BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya untuk perkantoran dan sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia. 1 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu manifestasi dari fungsi sosial ha katas tanah. Pengadaan tana dipandang sebagai langkah awal dari pelaksanaan rakyat atau merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri, baik yang akan digunakan untuk kepentingan umum kepentingan swasta. Pengadaan tanah untuk pembangunan hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yanga diberikan kepada pemegang hak atas tanah itu sendiri. 2 Pengadaan Tanah di Indonesia seringkali diwarnai dengan konflik, salah satunya mengenai ganti rugi. Konflik yang terjadi antara pemerintah dengan pihak yang berhak- dalam hal ini warga negara atau masyarakat yang memiliki hak milik atas tanah yang terkena Pengadaan Tanah atau masyarakat yang terkena dampak pembangunan secara langsung dari Pengadaan Tanah seringkali disebabkan karena 1 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 45 2 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Penerbit Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011, hal 131
tidak tercapainya kata sepakat mengenai besaran maupun bentuk ganti rugi yang akan diberikan. 3 Pada hakikatnya ganti rugi merupakan sebuah konsekuensi yang melekat pada pengadaan tanah itu sendiri. Dalam Perpres 36/2005 sebagaimana yang telah diubah dalam Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Selanjutnya pada Pasal 1 ayat (11) dijelaskan mengenai pengertian ganti rugi, yakni penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 ayat (3 dan 11) di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap Pengadaan Tanah selalu disertai dengan pemberian ganti rugi, baik ganti rugi yang bersifat fisik maupun non-fisik, dimana tujuan dari pemberian ganti adalah untuk menjamin kelangsungan kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat atau warga negara terkena Pengadaan Tanah. 3 Khaerul Rahmatsyah Inra Inzana, Tinjauan Aspek Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah di Indonesia, melalui http://respublica06.blogspot.co.id/2013/10/tinjauan-aspek-gantikerugian-dalam.html, diakses tanggal 8 Maret 2017
Pembangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum dewasa ini menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan pengadaan tanah secara cepat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Perpres 65 Tahun 2006 yang merupakan penyempumaan dari Perpres 36 Tahun 2005 yang mengatur Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Demi Kepentingan Umum menjadi salah satu payung hukum bagi pemerintah dalam hal mempermudah penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut. Melalui kebijakan tersebut, melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengambil tanah milik masyarakat yang secara kebetulan diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum. 4 Kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undangundang. Disamping mekanisme pencabutan hak atas tanah, UUPA sesuangguhnya juga menyebut istilah pelepasan hak atau penyerahan secara sukarela oleh pemegang ha katas tanahnya. 5 Mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana untuk mencari jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak mencapai kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka pemerintah melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak besarnya ganti 4 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 225 5 Mustofa dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal 181
rugi dan kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat melalui prosedur konsinyasi. 6 Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi yang diterapkan dalam Perpres ini berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, di mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut. Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang mengindikasikan bahwa Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum lebih memihak investor asing daripada nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang seringkali mengatasnamakan kepentingan umum. Penerapan konsinyasi dalam Perpres ini sebagai alternatif penyelesaian konflik pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada kesewenangwenangan pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran secara paksa. Padahal alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, dan bukannya dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai, dan dengan serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut. 7 6 Feronika Suhadak, Problematik Yuridis Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol, Artikel Jurnal Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal 8 7 Abdulrrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung : Citra Aitya Bakti, 1994, hal. 66
Konsinyasi hanya bisa diterapkan untuk pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak: yang membutuhkan tanah dan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda yang ada di atas tanah tersebut. 8 Langkah konsinyasi diatur dalam UUNo 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Konsinyasi atau ganti kerugian dari pemerintah yang dititipkan ke pengadilan negeri setempat, sesuai dengan Pasal 42. Konsinyasi berlaku bagi warga yang menolak ganti kerugian sesuai hasil musyawarah. Syarat utama untuk mekanisme ini adalah pembangunan ditujukan untuk kepentingan umum. Berdasarkan ruang lingkup Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum jelas diketahui bahwa peraturan pengadaan tanah ini hanya berlaku bagi pengadaan tanah yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum. Oleh karena itu konsinyasi hanya bisa diterapkan untuk pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membutuhkan tanah dan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda yang ada di atas tanah tersebut. Peraturan presiden ini telah melakukan terobosan, dalam hal upaya mengatasi berbagai kendala pengadaan tanah. Berkaitan dengan prosedur, peraturan presiden ini telah memperkenalkan 8 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal. 59
perusahaan penilai (appraisal) yang secara independen akan menetapkan harga tanah, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Sementara itu berkaitan dengan waktu, peraturan presiden ini telah memperkenalkan pembatasan waktu (90 hari) dan konsepsi konsinyasi (penitipan uang di Pengadilan Negeri setempat); sehingga perpaduan antara kinerja perusahaan penilai, batasan waktu, dan konsepsi konsinyasi akan dapat menghindarkan berlarut-larutnya pengadaan tanah, yang sekaligus untuk menghindari pencabutan hak atas tanah. Pengadaan Jalan Tol itu sendiri dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari pengguna jalan. Saat ini Indonesia sudah mengandalkan Jalan Tol sebagai jalur transportasi antar daerah. Sayangnya pembangunan Jalan Tol di Indonesia terbilang lambat dibandingkan dengan Negara-negara tetangga. Terbukti dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 total Jalan Tol yang berhasil dibangun pemerintah masih jauh dari target, selama hampir 4 tahun itu, hanya 43,48 km jalan tol yang bisa dibangun oleh pemerintah. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pembebasan tanah disejumlah daerah untuk pembangun infrastruktur Jalan Tol selalu tersendat. Dan salah satu penyebab terjadinya hal tersebut adalah kurang kooperatifnya Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Dalam mendukung kepastian dan kejelasan investasi Jalan Tol, Pemerintah menyusun dan menetapkan rencana umum jaringan Jalan Tol yang menjadi dasar
pengembangan jaringan Jalan Tol dan sebagai acuan bagi investor dalam berinvestasi.dengan adanya jaringan jalan yang lancar, diharapkan aktivitas ekonomipun akan menjadi lancar, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih cepat yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini merupakan salah satu nilai penting pembangunan Jalan Tol. Dan pada akhirnya Jalan Tol diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Seperti halnya yang terjadi dalam proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang menghubungan Medan ke Binjai. Salah satu ruas tol yang digarap adalah ruas Medan-Binjai yang panjangnya mencapai 17 km. Adapun progress konstruksi yang paling besar berada pada seksi 3 yang mencakup wilayah Binjai-Semayang sebanyak 79% dari total panjang 4,27 km. Sedangkan seksi 2 yang mencakup wilayah Semayang-Helvetia sebanyak 62% dari total panjang 6,17 km. Dari progress ini, ditargetkan dua seksi yang mencakup Binjai hingga Helvetia, medan ditargetkan selesai konstruksi pada akhir Desember 2016 mendatang, dan bisa beroperasi pada Februari 2017. Di targetkan Medan- Binjai beroperasi fungsional tahun 2017 untuk 2 seksi dari Binjai sampai Helvetia. Sekarang itu hambatan pengerjaan hanya masalah di cuaca yang sering hujan. Di seksi 3 sendiri, yang menjangkau wilayah Helvetia menuju Tanjung Mulia masih belum melakukan konstruksi. Hal ini sejalan dengan pembebasan lahan pada seksi ini yang masih mencapai 50%, berbeda dengan dua seksi lainnya yang sudah menuntaskan pembebasan lahan. Pembebasan lahan kata dia masih terhambat dengan adanya sebagian penduduk yang masih mendiami lokasi
tersebut, sehingga diperlukan proses hukum terkait konsinyasi. Namun demikian, seksi ini ditargetkan bisa selesai konstruksi pada Oktober 2017, dan beroperasi secara fungsional di bulan Desember 2017. Yang jadi masalah, apabila ada tanah PTPN, tapi orang-orang tersebut mendiami tanah tersebut turun temurun. Tidak mudah karena ini semua memerlukan legalitas dan kehati-hatian yang sangat tinggi. 9 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian dalam skripsi ini berjudul : UPAYA PENYELESAIAN PEMBEBASAN LAHAN UNTUK KEPENTINGAN JALAN TOL MEDAN-BINJAI BERDASARKAN PERPRES NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. B. Permasalahan Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum? 2. Bagaimana pelaksanaan pembangunan jalan tol medan-binjai mengacu pada ketentuan Perpres nomor 148 tahun 2015? 3. Bagaimana upaya penyelesaian pembebasan lahan untuk kepentingan jalan tol Medan Binjai? 9 https://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3348551/pembebasan-lahan-capai-84-2-seksitol-medan-binjai-siap-operasi-februari-2017
C. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: 1. Untuk mengetahui pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan jalan tol medan-binjai mengacu pada ketentuan Perpres nomor 148 tahun 2015. 3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian pembebasan lahan untuk kepentingan jalan tol Medan Binjai. D. Manfaat Penulisan Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi para akademisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan tentang hokum jaminan dan kiranya dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi dan masyarakat umum serta kiranya dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya pembebasan lahan untuk kepentingan jalan tol Medan-Binjai. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para praktisi pengadaan tanah yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaannya, yaitu Panitia Pengadaan Tanah serta Kantor Pertanahan khususnya Medan-Binjai.
D. Keaslian Penulisan Adapun judul skripsi ini adalah Upaya Penyelesaian Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Jalan Tol Medan-Binjai Berdasarkan Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian, karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode penelitian deskriptif dengan bentuk yuridis normatif (penelitian hukum normatif) 10, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif. 2. Sumber Data Penelitian Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang 10 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 163
Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-undang Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, makalah, jurnal, surat kabar, internet dan sebagainya. c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain sebagainya. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. 4. Analisis Data Metode pendekatan dalam penelitian skripsi ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan skripsi ini. Analisis secara kualitatif 11 yakni dengan mengadakan pengamatan datadata yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut 11 Ibid, hal 10
dengan ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Bab ini berisikan tentang Pengertian Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Dasar Hukum Pengadaan Tanah, Aspek- Aspek Yang Penting Dalam Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum dan Ganti Kerugian Yang Menjadi Dasar Dalam Pengadaan Tanah. BAB III : PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JALAN TOL MEDAN- BINJAI MENGACU PADA KETENTUAN PERPRES NOMOR 148 TAHUN 2015 Bab ini berisikan tentang Sekilas Tentang Dampak Pembangunan Jalan Tol Medan Binjai, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Pada Pembangunan JalanTol Medan Binjai,
Permasalahan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Pembangunan JalanTol Medan - Binjai. BAB IV : UPAYA PENYELESAIAN PEMBEBASAN LAHAN UNTUK KEPENTINGAN JALAN TOL MEDAN BINJAI Bab ini berisi tentang Upaya Penyelesaian Masalah Hukum, Upaya Penyelesaian Masalah Sosial Ekonomi Dari Masyarakat Yang Dibebaskan dan Hasil Yang Diperoleh Dalam Pembebasan Jalan Tol Medan Binjai. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.