USIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-undang pendidikan menyebutkan bahwa pendidikan nasional

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang berjalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. potensi-potensi diri agar mampu bersaing dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga,

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digolongkan pada individu yang sedang tumbuh dan berkembang (Yusuf,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan dan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan nasional. Menurut Samani dan Harianto (2011:1) paling tidak ada

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH MINAT BELAJAR DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA SISWA. KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH WARU TAHUN AJARAN 2013/2014

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

PERAN PENDIDIKAN BACA TULIS AL-QURAN SEBAGAI MUATAN LOKAL DALAM UPAYA MEMBENTUK KARAKTER KEPRIBADIAN SISWA STUDI DI SMP TRI BHAKTI NAGREG

PENDAHULUAN. seperti dirumuskan dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dengan melaksanakan shalat,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, bidang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran agar siswa tertarik dalam proses belajar mengajar. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. memberi arah bahwa pendidikan adalah kehidupan.maka dari itu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. individual, melainkan timbunan pengalaman-pengalamn dari generasigenerasi. lampau yang mencakup semua dimensi kehidupan.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan. memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan, rohani,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan tentang urgensi profesionalisme guru pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Masalah. perkembangan zaman yang berdasarkan Undang-undang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Dari rumusan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989 pasal 4. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut, perlu

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. budaya bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI DI PESANTREN. (Oleh : Dra Tite Juliantine M.Pd)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PEMBINAAN NARAPIDANA DAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH DINIYAH AT-TAUBAH LAPAS KLAS I KEDUNGPANE SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. baik pada fisik jasmaniah, maupun mental.perubahan tersebut

Musthofa Rembangy, Pendidikan Transformatif, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hal. 5.

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk lainnya. Al-Qur an merupakan bukti tanda. kebesaran/kemahaluasan ilmu Allah bagi orang-orang yang berilmu.

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi anak didik sehingga menjadi orang yang dewasa fisik,

PRAMUKA EKSTRAKULIKULER WAJIB DI SEKOLAH. Saipul Ambri Damanik

BUPATI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2003 NOMOR 06 SERI C NOMOR 03

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakhry Brillian Hidayat, 2013

STRATEGI PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ** Oleh : Nurhayati Djamas

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

Transkripsi:

USIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL Oleh: Nunung NS Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertuhan dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dan remaja, GBHN antara lain menyatakan bahwa pembinaan anak dan remaja dilaksanakan melalui peningkatan gizi, pembinaan perilaku kehidupan beragama dan budi pekerti luhur, penumbuhan minat belajar, peningkatan daya cipta dan daya nalar serta kreativitas, penumbuhan kesadaran akan hidup sehat, serta penumbuhan idealisme dan patriotisme dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan masyarakat. Senada dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN, Agama Islam juga memandang sangat penting proses pendidikan anak dan remaja. Masa transisi dari usia kanak-kanak ke usia remaja dalam agama Islam dipandang sebagai masa yang sangat penting dan menentukan. Hal ini terbukti dengan adanya perhatian khusus yang ditujukan kepada anak-anak usia itu seperti dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Suruhlah anak-anak kamu shalat waktu berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka bila meninggalkannya di waktu umur sepuluh tahun dan 1

pisahkanlah antara mereka (laki-laki dan perempuan) tempat tidurnya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud). (Abu Dawud jilid 1 h. 50) Menurut hadits tersebut jelaslah bahwa anak laki-laki dan perempuan sejak berusia antara 7-10 tahun harus mulai menyadari bahwa dirinya sebagai individu akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Allah Swt. Karena sejak itu aturan-aturan agama mulai diperkenalkan kepada mereka, maka masa kehidupan di usia itu dapat dianggap sebagai suatu masa transisi. Pada saat mereka melakukan syariat agama yang tadinya hanya karena mengikuti atau disuruh orang tua saja, namun menjelang 10 tahun harus sudah menyadari bahwa semua itu akan dipertanggungjawabkan secara sendiri-sendiri. Setiap orang akan diminta pertanggungjawaban setiap apa pun dan sekecil apa pun yang diperbuatnya, Allah akan memperhitungkannya. Keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan tiga faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap kualitas perkembangan anak baik secara fisik maupun non fisik. Ikatan emosional antara orang tua dan anak biasanya sangat kuat sehingga pendidikan di keluarga memiliki sisi keunggulan dalam pembinaan moral anak. Nilai-nilai seperti kedisiplinan, tanggung jawab, ketaatan kepada orang tua, ketaatan kepada Allah, kejujuran, dan kasih sayang, merupakan nilai yang ditanamkan orang tua kepada anak. Dengan intensitas komunikasi dan interaksi yang selalu terjadi dalam kehidupan keseharian di lingkungan keluarga, maka proses penanaman nilai dimungkinkan bisa lebih cepat dan lebih mudah diserap anak. Lingkungan keluarga memiliki arti penting bagi perkembangan diri anak terutama orang tua, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam upaya pembinaan nilai-nilai agama terhadap anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur an surat Luqman : 12 19 yang antara lain menyatakan bahwa nasihat pertama yang harus disampaikan oleh orang tua kepada anaknya yaitu jangan menyekutukan Tuhan. Selanjutnya anak harus disuruh mengerjakan shalat, berbuat baik kepada kedua orang 2

tua, bersabar, tidak boleh sombong, dan hiduplah sederhana. Dalam hadits lain juga dikatakan bahwa orang tua sangat bertanggung jawab untuk menjadikan anaknya Yahudi, Nashrani, atau Majusi. Karena orang tua merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya, maka mereka harus secara aktif mengupayakan agar proses pendidikan yang dilalui anaknya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi, karena keterbatasan kemampuan orang tua dalam hal cara mendidik anak serta tantangan yang semakin bervariasi dan semakin kompleks, maka para orang tua pada umumnya banyak menghadapi kesulitan dalam melaksanakan upaya tersebut. Dalam proses pembinaan nilai-nilai agama di lingkungan keluarga, orang tua seringkali dihadapkan pada masalah-masalah yang sulit sekali untuk diatasi seperti maraknya tayangan televisi yang bermuatan kurang baik bagi pendidikan anak, bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan napas agama, serta berbagai jenis permainan yang sangat tidak mendidik. Informasi negatif yang diterima anak seringkali terserap secara tidak sadar melalui tontonan, bacaan, serta media lainnya sehingga acapkali berontak manakala orang tua berusaha untuk menanamkan nilai-nilai agama pada mereka. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari berhubungan dengan yang lainnya pasti akan selalu berinteraksi dengan masyarakt banyak baik melalui kegiatan-kegiatan sosial dalam kehidupan keseharian, kegiatan keagamaan, atau kegiatan lainnya. Begitu pun bagi seorang anak, mereka memerlukan lingkungan masyarakat yang dapat mendewasakan diri mereka. Perlakuan masyarakat akan selalu menjadi perhatian dan bahkan mungkin akan bisa mempengaruhi bagi kehidupan selanjutnya. Untuk itu lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang sangat penting dan dapat berpengaruh besar terhadap proses pembinaan nilai-nilai agama terhadap anak. Selanjutnya lingkungan sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola lebih baik karena memiliki aturan yang dibuat oleh pihak penyelenggara pendidikan sehingga dimungkinkan dalam proses 3

pembinanan nilai-nilai agama atau dalam hal transfer pengetahuan pun akan lebih terarah. Walaupun sekolah merupakan organisasi yang interaktif dan dinamis, karena komunitas di dalamnya memiliki potensi dan latar belakang yang sangat berbeda, maka kemampuan individu dalam penyerapan dan proses pembinaan nilai-nilai agama ini pasti akan berbeda pula. Berbagai bentuk upaya pembinaan nilai-nilai agama juga banyak dilakukan oleh masyarakat baik melalui kegiatan-kegiatan informal yang dilaksanakan di rumah-rumah atau di mesjid selepas sholat magrib, juga ada kegiatan serupa yang dilakukan secara lebih formal melalui sekolahsekolah Diniyah yang biasa dilaksanakan pada waktu sore hari. Lingkungan sekolah seperti ini sudah bisa dipastikan mampu melibatkan berbagai macam nilai kehidupan. Kegiatan-kegiatan seperti ini tentu saja sangat mendukung upaya yang dilakukan orang tua dalam pembinaan nilai-nilai agama kepada anaknya. Namun karena pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terlalu formal, maka upaya ini seringkali mendapat hambatan baik dari segi waktu pembelajaran, guru, maupun anaknya itu sendiri. Sebagai contoh, karena anak-anak yang mengikuti pendidikan Diniyah ini pada umumnya merupakan siswa Sekolah Dasar, maka pengaturan waktu belajar sangat tergantung pada pelaksanaan proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Hal ini sangat sulit dilakukan karena pada umumnya anak-anak yang mengikuti pendidikan Diniyah datang dari berbagai Sekolah Dasar yang berbeda, sedangkan waktu belajar di SD-nya berbeda-beda. Guru yang melaksanakan pendidikan agama baik di rumah, maupun di madrasah, pada umumnya merupakan guru-guru sukarelawan. Hal ini tentu saja berdampak kurang baik terhadap kualitas pembelajaran, karena pendidikan seperti itu seringkali dilandasi oleh target yang kurang jelas sehingga pelaksanaannya sangat sederhana dan seadanya. Ketidakformalan bentuk pendidikan seperti itu juga berdampak kurang baik terhadap minat dan motivasi anak dalam belajar sehingga 4

keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran biasanya berjalan secara tidak optimal. Bagi lingkungan sekolah lainnya yang dikelola secara lebih formal, misalkan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola secara profesioanl baik oleh pemerintah atau yayasan, hal ini tentu saja akan lebih mudah dalam proses pembinaan nilai-nilai agama walaupun dalam kenyataannya mungkin ada juga kendala. Nilai-nilai yang akan dikembangkan pada diri anak bisa dilembagakan melalui sejumlah ketentuan formal seperti nilainilai kedisiplinan, kebersihan, kejujuran, tanggung jawab dll bisa diatur melalui aturan tertulis. Untuk itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal secara terstruktur harus mampu membangun nilai-nilai yang menyatu dengan pengembangan kemampuan akademis melalui kurikulum tertulis. Selain itu juga sekolah harus harus selalu berupaya membina dan menanamkan nilai-nilai agama kepada anak didiknya secara alamiah dan sukarela melalui jalinan hubungan interpersonal dan intra personal antar warga sekolah walaupun hal itu tidak diatur langsung oleh kurikulum. Tidak optimalnya proses pembinaan selain berdampak terhadap kurangnya minat dan motivasi anak dalam belajar, terdapat dampak lain yang muncul dalam bentuk perilaku anak-anak yang kurang baik di lingkungan masyarakat. Contoh yang paling menonjol dari perilaku kurang baik tersebut antara lain berupa kurang hormatnya anak terhadap orang tua atau orang yang lebih dewasa, kurang hormatnya anak terhadap guru, berkata-kata yang tidak sopan, tidak disiplin, tidak jujur, dan lainlain. Jika dikaitkan dengan tanggung jawab individu anak terhadap Khaliqnya, hal ini tentu saja sangat memprihatinkan, sebab, pada saat perilaku mereka diperhitungkan secara hukumullah, anak-anak belum memiliki kesadaran yang optimal. Dengan demikian upaya-upaya untuk mengungkapkan berbagai permasalahan sekitar proses pembinaan nilainilai agama pada masa transisi dari usia kanak-kanak ke usia remaja perlu segera dilakukan melalui berbagai pengkajian atau melalui kegiatan penelitian. 5

6