3 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Toleran Asam Tanaman kedelai (Glycine max Linn. Merrill) tergolong subfamili Papilionoideae, famili Leguminosae. Tanaman dalam subfamili ini umumnya mempunyai kemampuan bersimbiosis dengan bakteri bintil akar untuk menambat nitrogen dari udara dengan membentuk organ simbiosis berupa bintil akar. Hal ini merupakan ciri khas tanaman pepolongan dalam upaya menaikkan produksinya (Yutono 1985). Dalam usaha meningkatkan produksi kedelai pemerintah telah melepas beberapa jenis unggul antara lain varietas Slamet yang dilepas tahun 1995. Kedelai varietas Slamet merupakan hasil persilangan antara varietas Wilis dan Dempo. Varietas ini memiliki kadar lemak 15% dan kandungan protein 34%. Karakteristik varietas ini memiliki tinggi tanaman 65 cm, hipokotil dan epikotil berwarna ungu, daun berwarna hijau, warna biji kuning, kulit polong masak berwarna coklat, bulu juga berwarna coklat. Tipe tumbuh determinat, mulai berbunga pada umur 37 hari setelah tanam dan polong masak pada umur 87 hari setelah tanam. Keunggulan varietas ini yaitu sesuai untuk tanah masam, tahan rebah, cukup tahan terhadap penyakit karat, dan produksi di tanah tidak masam dapat mencapai 2,26 ton/ha (Somantri 2003). Bakteri Bintil Akar Legum merupakan suatu kelompok tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting, seperti kedelai, buncis, dan kapri. Infeksi akar tanaman legum oleh spesies yang cocok dengan salah satu genus Rhizobium mengarah pada pembentukan bintil akar sebagai bentuk simbiosis dan dapat menambat nitrogen. Kira-kira 90% dari seluruh spesies tanaman legum dapat mengalami nodulasi. Namun, terdapat kespesifikan antara legum dan galur Rhizobium. Suatu galur Rhizobium umumnya dapat menginfeksi spesies legum tertentu dan tidak pada spesies lainnya. Meskipun galur Rhizobium mampu menginfeksi legum tertentu, tetapi tidak selalu dapat menghasilkan bintil efektif yang memfiksasi nitrogen (Madigan et al. 2000)
4 Bakteri bintil akar merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan ukuran panjang 1,2-3,0 dan lebar 0,5-0,9 µm. Tidak membentuk endospora dan umumnya bergerak dengan flagela polar dan subpolar. Dalam lingkungan pertumbuhan yang kurang baik akan membentuk pleomorfik. Sel tersebut kadang-kadang mengandung butiran poli β-hidroksibutirat yang berfungsi sebagai cadangan makanan (Holt et al. 1994). Koloni B. japonicum berbentuk bundar, berelevasi cembung, biasanya jarang sekali tembus cahaya, berwarna putih, teksturnya bergranula dan berdiameter tidak lebih dari 1 mm serta memiliki waktu generasi 6-8 jam pada media YMA (Holt et al. 1994). Pertumbuhan optimum berlangsung pada kisaran suhu 25-30 ο C. ph optimum terletak pada kisaran 6-7, tetapi ph optimum ini dapat lebih rendah lagi pada galur-galur bakteri dari tanah masam (Holt et al. 1994). Rhizobium memiliki ciri-ciri tumbuh cepat pada medium garam yang mengandung manitol dengan waktu inkubasi 3-5 hari, sehingga sering disebut bakteri tumbuh cepat. Sebaliknya, Bradyrhizobium tumbuh lambat pada medium yang sama dengan waktu inkubasi 5-7 hari (Holt et al. 1994). Bakteri bintil akar hidup secara aerob dan bersifat kemoorganotrof dengan memanfaatkan beberapa macam karbohidrat. Pertumbuhan pada media yang mengandung karbohidrat biasanya diikuti dengan pembentukan lendir polisakarida ekstraseluler. Sebagai sumber nitrogen dapat digunakan garam-garam amonium, nitrat dan sebagian besar asam amino (Holt et al. 1994). Menurut Holt et al. (1994) dalam sistematika bakteri, bakteri bintil akar diklasifikasikan ke dalam genus Rhizobium dan Bradyrhizobium. Secara umum genus Rhizobium mempunyai ciri-ciri utama tumbuh cepat pada media YMA, bereaksi asam pada medium garam mineral, DNA mengandung 59-64% G+C dan membentuk bintil terutama pada akar pepolongan di daerah beriklim sedang. Bradyrhizobium mempunyai ciri-ciri utama tumbuh lambat, bereaksi basa, DNA mengandung 61-65% G+C dan membentuk bintil pada akar pepolongan di daerah beriklim tropis dan beberapa tanaman subtropis. Tanaman kedelai yang dibudidayakan biasanya bersimbiosis dengan B. japonicum (Jordan 1984). Bakteri bintil akar umumnya kurang dapat menyerap warna pada medium yang mengandung pewarna merah kongo 0,0025% jika diinkubasi di tempat
5 gelap, tetapi ada beberapa yang dapat menyerapnya jika diinkubasi pada tempat yang terang atau terkena sinar matahari langsung lebih dari 1 jam. Pertumbuhan koloni yang sudah tua pada media ini menunjukkan bagian tengah koloni yang berwarna lebih gelap daripada koloni yang masih muda ( Somasegaran & Hoben 1994). Pembentukan Bintil Akar Pembentukan bintil akar pada akar tanaman legum secara umum melalui tahap-tahap sebagai berikut : (i) pengenalan terhadap pasangan yang sesuai pada bagian tanaman serta pelekatan bakteri ke rambut-rambut akar, (ii) penyerbuan rambut-rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang-benang infeksi, (iii) perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang infeksi, (iv) pembentukan bakteri di dalam sel tanaman yang dinamakan bakteroid, dan (v) pembelahan sel tanaman dan bakteri yang terus-menerus dan akan menghasilkan bintil akar yang dewasa (Madigan et al. 2000). Pembentukan bintil oleh BBA diawali dengan infeksi akar tanaman inang melalui proses bertahap. Akar tanaman pepolongan mengeluarkan bahan organik untuk menarik mikroorganisme di sekitar perakaran termasuk BBA. Pelekatan BBA dengan akar pepolongan tergantung dari makromolekul pada permukaan rambut akar yang berinteraksi dengan polisakarida BBA. Makromolekul tersebut ialah lektin. Rambut akar selanjutnya melengkung, kemudian bakteri masuk membentuk benang infeksi. Sel-sel akar yang berdekatan menjadi terinfeksi BBA. Sel yang terinfeksi terangsang membelah. Bakteri dalam sel tanaman membelah, berganda, menggembung membentuk sel yang tidak beraturan dan bercabang yang disebut bakteroid. Bakteroid dikelilingi membran sel tanaman yaitu membran simbiosom dan fiksasi nitrogen mulai terjadi (Madigan et al. 2000). Toleransi Bakteri Bintil Akar terhadap Cekaman Lingkungan Asam Simbiosis Rhizobium-Legum dipengaruhi oleh penurunan ph tanah. Penurunan ph tanah dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi proton, kelarutan logam seperti aluminium yang bersifat toksik terhadap bakteri bintil akar. Respon bakteri bintil akar terhadap tanah masam tergantung pada interaksi
6 sejumlah faktor seperti konsentrasi H +, aktivitas Al 3+, dan kemampuan kompetisi dan persistensi dari galur Rhizobium (Tiwari et al. 1992). Secara umum bakteri tumbuh lambat B. japonicum lebih toleran ph rendah dibandingkan bakteri tumbuh cepat Rhizobium. Banyak galur B. japonicum dan beberapa galur R. leguminosarum diketahui toleran pada ph 4,0-4,5 (Tiwari et al. 1992). Beberapa galur B. japonicum toleran terhadap konsentrasi aluminium yang cukup tinggi sekitar 50 µm yang dibuktikan dengan kemampuanya tumbuh pada media Ayanaba (Endarini et al. 1995), tetapi tidak semua rhizobia toleran asam juga toleran Al tinggi (Keyser & Munns 1979). Galur-galur dengan koloni yang lebih berlendir pada umumnya lebih bersifat toleran pada kondisi cekaman asam-al dibandingkan galur yang lebih kering (Ayanaba et al. 1983). Lendir yang dihasilkan merupakan karbohidrat permukaan sel yang sebagian besar berupa polisakarida ekstraseluler (EPS) yang diproduksi sebagai fungsi toleransi asam (Lounch & Miller 2000). Watkin et al. (1997) juga melaporkan beberapa galur R. leguminisarum dapat memproduksi EPS dalam jumlah besar bila ph media turun menjadi 5,0. Cunningham dan Munns (1984) menambahkan bahwa produksi eksopolisakarida dari Rhizobium merupakan suatu strategi untuk menetralkan kondisi lingkungan yang asam dan efek keracunan Al. Penambatan Nitrogen Tanaman legum seperti kedelai telah lama dikenal dapat menambat N 2 untuk mencukupi kebutuhan nitrogen. Penambatan dilakukan melalui simbiosis dengan bakteri bintil akar dan membentuk bintil akar (Yutono 1985). Kurang lebih 80% udara terdiri atas gas nitrogen dalam bentuk N 2 yang tidak dapat digunakan langsung oleh tanaman. Proses penambatan N 2 oleh tanaman legum tergolong proses biokimia kompleks. Keberhasilannya dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya keserasian BBA dengan tanaman inang, tingkat kesuburan tanah, ph tanah, dan ketersediaan unsur-unsur tertentu dalam tanah. Tanah yang tingkat kesuburannya sangat rendah dan miskin hara P, serta memiliki ph tanah yang sangat rendah akan mempengaruhi perkembangan BBA. ph tanah yang rendah umumnya bersamaan dengan kekurangan unsur Ca, P, dan Mo serta
7 kecenderungan terjadinya keracunan oleh Al dan Mn. Sedangkan ketersedian unsur Ca, Mg, P, dan Mo mutlak diperlukan untuk penambatan nitrogen (Yutono 1985). Penambatan N 2 secara simbiotik berkaitan dengan aktivitas enzim nitrogenase, hidrogenase dan protein leghemoglobin (Madigan et al. 2000). Nitrogenase merupakan suatu sistem enzim yang terdapat di dalam bakteroid, berfungsi mengkatalisis penambatan N 2 dan merupakan kompleks yang tersusun atas dua komponen logam-protein yakni MoFe-protein dan Fe-protein. Salah satu komponen protein ini disebut molibdoferedoksin atau dinitrogenase atau komponen I untuk menyatakan MoFe-protein, dan azoferedoksin atau dinitrogenase-reduktase atau komponen II untuk menyatakan Fe-protein (Madigan et al. 2000). Kedua komponen protein dibutuhkan bersama-sama untuk aktivitas katalisis nitrogenase dan masing-masing tidak aktif bila berdiri sendiri. Nitrogenase membutuhkan ATP dan reduktor potensial rendah untuk aktivitasnya. Reduktor berasal dari feredoksin atau flavodoksin (Madigan et al. 2000). Sumber energi penambatan nitrogen pada bakteroid tergantung sepenuhnya pada fotosintat tanaman inang yang ditranspor melalui membran simbiosom dalam bentuk produk senyawa antara dari siklus asam trikarboksilat (siklus Krebs) yaitu asam suksinat, fumarat, dan malat yang merupakan donor elektron untuk menghasilkan ATP dan mereduksi N 2. Asam piruvat merupakan reduktan yang terlibat langsung sebagai donor elektron dalam sistem nitrogenase (Madigan et al. 2000). Reaksi penambatan N 2 yang terjadi di dalam bakteroid menurut Werner (1992) sebagai berikut: nitrogenase N 2 + 8e + 8H + + 16 MgATP ------------> 2NH 3 + H 2 + 16 MgADP + 16 Pi Dalam proses penambatan nitrogen enzim nitrogenase menggunakan 16 ATP. Untuk mereduksi satu molekul N 2 menjadi dua molekul NH 3 dibutuhkan 12 ATP dan 4 ATP selebihnya digunakan untuk mereduksi H + menjadi H 2. Ion Mg + yang berikatan dengan ATP dibutuhkan agar nitrogenase dapat berfungsi. Selain dapat mereduksi ikatan rangkap tiga dari molekul N 2 menjadi amonia, enzim nitrogenase dapat pula mereduksi molekul lain yang juga memiliki ikatan rangkap
8 tiga seperti asetilen, sianida, nitrat oksida, dan metil isosianida (Somasegaran & Hoben 1994). Aktivitas nitrogenase akan terhambat apabila terdapat oksigen, namun oksigen juga diperlukan dalam respirasi aerob B. japonicum untuk menghasilkan ATP yang mendukung aktivitas nitrogenase. Adanya leghemoglobin yang terdapat dalam sitoplasma sel nodul dapat mengendalikan keadaan ini. Leghemoglobin mampu mengikat O 2 dengan cepat sekaligus mengendalikan O 2 pada taraf yang tidak mengganggu aktivitas nitrogenase (Madigan et al. 2000). Efektivitas Simbiotik Efektivitas simbiotik (ES) adalah kemampuan relatif simbiosis antara tanaman dengan bakteri untuk mengasimilasi N 2. Nilai ES dapat diperoleh dengan membandingkan bobot kering tanaman yang diinokulasi galur uji dengan bobot kering tanaman kontrol nitrat atau tanaman yang diinokulasi galur standar (Gibson 1980). Efektivitas simbiotik dapat dievaluasi dengan beberapa cara, antara lain dengan penetapan bobot kering tanaman, kandungan N total dan aktivitas nitrogenase (Somasegaran & Hoben 1994). Somasegaran dan Hoben (1994) menambahkan, bahwa bobot kering tanaman biasanya sangat berkorelasi dengan bobot kering bintil akar. Untuk menentukan ES suatu galur sehingga diperoleh hasil yang mantap diperlukan beberapa kali pengujian statistik karena kondisi yang tidak selalu sama. Gibson (1980) menyatakan secara umum diperlukan lima kali pengujian dan hasil yang didapat lebih baik lagi jika diuji lebih dari lima kali.