Pakuan Law Review Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEWENANGAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM PELANGGARAN LARANGAN KAMPANYE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

2 perlu menambah struktur organisasi baru Pengawas Tempat Pemungutan Suara; b. bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemunguta

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya. Purnomo S. Pringgodigdo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-3- MEMUTUSKAN: Pasal I

JAKARTA, 03 JUNI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU IRFANDI MANGIRI / D

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Latar Belakang Masalah

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adala

BAB I KETENTUAN UMUM

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBERIAN SUMBANGAN DANA KAMPANYE PEMILU SAHABUDDIN/D ABSTRAK

Tabulasi Ketentuan Pidana Pemilihan Umum Undang undang nomor 7 tahun 2017 ===

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: F-AX. :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Term Of Reference. Diskusi Publik Proyeksi Penegakan Hukum Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Kedepan. Jakarta, 13 November 2014

Transkripsi:

PERSPEKTIF PENGATURAN TINDAK PIDANA DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Asmak ul Hosnah Fakultas Hukum Universitas Pakuan Jalan Pakuan Po.Box. 452 Bogor e-mail : asmakulhosnah@gmail.com Naskah diterima : 09/08/2017, revisi : 04/09/2017, disetujui 13/9/2017 Abstrak Pemilihan umum merupakan ciri demokrasi. Martabat negara dipertaruhkan di dalam pemilihan umum. Dalam konteks demikian maka hukum harus memastikan agar pemilihan umum terselenggara sebagaimana mestinya. Hukum pidana turut merawat agar praktik-praktik yang melanggar ketentuan pemilihan umum dapat dijerat sehingga menimbulkan efek jera. Tinggal persoalannya, bagaimana aparat penegak hukum dapat memproses kasus-kasus tindak pidana pemilu secara fair dan berkualitas ditengah keterbatasan waktu yang ada. Selain itu, efek jera dalam hukum pidana harus diperhatikan sehingga di masa depan praktik pelanggaran pidana pemilu dapat diminimalisasi. Kata kunci : pidana, Pemilu, Presiden, demokrasi A. PENDAHULUAN Di dalam sebuah negara demokrasi, pemilihan umum mendapatkan tempat esensial untuk memastikan agar pengisian jabatan publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Secara definisi, sistem politik yang demokratis itu sendiri menurut Henry B Mayo dirumuskan sebagai kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik yang diselenggarakan dalam 51 P a g e

suasana terjaminnya kebebasan politik. 1 Dengan demikian, salah satu wujud konkrit prinsip demokrasi adalah penyelenggaraan pemilihan umum secara reguler untuk mengisi jabatan-jabatan publik. 2 Di Indonesia, penyelenggaraan pemilihan umum terdiri atas penyelenggaraan pemilihan umum untuk Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Bila melacak ketentuan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), ketentuan pemilihan umum terbagi dua. Pertama, pada Pasal 22 E UUD 1945 mengatur pemilihan umum bagi anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden serta Wakil Presiden. Sedangkan, kedua, untuk pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) diatur pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Di dalam tulisan ini, kajian dibatasi hanya pengaturan pada Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai implementasi Pasal 22 E UUD 1945. Selain itu, perspektif yang dikaji dari sudut pengaturan pidana pada undang-undang tersebut. B. Konsep Demokrasi dan Pemilu Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Rumusan demikian menurut Jimly Asshiddiqie mengandung arti: pertama, sesungguhnya, adalah rakyat yang mrupakan sumber kekuasaan negara, rakyat pula yang secara langsung atau pun tidak langsung menjadi pengurus atau penyelenggara negara, dan pada akhirnya untuk kepentingan seluruh rakyat pulalah penyelenggaraan negara dimaksudkan. Kedua, kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat dan bersama rakyat itu harus diselenggarakan menurut UUD 1945, tidak saja oleh satu lembaga melainkan 1 Ni matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015, hlm.244. 2 Kuswanto, Konstitusionaitas Penyederhanaan Partai Politik, Malang: Setara Press, 2016, hlm.95. 52 P a g e

oleh semua pejabat negara menurut ketentuan yang diatur dalam undangundang dasar. 3 Berdasarkan hal di atas, maka Indonesia secara jernih menganut konsep negara demokrasi yang secara historis warisan dari perkembangan pemikiran yang telah memiliki akar sejak 2500 tahun silam, khususnya di Yunani Kuno dengan model demokrasi langsung di negara kota (city state) yang bertransformasi seiring dengan dinamika zaman menjadi demokrasi tidak langsung dengan didasari pada perwakilan (representative democracy). 4 Menurut Afan Gaffar, ada lima hal elemen empirik dari demokrasi yaitu: (a) masyarakat menikmati apa yang menjadi hak-hak dasar mereka termasuk hak untuk berserikat, berkumpul (freedom of assembly), hak untuk berpendapat (freedom of speech) dan menikmati pers yang bebas (freedom of the press); (b) adanya pemilihan umum yang dilakukan secara teratur di mana pemilih bebas menetukan pilihannya tanpa ada unsur paksaan; (c) sebagai konsekuensi kedua hal di atas, warga masyarakat dapat mengaktualisasikan dirinya secara maksimal di dalam kehidupan politik dengan melaukan partisipasi politik yang mandiri (autonomous participation) tanpa digerakkan; (d) adanya kemungkinan rotasi berkuasa sebagai produk dari pemilihan umum yang bebas dan (e) adanya rekruitmen politik yang bersifat terbuka (open recruitment) untuk mengisi posisi-posisi politik yang penting di dalam proses penyelenggaraan negara. 5 Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu merupakan salah satu ciri dari demokrasi. Pemilihan umum itu sendiri didasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta diselenggarakan setiap lima tahun sekali (Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945). Sedangkan institusi yang terlibat di dalam hukum pemilu terdiri atas (1) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP); (2) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu); (3) Komisi Pemilihan Umum 3 Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm.10-11. 4 Ni matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 10-11. 5 Afan Gaffar dalam Moh Busyro Muqoddas, Salman Luthan dan Muh. Miftahudin (Penyunting), Politik Pembangunan Hukum Nasional, Yogyakarta: UII Press, 1992, hlm.106. 53 P a g e

(KPU); (4) Kepolisian Negara; (5) Kejaksaan; (6) Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara; (7) Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi; (8) Mahkamah Agung dan (9) Mahkamah Konstitusi. Adapun untuk penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi: (a) penyusunan daftar Pemilih; (b) pendaftaran bakal Pasangan Calon; (c) penetapan Pasangan Calon; (d) masa Kampanye; (e) masa tenang; (f) pemungutan dan penghitungan suara; (g) penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan (h) pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 3 ayat (6) UU Nomor 42 Tahun 2008. C. Pidana Pemilu Penggunaan istilah tindak pidana di dalam konsep hukum pidana sering disebut juga sebagai perbuatan pidana atau delik yang dalam bahasa Belanda disebut strafbaar feit. Jika dikaitkan dengan pemilu maka dapat diistilahkan dengan delik pemilu atau tindak pidana pemilu. Jadi bila dikaitkan delik atau tindak pidana pemilu maka mengandung arti perbuatan pidana yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu. Jadi, tindak pidana yang terjadi pada pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu. 6 Ketentuan tindak pidana pemilu di dalam UU Pemilu dimaksudkan untuk menopang terwujudnya pemilu yang jujur dan adil. Ada dua hal penting berkaitan dengan hal dimaksud. Pertama, norma tindak pidana pemilu ditujukan untuk melindungi peserta pemilu, lembaga penyelenggara pemilu dan pemilih dari berbagai tindakan pelanggaran dan kejahatan pemilu yang merugikan. Kedua, norma tindak pidana pemilu ditujukan untuk menegakkan tertib hukum dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu. 7 Di dalam UU Nomor 42 Tahun 2008, tindak pidana pemilu diatur mulai Pasal 202 sampai dengan Pasal 259 dengan ancaman pidana variatif, paling lama 72(tujuh puluh dua) bulan dan paling singkat 3 (tiga) bulan. Tindak 6 Khairul Fahmi, Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu, Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 2 Juni 2015, hlm.266. 7 Ibid, hlm,267. 54 P a g e

pidananya ditujukan baik pada pemilih, penyelenggara pemilu, pasangan calon maupun siapa saja yang terkait pemilu. Seperti pada Pasal 203 ditujukan pada pemilih dengan merumuskan setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Sedangkan bagi penyelenggara pemilu misalnya pada Pasal 205 merumuskan setiap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menindaklanjuti temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melaksanakan verivikasi kebenaran dan kelengkapan administrasi pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp.36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Demikian pula terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden berpeluang dipidana sebagimana diatur Pasal 245 ayat (1) yaitu bagi setiap calon Presiden atau Wakil Presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Ada beberapa karakter penting di dalam penanganan tindak pidana pemilu yang menjadikan unik dibandingkan penanganan tindak pidana biasa. Pertama, perumusan norma tindak pidana mengacu pada UU Pemilu sebagai lex specialis dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua, hukum acaranya tetap dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) sepanjang tidak ditentukan lain di dalam UU Pemilu. Ketiga, penanganan pidananya tidak semata-mata melibatkan hanya penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) namun juga lembaga lain seperti pada Pasal 196 ayat 55 P a g e

(1) UU Nomor 42 Tahun 2008 yang mengatur bahwa penyidik kepolisian menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum setelah menerima laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi, Kabupaten/Kota. Jadi, Bawaslu misalnya, terlibat dalam proses pengawasan dan penerimaan laporan dugaan tindak pidana pemilu. Keempat, proses penanganan pidana pemilu termasuk terbatas waktunya seperti kewajiban Kepolisian menyampaikan hasil penyidikan disertai berkas perkara ke penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Kabupaten/Kota (Pasal 196 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2008). Dalam implementasinya, penanganan tindak pidana pemilu masih perlu terus menerus dibenahi. Pada Pemilu 2004 misalnya, dari laporan pengawas pemilu yang diserahkan ke kepolisian sebanyak 187 kasus tindak pidana pemilu presiden, maka hanya 79 yang mencapai vonis pengadilan pada kasus tindak pidana pemilu presiden. Terdapat kesenjangan antara laporan dan hasil putusan pengadilan untuk pemilu 2004. 8 Sedangkan pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, kasus yang divonis pengadilan hanya 8 kasus karena kasus pelanggaran pidana pemilu presiden dan wakil presiden menurun drastis. Namun sayangnya dari kasus tersebut umumnya dipidana percobaan. 9 Hal ini dari aspek hukum pidana akan sukar melahirkan efek jera bila pidana percobaan yang dikenakan. Sedangkan karakter kasus pidananya umumnya didominasi oleh tindak pidana menjanjikan sesuatu materi (money politics), mengubah hasil suara (khususnya pada pemilu legislatif), penggunaan dokumen palsu dan pelanggaran kampanye ditempat terlarang dan menggunakan fasilitas negara. 10 8 Veri Junaedi dan Yulianto, Panduan Pemantauan Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu 2009, Jakarta: KRHN, 2009, hlm.ix. 9 Veri Junaedi dkk, Evaluasi Penegakan Hukum Pemilu 2014, Jakarta: Perludem, 2014, hlm.62-64. 10 Ibid, hlm.64-65. 56 P a g e

D. Penutup Pemilihan umum merupakan ciri demokrasi. Martabat negara dipertaruhkan di dalam pemilihan umum. Dalam konteks demkian maka hukum harus memastikan agar pemilihan umum terselenggara sebagaimana mestinya. Hukum pidana turut merawat agar praktik-praktik yang melanggar ketentuan pemilihan umum dapat dijerat sehingga menimbulkan efek jera. Tinggal persoalannya, bagaimana aparat penegak hukum dapat memproses kasus-kasus tindak pidana pemilu secara fair dan berkualitas ditengah keterbatasan waktu yang ada. Selain itu, efek jera dalam hukum pidana harus diperhatikan sehingga di masa depan praktik pelanggaran pidana pemilu dapat diminimalisasi. 57 P a g e

DAFTAR PUSTAKA Afan Gaffar dalam Moh Busyro Muqoddas, Salman Luthan dan Muh. Miftahudin (Penyunting), Politik Pembangunan Hukum Nasional, Yogyakarta: UII Press, 1992. Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Khairul Fahmi, Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu, Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 2 Juni 2015. Kuswanto, Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik, Malang: Setara Press, 2016. Ni matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015. Ni matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, Yogyakarta: UII Press, 2005. Veri Junaedi dan Yulianto, Panduan Pemantauan Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu 2009, Jakarta: KRHN, 2009. Veri Junaedi dkk, Evaluasi Penegakan Hukum Pemilu 2014, Jakarta: Perludem, 2014. 58 P a g e