BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PEKAN IMUNISASI NASIONAL POLIO TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

Kerangka Acuan. Acute Flacid Paralysis ( AFP )

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Lienda Wati, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup 1,4 juta anak balita yang meninggal. Program Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN INFORMASI IBU DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS TITUE KABUPATEN PIDIE

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB 1 : PENDAHULUAN. terbesar kedua dari negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. (1)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk

KESEHATAN ANAK. Website:

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap status gizi anak. upaya kesehatan masyarakat lainnya.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa (Wijaya, 2005). tergolong rendah, 11 juta anak di bawah 5 tahun meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dicegah dengan imunisasi, yakni masing-masing 3 juta orang atau setiap 10

BAB I PENDAHULUAN. kelompok bayi dari difteri, pertusis, tetanus dan campak. Cakupan imunisasi di

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polio merupakan (keluarga Picornaviridae), sering disingkat sebagai "Polio" adalah virus yang paling ditakuti abad ke-20 di dunia yang menghasilkan permulaan program inisiatif global untuk pemberantasan polio pada tahun 1988. Sebagian polio positif yang diakibatkan oleh enterovirus RNA ini dikenal dengan kemampuannya untuk mempengaruhi sebuah bagian dari sumsum tulang belakang, dan mengakibatkan terjadinya Acute Flaccid Paralysis (AFP) atau dapat menyebabkan kematian jika otot pernapasan atau tenggorokan mendapat lumpuh tetapi untungnya tidak banyak kasus yang terjadi. Terdapat tiga serotypes dari virus polio, di dunia kasus infeksi dari 1 per 200-2000 kasus tergantung pada jenis serotype virus. Tingkat fatality biasanya dari 5 hingga 10% dalam kasus-kasus lumpuh. World Health Organization (WHO) 27 tahun yang lalu telah mencapai keberhasilan luar biasa dalam mengurangi jumlah polio di negara-negara endemik, dari 125 negara di penjuru dunia hanya ada 3 negara termasuk Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria, dimana Wild Polio Virus (WPV) transmisinya belum terputus walaupun angka kasus terjadinya polio telah turun dibawah angka 99% dibandingkan dengan 350.000 kasus baru per tahun kemudian (Ghafoor & Sheikh, 2016). Pada bulan Mei 2012, World Health Assembly (WHA) mendeklarasikan bahwa eradikasi polio adalah salah satu isu kedaruratan kesehatan masyarakat dan perlu disusun suatu strategi menuju eradikasi polio. Indonesia telah berhasil menerima sertifikasi bebas polio bersama dengan negara anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) pada bulan Maret 2014, sementara itu dunia masih menunggu negara lain yang belum bebas polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria. Untuk mempertahankan keberhasilan tersebut dan untuk melaksanakan strategi menuju eradikasi polio di dunia, Indonesia melakukan beberapa rangkaian 1

2 kegiatan yaitu Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, penggantian vaksin trivalent Oral Polio Vaccine (topv) ke bivalent Oral Polio Vaccine (bopv) dan introduksi Inactivated Polio Vaccine (IPV). Pada akhir tahun 2020 diharapkan penyakit polio telah berhasil dihapus dari seluruh dunia (KESMAS, 2016). Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan prioritas utama dalam pelayana kesehatan di bidang preventif. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas (Ranuh, et al., 2014). Imunisasi polio dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi, Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan atau antigen mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah atau mengatasi penyakit infeksi (Depkes RI, 2016). Vaksin yang dibuat menggunakan beberapa proses yang berbeda, ada yang berisi virus hidup yang telah dilemahkan (melemah atau diubah agar tidak menyebabkan penyakit), organisme dilemahkan atau dibunuh atau virus, racun tidak aktif (untuk penyakit bakteri dimana racun yang dihasilkan oleh bakteri, dan bukan bakteri sendiri, penyebab penyakit), atau hanya segmen patogen (meliputi subunit dan vaksin konjugasi) (Hashemi, et al., 2014). Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit polio, Pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP). Surveilans AFP merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yeng terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis (Dinkes Jateng, 2014). Poliomielitis merupakan penyakit yang endemik di Indonesia sejak era pre-vaksin dan telah menimbulkan beberapa kali kejadian luar biasa Setelah dilakukan program imunisasi pada tahun 1978

3 dan 1980, masih ada beberapa kali wabah polio yang terjadi. Pada tahun 1988, Indonesia mencanangkan eradikasi poliomielitis pada tahun 2000. Meskipun cakupan rutin dengan tiga dosis vaksin poliovirus oral (OPV3) sejak tahun 1991 mencapai lebih besar dari 90% diantara anak-anak usia 1 tahun, kasus-kasus polio masih ditemukan. Untuk memutus transmisi polio virus maka ditetapkanlah Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yaitu 13-17 September 1995 dan 18-22 Oktober 1995. PIN juga dilaksanakan pada tahun 1996 dan 1997. Program ini menghasilkan cakupan vaksinasi terhadap lebih dari 22 juta anak usia dibawah 5 tahun (mewakili sekitar 100% populasi sasaran) (E. Suryawidjaja, 2005). Program imunisasi di Negara Indonesia diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Pemerintah, bertanggungjawab dalam menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara memberikan vaksin. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Probandari, et al., 2013). Menurut Probandari (2013), Pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi rutin dapat diperoleh pada : 1) Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin. 2) Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah. 3) Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta. Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada

4 bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari : puskesmas, rumah sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Budijanto, et al., 2014). Departemen Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang merupkan program pemerintah guna mencapai komitmen Internasional, yaitu Universal Child Immunization (UCI) dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak dengan target pada tahun 2013 adalah 95%. Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005, program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada anak yang dicakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT, empat kali imunisasi polio, satu kali imunisasi campak dan tiga kali imunisasi Hepatitis B (HB) (Riskesdas, 2013). Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian tiap tahun cenderung menurun, tetapi tahun 2012 terjadi peningkatan. Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2012 adalah 575.011 menurun dibanding tahun 2011 sebanyak 592.712. Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2012 adalah sebagai berikut BCG (100,65%), DPT1+HB1 (99,93), DPT3+HB3 (99,76%), Polio 3 (100,69%) dan Campak (98,24%). Hal ini mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2011 dengan BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3 (94.0%) dan Campak (93,6%) (Dinkes, 2012). Untuk mempercepat eliminasi penyakit polio diseluruh dunia, WHO membuat rekomendasi untuk melakukan

5 Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Indonesia melakukan PIN dengan memberikan satu dosis polio pada bulan September 1995, 1996, dan 1997. Pada tahun 2002, PIN dilaksanakan kembali dengan menambahkan imunisasi campak dibeberapa daerah. Setelah adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) Acute Flacid Paralysis (AFP) pada tahun 2005, PIN tahun 2005 dilakukan kembali dengan memberikan tiga kali/ dosis polio saja pada bulan September, Oktober, dan November. Pada tahun 2006 PIN diulang kembali dua kali/ dosis polio saja yang dilakukan pada bulan September dan Oktober 2006. Dengan adanya PIN tersebut, frekuensi imunisasi polio bisa lebih dari seharusnya. Tetapi WHO menyatakan bahwa polio sebanyak tiga kali cukup memadai untuk imunisasi dasar polio (Riskesdas, 2013). Rekapitulasi pelaksanaan PIN Polio 2016 tiap-tiap provinsi, adalah: 1. D.I. Aceh (76,24%); 2. Sumatera Utara (83,57%); 3. Sumatera Barat (68,61%); 4. Bangka Belitung (83,08%); 5. Jambi (84,30%); 6. Kep. Riau (63,03%); 7. Riau (68,75%); 8. Bengkulu (37,11%); 9. Sumatera Selatan (90,14%); 10. Lampung (92,73%); 11. DKI Jakarta (54,68%); 12. Jawa Barat (88,27%); 13. Jawa Tengah (74,70%); 14. Jawa Timur (79,7%); 15. Banten (62,29%); 16. NTB (94,85%); 17. NTT (56,91%); 18. Kalimantan Barat (69,12%); 19. Kalimantan Selatan (64,02%); 20. Kalimantan Tengah (70,65%); 21. Kalimantan Timur (79,05%); 22. Kalimantan Utara (68,60%); 23. Sulawesi Barat (57,50%); 24. Sulawesi Selatan (74,96%); 25. Sulawesi Utara (64,37%); 26. Sulawesi Tenggara (54,98%); 27. Sulawesi Tengah (69,88%); 28. Gorontalo (78,26%); 29. Maluku (50,05%); 30. Maluku Utara (52,33%); 31. Papua (17,82%); 32. Papua Barat (73,58%); 33. Bali (belum melaksanakan PIN Polio); 34. D.I. Yogyakarta (tidak melaksanakan PIN polio oral) (Depkes RI, 2016). Cakupan imunisasi polio diberbagai provinsi dan daerah sangatlah bervariasi. Namun, dari data cakupan imunisasi yang diperoleh masih belum bisa diketahui berapa jumlah cakupan imunisasi di puskesmas desa dan puskesmas kota sehingga dari cakupan-cakupan yang ada membuat

6 peneliti ingin menganalisa mengenai perbedaan cakupan imunisa polio pada bayi di Puskesmas desa dan puskesmas kota di Kabupaten Sukoharjo periode Juli 2015 sampai dengan Juni 2016. B. Rumusan masalah penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada perbedaan cakupan imunisasi polio pada bayi antara Puskesmas di desa dan di kota di Kabupaten Sukoharjo periode Juli 2015 sampai dengan Juni 2016. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui cakupan imunisasi polio di Puskesmas desa dan Puskesmas kota di Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Membandingkan cakupan imunisasi polio di Puskesmas desa dan kota di Kabupaten Sukoharjo dengan target cakupan polio di Indonesia. b. Serta mencari faktor-faktor yang menyebabkan tejadinya perbedaan cakupan imunisasi polio di Puskesmas desa dan kota di Kabupaten Sukoharjo D. Manfaat penelitian 1. Teoretis Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk persentase (%) cakupan Imunisasi di Kabupaten Sukoharjo. 2. Praktis a. Institusi Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan daerah yang bersagkutan agar mencapai target Universal Child Immunization (UCI).

7 b. Profesi Sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi kesehatan dalam memberikan pelayanan imunisasi polio untuk bayi. c. Masyarakat Agar masyarakat sadar dan mengetahui pentingnya imunisasi, khususnya imunisasi polio sehingga nantinya dapat ikut berperan aktif dalam mensukseskan program imunisasi nasional.