Drs. JS. Sukardjo, M.Si dan Nanik Galih Mawarni

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

4. Hasil dan Pembahasan

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

OPTIMASI PEMBUATAN KITOSAN DARI KITIN LIMBAH CANGKANG RAJUNGAN (Portunus pelagicus) UNTUK ADSORBEN ION LOGAM MERKURI

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

3 Metodologi Penelitian

UTILIZATION OF Penaus monodon SHRIMP SHELL WASTE AS ADSORBENT OF CADMIUM(II) IN WATER MEDIUM

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

3 Metodologi Penelitian

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

4 Hasil dan Pembahasan

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT SEBAGAI ADSORBAN LOGAM TEMBAGA

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

30 Adsorpsi Pb (II)...(Indah Sanjaya dan Leny Yuanita) Indah Sanjaya dan Leny Yuanita Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VARIASI KONSENTRASI DAN ph TERHADAP KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENGADSORPSI METILEN BIRU. Turmuzi Tammi, Ni Made Suaniti, dan Manuntun Manurung

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

3 Metodologi Penelitian

Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

Oleh: Mei Sulis Setyowati Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Endah Mutiara Marhaeni Putri, M.Si

Alamat Korespondensi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

STUDI KINETIKA PENJERAPAN ION KHROMIUM DAN ION TEMBAGA MENGGUNAKAN KITOSAN PRODUK DARI CANGKANG KEPITING

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH ph DAN WAKTU KONTAK PADA ADSORPSI Cd(II) MENGGGUNAKAN ADSORBEN KITIN TERFOSFORILASI DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) ABSTRAK

Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica)

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG UDANG SERTA APLIKASINYA DALAM MEREDUKSI KOLESTEROL LEMAK KAMBING

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOMPOSISI BERAT KITOSAN-ZEOLIT TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA KOMPOSIT YANG DIHASILKAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

Transkripsi:

Dan Kitosan Yang Dimodiikasi Melalui Pembentukan Bead Kitosan Berikatan Silang Dengan Asetaldehid Sebagai Agen Pengikat Silang Untuk Adsorbsi Ion Logam Cr(Vi) Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang kinetika adsorbsi ion logam Cr(VI) menggunakan modiikasi kitosan dari cangkang kepiting melalui pembentukan bead kitosan yang berikatan silang dengan asetaldehid sebagai crosslink agent. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis kitosan dan kitosan termodiikasi dari cangkang kepiting serta mengetahui peningkatan laju adsorbsi dari kitosan yang telah dimodiikasi dibandingkan dengan laju adsorbsi kitosan. Metode yang digunakan adalah eksperimen, dengan mensintesis kitosan dan kitosan termodiikasi dari cangkang kepiting kemudian melakukan karakterisasi terhadap keduanya dengan FTIR. Adsorben yang diperoleh dikontakkan dengan ion logam Cr(VI) kemudian mengukur konsentrasi logam setelah pengontakan menggunakan instrumen AAS. Perubahan konsentrasi logam diamati mulai dari menit ke-30 hingga menit ke-90 dengan selang waktu 15 menit. asil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dan kitosan termodiikasi dapat disintesis dari cangkang kepiting. Kitosan termodiikasi dapat meningkatkan laju adsorbsi ion logam Cr(VI) dibandingkan penggunaan kitosan tanpa modiikasi. Kata Kunci :Cangkang kepiting, bead kitosan,adsorbsi ion logam Cr(VI). PENDAULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman, maka kegiatan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya terus meningkat. al ini memicu terus berkembangnya kegiatan perindustrian, termasuk di Negara berkembang seperi Indonesia. Pertumbuhan kegiatan industri membawa berbagai dampak bagi lingkungan dan manusia, baik itu dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan limbah sebagai bahan sisa kegiatan produksi yang kehadirannya tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis. Salah satu jenis limbah yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya adalah limbah logam berat. Logam berat berasal dari limbah industri penyamakan kulit, pelapisan logam, fotograi, industri tekstil dan dapat membahayakan lingkungan. Limbah ini bersifat akumulatif dalam tubuh manusia, sehingga membahayakan kesehatan manusia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kadar logam berat dalam Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 1

limbah yang dibuang ke lingkungan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan suatu adsorben dari jenis kitosan. Kitosan merupakan senyawa hasil deasetilasi kitin. Senyawa kitin banyak terdapat pada cangkang hewan jenis crustacea, salah satu contohnya adalah kepiting. Pada umumnya cangkang kepiting yang berasal dari berbagai rumah makan dengan menu seafood tidak diolah secara optimal. Bahan sisa pengolahan makanan ini hanya dibuang begitu saja sehingga dapat menimbulkan pencemaran di sekitar tempat pembuangan limbah cangkang kepiting. Padahal 71% limbah tersebut mengandung senyawa kitin yang dapat diubah menjadi kitosan. Diperkirakan 109 ton kitin dibiosintesis di alam tiap tahunnya dan terikat pada bahan non polisakarida (protein atau lipida). Banyak penelitian yang memanfaatkan limbah dari kepiting untuk diolah menjadi kitin dan kitosan. Kitosan digunakan dalam berbagai bidang seperti agrikultur, penjernih dan pemurnian air / minuman. Ditambah lagi bahwa biopolimer ini merupakan bahan yang sumbernya melimpah dan dapat terbarukan (renewable) maka dalam situasi pengurangan sumber-sumber alam yang berkelanjutan serta perkembangan bioteknologi yang demikian pesat menjadikan pemanfaatan sumber daya alam alternatif seperti kitin dan kitosan merupakan hal yang sangat perlu dilakukan. Besarnya proporsi gugus amino pada kitosan menyebabkan kitosan dapat membentuk ikatan dengan beberapa ion logam dan beberapa peneliti telah melaporkan studi tentang penggunaan membran atau butiran hidrogel kitosan untuk penghilangan logam berat dari limbah melalui pengikatan logam oleh kitosan membentuk ikatan koordinasi. Kemampuan adsorbsi kitosan dihubungkan dengan adanya gugus hidroksi (-) dan amina (-N 2 ), serta adanya gugus amida (-NCC 3 ) pada 2 kitin yang masing-masing dapat bertindak sebagai ligan jika berinteraksi dengan logam. Peningkatan kapasitas adsorbsi kitosan dapat dilakukan dengan memperbesar luas permukaan kitosan yaitu dengan memodiikasi kitosan menjadi bentuk bead/ hidrogel serta dengan memberikan agent crosslink pada bead kitosan tersebut sehingga terbentuk bead kitosan yang berikatan silang. Kemampuan kitosan untuk menjerap limbah krom tergantung pada derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi tersebut menunjukkan jumlah gugus amino yang berikatan pada kitosan yang berasal dari proses deasetilasi gugus asetamida. Gugus amino ini yang akan mengikat logam pada limbah. leh karena itu, semakin besar derajat deasetilasinya, logam yang terjerap semakin banyak. Besarnya derajat deasetilasi dapat diketahui dengan menggunakan alat Fourier Transform Infra Red (FTIR). Dengan melihat berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan informasi bahwa pembuatan kitosan dalam bentuk bead/ gel serta adanya proses ikatan silang (crosslinked) yang dapat memperbesar kemampuan adsorbsi kitosan terhadap ion logam maka pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan kitosan dan derivate kitosan dari cangkang kepiting serta mempelajari kinetika adsorbsinya terhadap logam krom. Derivat kitosan yang dimaksud adalah preparasi kitosan menjadi bead kitosan yang berikatan silang oleh asetaldehid sebagai crosslink agent. METDE PENELITIAN Bahan dan Peralatan Pada penelitian ini digunakan metode eksperimen dengan bahan-bahan kimia yang diperoleh di pasar komersial seperti Na p.a, Cl p.a, aquades, larutan logam kromium, asetaldehid, dan asam asetat. Cangkang kepiting diperoleh dari pedagang seafood yang berada di daerah Kota Barat Surakarta. Beberapa alat yang Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

digunakan antara lain labu ukur, gelas beker, gelas ukur, corong, pengaduk, timbangan analitik, cawan petri, pipet, sentrifuge, kertas saring, magnetic stirrer, pipet tetes, oven, ayakan 20-50 mesh, spektrofotometer FTIR SIMADZU, spektrofotometer AAS. PRSEDUR PENELITIAN Isolasi kitin Mencuci cangkang kepiting dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 C selama 24 jam. Setelah itu cangkang kepiting yang telah kering dihaluskan sampai berukuran 20-50 mesh, lalu diproses untuk mendapatkan kitin yaitu dengan langkah sebagai berikut: Deproteinasi (penghilangan protein) Menambahkan Na 3% dengan perbandingan 1:6 (b/v) pada cangkang kepiting yang telah dihaluskan, lalu dipanaskan pada suhu 80-85 C selama 30 menit. Kemudian mendinginkan larutan hasil dan menyaringnya sehingga didapatkan suatu padatan, setelah itu padatan dikeringkan pada suhu 80 C selama 24 jam. Demineralisasi (penghilangan mineral) Mencampur cangkang kepiting dengan Cl 1,25 N dengan perbandingan 1:20 (b/v), lalu dipanaskan pada suhu 70-75 C selama 1 jam. Larutan yang terbentuk kemudian disaring sehingga didapatkan padatan. Padatan dicuci dengan air hingga p netral, kemudian dikeringkan pada suhu 80 C selama 24 jam. Produk yang dihasilkan ini merupakan kitin. Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan Mencampurkan serbuk kitin dengan larutan Na 50% dengan perbandingan 1:10 (w/v) kemudian memanaskannya selama 6 jam dengan suhu 100 C. Mencuci padatan yang diperoleh dengan aquades hingga p netral setelah itu dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 80 C selama 24 jam. Produk yang terbentuk dari proses ini adalah kitosan. Kitosan yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan FTIR untuk menentukan derajat deasetilasinya (DD). Perhitungan nilai DD menggunakan metode garis oleh Moore dan Robert, dengan persamaan: Dimana: A = log (Po/P) = absorbansi A1588 = absorbansi pada panjang gelombang 1588 cm -1 untuk serapan gugus amida/asetamida A3410 = absorbansi pada panjang gelombang 3410 cm -1 untuk serapan gugus hidroksil (-) Modiikasi Kitosan Swelling kitosan atau pembentukan bead kitosan Sebanyak 0,1 gram kitosan yang terbentuk dilarutkan dalam 7 ml asam asetat 1%, kemudian gel yang terbentuk disemprotkan ke dalam larutan Na 5% menggunakan pipet tetes. Bead kitosan yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan akuades sampai p netral. Crosslink kitosan Bead kitosan yang terbentuk ditambahkan agen crosslinker asetaldehid 5 M dengan rasio 1:1 (v/v), larutan kemudian dicampur sampai homogen dengan stirrer, dan dibiarkan selama 2 jam pada 80 C. Kemudian bead kitosan yang sudah dicrosslink dicuci dengan aquades untuk menghilangkan sisa Na, dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 600 C sampai kering (± 8 jam). Adsorbsi Logam Cr oleh Kitosan dan Kitosan asil Modiikasi Sebanyak 50 mg kitosan dan kitosan hasil modiikasi diinteraksikan dengan 5 ml logam Cr 1mg/L dan waktu kontak dibuat bervariasi antara 30-90 menit dengan selang 15 menit. Setelah interaksi kemudian disaring dan iltratnya diukur dengan spek- Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 3

trofotometer AAS. Perhitungan kinetika adsorbsi kation Cr oleh kitosan dan kitosan hasil modiikasi Menggunakan persamaan kinetika adsorbsi orde 1 mendekati kesetimbangan yang dikembangkan oleh Santoso (2007) : C 0 = konsentrasi ion logam mula-mula, C a = konsentrasi ion logam dalam larutan t = satuan waktu dalam menit Q = konstanta laju adsorbs desorbsi k1 = konstanta laju adsorbsi ASIL DAN PEMBAASAN 1. Produksi Kitosan a. Tahap Deproteinasi Tahap deproteinasi merupakan proses penghilangan protein yang terdapat pada cangkang kepiting. Efektiitas proses deproteinasi bergantung pada konsentrasi Na, waktu dan suhu yang digunakan. Menurut Cahyaningrum (2001) makin tinggi konsentrasi dan suhu, proses pemisahan protein makin efektif. b. Tahap Demineralisasi Tahap demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan mineral anorganik yang ada pada cangkang kepiting. Mineralmineral tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan Cl. Proses demineralisasi ditandai dengan terbentuknya gas karbondioksida yang berupa gelembung pada saat larutan Cl ditambahkan (Cahyaningrum, 2008). Senyawa Kalsium yang terdapat pada cangkang kepiting akan bereaksi dengan asam klorida yang larut dalam air. Proses penghilangan mineral diperkirakan menurut reaksi berikut (Indra dalam Cahyaningrum, 2008): CaC 3 (s) + 2 3 + (l) Ca 2+ (aq) + C 2 (g) + 3 2 (l) Ca 3 (P 4 ) 3 (s) + 2 3 + (l) Ca 2+ + 4 2 2 P 4 - (g) + 3 2 (l) Produk yang dihasilkan dari tahap ini berupa senyawa kitin. c. Tahap Deasetilasi Preparasi kitosan dilakukan melalui deasetilasi kitin, yaitu mereaksikan kitin dengan larutan alkali konsentrasi tinggi dalam waktu yang relatif lama dan suhu tinggi. Pada proses deasetilasi kitin terjadi pemutusan ikatan antara karbon dengan nitrogen pada gugus asetil (-NCC 3 ) sehingga menjadi gugus amina (-N 2 ). Serbuk kitin yang dihasilkan dicampur dengan larutan Na 50% kemudian dipanaskan selama 6 jam pada suhu 100 C. asil yang berupa padatan dicuci dengan aquades hingga p netral setelah itu dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 80 C selama 24 jam. Produk yang terbentuk dari proses ini adalah kitosan. 2. Sintesis Kitosan yang Dimodiikasi a. Pembentukan Bead Kitosan melalui Proses Swelling Proses swelling (penggembungan) pada kitosan dimaksudkan untuk memperbesar ukuran pori-pori sehingga diharapkan akan menghasilkan kitosan yang kapasitas adsorbsinya terhadap logam berat meningkat. Menurut Cahyaningrum (2008) modiikasi dengan proses penggembungan kitosan menjadi bead kitosan tidak merubah gugus fungsional sehingga dapat diharapkan bahwa situs aktif antara kitosan dan bead kitosan adalah sama, sehingga interaksi kitosan dan bead kitosan dengan ion logam mempunyai jenis interaksi yang sama. Pembuatan bead kitosan dilakukan dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat 1%, kemudian gel yang terbentuk diteteskan ke dalam larutan Na 5% menggunakan pipet tetes. asil dari perlakuan tersebut merupakan bead kitosan yang kemudian dicuci dengan aquades sampai p netral. Pada proses pembuatan bead kito- Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

san terjadi re-polimerisasi kitosan, kitosan dibuat bentuk gel kemudian dibentuk padat lagi dengan disemprotkan dalam larutan Na. Setelah melalui tahap ini, diharapkan polimer kitosan lebih tertata sehingga strukturnya lebih teratur dan apabila digunakan sebagai adsorben logam akan lebih efektif. b. Pembentukan Bead Kitosan yang Berikatan Silang oleh Asetaldehid sebagai Crosslink Agent Salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas serap bead kitosan terhadap logam berat adalah dengan menambahkan crosslink agent (pembentuk ikatan silang). Bead kitosan yang dibentuk sebelumnya dapat mengalami degradasi, cepat hancur, dan larut. Menurut Singh (2005), untuk menghindari terjadiya dissolusi atau degradasi, maka digunakan suatu agen pengikat silang pada hidrogel/bead kitosan. Terdapat banyak crosslink agent yang dapat menyebabkan terjadinya ikatan silang pada kitosan. Diantaranya adalah jenis aldehid dan anhidrat, misalnya saja formaldehid, asetaldehid, glutaraldehid, dan asetat anhidrat yang sering digunakan sebagai crosslink agent karena harganya yang relative murah dan mudah didapatkan. Pada penenlitian ini, digunakan asetaldehid sebagai agen pembentuk ikatan silang. Adapun tujuan khusus penggunaan asetalehid sebagai agen pengikat silang adalah agar bead kitosan lebih stabil dalam keadaan asam, hal ini perlu dilakukan mengingat kitosan dalam penelitian ini akan diaplikasikan untuk menjerap logam krom yang dimungkinkan terdapat dalam limbah sedangkan kebanyakan senyawa-senyawa yang terdapat di alam berada dalam keadaan asam (p rendah). Perbedaan hasil dari bead kitosan yang tersubstitusi asetaldehid dan kitosan tanpa modiikasi dapat dilihat dari spektra FTIR masing-masing senyawa. Perbedaan antara keduanya terdapat pada substituen alkil yaitu struktur amina (-N 2 ) pada kitosan menjadi NR pada kitosan asetaldehid. Spektra FTIR dari bead kitosan yang berikatan silang bentuknya hampir sama dengan kitosan tanpa modiikasi. Puncak yang khas untuk kitosan terletak pada bilangan gelombang 3425 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus hidroksil () dan pada bilangan gelombang 1597 cm -1 untuk gugus amino. Sedangkan puncak serapan yang muncul pada bilangan gelombang 1651cm -1 merupakan puncak khas yang dihasilkan vibrasi regang C=. Puncak yang terjadi pada bilangan gelombang 2800-3000 cm -1 menunjukkan adanya gugus C alifatik pada kitosan maupun bead kitosan yang berikatan silang. Adanya renggang (-) menunjukkan terjadinya ikatan hidrogen, baik dalam struktur intra (antara dengan pada satu molekul kitosan) maupun intermolekul (antara dari satu molekul kitosan dengan pada molekul kitosan lainnya). al tersebut dibuktikan lagi dengan munculnya pita serapan pada 1381 cm -1 dan 1257 cm -1 yang dihasilkan dari serapan tekuk -. Dibandingkan dengan kitosan, spektra bead kitosan yang berikatan silang oleh asetaldehid terlihat tidak banyak mengalami perubahan. Berdasarkan spektra yang diperoleh, puncak yang menunjukkan gugus amino bergeser dari 1597 cm -1 (pada spektra kitosan) menjadi 1581 cm -1 (pada spektra kitosan yang dimodiikasi), hal ini mengindikasikan terbentuknya ikatan imina (C=N) oleh reaksi pembentukan ikatan silang antara gugus amino pada kitosan dengan gugus aldehid pada asetaldehid. Puncak yang khas ini menegaskan terbentuknya basa Schiff setelah reaksi antara kitosan dan asetaldehid berlangsung. Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 5

Puncak Serapan FTIR Utama pada Kitosan dan Kitosan yang Dimodiikasi Tabel 2. PengaruhWaktu Adsorbsi Kitosan yang Dimodiikasi terhadap Kadar Cr(VI) Adapun derajat deasetilasi untuk kitosan yang dihitung dengan metode base line adalah sebesar 86,6%. 3. Penentuan Kinetika Adsorbsi Kitosan dan Kitosan yang Dimodiikasi terhadap Logam Cr(VI) a. Logam Cr(VI) yang dapat Diadsorbsi oleh Kitosan dan Kitosan Modiikasi Setelah kitosan dan kitosan modiikasi dikontakkan dengan logam krom (konsentrasi 1 ppm), maka kandungan krom dianalisis dengan alat AAS dengan waktu kontak sebagai variabel bebasnya. asil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Pengaruh Waktu Adsorbsi Kitosan terhadap Kadar Cr(VI) Berdasarkan data konsentrasi logam setelah adsorbsi berlangsung seperti yang tertera pada Tabel 1, terlihat bahwa kadar krom yang teradsorbsi oleh kitosan pada menit ke 30 dan menit ke 45 jumlahnya tidak terlalu besar. al ini disebabkan waktu yang dibutuhkan logam untuk dapat teradsorbsi oleh kitosan masih kurang. Baru setelah memasuki menit ke 60, jumlah logam yang terjerap mengalami peningkatan yaitu sebanyak 0,1746 ppm logam krom mampu diikat oleh kitosan. Pada 75 menit pertama jumlah logam yang teradsorbsi masih mengalami penambahan dibandingkan pada 60 menit pertama, yaitu sebesar 0,2551 logam mampu terjerap. Setelah proses adsorbsi berlangsung selama 90 menit, kitosan telah jenuh dan kemampuan mengikat logamnya pun berkurang, ini dapat dilihat dari data AAS bahwa hanya 0,0663 Cr(VI) yang teradsorbsi. Menurut teori isoterm Langmuir adsorbsi diperkirakan terjadi pada lapisan tunggal. Pada saat adsorbat memenuhi lapisan, molekul yang terserap tak akan melebihi jumlah situs ak- 6 Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

tif pada permukaan adsorbent. leh sebab itu, waktu optimum untuk adsorbsi logam Cr(VI) menggunakan kitosan pada percobaan ini adalah 75 menit karena saat melebihi waktu 75 menit, kitosan telah jenuh dan tidak dapat mengadsorbsi logam lagi. Banyaknya logam krom yang teradsorbsi oleh kitosan dengan variasi waktu kontak ditampilkan dalam graik berikut: Graik 1. Banyaknya Logam Cr(VI) yang Diadsorbsi oleh Kitosan dengan Variasi Waktu Kontak Pada proses adsorbsi logam menggunakan kitosan yang dimodiikasi, dari menit ke 30 hingga menit ke 45 jumlah krom yang terjerap mengalami peningkatan yang kecil yaitu dari 0,0999 menjadi 0,1015. Begitu pula pada menit ke 60, logam yang teradsorbsi oleh kitosan yang dimodiikasi hanya sebesar 0,1024%. Saat memasuki menit ke 75, barulah jumlah Cr(VI) yang teradsorbsi mengalami peningkatan yang cukup signiikan, yaitu sebanyak 0,3106. Lima belas menit berikutnya, yaitu saat menit ke 90, jumlah logam yang teradsorbsi turun drastis menjadi 0,1607. Adapun jika data tersebut disajikan dalam bentuk graik adalah sebagai berikut: Graik 2. Banyaknya Logam Cr(VI) yang Diadsorbsi oleh Kitosan yang Dimodiikasi dengan Variasi Waktu Kontak Pada proses adsorbsi Cr(VI) oleh kitosan dan bead kitosan yang berikatan silang dengan asetaldehid sebagai agen pengikat silang terlihat bahwa jumlah Cr(VI) yang teradsorbsi lebih banyak oleh bead kitosan yang berikatan silang daripada kitosan dalam waktu yang sama dan konsentrasi larutan yang mengandung Cr(VI) juga sama. al tersebut mengindikasikan bahwa laju adsorbsi Cr(VI) oleh kitosan yang dimodiikasi lebih besar dibanding oleh kitosan. Berdasar uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa adsorbsi menggunakan bead kitosan tersubstitusi aldehid memiliki kapasitas adsorbsi yang lebih besar dibandingkan dengan adsorbsi menggunakan kitosan tanpa modiikasi dikarenakan jumlah logam Cr(VI) yang teradsorbsi oleh kitosan tersubstitusi lebih banyak. Penentuan Laju Adsorbsi Kitosan dan Bead Kitosan Berikatan Silang oleh Asetaldehid Penentuan besarnya laju adsorbsi kitosan dan kitosan modiikasi menggunakan persamaan kinetika adsorbsi orde 1 mendekati kesetimbangan yang dikembangkan oleh Santoso (2007), yaitu asil perhitungan untuk adsorbsi Cr(VI) pada kitosan serbuk diperoleh harga k= 0,003 menit -1 dan Q= 0,012(mol/Liter) -1 sedangkan untuk bead kitosan yang berikatan silang diperoleh harga k= 0,004 menit -1 dan Q= 0,018(mol/Liter) -1. Berdasarkan perhitungan tersebut, dimana harga k pada kitosan yang dimodiikasi lebih besar dibandingkan harga k pada kitosan, maka dapat dikatakan bahwa laju adsorbsi logam Cr(VI) pada kitosan yang dimodiikasi mengalami kenaikan dibanding kitosan tanpa modiikasi. Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 7

c. Perlakuan terhadap Adsorben Setelah Digunakan untuk Adsorbsi Setelah adsorben digunakan untuk mengadsorbsi logam yang terkandung di dalam limbah, maka perlakuan pada adsorben setelah proses adsorbsi tersebut perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan limbah baru. Kitosan merupakan adsorben yang dapat diregenerasi agar kitosan yang telah digunakan untuk menjerap logam berat dapat digunakan kembali. Untuk proses regenerasi kitosan dapat dilakukan dengan cara desorbsi menggunakan larutan asam sulfat ( 2 S 4 ). al ini dapat dilakukan dengan melarutkan kitosan ke dalam 2 S 4 sehingga logam yang telah diadsorbsi dapat terlarut ke dalam asam. Setelah proses regenerasi, penggunaan kitosan sebagai adsorben dapat kembali dilakukan sehingga lebih ekonomis. Kitosan merupakan senyawa yang bersifat biodegradabel, mampu diuraikan oleh mikroorganisme. leh sebab itu, dalam percobaan ini setelah kitosan digunakan untuk adsorbsi maka kitosan ditanam ke dalam tanah dimana tanah tersebut digunakan sebagai media tanam untuk bayam. Diharapkan logam Cr(VI) yang terdapat dalam adsorben setelah ditanam ke dalam tanah mampu berkurang kadarnya. al tersebut berkaitan dengan adanya mikroorganisme bioremoval yang bisa mengadsorbsi kromium. Setelah tiga minggu, terlihat bahwa pertumbuhan bayam berlangsung normal. Terkait apakah di dalam tanaman tersebut terkandung logam Cr(VI), maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkajinya. KESIMPULAN Kitosan dan kitosan yang dimodiikasi melalui pembentukan bead kitosan yang berikatan silang dengan asetaldehid sebagai agen pengikat silang dapat disintesis dari cangkang kepiting Kadar ion logam Cr(VI) yang di- adsorbsi oleh bead kitosan yang berikatan silang dengan asetaldehid sebagai agen pengikat silang 0,0585 ppm lebih besar dibandingkan dengan kadar ion logam Cr(VI) yang diadsorbsi oleh kitosan tanpa modiikasi. Pada waktu kontak 75 menit yang merupakan waktu optimum, banyaknya ion logam yang diadsorbsi oleh kitosan modiikasi adalah 0,3106 ppm sedangkan yang diadsorbsi oleh kitosan sebanyak 0,2521 ppm. Laju adsorbsi ion logam Cr(VI) oleh bead kitosan yang berikatan silang dengan asetaldehid sebagai agen pengikat silang 1,33 kali lebih besar dibandingkan dengan laju adsorbsi ion logam Cr(VI) yang terjerap oleh kitosan tanpa modiikasi. asil perhitungan untuk laju adsorbsi Cr(VI) pada kitosan diperoleh harga k= 0,003 menit -1 dan Q= 0,012(mol/Liter) -1 sedangkan untuk bead kitosan yang berikatan silang diperoleh harga k= 0,004 menit -1 dan Q= 0,018(mol/Liter) -1. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Spektroskopi FTIR. http://www. givangkara.com/spektofotometerinfra-merah-transformasi-fourier, diakses tanggal 14 Agustus 2010. Cahyaningrum, Sari Edi, dkk. 2008. Adsorbtion of Zn (II) Metal Ion on Chitosan Bead From Shell Shrimp (Penaus Monodon). Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 15, No. 2, al.90-99. Fessenden & Fessenden. 1989. Kimia rganik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. Forster, U and Wittman, T.W. 1983. Metal Polution in the Aquatic Environment. Springer-Verlag, Berlin. al.207-213. aryani, K, dkk. 2007. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang untuk Mengadsorbsi Logam Krom (Cr6+) dan Tembaga (Cu). Reaktor, Vol. 11 No 2, al.86-90. 8 Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

Lin Y, Yang D, e L-Z and Li S-D. 2003. J. Polymer Material, 20, al.417 Muzzarelli, R.A.A. 1985. Chitin in the Polysaccharides. Aspinall (ed) Academic press Inc., rlando, San Diego, Vol.3, al.147. No,., Meyers, S.P. 1989. Crawish Chitosan as a Coagulant in Recovery of rganic Compounds from Seafood Processing Steam, J. Agric. Food. Chem., Vol. 37, al.580-583 Rahmi. 2007. Adsorbsi Fenol pada Membran Komposit Kitosan Berikatan Silang. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 6, al.28-34 Sabnis, Sobhhan & Lawrence. Block. 1997. Improved Infrared Spectroscopic Method for Analysis of Degree of N-deacetylation of Chitosan. Polymer Bulletin, Vol.39, al.67-71 Santoso., S.J et.al., 2007. ybrid of Chitin and umic Acid as igh Performance Sorbent for Ni(II). J. Surface Science. Vol.30, al.1-5 Savant, V.D., and Torres J.A. 2000. Chitosan-Based Coagulating Agent for Treatment of Cheddar Chees Whey. Biotechnol, Prog., Vol.16, al.1091-1097 Singh,dkk. 2005. External Stimuli Response on A novel Chitosan ydrogel Crosslinked with Formaldehyde. Bull. Mater. Sci, Vol 29, No 3, al.233-238 S.M. Khopkar. 2000. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press Sastrohamidjojo, ardjono. 2007. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty Suhardi. 1993. Buku Monograf Khitin dan Khitosan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Widowati, Wahyu dkk. 2008. Efek Toksik Logam, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi Zakaria, Zainoha. 1997. Lactic Acid Puriication of Chitin from Prawn Waste Using a orizontal Rotating Bioreactor. Doctoral Thesis, Loughboroungh University Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 9

Gambar 1. Spektra FTIR Kitosan Gambar 2. Spektra FTIR Kitosan yang Dimodiikasi 10 Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

Gambar 3. asil Deasetilasi Kitin Gambar 4. Mekanisme Reaksi Deasetilasi Kitin (Cahyaningrum, 2001) Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 11

Gambar 5. asil Swelling Kitosan + C C 3 N 2 N 2 C C 3 N C C 3-2 N C C 3 N - C 2 C 3 N C C 3 Gambar 6. Mekanisme Reaksi Pembentukan Kitosan Tersubstitusi Asetaldehid N Khitosan 12 Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011

Gambar 7. asil Reaksi antara Bead Kitosan dengan Asetaldehid Jurnal EKSAINS Vol. III No. 3 November 2011 13