TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai dari netral, komensalisme sampai simbiosis. Pada situasi ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam melengkapi siklus hidupnya. Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam sistem jaringan tanaman, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tanaman (Clay, 1988). Tanaman menyediakan sumber makanan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme endofit. Fungi ini menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol, 1988 ) Hampir semua tanaman berpembuluh memiliki endofit. Endofit masuk ke dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman. Fungi menembus jaringan tanaman di akar, stomata atau pada bagian tanaman yang luka. Fungi endofit hidup dalam jaringan tanaman dan membantu tanaman dalam fiksasi Nitrogen (N 2 ). Sementara itu asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh (Carrol 1988) digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang relatif erat hubungannya antara fungi endofit dengan tanaman inang terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif merupakan asosiasi antara mikroorganisme endofit dengan
tumbuhan inang yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui udara dan air. Jenis ini hanya berasosiasi dalam bagian vegetatif inang dan sering berada dalam keadaan tidak aktif dalam periode cukup lama dan membentuk biomassa yang kecil. Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, fungi ini merupakan organisme yang sangat heterogen. (Petrini et al, 1992) menggolongkan fungi endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. (Strobell et al. 1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi Genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan (Clay 1988) melaporkan, bahwa fungi endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 Genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao, 1994). Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara biologi dan strukturnya. Keanekaragaman yang tinggi menyebabkan endofit juga
menghasilkan produk alami aktif yang lebih banyak. Menurut Bills et al (2002) dalam Strobel dan Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah subtropis. Jadi tanaman inang mempengaruhi metabolisme endofitnya. Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai tanaman diantaranya; tanaman obat (Tan and Zou, 2001), tanaman perkebunan (Zinniel et al, 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan et al, 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar dimuka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel and Daisy, 2003). Bakteri atau fungi tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat berfungsi sebagai antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria, antioksidan, antiimmunosupresif (Strobel and Daisy, 2003), antiserangga (Azevedo et al, 2000), zat pengatur tumbuh (Tan and Zou, 2001) dan penghasil enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al, 2005), kitinase (Zinniel et al, 2002). Akasia Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984, kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu tidak tertutup
kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu akasia, yaitu untuk bahan perekat, kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar & arang) untuk finir, serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan jendela (Jamaluddin, 2009). Akasia menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea hingga propinsi Papua dan Maluku. Akasia termasuk jenis yang cepat tumbuh, pohonnya berumur pendek (30-50 tahun) dapat beradaptasi terhadap tanah asam dengan ph (4.5-6.5). Pohon akasia tidak toleran terhadap musim dingin dan naungan. Akasia dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur yang baik drainasenya, dan dapat juga tumbuh pada lahan yang miskin hara, berbatu dan tanah yang mengalami erosi, bahkan yang jelek drainasenya. Akasia tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 30-130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahunnya. Tanaman ini merupakan jenis pionir yang cepat tumbuh dan memiliki daun yang lebar. Untuk mendukung pertumbuhannya akasia sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan pertumbuhannya kurang sempurna hal ini dapat mengakibatkan bentuk batang menjadi tinggi dan kurus. Karakteristik pohon akasia pada umumnya selalu hijau, tingginya dapat mencapai 30 m apabila tumbuh pada tanah yang subur kecuali apabila akasia tumbuh pada tempat yang kurang subur maka akasia tumbuh lebih kecil antara 7-10 m. Pohon akasia kadang - kadang memiliki bentuk silindris pada batang bagian bawah dan diameternya dapat mencapai ± 50 cm. Pohon akasia yang tua biasanya
berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari cokelat gelap sampai cokelat terang. Pada umumnya kulit akasia kasar dan beralur, memiliki warna abu-abu atau coklat, rantingnya kecil seperti sayap dan daunnya besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm berwarna hijau gelap, bunganya berganda dan memiliki warna putih atau kekuningan, panjangnya mencapai 10 cm dan bentuknya tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk. Akasia memiliki siklus pembungaan yang tidak teratur dan pembungaannya dapat terjadi sepanjang tahun akan tetapi klimaks pembungaan tanaman akasia dapat terlihat dengan jelas Botani Akasia Klasifikasi Akasia menurut Tjiptrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Acacia Spesies : Acacia sp Gambar 1. Acacia sp