Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERATURAN DAERAH. 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

KEKUATAN HUKUM PERDA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

KETENTUAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)


BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Terhadap Peraturan Perundang- Undangan Pada. A.1. Peraturan Perundang- Undangan di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

Jurnal Panorama Hukum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HARMONISASI PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL (STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG) Mustamsikin 1, Yusriyadi 2.

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Bab I PENDAHULUAN. menyangkut 3 hal yaitu : legislasi, pengawasan dan anggaran.

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

LAMPIRAN 1. dengan adalah hasil penjualan modal. dengan adalah biaya pembelian modal.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

Muchamad Ali Safa at

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Transkripsi:

KAJIAN HUKUM HUBUNGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN PERATURAN DAERAH Sigit Sapto Nugroho Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Merdeaka Madiun Abstract The relationship between the Act No. 10 of 2004 with a regional regulation juridical basis in forming a regional regulation is also a source of formal law governing the complete and well integrated on the system, principles, type and substance of regional regulation, preparation, discussion and endorsement, promulgation and dissemination, as well as community participation. The validity of a regional regulation is not solely determined by Act No. 10 of 2004, but the validity is determined by the applicable local regulations and local regulation to tie itself. A local regulation can be said to have a valid and binding strength when it meets the formal requirements such as the applicability of philosophical and juridical validity. Keywords: Relations Act No. 10 of 2004 with Local Rule Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 29

A. PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan negara hukum yang diatur Pasal 1 ayat 3, berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan dan perilaku alat negara dan warga negara harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kewenang-wenangan dan arogansi kekuasaaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun warga negara. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dalam paham negara hukum harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi, karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang berdasar atas hukum memiliki peraturan mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan selanjutnya disebut dengan UU. PPP, Pada dasarnya dimaksudkan untuk menjadi dasar mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta untuk memenuhi perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22A yang berbunyi Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Undang-Undang di atur dengan Undang-Undang. Undang-Undang ini mengatur tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 30

Presiden, dan Peraturan Daerah. Mengenai Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan UU. PPP, yang di maksud dengan Peraturan Daerah adalah Peraturan perundang-undangan yang di bentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Definisi lain tentang Peraturan Daerah adalah peraturan daerah provinsi dan atau peraturan daerah kabupaten / kota. Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (7) UU. PPP, Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Peraturan Daerah merupakan instrument aturan yang secara sah yang di berikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pembentukan Peraturan Daerah merupakan elemen penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini dapat terwujud apabila aparatur Pemerintah Daerah khususnya tenaga ahli perancang Peraturan Perundang-Undangan memiliki kualitas dan kompetensi dalam hal menyiapkan, mengolah dan merumuskan Rancangan Peraturan Daerah. Selain itu Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara pemerintahan Daerah dituntut untuk memahami dukungan dan tuntutan yang berkembang di masyarakat. Pembentukan Peraturan Daerah ini harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat dimana peraturan daerah tersebut diberlakukan karena kedudukan dan fungsi Peraturan Daerah berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sejalan dengan sistem ketatanegaraan Pemerintah Daerah. Perbedaan tersebut juga terjadi pada penataan materi muatan yang disebabkan karena luas sempitnya urusan yang ada pada pemerintah daerah itu sendiri. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 31

Peraturan Daerah sebagai instrumen yuridis operasional bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Untuk materi muatan Peraturan Daerah, dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. Dalam konteks otonomi daerah, Peraturan Daerah merupakan instrumen pengendali terhadap pelaksanaan otonomi daerah, sebab esensi otonomi daerah tiada lain adalah kemandirian atau keleluasaan, dan bukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan pemerintah yang merdeka, kemandirian itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga pemerintahannya sendiri. Kewenangan mengatur disini mengandung arti bahwa daerah yang bersangkutan berhak membuat produk hukum berupa peraturan perundang-undangan yang antara lain diberi nama Peraturan Daerah. Dari uraian singkat tersebut dapat dikaji atau diulas permasalahan yang berkaitan dengan uraian yang di sajikan di atas yaitu Bagaimana hubungan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan eksistensi suatu Peraturan Daerah? Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 32

B. PEMBAHASAN 1. Peraturan Daerah sebagai Produk Legislasi Daerah Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari konsep Peraturan Perundang-undangan. Menurut Bagir Manan, sebagaimana dikutip Febby Fajrurrahman bahwa Peraturan Perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah atau salah satu unsur Pemerintahan Daerah yang berwenang membuat Peraturan Perundang-undangan tingkat daerah. 1 Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi serta merupakan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan Peraturan Perundangundangan yang diatasnya dengan memperhatikan ciri khas masingmasing daerah. Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi serta Peraturan Daerah daerah lain. 2 Dalam Pasal 1 ayat (7) UU. PPP, Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi dan / atau Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. 1. Febby Fajrurrahman, Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur tentang Pelayanan Publik, (Malang,Unibraw, 2007, Tidak dipublikasikan), hlm. 18 2.Suko Wiyono, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif, (Jakarta ;Faza Media, 2006) hlm 127. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 33

Dalam Pasal 136 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Persetujuan itu sendiri sesungguhnya mengandung kewenangan yang menentukan (dececive), artinya tanpa persetujuan DPRD maka tidak akan pernah ada Peraturan Daerah. 3 Antara Pasal 1 ayat (7) UU.PPP dan Pasal 136 ayat (1) terdapat perbedaan, yaitu Pada Pasal 1 ayat (7), yang membentuk Peraturan Daerah adalah DPRD, sedangkan pada Pasal 136 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang membentuk Peraturan Daerah adalah Kepala Daerah. Namun ketentuan Pasal 136 ayat (1) ini tidak berarti bahwa kewenangan membuat Peraturan Daerah ada pada Kepala Daerah, dan DPRD hanya bertugas memberikan persetujuan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam Penjelasan Pasal 42 ayat (1) huruf a dinyatakan, yang dimaksud dengan membentuk dalam ketentuan ini adalah termasuk pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Adapun yang dimaksud dengan Kepala Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, sedangkan DPRD adalah DPRD Provinsi dan/atau DPRD Kabupaten/Kota. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang memiliki kewenangan membentuk Peraturan Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah. 3.Kajian peraturan daerah fasilitasi perancangan peraturan daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis, http://202.148.5.220/index.php/. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 34

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Materi muatan Peraturan Daerah merupakan materi muatan yang bersifat atribusian maupun delegasian dari materi muatan Peraturan Perundang-Undangan diatasnya. Selain itu materi muatan Peraturan Daerah juga berisi hal-hal yang merupakan kewenangan daerah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Materi muatan Peraturan Daerah ini mengatur dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pelaksanaan aturan hukum diatasnya dan menampung kondisi khuasus daerah yang bersangkutan. Selain itu Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar. Peraturan Daerah juga memuat ancaman pidana kurungan. 4 Sedangkan hak prakarsa dan insiatif penyusunan rancangannya dapat berasal dari Kepala Daerah atau dari DPRD. Hal ini diatur dalam Pasal 26 UU. PPP jo. Pasal 140 Undang-Undang Nomor 32 Tahun. Dibukanya peluang yang sama baik bagi Kepala Daerah maupun bagi DPRD untuk berprakarsa dan berinisiatif dalam menyusun rancangan Peraturan Daerah, tidak terlepas dari tujuan otonomi daerah itu sendiri. Dengan prinsip otonomi seluas-luasnya daerah diberikan kewenangan 4. Harry Alexander, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia, (Jakarta : PT XSYS Solusindo,2004) hlm. 26.. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 35

mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat, Karena itu pula daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah, yang salah satunya adalah dengan jalan membentuk Peraturan Daerah. Kemudian DPRD sebagai lembaga pemerintahan daerah mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama dengan Pemerintah Daerah dan membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan Pemerintahan Daerah yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas kedudukan dan fungsi yang sama itu, maka baik DPRD maupun Kepala Daerah mempunyai hak yang sama dalam melakukan amandemen terhadap Peraturan Daerah dan memiliki hak yang sama dalam melakukan prakarsa dan inisiatif dalam pengajukan rancangan Peraturan Daerah. Masalahnya adalah pihak mana yang lebih responsif terhadap masalah yang terjadi dan dihadapi masyarakat, atau pihak mana yang melihat adanya kebutuhan masyarakat yang memerlukan ada suatu kebijakan yang memerlukan pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah. Artinya hak amandemen terhadap Peraturan Daerah, hak prakarsa dan hak inisiatif dalam mengajukan Rancangan Peraturan Daerah itu akan sangat ditentukan oleh kepekaaan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam menanggapi kebutuhan masyarakat dan disisi lain adanya kesungguhan dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah. Menurut Pasal 31 UU. PPP, Apabila dalam satu kali masa sidang, Gubernur atau Bupati / Walikota dan DPRD menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati / Walikota dipergunakan sebagai bahan Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 36

persandingan. Program penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan suatu materi Peraturan Daerah. Dalam kaitan pembentukan Peraturan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, telah menggariskan bahwa pembentukan Peraturan Daerah dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab serta atas dasar melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kebijakan daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah maupun Keputusan Kepala Daerah (Kepda) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lainnya. Disamping itu, Peraturan Daerah akan lebih optimal lagi jika dalam pembentukannya tidak hanya terikat pada asas legalitas sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 136-147 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tetapi perlu dilengkapi dengan hasil penelitian yang mendalam terhadap subjek dan objek hukum yang hendak di aturnya, serta diawali pembentukan Naskah Akademis terlebih dahulu. 5 Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Peraturan Daerah agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Peraturan Daerah perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Peraturan Daerah, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan 5. Suko Wiyono, Op. Cit. hal. 127. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 37

tersebut ke dalam Peraturan Daerah secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya. Proses penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunan produk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses Pembentukan Peraturan Daerah terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1. Proses Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah Terbagi menjadi dua yaitu, Peraturan Daerah yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD dan di lingkungan Pemerintah Daerah (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft) dan naskah Rancangan Peraturan Daerah (legal draft). 2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD. 3. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah. 2. Keberlakuan Peraturan DaerahFU Undang-Undang mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau untuk mempunyai kekuatan berlaku, yaitu kekuatan berlaku filosofis, yuridis dan sosiologis. 6 Persyaratan untuk dapat berlakunya Undang- Undang ini bersifat kumulatif, artinya ketiga syarat ini harus terpenuhi. 1. Kekuatan Berlaku Filosofis. hlm 72 6. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1986) Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 38

Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi (Pancasila : masyarakat adil dan makmur). Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Maria Farida bahwa pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia haruslah sesuai dengan cita hukum dan cita Negara yang diakui di Negara Republik Indonesia. 7 Syarat ini merupakan perwujudan syarat formal terbentuk Undang-Undang. Persyaratan ini di dalam Undang-Undang tercermin pada leher Peraturan Perundang-undangan (Undang-Undang), yang lazim disebut konsideran atau pembukaan, artinya pertimbangan yang merupakan uraian singkat tentang latar belakang dibentuknya suatu peraturan. Dalam suatu Undang-Undang, suatu konsideran diwujudkan pada pertimbangan menimbang yang memuat alasan-alasan pertimbangan pembentuk Undang-Undang sebagai konstatering fakta-fakta secara singkat. Hal tersebut merupakan alasan-alasan pokok yang menghantarkan pembentuk Undang-Undang dan harus sesuai dengan cita hukum dan cita Negara. Oleh sebab itu, konsideran ini merupakan manifestasi jiwa dari Undang-Undang yang dibentuk. Dan yang harus ada dalam setiap Undang-Undang. 2. Kekuatan Berlaku Yuridis Undang-Undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya suatu Undang-Undang telah terpenuhinya. 7.Maria Farida, Teknik Menganalisa Peraturan Perundang-Undangan, Makalah Bahan Penataran, Fakultas Hukum UI, 21-31 Juli, Bogor, hlm 12. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 39

Persyaratan ini sebagai conditio sine quanon agar Undang-Undang mempunyai kekuatan berlaku. Perwujudan syarat Undang-Undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis, sebagaimana syarat filosofis tersebut di atas, dimana direalisasikan dalam konsideran suatu Undang-Undang. Konsideran tersebut diwujudkan dalam pertimbangan mengingat yang mana merupakan bagian dari suatu Undang-Undang yang dihubungkan dengan Peraturan Prundangundangan lain, yang sekaligus sebagai landasan yuridis formal untuk lahirnya Undang-Undang yang bersangkutan. Artinya suatu Undang- Undang eksistensinya tidak dituangkan landasan / dasar yuridisnya mutlak Undang-Undang yang bersangkutan tidak dapat diberlakukan. Dalam konsideran mengingat sebagai landasan yuridis suatu Undang-Undang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : a. Landasan yuridis yang formal, yakni landasan hukum yang didasarkan atas ketentuan Pasal-pasal UUD 1945 untuk lahir dan sekaligus untuk kekuatan berlakunya Undang-Undang yang bersangkutan.sebagai contoh : - Pasal 20 UUD 1945 mutlak harus dituangkan di dalam setiap Undang-Undang; - Pasal yang lain disesuaikan dengan materi Undang-Undang, misalnya : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dituangkan Pasal 31 UUD 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan. b. Landasan yuridis yang materiil, yakni landasan hukum yang didasarkan pada Undang-Undang (setingkat), yang mempunyai relevansi dengan Undang-Undang yang bersangkutan. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 40

Contoh sesuai butir (1) tentang Undang-Undang Guru dan Dosen di atas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan uraian di atas berlakunya suatu Undang-Undang di Negara kita tidak lepas dari sistem hukum, bahwa kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya. 3. Kekuatan Berlaku Sosiologis. Untuk persyaratan berlakunya suau Undang-Undang yang secara sosiologis ini tidak berhubungan dengan persyaratan formal. Sebab persyaratan ini berkaitan dengan berlakunya Undang-Undang di dalam masyarakat. Menurut Sudikno Mertokusumo, kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat dibedakan menjadi dua : a. Menurut teori kekuatan (machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari diterima ataupun tidak oleh warga masyarakat. b. Menurut teori pengakuan (anerkennungstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat. 8 Kekuatan berlaku secara sosiologis sebagai persyaratan untuk berlakunya suatu Undang-Undang bukanlah merupakan persyaratan 8. Sudikno Mertokusumo, Loc. Cit. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 41

formal sebagaimana syarat filosofis dan yuridis, sebab syarat ini sudah ada diluar lingkup Undang-Undang. 9 Dengan demikian, untuk syarat berlakunya, suatu Undang- Undang harus memenuhi syarat formal yang harus dipenuhi, yaitu dituangkannya landasan filosofis (konsideran menimbang) dan dituangkannya landasan hukum (konsideran mengingat). Tidak terkecuali Peraturan Daerah yang merupakan bagian dari Peraturan Perundang-Undangan, untuk dapat berlaku juga harus memenuhi syarat formal. Namun agar suatu Undang-Undang dan Peraturan Daerah eksistensinya sebagai bagian dari Peraturan Perundangundangan menjadi sempurna, disamping mempunyai kekuatan berlaku, maka harus mempunyai kekuatan mengikat, sehingga tidak cacat hukum atau tidak hanya sebagai ius constitutum. Pada Prinsipnya berlaku dan mengikatnya suatu Peraturan Daerah sama dengan berlaku dan mengikatnya Undang-Undang, yang membedakan adalah dalam hal pengundangan dan harus adanya rekomendasi. Undang-Undang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, sedangkan Peraturan Daerah diundangkan dalam Lembaran Daerah, baik Peraturan Daerah Propinsi maupun Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. C. KESIMPULAN 1. Hubungan antara Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dengan Peraturan Daerah merupakan landasan yuridis dalam membentuk suatu Peraturan Daerah sekaligus juga merupakan sumber hukum formil yang mengatur secara lengkap dan terpadu baik mengenai 9. Ibid, hal. 43. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 42

sistem, asas, jenis dan materi muatan Peraturan Daerah, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, maupun partisipasi masyarakat. 2. Keabsahan suatu Peraturan Daerah tidak semata-mata ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 (UU.PPP), melainkan keabsahan Peraturan daerah ditentukan oleh berlaku dan mengikatnya Peraturan Daerah itu sendiri. Suatu Peraturan daerah dapat dikatakan mempunyai kekuatan berlaku dan mengikat apabila telah memenuhi syarat-syarat formal seperti keberlakuan filosofis dan keberlakuan yuridis. D. SARAN-SARAN Dalam Pembentukan Peraturan Daerah seharusnya perlu melibatkan partisipasi masyarakat khususnya kalangan akademisi yang memiliki keahlian dalam bidang hukum dan bidang-bidang lainnya sesuai dengan permasalahan dan substansi yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah, sehingga dapat membentuk Peraturan Daerah yang baik, aspiratif, partisipatif, bermanfaat bagi masyarakat, tepat guna, menciptakan kehidupan yang lebih teratur (taat hukum) serta sesuai dengan tujuan dan asas-asas pembuatan Peraturan Daerah, untuk itu, perlu menggunakan Naskah Akademik yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 43

DAFTAR PUSTAKA Febby, Fajrurrahman, 2007, Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur tentang Pelayanan Publik, Unibraw, Malang, Tidak dipublikasikan Harry Alexander, 2004, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia, Jakarta: PT XSYS Solusindo Maria Farida Indrati Soeprapto, 1997, Teknik Menganalisa Peraturan Perundang-Undangan, Makalah, Bahan Penataran, Fakultas Hukum UI, 21-31 Juli, Bogor. Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, Suko Wiyono, 2006, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif), Jakarta; Faza Media. Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 (Setelah Amandemen). Indonesia, Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Indonesia, Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Kajian peraturan daerah fasilitasi perancangan peraturan daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis, http://202.148.5.220/index.php/.diakses tanggal 20 Maret 2011 Jurnal Konstitusi, Vol.1, No.1, Juni 2011 44

Filename: ARTIKEL 2 SIGIT,l HUBUNGAN UU NO 10 TAHUN 2004 DENGAN PERDA Directory: C:\Users\user\Documents Template: C:\Users\user\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal. dotm Title: Subject: Author: Admin Keywords: Comments: Creation Date: 11/07/2012 6:53:00 Change Number: 9 Last Saved On: 07/09/2012 7:09:00 Last Saved By: user Total Editing Time: 63 Minutes Last Printed On: 07/09/2012 7:09:00 As of Last Complete Printing Number of Pages: 16 Number of Words: 3.358 (approx.) Number of Characters: 19.143 (approx.)