BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bersifat istimewa yang diatur dengan Undang- Undang dan negara mengakui dan. menghormati ke satuan-kesatuan masyarakat hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa: Bumi, air, dan kekayaan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan,

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kototangah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, pada Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah...melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah-tengah perkembangan dunia usaha saat ini, tepatnya yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness of

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kekayaan alam yang tersedia di dalam bumi ini. Salah satu sumber daya

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kas daerah, baik melalui sumber daya alam maupun dari sumber lainnya, dalam hal sumber

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN OBJEK WISATA PANTAI CAROCOK PAINAN OLEH PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. disebutkan dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi dengan batas-batas tertentu

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

PERENCANAAN LANSKAP DALAM PEMBUKAAN TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatannya haruslah di dasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan. Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

BAB I PENDAHULUAN. wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. (tambang). Bahan galian meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut dengan UUD 1945. Setelah Reformasi Negara Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah otonom yang terdiri dari tiga puluh empat provinsi, dimana tiap provinsi terdiri dari kota dan kabupaten yang memiliki Pemerintahan Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi : Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pembagian daerah-daerah provinsi, kabupaten dan kota dilakukan sebagai perwujudan otonomi daerah agar daerah-daerah otonom tersebut tidak lagi tergantung pada Pemerintah Pusat dan dapat mengembangkan daerahnya sendiri dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai daerah yang mandiri. Otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah. Dimana menurut Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa : Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan 1

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri termasuk mengurus sumber daya yang ada di daerahnya, baik itu sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sumber daya manusianya kepada daerah yang bersangkutan. Seperti yang telah diketahui, bahwa Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang kemudian dieksploitasi untuk memberikan pemasukan devisa bagi negara. Salah satu kegiatan eksploitasi yang banyak dilakukan yaitu pertambangan. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Di wilayah Negara Indonesia banyak daerah-daerah yang memiliki potensi untuk dijadikan wilayah pertambangan, seperti pertambangan timah, minyak bumi, batubara dan lain sebagainya. Salah satu daerah yang dijadikan wilayah pertambangan adalah Kota Sawahlunto yang berada di Provinsi Sumatera Barat yaitu pertambangan batubara. Kota Sawahlunto merupakan kota tambang, yang dimulai sejak ditemukannya cadangan batubara di kota ini pada pertengahan abad ke-19 oleh Ir. de Greve, yang kemudian sejak 1 Desember 1888 Pemerintah Hindia-Belanda mulai melakukan investasi untuk membangun berbagai fasilitas 2

pengusahaan tambang batubara, dalam memenuhi kebutuhan industri dan transportasi masa itu. Pertambangan batubara mulai berproduksi pada tahun 1892 yang dijalankan oleh Pemerintah Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia, selanjutnya hak penambangan dikelola oleh negara dan diberikan kepada PT. Tambang Batubara Ombilin (TBO), namun kemudian perusahaan ini dilikuidasi menjadi anak perusahan dari PT. Bukit Asam (PT. BA) yang terdapat di Sumatera Selatan. 1 Kemudian setelah berhentinya kegiatan tambang yang dikelola oleh PT. BA-UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam-Unit Produksi Ombilin) karena sudah menipisnya potensi tambang serta tingginya biaya produksi, penghujung tahun 2002 pemerintah Kota Sawahlunto berupaya keras melakukan terobosan-terobosan untuk tetap bertahan dari kerusakan ekologi dan lingkungan, hambatan dan konflik sosial-budaya serta ekonomi dengan membuat kesepakatan tentang reklamasi lahan pasca tambang terbuka PT. BA-UPO. Pertambangan merupakan kegiatan pembukaan lahan untuk mengambil mineral yang terkandung dalam satu lahan. Dalam pertambangan di darat digunakan metode tambang semprot atau tambang terbuka. Untuk penambangan di darat biasanya dilakukan dengan cara membuka vegetasi yang ada di permukaan dan melakukan penggalian sampai pada lapisan mineral yang dituju, untuk kemudian dilakukan penambangan dengan cara disemprot atau terbuka 2015. 1 http://jdih.sawahluntokota.go.id. Sejarah Kota Sawahlunto, diakses pada tanggal 29 April 3

(open pit). Pembukaan vegetasi dalam kegiatan penambangan menyebabkan perubahan komposisi ekosistem yang berada di areal pertambangan. Kegiatan ini tentunya menyebabkan terjadinya perubahan struktur sifat fisik dan kimia tanah. Bahkan limbah dari sisa kegiatan ini memberikan dampak buruk bagi lingkungan disekitarnya. Begitupun yang terjadi di Kota Sawahlunto dimana dalam proses pertambangan batubara tersebut telah meninggalkan dampak berupa cerukan dengan kedalaman tertentu dan perubahan struktur serta bentuk lahan yang berbeda dari asalnya. Cerukan yang terdapat di lahan bekas pertambangan batubara Kota Sawahlunto, kemudian berubah menjadi danau karena jebolnya tanggul penahan aliran Sungai Ombilin, sehingga airnya memenuhi cerukan bekas pertambangan batubara dan terbentuklah danau, yang dikenal dengan Danau Tandikek. 2 Serta banyaknya lahan-lahan bekas penambangan yang ada kemudian belum memiliki fungsi pemanfaatan yang jelas menyebabkan lahan menjadi terlantar dan tidak produktif. Dalam upaya pemulihan lahan dan pemanfaatan lahan bekas pertambangan terutama yang telah menjadi danau tersebut, berdasarkan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah urusan pemerintahan konkuren yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib salah satunya adalah penataan ruang sebagaimana tertuang Oktober 2015. 2 http://palantabudaya.blogspot.co.id. Danau Kandi Sawahlunto. Diakses pada tanggal 16 4

dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu : Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi : a. Pendidikan; b. Kesehatan; c. Pekerjaan umum dan penataan ruang; d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan f. Sosial; Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto mulai menata kembali lahan bekas pertambangan tersebut dengan melihat potensi yang bisa dikembangkan pada lahan bekas pertambangan tersebut yaitu dengan merubah fungsi lahan bekas pertambangan itu menjadi kawasan pariwisata dan mengembangkan potensi wisata danau buatan tersebut agar tetap memberikan pemasukan berupa pendapatan bagi Kota Sawahlunto dari sektor pariwisata. Hal ini juga merupakan salah satu usaha yang dilakukan Pemerintah Kota Sawahlunto dalam mewujudkan visi Kota Sawahlunto seperti yang tertuang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Visi dan Misi Kota Sawahlunto yaitu Kota Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya. Kemudian untuk mendukung pengembangan potensi pariwisata pada lahan bekas pertambangan PT. BA-UPO tersebut, Pemerintah Kota Sawahlunto 5

melakukan berbagai proses penataan fisik Kota Sawahlunto yang cukup signifikan, dengan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto yang baru, maka diundangkanlah Perda Kota Sawahlunto No. 7 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto Tahun 2004-2014, bahwa kawasan pertambangan dianggap tidak relevan lagi karena itu perlu ditata kembali. Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 angka 2 huruf b bahwa Kawasan Sijantang bekas penambangan tambang terbuka PT. BA-UPO yaitu Daerah Kandi dan Tanah Hitam diperuntukkan sebagai kawasan reboisasi yang produktif dengan mengembangkan Resort Wisata dan Sarana Prasarana Olah Raga. Seperti yang diketahuai bahwa dalam perubahan fungsi kawasan, sering dijumpai penggunaan lahan yang kemudian tidak sesuai dengan kaidah penataan ruang dan kemampuan serta kesesuaian lahan sehingga menyebabkan lahan kritis yang menimbulkan pencemaran lingkungan, karena dalam perubahan pemanfaatan suatu kawasan termasuk perubahan lahan pertambangan menjadi kawasan pariwisata dimana fungsi lahannya sangat berbeda juga akan membawa dampak tidak hanya bagi lingkungan sekitarnya tapi juga bagi setiap aspek kehidupan di daerah tersebut, baik itu berupa dampak positif berupa pemasukan bagi kas daerah melalui pemungutan retribusi, maupun dampak negatif berupa ancaman pencemaran lingkungan. Perbedaan fungsi dan peruntukan kawasan antara kawasan pertambangan dan kawasan pariwisata dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1 angka 29 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatuBara, bahwa : 6

Wilayah Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 10 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,bahwa : Kawasan Strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertanahan dan keamanan. Kemudian, dengan terjadinya perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata ini, maka secara otomatis juga akan merubah struktur Kota Sawahlunto menjadi suasana baru. Dengan dibangunnya fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata. Serta direvisinya berbagai Peraturan Daerah Kota Sawahlunto yang berkaitan dengan perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi untuk mengatur perubahan-perubahan yang ada. Berdasarkan penjabaran tersebut penulis melihat, dengan adanya perubahan pemanfaatan lahan di Kota Sawahunto dalam mewujudkan visi Kota Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang berbudaya sebagaimana tercantum dalam Perda No. 2 Tahun 2001 Tentang Visi dan Misi Kota Sawahlunto, telah mempengaruhi rencana tata ruang Kota Sawahlunto. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN BEKAS PERTAMBANGAN MENJADI KAWASAN PARIWISATA DI KOTA SAWAHLUNTO. 7

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis mencoba mengemukakan permasalahan yang ingin penulis ketahui jawabannya melalui penulisan, yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata di Kota Sawahlunto? 2. Apa saja manfaat yang diperoleh atas perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata bagi Pemerintah Kota Sawahlunto? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, dapat penulis kemukakan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kewenangan Pemerintah Daerah dalam perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata di Kota Sawahlunto. 2. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh atas perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata bagi Pemerintah Kota Sawahlunto. 8

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis a. Untuk melatih kemampuan penulis melakukan penulisan secara ilmiah yang dituangkan dalam bentuk skripsi. b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta penerapan Ilmu Hukum khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara (HAN). c. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kewenangan pemerintah dalam melakukan perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata. 2. Manfaat Praktis a. Agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam perubahan lahan untuk pemanfaatan lahan bekas pertambangan. b. Untuk menambah wawasan dan informasi baik kepada pembaca maupun masyarakat luas menyangkut perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan. c. Agar dapat dijadikan referensi dan masukan bagi para pihak yang membutuhkan untuk mengetahui kendala dan usaha yang dilakukan dalam pelaksanaan perubahan pemanfaatan lahan. E. Metode Penelitian 9

Metode penelitian adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asasasas hukum, norma-norma hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan kenyataan hukum dalam masyarakat 3. Oleh karena itu, metode yang diterapkan harus disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan objek yang diteliti. Penulisan ini akan dilakukan di Kota Sawahlunto. Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan penulisan ini, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah : 1. Metode Pendekatan Pendekatan Masalah yang diterapkan berupa Yuridis Sosiologis, yaitu pendekatan penulisan yang melihat dan mengkaji peraturan perundangundangan yang terkait dengan permasalahan dan menghubungkannya dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. 4 Dalam penulisan ini, penulis melakukan pendekatan aspek hukum yang berlaku dan menghubungkan dengan fakta yang ada dilapangan untuk melihat kewenangan Pemerintah Daerah dalam perubahan pemanfaatan lahan bekas pertambangan menjadi kawasan pariwisata di Kota Sawahlunto. Dalam hal melihat implementasi aturan tersebut dilakukan wawancara secara langsung dan meminta data 3 Zainudin Ali, Metode Penulisan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika., 2010, hlm 19. 4 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penulisan Hukum, Rajagrafindo Persada,Jakarta, 2012 hlm. 100. 10

kepada pihak yang berwenang berhubungan dengan peruntukan ruang yang ada di Kota Sawahlunto. 2. Sifat Penulisan Penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penulisan. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penulisan. 5 3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data 1) Penelitian Kepustakaan Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penulisan. 6 Studi kepustakaan dilakukan di beberapa tempat, yaitu Pustaka Pusat Universitas Andalas, Pustaka Fakultas Hukum Universitas Andalas. Maupun sumber dan bahan bacaan lainnya. 2) Penelitian Lapangan Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden 5 Zainuddin Ali,Op Cit, hlm. 106. 6 Ibid, hlm: 107. 11

yang telah ditentukan oleh penulis. Penulisan lapangan dilakukan di beberapa tempat, yaitu Kantor Bagian Hukum dan Organisasi Kantor Walikota Sawahlunto, Dinas Pekerja Umum Kota Sawahlunto, BAPPEDA Kota Sawahlunto, dan Badan Lingkungan Hidup Kota Sawahlunto. b. Jenis Data 1) Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh sacara langsung dari lapangan. Yang dalam penulisan ini dengan menggunakan wawancara semi terstruktur terhadap instansi terkait seperti : 1. Kepala BAPPEDA Kota Sawahlunto; 2. Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kantor Walikota Sawahlunto; 3. Kepala Dinas Pekerja Umum Kota Sawahlunto; 4. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Sawahlunto. 2) Data Sekunder Data sekunder digolongkan menjadi bahan hukum yang terdiri dari : a) Bahan hukum primer 12

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan yang mengikat bagi individu maupun masyarakat yang dapat membantu penulisan. Dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan terkait seperti : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; 3) Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan; 4) Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 5) Peraturan Daerah Kota sawahlunto No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto Tahun 2004 2014; 6) Peraturan-peraturan lain yang terkait. b) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan 13

Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil penulisan (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya 7. c) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, indek kumulatif, dan sebagainya 8. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah a. Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan guna memperoleh informasi dari responden yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti oleh penulis di lapangan. 9 Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, karena dalam penulisan ini terdapat beberapa pertanyaan yang akan penulis tanyakan kepada narasumber, dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut terlebih dahulu penulis siapkan dalam bentuk point-point. Namun tidak tertutup kemungkinan dilapangan nanti penulis akan menanyakan 7 Bambang Sunggono, Metodologi Penulisan Hukum, Rajawali Pers,Jakarta, 2013, hlm 114 8 Ibid.hlm 114. 9 Soerjono Seokanto, Pengantar Penulisan Hukum, UI-Press, Jakarta, 2012 hlm. 196 14

pertanyaan-pertanyaan baru setelah melakukan wawancara dengan narasumber. Dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Narasumber yang dituju adalah instansi pemerintah yang terkait, yaitu : 1) Kepala BAPPEDA Kota Sawahlunto; 2) Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kantor Walikota Sawahlunto; 3) Kepala Dinas Pekerja Umum Kota Sawahlunto; 4) Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Sawahlunto; b. Studi Dokumen Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder berupa dokumen-dokumen atau berkas-berkas yang berisi pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun bentuk naskah resmi yang didapat selama penulisan. 5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data Data yang dikumpulkan nantinya diolah dengan cara : Editing 15

Editing merupakan proses penulisan kembali terhadap catatan, berkas-berkas, informasi dikumpulkan oleh para pencari data. Lazimnya editing dilakukan terhadap kuisioner 10. b. Analisis Data Berdasarkan sifat penulisan yang menggunakan metode penulisan bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. 11 10 Ibid. 126 11 Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 107 16