BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang merupakan masalah yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Obesitas merupakan sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Fenomena ini digambarkan sebagai New World Syndrome atau Sindroma Dunia Baru. Obesitas termasuk masalah mendasar yang perlu mendapat perhatian karena merupakan ancaman bagi kesehatan (1) Obesitas merupakan salah satu penyebab yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang, yang merupakan prioritas pembangunan nasional. Hal ini karena obesitas merupakan prediktor dari beberapa penyakit degeneratif diantaranya penyakit diabetes melitus tipe I, hiperlepidemia, hipertensi, terjadinya kanker dan gangguan sendi, radang sendi, asam urat. (1) Kasus obesitas anak meningkat pesat di seluruh dunia. Hanya dalam 2 dekade, prevalensi kegemukan menjadi 2 kali lipat pada anak-anak Amerika usia 6-11 tahun, bahkan 3 kali lipat pada remaja. Survei pemeriksaan kesehatan dan nutrisi nasional tahunan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menemukan bahwa 1 diantara 3 anak Amerika mengalami kegemukan atau berada dalam risiko menjadi gemuk. Anak-anak dan remaja di Amerika yang mengalami kegemukan atau mendekati kegemukan ada sekitar 25 juta. (2) Prevalensi gizi lebih dan obesitas pada anak di Rusia adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4% dan di Inggris adalah 22 31% dan 10 17%, bergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi obesitas pada anak-anak sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19%. (3) Data yang dipublikasikan pada tahun 1
2012 oleh SEANUTS (South East Asian Nutrition Survey) yang dilakukan di 4 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam menyatakan obesitas adalah masalah yang juga mulai muncul di negara berkembang. (4) Prevalensi obesitas di Indonesia secara nasional menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 sebesar 7,9%. (5) Angka tersebut meningkat menjadi 9,2% menurut Riskesdas 2010. (6) Berdasarkan Riskesdas 2013, obesitas pada usia 5-12 tahun secara nasional 18,8% terdiri dari 10,0 % gemuk dan 8,8 % sangat gemuk (obesitas). Sedangkan prevalensi obesitas pada usia 5-12 tahun di Sumatera Barat meningkat dari 3,8% pada tahun 2010 menjadi 7,7% pada tahun 2013. Obesitas paling banyak terjadi di perkotaan dibanding di pedesaan. (7) Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015 didapatkan Kabupaten/Kota yang paling tinggi angka obesitasnya adalah Kota Padang 2,9%, Kabupaten Pesisir Selatan 2,9%, Kota Padang Panjang 1,9%, Kota Solok 1,9%, dan Kabupaten Padang Pariaman 1,8%. (8) Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2015 kejadian obesitas paling tinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Andalas yaitu 6,1% dan sekolah dasar dengan angka obesitas paling tinggi adalah SDN 30 (20,8%) dan SD Kartika 1-10 (16,4%). (9) Usia 5-15 tahun merupakan usia yang cukup rentan untuk menderita obesitas sejak dini. Kebiasaan anak bermain game dan menonton televisi dalam jangka waktu yang lama, pola makan tidak sehat dan kurang gerak diyakini menjadi faktor penyebabnya. Anak usia kelompok ini lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah jauh dari pantauan orang tua, pengaruh teman sebayanya sangatlah besar terhadap jenis makanan dan kebiasaan makan anak. (10)
Kegemukan pada anak ditandai dengan nilai Body Mass Index (BMI) yaitu diantara persentil ke- 85 dan ke- 95 pada kurva pertumbuhan, sesuai umur dan jenis kelaminnya. Obesitas ditandai dengan nilai BMI diatas persentil ke-95 pada kurva pertumbuhan. Pengukuran BMI pada anak dapat dilakukan pada rentang usia 2-20 tahun. (11) Obesitas disebabkan multifaktor, didalamnya terdapat komponen genetik dan perilaku. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik merupakan bagian dari komponen perilaku, faktor tersebut dipengaruhi faktor lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya. Kejadian obesitas disebabkan juga karena konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat yang melebihi kebutuhan. Asupan energi yang tinggi disebabkan karena konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi yang rendah disebabkan oleh rendahnya aktivitas fisik. Peningkatan kemakmuran di Indonesia juga diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. (12) Konsumsi makanan yang tinggi energi dari karbohidrat dan lemak serta kelebihan protein dapat menimbulkan masalah gizi lebih, yang terlihat pada terjadinya obesitas. Gizi lebih disebabkan oleh keseimbangan energi positif yang dapat dicegah dan ditanggulangi dengan cara menciptakan keseimbangan energi negatif. Hal ini dapat ditempuh dengan pengurangan masukan energi, atau peningkatan keluaran energi, atau kombinasi keduanya, namun karena tingginya aspek perilaku pada kegemukan, maka upaya ini hanya berhasil dalam pendekatan perubahan perilaku. (11) Kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan sangat populer di kalangan anakanak dan sangat sulit dihilangkan. Makanan jajanan (snack) cenderung mengandung lemak dan energi yang lebih besar dibandingkan dengan makanan utama (meals) dan frekuensi jajan dihubungkan dengan tingginya asupan lemak, karbohidrat, dan
energi. Makanan jajanan yang padat kalori dan rendah kandungan zat gizi lain (vitamin dan mineral). (10) Makanan jajanan berapapun jumlahnya akan selalu memberikan kontribusi zat gizi bagi status gizi seseorang. Balai Pengawasan Obat dan Makanan RI (BPOM RI) tahun 2009 dalam Pangan Jajanan Anak Sekolah menunjukkan bahwa makanan jajanan memberi kontribusi masing-masing sebesar 30,06% dan 27,44% terhadap total asupan energi dan protein pada anak sekolah dasar. (13) Asupan energi yang tinggi disebabkan karena konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi yang rendah disebabkan oleh rendahnya aktivitas fisik. (12) Kelebihan karbohidrat akan disimpan sebagai cadangan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen (glikogen hati dan otot) yang sewaktuwaktu dapat digunakan untuk kegiatan yang lebih berat. Jika kelebihan karbohidrat secara terus menerus, maka akan terjadi pembentukkan lemak sebagai akibat penyimpanan pada jaringan adiposa di bawah kulit. (14) Tubuh tidak dapat menyimpan protein berlebih, protein yang dikonsumsi melebihi kebutuhan tubuh akan diubah dan disimpan sebagai lemak. Jika seseorang mengkonsumsi sejumlah besar protein tambahan, akan sangat mungkin terjadi kenaikan berat badan. (15) Lemak merupakan zat gizi penghasil energi yang lebih besar dibanding dengan protein dan karbohidrat. Asupan lemak yang berlebih dikaitkan dengan risiko obesitas. (10) Penelitian yang dilakukan Khristina tahun 2011 pada anak sekolah dasar di Semarang menujukkan bahwa konsumsi makanan jajanan di lingkungan sekolah dengan energi 30%, karbohidrat 30%, protein 27%, dan lemak 20% dari total asupan sehari memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dibanding dengan
konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak dari makanan jajanan yang cukup. (10) Penelitian yang dilakukan Lestari tahun 2015 menunjukkan bahwa anak PAUD dengan tingkat konsumsi protein yang tinggi dari makanan jajanan memiliki risiko mengalami obesitas. (16) Penelitian Montol tahun 2009 menunjukkan bahwa secara umum anak sekolah dasar yang mempunyai asupan zat gizi dari makanan jajanan (energi, protein, lemak, karbohidrat) >50% kebutuhan mempunyai risiko lebih besar menjadi obesitas. (17) Orang tua terutama ibu bertanggung jawab terhadap kesehatan anak dan harus mengambil inisiatif untuk memberikan semua jenis makanan yang dianggap dapat memenuhi gizi anak. Dukungan seorang ibu sangat penitng atau di butuhkan dalam pemenuhan gizi pada anak. (18) Penelitian Mashadi tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan ibu dalam pemenuhan gizi dengan status gizi anak. (19) Berdasarkan studi pendahuluan yang dlakukan pada tanggal 14 Januari 2017 didapatkan bahwa kejadian obesitas di SD Kartika 1-10 sebesar 24,5 % dan SDN 30 14,1 %, lebih tinggi dari angka nasional yaitu sebesar 8 %. Hasil wawancara dengan 15 siswa menunjukkan 10 siswa diantaranya memiliki kebiasaan jajan >5x/sehari. Contoh makanan jajanan yang sering dibeli adalah nasi goreng, mie goreng, chicken tahu, snack pabrikan, dan gorengan seperti bakwan, risoles, tahu isi. Tingginya energi dan lemak pada makanan jajanan yang dikonsumsi siswa sekolah dasar ini sangat berpengaruh pada kenaikan berat badan. Hasil wawancara dengan 15 siswa juga menunjukkan hanya 2 siswa yang membawa bekal yang disiapkan oleh ibunya dan hanya 5 siswa mengaku setiap pagi diingatkan ibu untuk tidak jajan yang berlebihan. Rendahnya dukungan ibu berdampak buruk bagi kesehatan anak.
Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang asupan makanan jajanan sebagai faktor risiko kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada hubungan asupan makanan jajanan dan dukungan ibu dengan risiko kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan asupan makanan jajanan dan dukungan ibu dengan risiko kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi umur dan jenis kelamin siswa berdasarkan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017. 2. Diketahuinya distribusi siswa berdasarkan asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dari makanan jajanan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017. 3. Diketahuinya distribusi siswa berdasarkan dukungan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017. 4. Diketahuinya hubungan asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dari makanan jajanan dengan risiko kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017.
5. Diketahuinya hubungan dukungan ibu dengan risiko kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini mampu menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai risiko asupan makanan jajanan terhadap kejadian obesitas pada anak sekolah dasar. Serta dapat menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan. 1.4.2 Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengontrol asupan makanan jajanan meliputi asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak agar tidak dikonsumsi secara berlebihan. 1.4.3 Bagi Sekolah Memberikan informasi penting pada sekolah tempat penelitian untuk acuan bahan dasar penelitian selanjutnya dalam rangka, mengembangkan ilmu pengetahuan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 di SDN 30 dan SD Kartika 1-10. Sampel diambil secara simple random sampling dan dilakukan matching by design menurut umur dan jenis kelamin. Data berat badan, tinggi badan, asupan makanan jajanan (energi, karbohidrat protein, lemak) dan dukungan ibu didapatkan secara langsung. Penimbangan berat badan menggunakan timbangan digital dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoice. Data asupan makanan jajanan (energi, karbohidrat protein, lemak) didapatkan dengan wawancara food recall 2x24 jam dengan panduan buku foto makanan. Data dukungan ibu didapatkan dengan wawancara kuesioner