TEBASAN DI GUNUNG WURUNG KABUPATEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Allah menjadikan masing-masing manusia untuk bermuamalah kepada

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH. 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading

BAB III PRAKTEK GANTI RUGI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PRAKTIK SEWA TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBAYARAN UANG DAN BARANG DI DESA KLOTOK PLUMPANG TUBAN

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan

ditawarkan sesuai dengan luas sawah serta subur atau tidaknya padi yang akan ditebas. Tawar menawar harga diperlukan untuk mencapai kesepakatan harga

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTEK DARI HUTANG PIUTANG KE JUAL BELI DI DESA KARANGMALANG WETAN KECAMATAN KANGKUNG KABUPATEN KENDAL

BAB III PRAKTIK GANTI RUGI PADA PROSES BORONGAN IKAN LAUT DI KELURAHAN BRONDONG KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PEMBAYARAN HUTANG DENGAN MEMPEKERJAKAN DEBITUR STUDI KASUS DI DUSUN JERUK KIDUL DESA MABUNG KECAMATAN BARON KABUPATEN NGANJUK

BAB III KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK TAKSIRAN DAN KOMPENSASI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA POJOK WINONG KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK TEBUSAN GADAI TANAH SAWAH YANG DIKURS DENGAN REPES DI DESA BANGSAH

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

59 cukup luas untuk ukuran sebuah Desa tersebut dibatasi oleh beberapa Desa di sekitarnya, yaitu: a. Sebelah utara Desa Margoagung b. Sebelah timur De

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG UANG DENGAN PELUNASAN BARANG DI DESA KEDUNGRINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN

BAB III IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB V PENUTUP. Dari hasil pembahasan penelitian pada bab-bab sebelumnya, maka. penelitidapat menyimpulkan beberapa hal antara lain :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB III PENERAPAN ANTARA PEMILIK KAPAL DAN NELAYAN DI DESA PALOH KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI JUAL BELI MESIN RUSAK DI PASAR LOAK SURABAYA

BAB III SEWA JASA PENGEBORAN SUMUR DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GADAI SAWAH DI DESA SANDINGROWO KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

DOKUMENTASI PENELITIAN. Lokasi Pertambangan. Kondisi tanah yang ditambang

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS. Desa adalah struktur pemerintahan terendah di negara kita.

P R O F I L KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN 2016

CONTOH SURAT PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI BARANG REKONDISI DI DESA SIDOHARJO DUSUN TUMPAK MOJOKERTO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRATEK JUAL BELI POHON MANGGA DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA KEDONDONG KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

BAB III MAJALENGKA. terdapat beberapa bukit, parit dan sungai. Desa Cieurih ini. berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut:

BAB II DESKRIPSI WILAYAHKECAMATAN REMBANG

BAB III PELAKSANAAN PRAKTEK SEWA SAWAH DI DESA TAMANREJO KECAMATAN TUNJUNGAN KABUPATEN BLORA

BAB III PRAKTEK USAHA PERSEWAAN MOBIL DI DUSUN BUARAN KEBOGUYANG KECAMATAN JABON KABUPATEN SIDOARJO

GAMBARAN UMUM PENGUASAAN BARANG GADAI OLEH YANG MENGGADAIKAN. A. Kondisi Geografis, Demografis Desa Kumesu

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB III PRAKTIK PERSEWAAN ALAT-ALAT PESTA MAHKOTA INDAH DI KELURAHAN BIBIS KARAH KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN LAHAN (BERTAHAP SESUAI PENJUALAN KAVLING)

BAB III PANDANGAN TOKOH AGAMA DALAM PRAKTIK TRANSAKSI JUAL BELI SAWAH TAHUNAN DI DESA MADIGONDO

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PENAMBANGAN BATU DI DESA SENDANG KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat, Balik Bukit adalah Kecamatan yang terletak di

BAB III MEKANISME JUAL BELI TANAH SAWAH DENGAN SISTEM BATA DI DESA BRUDU KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

Wawancara dengan bapak Imam suwadi. Wawancara dengan bapak Tamnun

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo

BAB III MEKANISME JUAL BELI IKAN LAUT DALAM TENDAK DI DESA BLIMBING KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG DENGAN SISTEM NGAMBAK DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

BAB III DEKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PENGOLAHAN. TANAH di DUSUN DARAH DESA SADENGREJO KEC. REJOSO KAB. PASURUAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB III PRAKTIK PEMANFAATAN LAHAN STREN KALI BRANTAS DI DESA LENGKONG KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

BAB III PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

PERJANJIAN KERJASAMA PEMBELIAN LAHAN (BERTAHAP)

BAB IV ANALISIS PRODUK PEMBIAYAAN BSM CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI PEMALANG

BAB III PRAKTEK SEWA MENYEWA TAMBAK SEBELUM JATUH TEMPO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTIK ARISAN BERSYARAT DI DUSUN WATUKARAS DESA JENGGRIK KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III AKAD UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DAN PELAKSANAANNYA DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI PERALATAN ELEKTRONIK

LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA. Judul : Pola Ketergantungan Petani Penyewa terhadap Pemilik Tanah

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIK JUAL BELI PESANAN MEBEL DI TOKO BAROKAH DESA JEPON BLORA

BAB III PRAKTEK UTANG PIUTANG DI DESA KENTENG KEC.TOROH KAB. GROBOGAN

Transkripsi:

58 BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI PASIR KEBON DENGAN SISTEM TEBASAN DI GUNUNG WURUNG KABUPATEN MOJOKERTO A. Gambaran Umum Tentang Gunung Wurung Kabupaten Mojokerto Gunung Wurung berjarak 20 km sebelah Selatan dari Kota Mojokerto. Gunung Wurung terletak di antara perbatasan kecamatan Bangsal, Dlanggu, dan Kutorejo. Kondisi Gunung Wurung yang sulit dari perairan irigasi, menjadikan tanah di Gunung ini kurang produktif apabila digunakan sebagai lahan pertanian. Karena kebon tersebut hanya dapat ditanami satu jenis tanaman saja yaitu tanaman jagung. Sehingga petani tidak dapat menanam tanaman jenis lainnya, karena tanah kebon adalah tanah persil. Maka masyarakat pemilik kebon ingin menambang/ menggali tanah untuk menjadi tanah yang produktif. Gunung Wurung yang memiliki ketinggian ± 45 Meter dari permukaan air sungai sudah menjadi ajang penambangan untuk menggambil tanah, pasir, dan bebatuan. Selain itu kondisi tanah berada di dataran tinggi menjadikan tanah di Gunung Wurung kaya dengan kandungan pasir. Kondisi ini menjadi alternatif warga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Baik sebagai pemilik 58

59 tanah, penebas dan juga warga yang lain, yang dapat menjadi penambangan pasir. Sudah menjadi tradisi masyarakat di sekitar Gunung Wurung yakni menjual pasir kebon dengan sistem tebasan, karena kebon yang telah digali pasirnya dapat digunakan sebagai lahan perkebunan atau perternakan. Tidak hanya itu saja, dengan ditebas, juga akan menghemat biaya pengolahan tanah. B. Realitas Praktik Jual Beli Pasir Kebon Dengan Sistem Tebasan Ada dua macam sistem yang dipakai dalam jual beli pasir kebon ini, yakni dengan cara jual beli bebas dan jual beli tebasan atau sewa. Sistem secara jual beli bebas adalah jual beli kebon (lahan) antara pemilik kebon dengan seseorang yang akan menjadi pemilik kebon secara permanen. Sistem semacam ini kurang begitu diminati di masyarakat sekitar Gunung Wurung. Sistem ini kurang menguntungkan bagi pemilik kebon yang sedang membutuhkan biaya untuk mencukupi kebutuhannya. Sistem yang kedua dengan tebasan. Pemilik kebon sebagai penjual dan pembeli adalah penebas yang kemudian akan menjadi penjual bagi agenagen yang mengambil pasir di lokasi penambangan yang sudah ia tebas, dan pasir kebon tersebut setelah digali akan kembali pada pemilik lahan yang mereka tebas (sewa). Sistem ini diminati warga karena kebon yang ia jual

60 secara tebasan akan menjadikan kebon (lahan) tersebut menjadi subur, mudah dalam irigasi dan menghemat dalam pengolahan tanah. Dalam jual beli pasir kebon dengan sistem tebasan ini dilakukan dengan beberapa faktor yang pertama petani memerlukan uang dikarenakan kebutuhan yang mendesak, maka dari itu petani menjual kebonnya kepada penebas. Yang kedua petani menjual kebonnya karena berkeinginan untuk menjadikan tanah yang produktif sebagai lahan pertanian. Yang ketiga petani tidak sanggup dalam menambang pasir, karena kendala tidak mampu dalam perizinan dan biaya. Menambang sangatlah membutuhkan biaya yang sangat besar, oleh karena itu petani lebih memilih kebonnya untuk dijual secara tebasan kepada orang lain untuk menambang pasir tersebut sehingga menjadi tanah yang produktif dan dapat dijadikan sebagai ladang perkebunan. 65 Berkaitan dengan jual beli pasir kebon dengan sistem tebasan di Gunung Wurung Kabupaten Mojokerto yang dilakukan oleh pihak pemilik lahan pasir kebon dan pihak penebas pasir kebon. Pemilik kebon yang mempunyai lahan di Gunung Wurung kebanyakan melakukan jual beli pasir kebon dengan sistem tebasan (sewa) dan dalam satu petak kebon biasanya berukuran kurang lebih 1400 m 2. Ada dua model proses pembayaran jual beli pasir kebon dengan sistem tebasan yakni pertama dengan cara membayar secara cash (kontan). 65 Somo Joyo, Wawancara, Mojokerto, 29 April 2014.

61 Kedua dengan cara membayar down payment (DP) terlebih dahulu kemudian sisanya pelunasan, atau dengan cara membayar down payment terlebih dahulu kemudian sisanya secara angsur (dicicil). Dari kedua model proses pembayaran tersebut, biasanya penggalian mulai dapat dilakukan. Dalam jual beli dengan sistem tebasan ini terdapat bukti pembayaran menggunakan pembayaran down payment (DP), angsuran, dan cash (kontan) yang diberikan pihak penebas kepada pihak petani kebon, bukti pembayaran tersebut berupa kuitansi yang diberikan oleh kedua belah pihak antara pemilik kebon dan penebas agar mengetahui satu sama lain setelah berlangsungnya pembayaran. 66 Pada akad (perjanjian) prektik jual beli pasir kebon dengan sistem tebasan ini memiliki kebiyasaan masyarakat dalam kesepakatan jual beli pasir kebon. Terdapat aturan-aturan yang harus di jalankan kepada penebas terhadap pemilik kebon, di antaranya : a. Melakukan pembayaran sesuai yang sudah disepakati. b. Melakukan penggalian atau penambangan dengan kedalaman 8 meter (tidak lebih rendah dari permukaan air sungai). c. Seusai digali atau ditambang tanah kebon harus di doser atau dirapikan, guna mempersiapkan petani untuk melakukan sebagai lahan perkebunan. 66 Somo Joyo, Wawancara, Mojokerto, 29 April 2014.

62 d. Jangka waktu dalam penyelesaian penambangan diusahakan secepatnya dengan perkiraan waktu yang sudah disepakati. Dari hasil penelitian lapangan yang telah dilakukan, banyak sebagian besar pemilik lahan yang menjual lahan atau kebonnya kepada pembeli untuk digali, akan tetapi pada kasus yang ini dapat dideskripsikan datanya melalui 3 kasus yaitu: 1. Terdapat kasus di Desa Kuto Porong kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto. Pemilik lahan kebon bernama Somo Joyo. Ia memiliki kebon 1 petak seluas 1400 m 2. Sebelum ia menjual kebonnya, ia tidak mengetahui dalam memperkirakan kadar dan kualitas pasir yang berada di petak kebonnya karena berdasarkan jual beli tebasan yang berkenaan tentang pasir dalam kandungan kebon miliknya tidak dapat diketahuinya. Yang kemudian kandungan pasir dalam kebon tersebut ia jual kepada Supono seharga Rp.40.000.000,00,. Supono adalah seseorang yang memiliki profesi sebagai kontraktor dalam jual beli matrial bangunan. Pada waktu pembelian kebon (lahan) milik Somo Joyo, ia sudah dapat memperkirakan kandunagn pasir di dalam kebon, dari itu adanya penentuan harga dalam jual beli tersebut. Berdasarkan pengalaman selama 15 tahun dalam melakukan jual beli dengan sistem tebasan maupun dengan jual beli dengan sistem bebas.

63 Pada tanggal 04 Juli 2011, Supono membayar dengan uang muka sebesar Rp.5.000.000,00, dan sisa pembayarannya secara angsur, terjadi pada tanggal 27 Desember 2011, Supono membayar angsuran sebesar Rp.7.000.000,00, Pada tanggal 22 Januari 2012, Supono membayar angsuran sebesar Rp.8.000.000,00, Setelah Empat bulan pada tanggal 13 April 2012, Supono mebayar secara penuh dengan harga Rp. 20.000.000,00,. Dalam pelaksanaan jual beli tersebut Supono dapat memperkirakan jumlah armada (truk) yang akan mengambil pasir dalam penambangan/ penggalian yang berkisar 1.200 truk dalam 1 petak kebon pasir yang ia beli kepada Somo Joyo. Dalam setiap truk berat muatan pasir berkisar antara 7 sampai 8 ton dan setiap muatan pasir dalam satu truk berharga Rp. 550.000,00, yang sebelumnya hanya berharga Rp. 350.000,00,. Dari pelaksanaan jual beli antara Somo Joyo dengan Supono, berlangsung di kantor kelurahan Kuto Porong. Mereka melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan kuitansi yang diberikan kepada kedua belah pihak sebagai bukti autentik. Dan perjanjian jual beli tersebut melibatkan aparat desa sebagai saksi. 2. Kasus antara Giman dengan Supono. Giman adalah seorang laki-laki yang memiliki profesi sebagai petani, profesi tersebut sudah ia geluti sejak tahun 1985. Ia memiliki tiga petak kebon di wilayah Gunung

64 Wurung desa Kuto Porang yang sebelumnya digarapnya untuk bercocok tanam. Pada tahun 2007 beliau pernah melakukan jual beli kebon miliknya kepada seseorang dengan sistem tebasan (sewa), Ia menjual satu petak kebon dengan harga Rp. 27.000.000,00, dalam jual beli pasir kebon tersebut penyelesaian penambangan berlangsung 3 tahun. Semakin bertambahnya tahun. Giman kembali terjadi melakukan jual beli kebon miliknya dengan seorang bernama Supono pada tanggal 5 November 2013. Ia menjual dua petak yang berukuran 2830 m 2 kebon miliknya pada Supono dengan harga Rp. 95.000.000,00, mereka menggunakan jual beli dengan sistem tebasan (sewa). Sebelum melakukan transaksi, mereka sempat terjadi negosiasi dalam harga jual kebon. 67 Dalam pelaksanaan jual beli tersebut Supono dapat memperkirakan jumlah armada (truk) yang akan mengambil pasir dalam penambangan/ penggalian yang berkisar 2.400 truk dalam 2 petak kebon pasir yang ia beli kepada Giman. Dari pelaksanaan jual beli antara Giman dengan Supono, berlangsung di kantor kelurahan. Mereka melakukan transaksi pembayaran dengan model cash (kontan), bukti tersebut menggunakan kuitansi yang mana 67 Giman, Wawancara, Mojokerto, 13 Januari 2015.

65 diberikan kepada kedua belah pihak sebagai bukti autentik. Dan perjanjian jual beli tersebut melibatkan aparat desa sebagai saksi. 3. Tisan adalah seorang laki-laki yang memiliki profesi sebagai petani dan memiliki usaha toko di rumahnya yang terletak di daerah Sidoarjo, ia memiliki 1,5 petak yang berukuran 2115 m 2 kebon di Gunung Wurung yang terdiri dari tiga milik saudaranya, Tisan adalah saudara tertua. Kebon tersebut tidak dijadikan perkebunan karena tanahnya sangat tandus (persil) hanya dibiyarkan saja hingga tumbuhan alang-alang yang memenuhi permukaan kebon tersebut. Berangkat dari alasan itu ia dan saudaranya berkeinginan menjual kebon tersebut dengan sistem tebasan (sewa) supaya dapat mendapatkan tanah yang produktif sehingga dapat dijadikan bercocok tanam atau peternakan. Dari keinginannya tersebut ia mendapatkan tawaran dari Rohmat yang mempunyai usaha borongan material supaya kebon tersebut ia jual kepada dirinya secara tebasan (sewa) dengan harga Rp. 76.000.000,00, tetapi ia tidak ingin gegabah untuk menjual kebon tersebut dengan harga yang relatif murah. Karena ia dapat mentaksirkan kandungan pasir dan jenis material yang terkandung dalam kebon miliknya, berdasarkan pengetahuan pasir kebon milik tetangganya yang sudah ditambang.

66 Lalu ia menawarkan kebon miliknya kepada Supono. Dari tawarannya tersebut kepada Supono, terjadilah negosiasi antara ia dengan Supono dalam menentukan harga, dan disepakati oleh mereka pasir kebon tersebut ia jual kepada Supono dengan harga Rp. 80.000.000,00, secara cash (kontan). 68 Dalam pelaksanaan jual beli tersebut Supono dapat memperkirakan jumlah armada (truk) yang akan mengambil pasir dalam penambangan/ penggalian yang berkisar 1.800 truk dalam 1,5 petak kebon pasir yang ia beli kepada Tisan. Dari pelaksanaan jual beli antara Tisan dengan Supono, berlangsung di kantor kelurahan. Mereka melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan kuitansi yang diberikan kepada kedua belah pihak sebagai bukti autentik. Dan perjanjian jual beli tersebut melibatkan aparat desa sebagai saksi. Dalam perjanjian tersebut pemilik kebon memberikan kisaran kedalaman kepada penebas untuk menggali atau menambang tidak lebih dari permukaan air sungai. Setelah selesai menambang pemilik kebon meminta kepada penebas untuk mendoser atau meratakan tanah penambangan dan mengenai waktu penyelesaian penambangan pasir tidak ada jangka waktu hingga penambangan selesai dilakukan. 68 Tisan, Wawancara, Mojokerto, 13 Januari 2015.

67 Dari ketiga kasus tersebut dalam pengetahuan petani (Somo Joyo, Giman dan Tisan) terhadap kadar dan kualitas pasir yang terkandung dalam petak kebonnya sanagatlah berbeda. Somo Joyo tidak mengetahui kandungan pasir yang ada dalam kebon miliknya. Sedangkan petani Giman dan Tisan dapat mengetahui dengan cara memperkirakan atau mentaksirkan kadar dan kualitas pasir yang akan dijualnya berdasarkan pengalaman dan berdasarkan pengetahuan tentang pasir kebon tetangganya yang sudah ditambang sebelumnya dengan cara tebasan. Dalam pengetahuan pembeli (Supono) tehadap kadar dan kualitas pasir yang terkandung dalam petak kebon yang dibelinya, pembeli melakukan dengan cara memperkirakan atau megtaksirkan kadar dan kualitas pasir berdasarkan letak geografis kebon sebelumnya dan pengalaman jual beli sebelumnya. 69 maka dari pihak penebas ingin menawarkan pada pihak pemilik kebon (petani) supaya menjual pasir kebon tersebut kepada penebas dengan cara tebasan. Sedangkan petani kebon ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat maka disitulah terjadi adanya negosiasi dari kedua belah pihak. Setelah itu antara petani kebon dan penebas melakukan kesepakatan dan setelah tersepakati oleh kedua belah pihak maka terjadilah transaksi pembayaran. 69 Supono, Wawancara, Mojokerto, 29 April 2014.

68 Pada dasarnya mereka melakukan jual beli pasir yang masih berada di dalam kebon (lahan). Dalam akad tersebut tidak disebutkan bahwa yang menjadi objek jual beli itu adalah pasir kebon akan tetapi yang mereka sebutkan dalam akad adalah tanah atau lahan dengan luas dan kedalam sedemikian dan dihargai sesuai dengan luas dan kedalaman tanah tersebut. 70 70 Ibid,.