Hasil Pengamatan Tingkah Laku Bekantan Perilaku No. Istirahat Bermain Makan 1. Waktu : 06.00-10.00 Waktu : 06.00-10.00 dan 16.00-18.00 Waktu : 16.00-18.00 dan 16.00-18.00 2. Tempat : Pohon rambai Tempat : Pohon rambai Tempat : Diujung Pohon 3. padi Cara : 1. Melakukan istirahat dengan posisi duduk dan ekor menjuntai ke bawah 2. Berpegangan pada batang pohon juga dilakukan bekantan di kawasan ini untuk beristirahat padi Cara : 1. Bermain dengan melakukan pergerakan dilakukan bekantan degan meloncat dari dahan ke dahan dengan tangan pada jarak-jarak yang pendek 2. Aktivitas bermain juga dilakukan dengan berayun-ayun 4. - - rambai padi Cara : 1. Bekantan menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada ranting atau batang pohon yang berada di atas dan tangan yang satu digunakan untuk memetik ranting yang ada daunnya yang telah dipilih untuk dimakan Aktivitas makan bisa juga dengan cara memetik buah kemudian langsung memasukkan buah dengan tangannya kedalam mulutnya 2. Menarik ranting kemudian daun diambil dengan menggunakan mulut disajikan Jenis : 1. Daun muda rambai padi 2. Buah rambai padi

21 B. Pembahasan 1. Istirahat Perilaku istirahat keadaan relatif tidak aktif meliputi duduk atau berpegangan pada dahan atau batang pohon tanpa melakukan perpindahan. Keadaan meliputi duduk atau berpegangan pada dahan inilah yang diamati serta mengamati jenis pohon yang dijadikan tempat istirahat. Dari hasil pengamatan bekantan melakukan istirahat pada pagi dan pada sore hari. Pohon rambai padi dipilih bekantan untuk melakukan istirahat. Jika cuaca cerah, pada umumnya bekantan memanfaatkan untuk aktivitas istirahat sambil berjemur di atas pohon. Apabila cuaca mendung atau hujan, bekantan berusaha berlindung dalam kerimbunan pohon. Cabang-cabang pohon rambai padi menjadi tempat istirahat bagi bekantan. Bekantan di Sungai Hitam melakukan istirahat dengan posisi duduk dan ekor menjuntai ke bawah (Gambar 1). Berpegangan pada batang pohon juga dilakukan bekantan di kawasan ini untuk beristirahat dapat dilihat pada Gambar 2. Cara bekantan beristirahat dan pemilihan tempat istirahat ini dikarenakan aktivitas istirahat biasanya dilakukan setelah bekantan makan, pada saat tersebut bekantan sudah merasa kenyang, oleh karena itu mereka tidak banyak melakukan aktivitas lainnya. Gambar 1. Bekantan Istirahat dengan Posisi Duduk dan Ekor Menjuntai ke Bawah.

22 Gambar 2. Bekantan Istirahat Berpegangan pada Batang Pohon. 2. Bermain Perilaku bermain sendiri, meliputi pergerakan bekantan bermain sendiri menggunakan suatu objek untuk bermain tanpa adanya interaksi dengan individu lain. Aktivitas bermain digolongkan menjadi bermain objek, pergerakan, dan sosial bermain bersama bekantan lainnya. Dari hasil pengamatan bekantan melakukan aktivitas bermain pada sore hari pada waktu 16.00 18.00. Bermain adalah aktivitas yang jarang dilakukan oleh bekantan di Sungai Hitam. Bekantan di Sungai Hitam melakukan aktivitas bermainnya dengan bermain dengan pergerakan. Tidak terlihat bekantan melakukan aktivitas bermain bersama rekan dan bermain objek. Menurut Carter (1978) dalam Munaroh (2013), bermain dengan melakukan pergerakan dilakukan bekantan dengan meloncat dari dahan ke dahan dengan tangan pada j arak-jarak yang pendek tersaji pada Gambar 3.

23 (a) (b) Gambar 3. Bekantan Meloncat dari Dahan ke Dahan (a), Meloncat ke Dahan yang Lain (b). Dan aktivitas bermain juga dilakukan dengan berayun-ayun (Gambar 4) dan bergelantungan pada pohon dapat dilihat pada Gambar 5. Pohon rambai adalah tempat bermain bekantan, dikarenakan selain pohon tersebut memang banyak tumbuh disana, pohon tersebut juga sebagai sumber pakan bekantan. Aktivitas bermain dilakukan oleh remaja dan setengah dewasa dikarenakan jantan dewasa lebih banyak istirahat dan tidur. Gambar 4. Bekantan Berayun-ayun pada Pohon Rambai

24 Gambar 5. Bekantan Bergelantungan pada Pohon. 3. Aktivitas Makan Perilaku makan, meliputi proses makan seperti menggapai, mengambil, memasukkan makanan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan makanan. Aktivitas makan adalah perilaku yang sangat sering dilakukan oleh bekantan di Sungai Hitam. Kegiatan makan bekantan rata-rata sebesar 27,9%, sedangkan kegiatan berjalan dan istirahat masing-masing sebesar 19,9% dan 52,2% Bismark (1987) dalam Purba (2009). Aktivitas bekantan pada beberapa tempat menunjukkan pola yang berbeda, dari hasil pengamatan di Sungai Hitam terlihat aktivitas makan bekantan di Sungai Hitam berlangsung terus-menerus dalam satu hari lebih banyak dari aktivitas istirahat. Hal ini menggambarkan bahwa selain waktu makan yang intensif, kelompok bekantan ini tetap melakukan aktivitas makan di selang waktu istirahatnya meskipun tidak dalam jumlah yang banyak.

25 Rambai padi adalah pakan yang disukai oleh bekantan di Sungai Hitam. Bekantan di Sungai Hitam memilih bagian daun muda dan buah rambai padi sebagai bagian pakan yang lebih disering dimakan. Bekantan di Sungai Hitam lebih suka jenis ini sebagai sumber pakan dikarenakan ketersediaan sumber pakan lain yang umum dimakan terbatas keberadaannya, sedangkan vegetasi yang banyak dijumpai di Sungai hitam adalah jenis rambai padi yang menyebabkan bekantan memakan jenis rambai padi saja. Kebutuhan mineral bekantan mungkin banyak terdapat pada tumbuhan ini. Tempat makan bekantan dimulai dari tepi sungai (pohon tempat tidur) sampai perbatasan antara hutan rawa dengan dataran rendah (tanah kering). Menurut Bismark (2009), dalam aktivitas sehari-hari, bekantan makan pada ketinggian 10-15 meter (30,5%), 15 20 meter (22,5%), sedangkan pada ketinggian 25 30 meter hanya 5%. Pada waktu pengamatan di lapangan, bekantan berada pada ketinggian yaitu 5-15 meter, ketinggian ini dipengaruhi oleh keberadaan daun muda. Jika daun muda banyak pada ketinggian 10 meter, maka bekantan makan pada ketinggian tersebut. Pada pengamatan di lapangan bekantan juga melakukan aktivitas makan pada ujung-ujung pohon tersaji pada Gambar 6. Gambar 6. Bekantan Makan di Ujung Pohon

26 Disungai Hitam bekantan menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada ranting atau batang pohon yang berada di atas dan tangan yang satu digunakan untuk memetik ranting yang ada daunnya yang telah dipilih untuk dimakan (Gambar 7). Ranting yang dipetik oleh bek antan biasanya daunnya tidak dimakan habis, jarang terlihat bekantan memakan habis daun yang ada pada ranting tersebut. Gambar 7. Bekantan Menggunakan Salah Satu Tangannya untuk Berpegangan pada Batang Pohon dan Tangan yang Satu untuk Memetik Ranting. Bekantan di sungai hitam melakukan aktivitas makan bisa juga dengan cara memetik buah kemudian langsung memasukkan buah dengan kedua tangannya kedalam mulutnya dapat dilihat pada Gambar 8, atau juga dengan menarik ranting kemudian daun diambil dengan menggunakan mulut disajikan pada Gambar 9. Selama pengamatan hampir tidak pernah bekantan mengambil daun dengan cara bergelantungan.

27 Gambar 8. Bekantan Memasukkan Buah dengan Kedua Tangan. Gambar 9. Bekantan Menarik Ranting Kemudian Daun Diambil dengan Menggunakan Mulut. 4. Jenis Pakan Bekantan di Sungai Hitam Ketersediaan pakan adalah salah satu faktor pembatas yang sangat penting bagi kehidupan satwaliar. Pakan yang tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas akan dapat menunjang kehidupan dan proses reproduksi satwaliar dengan baik (Atmoko, 2012). Menurut warga sekitar Sungai Hitam, bekantan di Sungai Hitam menggunakan jenis rambai padi dan laban sebagai pakan utama. Tetapi dari

28 hasil pengamatan, bekantan di Sungai Hitam terlihat hanya memakan daun dan buah jenis rambai padi saja. Menurut Anonim (2013), Rambai Padi (Sonneratia caseolaris) adalah pohon yang mempunyai ketinggian mencapai 15 m, tajuk renggang dengan ranting-ranting menggantung di ujung (Gambar 10). Memiliki akar nafas yang banyak sekali berbentuk serupa pensil yang mencuat ke atas (tinggi hingga 1 m) yang sangat kuat. Bentuk akar seperti ini memudahkan rambai padi untuk bernafas mengambil udara, Ujung cabang/ranting terkulai, dan berbentuk segi empat pada saat muda. Gambar 10. Pohon Rambai Padi Menurut Bismark (2009), daun yang dikonsumsi bekantan adalah daun muda dengan urutan 1 sampai 3 dari ujung ranting, bunga, dan buah. Daun dimakan satu per satu atau sekali dua lembar dengan cara menggabungkannya dan daun dimakan dengan cara menggigit hingga tiga kali. Setiap gigitan dikunyah antara 10 30 kali adalah salah satu strategi bekantan untuk membanrtu pencernaan secara fisik dan merangsang

29 keluarnya air liur guna untuk mempertahankan ph lambung agar proses fermentasi pakan oleh bakteri lambung dapat berjalan optimum. Dari hasil pengamtan di lapangan bekantan di Sungai Hitam memakan buah rambai padi untuk kebutuhan pakannya. Buahnya berbentuk sangat unik berbentuk bulat dengan diameter ± 6-8 cm, bekantan di Sungai Hitam juga memakan daun muda yang ada pada ujung-ujung ranting dan buah rambai padi. Bentuk daun bulat memanjang dan ujung daun membundar. Daun rambai padi muda dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Daun Rambai Padi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil pengamatan bekantan di Kawasan Sungai Hitam Kelurahan Kampung Lama Kecamatan Samboja dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Aktivitas bekantan makan berlangsung terus menerus dibandingkan dengan aktivitas istirahat dan bermain, jenis pakan yang dimakan bekantan adalah daun muda dan buah rambai padi, tempat makan bekantan diujung-ujung pohon rambai padi, ada 3 cara makan bekantan dengan menggunakan salah satu tangannya untuk berpegangan pada batang pohon dan tangan yang satu untuk memetik ranting, memetik buah kemudian langsung memasukkan buah dengan kedua tangannya kedalam mulutnya, dan juga dengan menarik ranting kemudian daun diambil dengan menggunakan mulut. 2. Bekantan melakukan istirahat pada pohon rambai padi karena waktu istirahat bekantan biasanya dilakukan setelah bekantan makan, bekantan melakukan istirahat dengan posisi duduk dan ekor menjuntai ke bawah, dan berpegangan pada batang pohon juga dilakukan bekantan untuk beristirahat. 3. Aktivitas bermain sangat jarang dilakukan bekantan, bekantan melakukan aktivitas bermain pada sore hari, bermain dengan melakukan pergerakan dilakukan bekantan dengan meloncat dari dahan ke dahan, aktivitas bermain juga dilakukan dengan bergelantungan sambil berayun-ayun pada pohon.

32 B. Saran Adapun saran yang dapat saya berikan selama melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diperlukan waktu penelitian yang panjang atau lama untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai tingkah laku bekantan makan,bermain dan istirahat, 2. Dengan diketahuinya jenis bekantan di Sungai Hitam, diharapkan masyarakat dan Pemerintah di sekitar kawasan tersebut melakukan kegiatan penanaman jenis pakan bekantan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S. 1997. Populasi dan Perilaku Bekantan (Nasalis lavartus) di Samboja Koala, Kalimantan Timur Media Konservasi 5. http://repository.ipb.ac.id. (diunduh pada tanggal 4 Januari 2016). Anonim, 2011. Teknis Laporan Tahunan Tahun 2011. UPT Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan Samboja. Anonim, 2013. Mangrove Pedada (Sonneratia caseolaris). http://blog.ub.ac.id/henisusanti14/2013/04/12/mangrove-pedadasonneratia-caswolaris/. (diunduh pada tanggal 26 Juli 2016). Anonim, 2015. Beberapa Ramuan Dayak dan Kegunaannya. http://dokumen.tips/documents/tugas-dayak-fix.html (diunduh pada tanggal 26 Juli 2016) Anonim, 2015. Laporan Profil Kelurahan Kampung Lama Tahunan tahun 2015. Kelurahan Kampung Lama. Anonim, 2015. Perilaku Harian Orang Utan di TASWBK Bandar Lampung. http://digilib.unila.ac.id (diunduh pada tanggal 26 Juli 2016). Atmoko, T. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata pada Habitat Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Kuala Samboja, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7 (4): 425-437. Atmoko, T. 2012. Pemanfaatan Ruang oleh Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) pada Habitat Terisolasi di Kuala Samboja, Kalimantan Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Atmoko, T. 2013. Bekantan Monyet Belanda yang Unik. Swara Samboja : 11-14. Bismark, M. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Departemen Kehutanan. Khatimah, H. 2010. Pola Aktivitas Harian Induk Betina Simakobu (Simias concolor siberu, Chasen & Kloss 1927) Dalam Masa Laktasi di Hutan Peleonan, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai. http://lib.ui.ac.id (diunduh pada tanggal 23 Juli 2016) Mardiastuti, A. 1982. Studi Populasi Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Cagar Alam Pulau Kaget, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Skripsi Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://www.researchgate.net (diunduh pada tanggal 23 Desember 2015). Munawaroh, E. 2013. Belajar dari Sebuah Pengalaman. Bekatan. http://elisamunaroh.blogspot.co.id/2013/04/bekantan.html (diunduh pada tanggal 26 Juli 2016).

34 Purba, E. F. B. 2009. Studi Keanekaragman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah (Studi Kasus di Areal Research Pondok Ambung). http://repository.ipb.ac.id (diunduh pada tanggal 23 desember 2015). Simamora, D. B. 2011. Studi Kelompok Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) di Sepanjang Sungai Pemaluan Kabupaten Penajam Paser Utara. Suharto, A. S. 1989. Bekantan, Monyet Belanda dari Kalimantan. Suara Alam No.73 : 54-55. Jakarta : Gramedia Suharyo, S. P. 2002. Impian Seekor Bekantan. Bul Safari News 5 (12) : 9-15. Yasuma, S. dan Alikodra, H.S. 1990. Mammals of Bukir Soeharto Protection Forest. PUSREHUT Special Publication No.1.

36 Lampiran 1. Hasil pengamatan Tabel 5. Pengamatan harian Hari ke 1. Waktu 06.00-10.00 Tingkah Laku Makan Istirahat Bermain - Keterangan Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Buah rambai padi Istirahat : Duduk di pohon 16.00-18.00 rambai padi Bermain : Berayun-ayun di pohon rambai padi 06.00-10.00 - - Makan : Buah rambai padi 2. 3. 4. 16.00-18.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 06.00-10.00 - - Makan : Daun muda rambai padi Makan : Buah rambai padi Istirahat : Duduk di pohon 16.00-18.00 rambai padi Bermain : Bergelantungan di pohon rambai padi 06.00-10.00-16.00-18.00-5. 06.00-10.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Buah rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi

37 Lanjutan Tabel 5. Pengamatan Harian 6. 7. 8. 9. Makan : Daun muda rambai padi 16.00-18.00 Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Bermain : Loncat dari pohon satu ke pohon lain Makan : Daun muda rambai 06.00-10.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Daun muda rambai 16.00-18.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 06.00-10.00 - - Makan : Daun muda rambai padi Makan : Daun muda rambai 16.00-18.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 06.00-10.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 16.00-18.00 Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Bermain : Berayun-ayun di pohon rambai padi 06.00-10.00 - - Makan : Daun muda rambai padi 16.00-18.00 - Makan : Buah rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 06.00-10.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon 10. rambai padi 16.00-18.00 - Makan : Buah rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 11. 06.00-10.00 - - Makan : Daun muda rambai padi

38 Lanjutan Tabel 5. Pengamatan Harian 12. 13. 14. 16.00-18.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Daun muda rambai 06.00-10.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Daun muda rambai 16.00-18.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi Makan : Daun muda rambai 06.00-10.00 - padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 16.00-18.00 - - Makan : Daun muda rambai padi 06.00-10.00 - Makan : Daun muda rambai padi Istirahat : Duduk di pohon rambai padi 16.00-18.00 - - Makan : Daun muda rambai padi

39 Lampiran 2. Surat Keterangan Melakukan Penelitian.

40 Lampiran 3. Alat Gambar 12. Kamera Gambar 13. Teropong

41 Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Gambar 14. Lokasi Penelitian Gambar 15. Foto Bersama Warga Sekitar Sungai Hitam

42 Gambar 16. Saat Menyusuri Sungai Hitam