BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL HUKUM TANGGUNG JAWAB PENYIDIK POLRI TERHADAP PENGGELAPAN BARANG BUKTI DI POLDA DIY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. telah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Kartu ini berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengemis merupakan salah satu golongan masyarakat yang harus

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun Setiap

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini banyak ditemukan tindak pidana atau kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption yang artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. yang jabatannya atau profesinya disebut dengan nama officium nobile

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman membawa dampak positif bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka jalan dalam proses peradilan pidana ialah dengan ditemukannya barang bukti. Untuk mengumpulkan bukti permulaan yang cukup, sebelum penangkapan dilakukan, haruslah terkumpul data dan fakta melalui kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan. 1 Fungsi barang bukti dalam proses peradilan sangat penting yaitu sebagai sarana pembuktian untuk memperkuat keyakinan hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Bukti permulaan yang sudah ditemukan oleh penyelidik dalam proses penyelidikan lalu diproses oleh penyidik. Kemudian barang bukti tersebut untuk sementara oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini penyidik polri, diambil alih dan/atau disimpan dibawah penguasaannya karena diduga tersangkut dalam suatu tindak pidana. 2 Barang bukti yang telah diperoleh penyidik tersebut akan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Penyidik sebagai salah satu aparat penegak hukum haruslah menjalankan tanggung jawabnya dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada. Proses peradilan, dalam hal ini proses penyidikan yang berjalan dengan baik tersebut menjadi langkah utama dalam penegakan hukum di Indonesia. 1 Harun M. Husein, 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 111. 2 Ratna Nurul Afiah, 1989, Barang Bukti dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 23. 1

2 Semakin baik proses awalnya maka akan semakin baik pula hasil yang didapat dari suatu proses peradilan tindak pidana. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berisi bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara Indonesia termasuk aparat penegak hukumnya harus patuh pada hukum demi mencapai kesejahteraan dan keadilan. Pengertian penyidik dan penyidikan di Indonesia diatur dalam berbagai undang-undang. Dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tertulis pengertian Penyidik dan apa itu penyidikan. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan adalah tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk menemukan pelaku tindak pidana. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 jo. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia tertulis bahwa penyidik adalah pejabat POLRI yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan oleh undang-undang. Dalam Pasal 60 ayat (4) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan tertulis bahwa setiap benda sitaan harus disimpan dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).

3 Berdasarkan berbagai peraturan mengenai penyidik, penyidikan, dan barang bukti di atas, dapat dipahami bahwa antara satu peraturan dengan peraturan yang lain telah terjadi sinkronasi, artinya tidak ada hal yang bertentangan satu sama lain. Berbagai peraturan tersebut sama-sama mengatur bahwa dalam pengelolaan barang bukti oleh penyidik polri harus dititipkan terlebih dahulu untuk selanjutnya disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Yang menjadi problematik hukum dari berbagai peraturan tersebut ialah mengenai fakta sosial yang terjadi di masyarakat. Jelas bahwa penyidik dalam proses pengelolaan barang bukti harus dititipkan untuk disimpan terlebih dahulu di Rupbasan, tetapi faktanya berbeda. Banyak penyidik, khususnya penyidik Polri tidak menyimpan dan menitipkan barang bukti yang diperoleh, tetapi mempergunakan barang bukti tersebut untuk kepentingannya sendiri. Hal tersebut berarti ada ketidaksesuaian antara fakta sosial dengan berbagai peraturan yang sudah ada. Seperti kasus pada Tahun 2014 yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Para penyidik Polda Metro Jaya diduga telah menggelapkan barang bukti berupa emas dan berlian milik korban perampokan, Abdul Rachman. 3 Padahal seharusnya barang bukti tersebut dititipkan untuk selanjutnya disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), bukan untuk digunakan secara pribadi oleh penyidik. Peristiwa lainnya terjadi pada bulan Maret Tahun 2015 lalu. Direktur Operasional sebuah perusahaan tambang batubara melaporkan seorang 3 http://fisirach.blogspot.co.id/2006/04/ke-mana-larinya-barang-bukti.html, diakses pada 31 Agustus 2016, pukul 11.03 WIB.

4 penyidik Subdit Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia melapor ke Bidang Propam Polda Metro Jaya atas dugaan menggelapkan barang bukti sebuah mobil Mini Cooper. Penyalahgunaan barang bukti oleh penyidik adalah persoalan yang sampai saat ini masih banyak ditemukan. Berdasarkan pemaparan yang sudah disampaikan dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis akan menganalisis lebih lanjut dalam karya tulis dengan judul Tanggung jawab Penyidik POLRI terhadap Penggelapan Barang Bukti di POLDA DIY. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Apakah bentuk tanggung jawab penyidik POLRI terhadap pengelolaan barang bukti di POLDA DIY? 2. Apakah sanksi bagi penyidik POLRI yang menggelapkan barang bukti suatu tindak pidana? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah untuk mengetahui tanggung jawab penyidik Polri terhadap pengelolaan barang bukti di POLDA DIY dan sanksi apa yang dijatuhkan bagi penyidik Polri yang menggelapkan barang bukti suatu tindak pidana. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni:

5 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan bidang hukum pidana, khususnya pada tanggung jawab penyidik Polri dalam penggelapan barang bukti di Polda DIY. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: a. Bagi Pemerintah Pusat agar dapat lebih mengatahui bahwa masih banyak penyidik Polri di Indonesia yang tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memproses barang bukti dengan baik. Sehingga pemerintah beserta pembentuk undang-undang dapat merumuskan ataupun mempertegas sanksi bagi penyidik Polri yang melakukan pelanggaran tersebut. b. Bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta agar lebih meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian DIY dalam pengelolaan barang bukti yang dilakukan oleh penyidik Polri sesuai dengan peraturan yang sudah ada. c. Bagi Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta agar dapat menentukan sanksi apa yang tepat bagi anggotanya, khususnya penyidik Polri yang tidak memproses barang bukti sesuai prosedur. Menindak lanjuti anggotanya yang mempergunakan barang bukti yang seharusnya disimpan di Rupbasan, sehingga penyidik Polri dapat memproses barang bukti dengan prosedur yang telah ada sesuai dengan hak,

6 kewajiban, dan tanggung jawabnya sebagai penyidik yang telah diatur dalam berbagai aturan mengenai penyidikan dan tata cara penyimpanan barang bukti berdasarkan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. d. Bagi masyarakat agar mengetahui prosedur pengelolaan barang bukti yang benar oleh penyidik polri, sehingga apabila terjadi suatu perkara pidana di lingkungannya masyarakat bisa tahu prosedur pengelolaan barang bukti yang harusnya dilakukan. e. Bagi Penulis sebagai pengalaman dan tambahan wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana dan hukum acara pidana. Selain itu juga sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta. E. Keaslian Penulisan Penulisan hukum dengan judul Tanggung jawab Penyidik POLRI terhadap Penggelapan Barang Bukti di POLDA DIY ini adalah hasil karya asli penulis sendiri dan bukan merupakan hasil duplikasi maupun plagiat dari karya penulis lain. Beberapa penulis sebelumnya telah melakukan penelitian dengan konsep, variable, atau metode penelitian yang sama, tetapi judul penelitian, tujuan penelitian, maupun hasil penelitiannya berbeda, diantaranya ialah : 1. Nama : Febrian Norman Vicho Calisty, NPM : 090510094, Program Studi: Ilmu Hukum, Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa

7 Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan judul skripsi Tanggung jawab POLRI atas Tindakan Salah Tangkap oleh Penyidik. Rumusan masalahnya adalah mengapa pihak kepolisian harus bertanggung jawab terhadap korban salah tangkap oleh penyidik dan apa saja kendalakendala kepolisian dalam mempertanggungjawabkan tindakan salah tangkap. Melalui penelitian tersebut diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Polri harus mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknumnya terhadap tersangka yang ditangkap tanpa didasari bukti permulaan yang cukup karena penyidik Polri merupakan bagian dari lembaga kepolisian yang bertugas melakukan penyidikan dan diantara wewenangnya ialah melakukan penangkapan yang sudah diatur dalam undang-undang; b. Kendala yang dihadapi Polri dalam melakukan pemenuhan ganti kerugian dan rehabilitasi ialah Kepolisian Negara Republik Indonesia kurang maksimal dalam inisiatif untuk memenuhi ganti rugi dan rehabilitasi yang diminta tersangka. 2. Nama : Roma Doly Hasiholan Pasaribu, NPM : 050509033, Program Studi : Ilmu Hukum, Program Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dengan judul skripsi Pertanggungjawaban Hukum Penyidik dan Perlindungan Korban Salah Tangkap Dalam Proses Penyidikan. Rumusan Masalahnya adalah apa akibat hukum bagi penyidik yang terbukti melakukan salah tangkap

8 dan bagaimana perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap. Melalui penelitian tersebut diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Akibat hukum bagi penyidik yang terbukti melakukan salah tangkap dan telah disidang di KKIP (Komisi Kode Etik Polri) dikenai sanksi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 Tentang Paraturan Disiplin Anggota Polri Pasal 9; b. Perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap berdasar Pasal 68 KUHAP adalah korban berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95. Kedua karya tulis di atas berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Karya tulis milik Febrian Norman Vicho Calisty menekankan pada tanggung jawab polri atas tindakan salah tangkap oleh penyidik, Roma Doly Hasiholan Pasaribu menekankan pada pertanggungjawaban hukum penyidik dan perlindungan korban salah tangkap dalam proses penyidikan, sedangkan penulis menekankan pada tanggung jawab penyidik polri terhadap penggelapan barang bukti di polda DIY. F. Batasan Konsep 1. Tanggung jawab penyidik polri Tanggung jawab penyidik polri adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh penyidik polri dalam hal melakukan penyidikan dengan penuh rasa tangguh jawab; 2. Barang bukti

9 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan; 3. Penggelapan Suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk mengalih-milik, menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain; 4. Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut polda DIY adalah pelaksana tugas Kepolisian RI di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan badan nasional Pemerintah Indonesia. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan/berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan berkaitan dengan tanggung jawab penyidik polri terhadap penggelapan barang bukti di polda DIY.

10 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data sekunder yang digunakan antara lain: a. Bahan hukum primer terdiri atas: 1) Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berisi bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara Indonesia termasuk aparat penegak hukumnya harus patuh pada hukum demi mencapai kesejahteraan dan keadilan. 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 1 angka 1 dan 2 perihal penyidik dan penyidikan, Pasal 2 ayat (16) perihal pengertian barang bukti, Pasal 6 ayat (1) perihal pembagian penyidik, Pasal 7 ayat (1) perihal wewenang penyidik polri, Pasal 32 perihal penggeledahan oleh penyidik polri, dan Pasal 44 ayat (2) perihal penyimpanan barang bukti dan larangan penggunaan barang bukti oleh pihak yang tidak berkepentingan. 3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 417 perihal penggelapan dalam jabatan. 4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2), Pasal 1 angka 11 perihal pengertian penyidik

11 pegawai negeri sipil, Pasal 1 angka 12 perihal pengertian penyidik pembantu. 5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 2), Pasal 6 huruf i perihal larangan penggunaan barang bukti secara pribadi oleh penyidik polri, Pasal 7 perihal sanksi bagi penyidik polri yang melakukan pelanggaran, Pasal 13 perihal pemberhentian penyidik polri tidak secara terhormat. 6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90), Pasal 2A ayat (1) perihal syarat untuk diangkat menjadi penyidik polri, Pasal 3 ayat (1) perihal syarat untuk diangkat menjadi penyidik pembantu, Pasal 3A perihal syarat untuk diangkat menjadi penyidik pegawai negeri sipil. 7) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 jo. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 204 dan Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014), Pasal 1

12 angka 5 perihal pengertian barang bukti, Pasal 1 angka 8 perihal pejabat negara yang bertugas dan berwenang dalam pengelolaan barang bukti, Pasal 6A perihal pengelompokan barang bukti, Pasal 8 perihal prosedur pengelolaan barang bukti, Pasal 11 perihal tugas dan wewenang pejabat pengelola barang bukti, Pasal 24 perihal pengawasan terhadap pengelolaan barang bukti, Pasal 26 perihal pengawasan pengelolaan barang bukti secara khusus. 8) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 608), Pasal 21 ayat (1) perihal sanksi pelanggaran kode etik profesi polri dan sanksi administratif. 9) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 686), Pasal 15 perihal tahapan pelaksanaan penyidikan, Pasal 91 dan 92 perihal sanksi bagi penyidik polri yang melakukan pelanggaran. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan inti dari pendapat hukum yang diperoleh melalui buku, hasil penelitian, surat kabar, internet, fakta hukum, dan statistik dari instansi resmi. Bahan hukum sekunder juga dari narasumber yaitu Kepala Unit Simin Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda DIY.

13 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, hasil penelitian, internet, fakta hukum, statistik dari instansi resmi, dan dokumen. b. Narasumber Wawancara dilakukan kepada narasumber menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebagai pedoman untuk wawancara yang dilakukan pada obyek penelitian. 4. Analisis Data Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer yang akan dianalisis sesuai dengan 5 tugas ilmu hukum normatif sebagai berikut : a. Deskripsi peraturan perundang-undangan yaitu menguraikan atau memaparkan pasal-pasal sebagaimana telah disebutkan dalam bahan hukum primer. b. Sistematisasi akan dilakukan secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal terdapat sinkronisasi antara Pasal-pasal dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 jo. Paraturan Kepala Kepolisiam Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Peraturan

14 Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan sehingga prinsip hukumnya adalah subsumsi sehingga tidak diperlukan asas berlakunya peraturan perundang-undangan. Disisi lain secara horisontal sudah ada harmonisasi antara Pasal-pasal dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan. Prinsip penalaran hukumnya adalah Non Kontradiksi. Sehingga tidak diperlukan asas berlakunya perundang-undangan. c. Analisis peraturan perundang-undangan yang berupa bahan hukum primer yang dapat dievaluasi atau dikritisi atau dikaji sebab peraturan perundang-undangan itu sistemnya terbuka. d. Interpretasi hukup positif, yaitu manafsirkan peraturan perundangundangan dengan menggunakan 3 metode intepretasi, yaitu : 1) Gramatikal yaitu mengartikan terminologi bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau hukum 2) Sistematisasi yaitu mendasarkan sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum 3) Teleologi yaitu setiap interprestasi pada dasarnya teleologi atau tujuan yang ingin dicapai

15 e. Menilai peraturan perundang-undangan sebagaimana yang terdapat pada bahan hukum primer yaitu tanggung jawab penyidik polri terhadap penggelapan barang bukti. 5. Proses Berpikir Proses berpikir atau prosedur bernalar digunakan secara deduktif, yaitu bertolak dari preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam hal ini berkaitan dengan peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab penyidik polri, penggelapan barang bukti dan berakhir pada hasil penelitian mengenai tanggung jawab penyidik polri terhadap penggelapan barang bukti di polda DIY. H. Sistematika Penulisan Hukum/Skripsi BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian,batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum/skripsi. BAB II: PEMBAHASAN Bab ini berisi tugas dan tanggung jawab penyidik polri, penggelapan barang bukti di polda Daerah Istimewa Yogyakarta, dan hasil penelitian serta pembahasan mengenai tanggung jawab penyidik polri terhadap penggelapan barang bukti di polda DIY.

16 BAB III: PENUTUP Bab ini berisi simpulan dan saran, yaitu jawaban atas rumusan masalah.