TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit (Anonimous, 2010) Meskipun tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang tergolong tanaman kuat, namun tanaman ini juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang membahayakan maupun yang sangat membahayakan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga dan beberapa jenis hewan dari kelompok mamalia yang biasa menyebabkan kerugian (Tim penulis PS, 1997). Tanaman sawit ini tergolong tanaman yang kuat, walaupun demikian tanaman ini tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang membahayakan maupun yang membahayakan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga. Jenis hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah kumbang, ulat api, ulat kantong, belalang, sedangkan penyakit yang sering menyerang seperti penyakit busuk pangkal batang,busuk batang atas, antraknosa dan lain-lain (Anonimous, 2005)
II. Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity) Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Untuk memperoleh keanekaragaman jenis cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasi jenis hama (Krebs, 1978) Serangga memiliki keanekaragaman yang begitu besar dan pengklasifikasiannya menimbulkan banyak masalah. Agar dapat dimengerti dan digunakan, sebuah klasifikasi harus berdasarkan pada pola evolusi yang sejauh ini dapat dibuktikan dari fakta yang tersedia. Klasifikasi adalah sebuah sistem informasi untuk informasi tentang organisme dan juga informasi untuk memperbaharui sistem itu lagi (Evans, 1984) Jumlah spesies serangga, sama dengan semua hewan dan tanaman, dengan bermacam macam tipe komunitas dan tahap suksesi ekologi. Hutan hujan tropis memiliki jumlah spesies yang paling besar, diperkirakan sedikitnya 50 persen dari seluruhnya, dan rantai makanan menjadi sangat kompleks. Areal yang baru diganggu atau areal yang baru diolah manusia berada pada spekrum yang berbeda. Disini, sedikit spesies ditemukan, rantai makanan menjadi sederhana, dan ketidakstabilan komunitas yang besar (Elzinga, 1981) Menurut Z.P. Metcalf, serangga terdiri dari 1.500.000 spesies, tetapi Gossard menaksir ada 2.500.000 10.000.000 spesies serangga. Serangga dibagi dalam dua sub kelas, yaitu apterigota (serangga tidak bersayap)dan pterigota (serangga bersayap) (Pracaya, 2006)
Beberapa faktor yang saling berkaitan untuk menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis, adalah: 1. Waktu, keanekaragaman komunitas bertambah sejalan waktu. 2. Heterogenitas ruang, semakin heterogen keadaan suatu lingkungan fisik maka semakin tinggi keragamannya 3. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme membutuhkan sumber yang sama yang ketersediaanya terbatas. 4. Pemasangan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabla intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman. 5. Kestabilan iklim, makin stabil iklim akan lebih mendukung bagi keberlangsungan evolusi. 6. Produktivitas, merupakan syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi (Michael, 1995). Pola penyebaran dan kepadatan serangga di suatu tempat akan berbedabeda. Penyebaran dan kepadatan serangga sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya populasi serangga, prilaku serangga dan tempat hidup (keadaan tofografi) atau habitatnya (Gallangher dan Lilies, 1991). III. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga
Dalam ekosistem alami semua makhluk hidup berada dalam keadaan seimbang, dan saling mengendalikan sehingga tidak terjadi hama. Di ekosistem alamiah keragaman jenis sangat tinggi yang berarti dalam setiap kesatuan ruang terdapat flora dan fauna tanah yang beragam. Sistem pertanaman yang beranekaragam berpengaruh kepada populasi spesies hama (Oka, 1995). Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang diperlukan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualiatas yang cocok dan kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik dengan cepat. Sebaliknya jika keadaan makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun (Jumar, 2000) Perkembangan dan reproduksi serangga sangat terpengaruh oleh beragam faktor abiotik. Faktor ini mungkin menunjukkan pengaruhnya pada serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. (Melalui pengaruhnya pada organisme lain) dan pada batas pendek atau jauh (cahaya, sebagai contoh, mungkin menimbulkan efek yang cepat pada orientasi serangga saat mencari makanan, dan banyak menyebabkan perubahan pada fisiologi serangga dalam antisipasi kondisi yang merugikan pada beberapa bulan kedepannya) (Gillot, 1982) Pada serangga poikilothermal, pada dasarnya metabolisme mereka sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan yaitu dengan interval temperatur yang mengijinkan untuk dapat bertahan hidup, temperatur lingkungan tertinggi, ratarata tinggi produksi panas dan konsumsi oksigen (Rockstein, 1973) Kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga diperoleh pada setiap lahan saat melakukan penelitian keanekaragaman akan jelas terlihat berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu: umur tanaman, keadaan cuaca saat pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel dan keadaan habitat di sekitar tanaman (penggunaan tanaman penutup tanah) (Rizali, Buchori dan Triwidodo, 2002).