BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN 2002), 8. 1 Zainul Arifin, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alvabet,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB II KAJIAN TEORITIS. kegiatannya tidak lepas dari proses pencatatan akuntansi yang pada akhir

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan IB Rahn Emas di Bank Jateng Syariah Kantor Cabang Semarang Rahn menurut bahasa berarti ats-tsubut dan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai. emas BSM adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata Ar-Rahn berarti tetap dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat

PENENTUAN BIAYA PEMELIHARAAN BARANG GADAI MENURUT FATWA DSN MUI NO 26 TAHUN 2002 ( STUDI KASUS PEGADAIAN SYARIAH CABANG KOTA LANGSA) SKRIPSI

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI EMAS DI KOSPIN JASA SYARIAH DIPANDANG FATWA DSN NOMOR: 26/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN EMAS.

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

BAB II KAJIAN TEORI. Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah di Perum Pegadaian. penjagaan dan penaksiran serta dilakukan hanya sekali pembayaran.

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti menemukan beberapa hal penting yang bisa dicermati dan dijadikan acuan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. menolong, orang yang kaya harus menolong orang yang miskin, orang yang. itu bisa berupa pemberian maupun pinjaman dan lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan interpretasi dari hasil analisis data yang telah

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

BAB III PRINSIP KEADILAN TERHADAP AKAD RAHN EMAS DI BMT. transaksi yang menggunakan dua akad, yaitu akad rahn dan akad ijarah.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan kegiatan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pendanaan pun

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

BAB IV ANALISIS HYBRID CONTRACT PADA PRODUK GADAI ib EMAS DI PT. BRI SYARIAH KCP GRESIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

BAB II LANDASAN TEORI. dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Tujuan utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Prosedur Dan Sistem Informasi Akuntansi. harus dilakukan untuk menjalankan suatu fungsi tertentu.

BAB IV ANALISIS DATA

Dewi Fitrianti,

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Taksiran Barang Gadai 1. Pengertian Gadai (Rahn) Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-habsu. Secara etimologi arti rahn adalah tetap dan tahan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran atas barang tersebut. Rahn adalah menjamin utang dengan barang, dimana utang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Definisi rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam pandangan shara untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagian utang dari benda itu. 1 Adapun pengertian rahn menurut Heri Sudarsono yaitu merupakan perjanjian utang piutang antara dua atau beberapa pihak mengenai persoalan benda dan menahan sesuatu barang sebagai jaminan utang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barangnya itu. 2 1 Ahmad Rodoni, Asuransi dan Pegadaian Syariah, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015), 57-59. 2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta : Ekonisia, 2015), edisi keempat, 172. 1 12

13 Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas utang/pinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Definisi rahn menurut para ulama fiqih. Menurut ulama Syafi iyah rahn adalah menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. Menurut ulama Hanabilah, rahn adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berharga tidak sanggup membayar utangnya. 3 Menurut para ahli yang lain dalam bukunya Muhammad Syafi i Antonio (1999: 213) dikemukakan sebagai berikut: gadai menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimannya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. 4 3 Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2011), 19-20. 4 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2011), h. 213.

14 2. Persamaan dan Perbedaan Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Gadai Syariah dan Konvensional 5 Persamaan a. Hak gadai atas pinjaman uang b. Adanya agunan sebagai jaminan utang c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai e. Apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan akan dilelang Perbedaan a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan berupa bunga atau sewa modal b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak c. Dalam rahn tidak ada istilah bunga

15 3. Dasar Hukum Gadai Pada dasarnya, gadai adalah salah satu yang diperbolehkan dalam Islam. Adapun dalil-dalil yang menjadi landasan diperbolehkannya gadai adalah: a. Al-Qur an Ayat-ayat Al-Qur an yang dapat dijadikan dasar hukum pelaksanaan rahn terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya; Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Baqarah: 283). 6 5 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga., 181. 6 Hasbi Ashshiddiqi, Al-Qur an dan Terjemahan, 48.

16 Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan. b. Hadis Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, yang artinya : Dari Aisyah r.a. berkata, sesungguhnya Rasulullah Saw. membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya. (HR.Bukhari dan Muslim). 7 c. Ijma Ulama Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud, berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad Saw. Yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. d. Ijtihad Ulama Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Qur an dan Hadis itu dalam pengembangannya selanjutnya dilakukan oleh para fuqara dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan 7 Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Kusyairi An- Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al Fikr, 1993), 51.

17 pengkajian ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian menurut landasan hukumnya. Asy-Syafi i mengatakan Allah tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda (dengan aslinya), maka wajib tidak ada keputusan. Mahzab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) dipaksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada ditangan pemegang gadaian (murtahin) orang yang menggadaikan (rahin) mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat Imam Asy- Syafi i yang mengatakan, hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan atau membahayakan pemegang gadaian. e. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai berikut: 1. Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn. Fatwa Dewan Syari ah Nasional no 25/DSN- MUI/III/2002 tanggal 26 juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang

18 sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. a) Ketentuan Umum 1) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. 3) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4) Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. b) Penjualan marhun 1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya. 2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual

19 paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari ah. 3) Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. 4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. c) Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas, tanggal 14 Muharram 1423 H (28 Maret 2002 M). Ketentuan pokok Dalam Fatwa DSN ini adalah sebagai berikut:

20 a. Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn (lihat Fatwa DSN Nomor: 25/DSN- MUI/III/2002 tentang rahn). b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. d. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. 8 f. Undang-undang Dasar hukum gadai terdapat pada Kitap Undang Undang Hukum Perdata, tentang gadai pada pasal 1150. Pasal 1150, yang berisi : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahului krediturkreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan. 9 8 Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah, 185-187.

21 2. Syarat dan Rukun Akad Rahn a. Rukun Gadai Syariah Dalam menjalankan operasionalnya, pegadaian syariah harus memenuhi rukun gadai. Rukun gadai tersebut antara lain: 10 1) Ar-Rahn (orang yang menggadaikan) Orang yang telah dewasa, berakal, bias dipercaya, dan memiliki barang yang digadaikan. 2) Al-Murtahin (orang yang menerima gadai) Orang, bank atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai). 3) Al-Marhun (barang yang digadaikan) Barang yang digukanakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang. 4) Al-Marhun bih (utang) Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya taksiran marhun. 5) Sighat, Ijab dan Qabul Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai. b. Syarat-syarat Ar-Rahn 1) Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, yaitu cakap bertindak menurut hukum. Kecakapan ini menurut jumhur ulama adalah orang yang telah balig dan berakal. 9 Andri Soemitra, Bank & Lembaga, 387. 10 Heri Sudarsono, Bank dan lembaga, 160.

22 2) Sighat ( lafal). Menurut ulama Hanafiyah bahwa rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau masa yang akan datang, karena akad rahn sama dengan akad jual beli. 3) Syarat marhun bih (hutang) adalah merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada orang yang berpiutang ; hutang itu boleh dilunasi dengan barang jaminan; utang itu jelas dan tertentu. 3. Hak dan Kewajiban a. Hak murtahin (penerima gadai): 11 1) Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai dapat digunakan untuk menulasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan kepada rahin. 2) Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun. 3) Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai. Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin): 1) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang barang gadai, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.

23 2) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri. 3) Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai. b. Hak pemberi gadai (rahin) 12 1) Pemberi gadai (rahin) berhak mendapatkan pengembalian harta benda yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjaman utangnya. 2) Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan dan atau hilangnya harta benda yang digadaikan, bila hal itu disebabkan oleh kelalaian penerima gadai. 3) Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan harta benda gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya. 4) Pemberi gadai berhak meminta kembali harta benda gadai bila penerima gadai diketahui menyalahgunakan harta benda gadainya. Berdasarkan hak-hak pemberi gadai di atas maka muncul kewajiban yang harus dipenuhinya, yaitu: 1) Pemberi gadai berkewajiban melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh penerima gadai. 11 Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2009), 34. 12 Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 41.

24 2) Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan harta benda gadainya, bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi uang pinjamannya. 4. Pengertian dan Istilah Taksiran Menaksir adalah menentukan nilai/harga perkiraan tertentu yang akan dijadikan jaminan yang didasarkan pada harga jadi, pasar dan peraturan yang berlaku untuk masa tertentu. 13 a. Taksiran Optimalisasi adalah nilai taksiran dengan menaikkan kadar sampai dengan batas-batas tertentu. b. Asumsi harga jual kembali adalah asumsi harga jual sesuai dengan presentase potongan yang telah diperjanjikan dalam surat toko jika emas dikembalikan ke tokonya. c. Taksiran normal adalah taksiran sewajarnya sesuai aturan yang berlaku di pegadaian. d. Pinjaman normal adalah pinjaman yang didapatkan dari presentase tertentu dari taksiran normal. e. Pinjaman optimalisasi adalah pinjaman yang didapatkan dari presentase tertentu dari taksiran optimalisasi. 14 Dalam penaksiran barang gadai, pegadaian syariah harus menghindari hasil penaksiran yang merugikan nasabah atau 13 Acep Rudi Haeladi, arti taksiran, diwawancarai oleh Mulista Rahayu, Serang,, 26 April 2016. 14 Agha Sofia, Solusi Pegadaian, 108.

25 pegadaian itu sendiri. Pegadaian syariah dituntut memiliki petugas penaksir yang kriteria : a. Memiliki pengetahuan jenis barang yang sesuai dengan syariah ataupun barang gadai yang tidak sesuai syariah. b. Mampu memberikan penaksiran secara akurat atas nilai barang gadai sehingga tidak merugikan satu diantara dua pihak. c. Memiliki sarana dan prasarana penunjang dalam memperoleh keakuratan penilaian barang gadai, seperti alat untuk mengosok berlian atau emas dan lain sebagainya. 15 Tugas Penaksir yaitu: 1. Memberikan pelayanan kepada rahin dengan cepat, mudah dan aman 2. Menaksir barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Memberikan perhitungan kepada pimpinan cabang penggunaan pinjaman gadai oleh rahin 4. Menetapkan biaya administrasi dan jasa simpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Barang Gadai (Marhun) A. Kategori Barang Gadai Menurut ulama Syafi iyah, barang-barang yang dapat dijadikan barang jaminan adalah semua barang yang dapat diperjualbelikan, dengan syarat sebagai berikut: 15 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga, 188.

26 a. Berupa barang yang berwujud nyata di depan mata, karena barang nyata itu dapat diserahterimakan secara langsung. b. Barang jaminan tersebut menjadi milik karena sebelum tetap barang tersebut tidak dapat digadaikan. c. Barang harus berstatus sebagai piutang bagi pemberi pinjaman. Sedangkan menurut para pakar fiqh, marhun harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan untungnya. b. Barang jaminan itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal). c. Barang jaminan itu jelas dan tertentu. d. Barang jaminan itu milik sah orang yang berutang. e. Barang jaminan itu tidak terikat dengan hak orang lain. f. Barang jaminan itu harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat. g. Barang jaminan itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya. 16 Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut: a. Barang-barang atau benda perhiasan antara lain: emas, perak intan, berlian, mutiara, platina dan jam. b. Barang-barang berupa kendaraan seperti: mobil, motor.

27 c. Barang-barang elektronik, antara lain: televisi, radio,radio tape, komputer, kulkas, dan mesin tik. d. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti: 1. Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik. 2. Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan haruslah dalam kondisi baik dalam arti masih dapat digunakan dan bernilai. 17 B. Pemeliharaan Barang Gadai Para ulama Syafi iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama Hanafilah berpendapat lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukannya sebagai orang yang memegang amanat. Kepada penggadai hanya dibebankan perbelanjaan barang gadai agar tidak berkurang potensinya. Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka pada dasarnya biaya pemeliharaan barang gadai adalah kewajiban bagi rahin dalam kedudukannya sebagai pemilik yang sah. Namun apabila marhun (barang gadaian) menjadi kekuasaan murtahin dan 16 Adrian Sutendi, Hukum Gadai, 106. 17 Ahmad Rodoni, Asuransi dan Pegadaian, 72.

28 mengizinkannya untuk memelihara marhun, maka yang menanggung biaya pemeliharaan marhun adalah murtahin. Sedangkan untuk mengganti biaya pemeliharaan tersebut, apabila murtahin diizinkan rahin, maka murtahin dapat memunut hasil marhun sesuai dengan biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan. Namun apabila rahin tidak mengizinkan, maka biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan oleh murtahin menjadi utang rahin kepada murtahin. C. Pemanfaatan Barang Gadai Pada dasarnya barang gadaian tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Namun apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Namun harus diusahakan agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan: jika penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadaian, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan itu dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir. D. Risiko Atas Kerusakan Barang Gadai Risiko atas hilang atau rusak barang gadai menurut para ulama Syafi iyah dan Hanabilah

29 berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung risiko apapun jika kerusakan atau hilangnya barang tersebut tanpa disengaja. Sedangkan ulama mahzab Hanafi berpendapat lain, murtahin menanggung risiko sebesar harga barang minimum, dihitung mulai waktu diserahkan barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang. Sedangkan jika barang gadai rusak atau hilang disebabkan kelengahan murtahin, maka dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat. Semua ulama sepakat bahwa murtahin menanggung risiko, memperbaiki kerusakan atau mengganti yang hilang. 18 6. Penaksiran Barang Gadai Pinjaman atas dasar hukum gadai mensyaratkan penyerahan barang bergerak sebagai jaminan pada loket yang telah ditentukan pada kantor pegadaian setempat. Mengingat besarnya jumlah pinjaman sangat tergantung pada nilai barang yang akan digadaikan, maka barang yang diterima dari calon peminjam terlebih dahulu harus ditaksir nilainya oleh petugas penaksir. Petugas penaksir adalah orang-orang yang sudah mendapatkan pelatihan khusus dan berpengalaman dalam melakukan penaksiran barang-barang yang akan digadaikan. Adapun pedoman penaksiran barang gadaian dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori barang bergerak dan barang tidak bergerak. 18 Adrian Sutendi, Hukum Gadai, 52-53.

30 a. Barang Bergerak 1. Murtahin/ petugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat (HPP) yang telah berlaku (standar harga yang berlaku) saat penaksiran barang. 2. Murtahin/ petugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi. 3. Murtahin/ petugas penaksir melakukan pengujian kualitas marhun/barang jaminan. 4. Murtahin/ petugas penaksir menentukan nilai taksir barang jaminan. b. Barang Tak Bergerak 1. Murtahin/ petugas penaksir bisa meminta informasi ataupun sertifikat tanah/pekarangan terhadap rahin untuk mengetahui gambaran umum marhun. 2. Murtahin/ petugas penaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung kondisi marhun ke lapangan. 3. Murtahin/ petugas penaksir melakukan pengujian kualitas marhun. 4. Murtahin/ petugas penaksir menentukan nilai taksir. 19

31 B. Karakteristik Nasabah Informasi mengenai karakteristik dan perilaku nasabah sangat diperlukan sebagai salah satu upaya terwujudnya loyalitas nasabah terhadap pegadaian syariah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perkembangan pegadaian syariah itu sendiri. Sama halnya dengan produk dan jasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu pegadaian syariah. 1. Pengertian Nasabah Nasabah adalah orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan). 20 2. Mengenal Karakteristik Nasabah Karakteristik dapat juga diartikan sebagai perilaku. Prilaku konsumen merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan poduk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Konsumen dapat beragam dari sudut usia, jenis kelamin, status sosial, dan sebagainya, yang akan memengaruhi cara mereka melakukan proses memilih sampai dengan membuang produk yang dikonsumsi. Kebutuhan dan keinginan mereka dalam mengonsumsi produk juga beragam. Hal inilah yang membuat perlunya mempelajari perilaku konsumen sehingga dapat meningkatkan peluang 2005), 775. 19 Adrian Sutendi, Hukum Gadai., 53-54. 20 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

32 keberhasilan suatu produk di pasar melalui penyediaan produk yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Keragaman konsumen sebagai individu, pengambilan keputusan, dan faktor lingkungan yang memengaruhinya semakin mempersulit untuk menyeragamkan proses pendekatan yang dapat memengaruhi mereka untuk melakukan pembelian terhadap produk. Untuk itu, perusahaan harus meminimalisasi keragaman tersebut melalui pengelompokkan konsumen yang memiliki kemiripan pada karakteristik tertentu. Dengan demikian, diperkirakan dengan kemiripan tersebut, mereka akan memperlihatkan perilaku pembelian yang hampir sama. Pengelolaannya pun dapat diseragamkan pada kelompok tersebut. Pengelompokan ini dikenal dengan istilah segmentasi, yang dapat dilakukan berdasarkan karakteristik, diantaranya yaitu: 1. Geografis Adalah pengelompokan menurut lokasi tempat tinggalnya. Misalnya, konsumen kota, kabupaten, provinsi, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Asia, Australia. Dengan demikian, akan muncul kategori konsumen perkotaan, konsumen pedesaan, konsumen Pulau Jawa dan seterusnya. 2. Demografi Yaitu pengelompokan menurut karakteristik usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga,

33 pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, dan kebangsaan. Misalnya kategori anak-anak, ABG, dewasa, usia lanjut, belum menikah, ibu rumah tangga, eksekutif, dan seterusnya. 3. Psikografi Yaitu pengelompokan menurut status sosial, gaya hidup dan kepribadian. Misalnya, konsumen kelas sosial atas, menengah, bawah, yang di Indonesia dikenal dengan penggolongan SES A (atas), SES B (menengah), SES C (bawah). Selanjutnya, penggolongan berdasarkan gaya hidup, misalnya golongan pekerja keras, pejuang, pecinta olahraga terentu, dan pengunjung kafe. Konsumen yang dikelompokkan menurut kepribadian, misalnya konsumen yang ambisi, gaul, otoriter. 4. Perilaku Adalah pengelompokan konsumen menurut frekuensi pembelian (misalnya, jarang dan sering), manfaat produk (misalnya, kualitas, harga, kenyamanan, kecepatan), status pengguna (misalnya, bukan pengguna, pengguna yang pertama kali, pengguna kadang-kadang), status kesetiaan (misalnya, setia, sedang, sangat setia). 21 Nasabah atau pelanggan merupakan aset yang sangat penting karena tidak ada satu pun organisasi bisnis yang 46-54. 21 Vinna Sri Yuniarti, Perilaku Konsumen, (Bandung: Pustaka Setia, 2015),

34 akan mampu bertahan hidup bila ditinggalkan oleh pelanggannya, sehingga komunikasi dengan pelanggan harus dilakukan seefektif mungkin agar organisasi bisnis dapat terus menjalin kerjasama yang baik dengan pelanggan. 22 3. Faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Nasabah Pegadaian Syariah Seorang nasabah didalam memperoleh barang atau jasa, tidak hanya ingin memiliki barang atau jasa, tetapi ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seorang nasabah, yaitu: 23 a. Pengaruh kebudayaan merupakan faktor penentu paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Faktor ini dipengaruhi oleh kelompok, keagamaan, rasionalisme, ras dan letak geografis. b. Kelas sosial, ada empat hal yang mendasar timbulnya kelas sosial dimasyarakat, yaitu: kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan c. Kelompok referensi Kelompok referensi bagi seseorang akan memberikan pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberi pengaruh langsung terdiri dari dua yaitu primer dan sekunder. 22 Rismi Somad, Manajemen Komunikasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), 28. 23 Philip Kothler, Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisa Perencanaan Implementasi dan Pengendalian, Terjemahan A.B Susanto, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), 224.

35 Kelompok primer adalah kelompok yang di dalamnya terjalin interaksi yang berkesinambungan dan cenderung bersifat informal, contohnya keluarga, kawan, tetangga, dan rekan kerja. Kelompok sekunder adalah kelompok yang di dalamnya kurang terjalin interaksi yang berkesinambungan dan cenderung formal seperti: organisasi, keagamaan, dan himpunan profesi. d. Faktor pribadi, yang mempengaruhi faktor ini adalah: Umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian. Untuk memahami nasabah dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), mereka rasakan (pengaruh) dan apa yang mereka lakukan (perilaku), serta dimana dan dipengaruhi oleh factor perilaku konsumen tersebut. C. Penelitian Terdahulu Peneltian terdahulu oleh Hajar Septi Nasution yang berjudul Pengaruh Nilai Taksiran Agunan pada pencairan pembiayaan Bai Bitsaman Ajil terhadap Perkembangan Jumlah Nasabah BBA. Prosedur pemberian pembiayaan di BMT Bina Insani dilakukan dengan tahap- tahap penilaian yang dilakukan secara selektif untuk memperoleh data yang sesuai prosedur dan terinci untuk menghasilkan nasabah pembiayaan yang baik. Pengaruh nilai taksiran agunan dengan standar yang ditetapkan oleh pihak BMT terhadap perkembangan nasabah, tidak membawa pengaruh terhadap minat nasabah untuk tetap melakukan

36 transaksi pembiayaan. Masyarakat lebih memilih pembiayaan BBA, dilihat dari perkembangan nasabah yang cenderung ada peningkatan nasabah tiap tahunnya. Jadi tidak ada pengaruh apapun terhadap jumlah nasabah. 24 Penelitian selanjutnya oleh Yalisma Dewi yang berjudul Pengaruh Nilai Taksiran, Biaya-biaya, Promosi, Dan Pelayanan Terhadap Keputusan Nasabah Menggunakan Jasa Pembiayaan Gadai Emas Syariah: Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor nilai taksiran, biaya-biaya, promosi, dan pelayanan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keputusan nasabah. Hasil pengujian parsial menyimpulkan bahwa faktor nilai taksiran dan pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan nasabah. Sedangkan faktor biaya-biaya dan promosi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan nasabah pengguna jasa pembiayaan gadai emas syariah. 25 Penelitian lain dilkukan oleh Nafila Baladraf yang berjudul Pengaruh Nilai Taksiran Terhadap Motivasi Nasabah Dalam Menggadaikan Emas. Dengan pengujian hipotesis dan koefisien determinasi. Hasil analisis diketahui nilai t-hitung untuk variabel kesesuaian nilai taksiran adalah sebesar 8,378. 24 Hajar Septi Nasution, Pengaruh Nilai Taksiran Agunan pada Pencairan Pembiayaan Bai bitsaman Ajil Terhadap Perkembangan Jumlah Nasabah BBA, Studi di BMT Bina Insani Pringapus Kabupaten Semarang, (Skripsi, STAIN, Salatiga, 2011), 70. 25 Yalisma Dewi, Pengaruh Nilai Taksiran, Biaya-biaya, Promosi, Dan Pelayanan Terhadap Keputusan Nasabah Menggunakan Jasa Pembiayaan Gadai Emas Syariah Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Kusumanegara Yogyakarta, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta, 2013), 91.

37 Sedangkan nilai t-tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas n-k1=64-1-1=62 sebesar 1,999. Jika kedua nilai t ini dibandingkan maka nilai t hitung masih lebih besar dibandingkan dengan nilai t-tabel sehingga Ho ditolak. Dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari kesesuaian nilai taksiran terhadap motivasi nasabah dalam menggadaikan emas di Unit Gadai Bank Syariah Mandiri. Kemudian diperoleh nilai koefisien determinasi dari model regresi sebesar 0,531. Nilai ini berarti bahwa sebesar 53,1% variabilitas motivasi nasabah untuk menggadaikan emas di Unit Gadai Bank Syariah Mandiri dipengaruhi oleh nilai taksiran, sedangkan sisanya sebesar 46,9% dipengaruhi oleh variabel lain. Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh simpulan bahwa nilai taksiran berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi nasabah dalam menggadaikan emas di Unit Gadai Bank Syariah Mandiri. Artinya, semakin baik tingkat kesesuaian nilai taksiran terhadap emas/perhiasan yang digadaikan oleh nasabah maka motivasi mereka untuk menggadaikan emas/perhiasan di Unit Gadai Bank Syariah Mandiri juga akan semakin tinggi. 26 26 Nafila Baladraf, Pengaruh Nilai Taksiran Terhadap Motivasi Nasabah Dalam Menggadaikan Emas Di Unit Gadai Bank Syariah Mandiri Cabang Gorontalo, (Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo, 2013), 15.

38 D. Hipotesis Penelitian Salah satu tujuan penelitian adalah menguji hipotesis dan jika berdasarkan penelitian bersifat kuantitatif maka hipotesis merupakan jawaban atas suatu masalah yang secara rasional (ilmiah) harus berlandaskan teoritis tertentu. 27 Pendapat lain, bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. 28 Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut: Ho : Diduga nilai taksiran barang gadai tidak berpengaruh positif terhadap jumlah nasabah. Ha : Diduga nilai taksiran barang gadai berpengaruh positif terhadap jumlah nasabah. 27 Rosady Ruslan, Metode Penelitian (Public Relation dan Komunikasi), (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), 171. 28 Saifuddin Azwar, Motode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 49.