BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan hal yang umum bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2008, Tobacco Free Initiative (TFI) WHO wilayah Asia Tenggara merilis survey pemakaian rokok di Indonesia jumlah perokok per hari di Indonesia sekitar 63,2% dari seluruh laki-laki perokok dan 4,5% perokok wanita dewasa. 1 Rokok di Indonesia pada saat ini tidak hanya dikonsumsi oleh orang dewasa atau remaja. Saat ini anak-anak kecil pun sudah mulai mengkonsumsi rokok. Kelompok umur paling muda adalah berusia 5-9 tahun. 2 Menurut data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, penggunaan tembakau meningkat di Indonesia, ada lebih 61 juta pengguna tembakau di Indonesia. Lebih dari sepertiga (36,1%) penduduk Indonesia menggunakan tembakau dalam rokok, sebanyak 67,4% perokok adalah laki-laki sedangkan presentasi perokok perempuan lebih rendah yaitu 4,5%. 3 Lebih dari sepertiga pelajar dilaporkan biasa merokok dan ada 3 diantara 10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009, pada anak usia 13-15 tahun 20% merokok dengan presentase laki-laki 41% dan perempuan 3,5%. Sebanyak 30,4% siswa pernah merokok, siswa menggunakan produk tembakau sebanyak 22,5%, siswa merokok sebanyak 20,3%, menggunakan produk tembakau lainnya sebanyak 6,5%. Sebanyak 64,2% anak-anak sekolah di Indonesia terpapar asap rokok selama mereka di rumah atau menjadi second hand smoke (SHS). 4 Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2010, terjadi kecenderungan peningkatan usia mulai merokok pada usia yang lebih 1
muda. Pada tahun 2007 usia pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,3%, pada usia 10-14 tahun sebesar 10,5%. 5 Selanjutnya menurut data Riskesdas tahun 2010 usia pertama kali merokok pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7%, pada usia 10-14 tahun sebesar 17,5%. 6 Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Propinsi Jawa Tengah tahun 2007, persentase pertama kali merokok/mengunyah tembakau paling muda pada usia 5 9 tahun sebesar 12,9 %, 10-14 tahun sebesar 51,6 %. Di kota Demak presentase pertama kali merokok/mengunyah tembakau pada usia 5-9 tahun sebanyak 1,1 %, usia 10-14 tahun sebanyak 9,9%. 7 Berdasarkan karakteristik tempat tinggal maka prevalensi perokok di pedesaan meningkat dari 36,6% pada tahun 2007 menjadi 37,4% pada tahun 2010. Prevalensi perokok di perkotaan 31,2% tahun 2007 meningkat menjadi 32,3% pada tahun 2010. 6 Hal ini menyatakan bahwa angka perokok di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada data diatas menunjukkan bahwa perokok pemula usia muda semakin meningkat bahkan angka perokok di daerah pedesaan lebih tinggi dari daerah perkotaan. Selain membahayakan, merokok memberikan dampak buruk bagi siapapun yang melakukannya, pada anak-anak rokok dapat menghambat pertumbuhan jasmani, kecerdasan, dan tingkat kemahirannya. 8 Bahaya rokok pada anak sangatlah mengkhawatirkan semakin dini usia perokok maka akan semakin banyak pula zat-zat berbahaya yang masuk dan menumpuk pada tubuh perokok muda tersebut, persentase tertinggi pasien radang paru-paru pada anak adalah mereka yang menghisap rokok di tahun pertamanya. Bahaya umum yang dialami anak-anak yang menghisap rokok diantaranya susah bernafas, mudah cemas, tidak berfungsinya organ hidung dan mata dengan baik. Berbagai penelitian mengungkap anak-anak yang terbiasa menghisap rokok lebih rentan terserang penyakit pernafasan dibanding temanteman sebayanya yang tidak merokok. 9 2
Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok kurang diperhatikan oleh perokok remaja dan anak-anak karena pengetahuan mereka yang minim tentang bahaya rokok. Karena mereka cenderung meniru apa yang mereka lihat tanpa mengetahui dampak apa yang ditimbulkan. Anak usia sekolah dengan rentang umur 8-12 tahun sudah mampu mempersepsikan apa yang dia lihat dan dia dengar. 10 Menurut hasil penelitian di Rembang tahun 2012 diketahui terdapat perbedaan persepsi merokok antara siswa SD dengan orang tua merokok dan tidak merokok. 11 Hal ini membuktikan bahwa persepsi anak-anak berbeda-beda sesuai dengan apa yang mereka lihat di lingkungannya. Penelitian yang dilakukan di India tahun 2007, menunjukan bahwa 20% dari responden yaitu anak-anak mengatakan bahwa laki-laki yang merokok memiliki lebih banyak teman daripada laki-laki yang tidak merokok, selanjutnya 30% responden mengatakan bahwa laki-laki yang merokok lebih percaya diri dan aktif dalam melakukan suatu hal daripada yang tidak merokok. 12 Persepsi tentang sesuatu hal dapat muncul karena beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, antara lain adalah faktor situasi, karena situasi turut berperan serta dalam pembentukan persepsi seseorang. Situasi pada suatu daerah juga akan mempengaruhi persepsi yang muncul pada masyarakat di daerah tersebut. 13 Seperti persepsi masyarakat pada daerah perkotaan tentunya akan berbeda dengan masyarakat di daerah pedesaan karena situasi daerah, tingkat pengetahuan, gaya hidup, fasilitas, dan akses informasi yang di dapat pun juga berbeda. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah kota Demak, SDN Bintoro 1 merupakan sekolah daerah perkotaan karena letak sekolah yang berada di pusat kota Demak berdekatan dengan akses layanan kesehatan, dan sarana pendidikan lainnya. SDN Bintoro 1 yang merupakan salah satu SD berprestasi memiliki fasilitas yang sangat memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga memungkinkan siswa untuk mengakses dan mendapatkan informasi lebih banyak. Dalam wawancara yang dilakukan pada 10 3
anak kelas 4 dan 5, diperoleh data bahwa 80% responden sudah tahu tentang rokok, bahaya rokok bagi kesehatan, dan kandungan rokok. SDN Donorojo 2 merupakan sekolah di daerah pedesaan karena letak sekolah jauh dari pusat kota Demak, jauh dari jangkauan akses layanan kesehatan, pendidikan dan sarana prasarana lainnya. Fasilitas di sekolah tersebut juga sangat terbatas dan belum dapat menunjang berjalannya proses kegiatan belajar dengan baik, karena letaknya yang jauh dari pusat kota dan sarana prasarana yang menunjang lainnya maka informasi yang didapatkan siswapun terbatas. Pada wawancara yang dilakukan pada siswa kelas 4 dan 5 sebanyak 10 orang, diketahui 60% responden hanya sekedar tahu apa itu rokok. Mereka hanya mengetahui bahwa rokok itu berbahaya tetapi tidak tahu bahaya apa saja yang ditimbulkan oleh rokok, selanjutnya 40% responden tidak mengetahui bahwa rokok itu berbahaya. Mereka juga tidak mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam rokok. Jadi mereka mempersepsikan rokok dilihat dari bentuknya saja. Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan meneliti bagaimanakah persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di perkotaan dan pedesaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut Bagaimanakah persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di perkotaan dan di pedesaan? C. Tujuan Umum Mengetahui persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di perkotaan dan pedesaan. D. Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di perkotaan 2. Mendeskripsikan persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di pedesaan 3. Menganalisis perbedaan persepsi bahaya rokok pada anak sekolah dasar di perkotaan dan pedesaan 4
E. Manfaat 1. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai persepsi anak sekolah dasar tentang bahaya rokok mengingat semakin meningkatnya perokok pemula usia muda 2. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan masyarakat tentang persepsi anak usia sekolah dasar terhadap bahaya rokok serta mampu memberikan peluang bagi peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian tentang rokok. 5
F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. Peneliti Judul Desain Studi Variabel Hasil 1. Ayu Puspita Hub.persepsi (2010) 14 terhadap lingkungan perokok dengan perilaku merokok pada anak di Kel. Sawah Besar RW VII. Survey Analitik Bebas : Persepsi anak terhadap lingkungan Perilaku Merokok anak Ada hub.yang bermakna antara persepsi lingkungan perokok dengan perilaku merokok pada anak di kel.sawah besar RW.VII 2. Dewi Ratna Puspitasari (2012) 11 Perbedaan persepsi merokok antara siswa putra SD (kelas IV-VI) dengan orangua merokok dan tidak merokok Komparatif Bebas; Orangtua merokok dan tidak merokok Persepsi merokok siswa putra Ada perbedaan persepsi merokok antara siswa putra SD (kelas IV - VI) dengan orang tua merokok dan tidak merokok dimana didapatkan ρ value 0.000 pada 0.05. 3. Slamet Gunedi (2013) 15 Gambaran persepsi orang tua terhadap perilaku merokok pada anak usia sekolah dasar di RW 07 Kelurahan Sawah Besar, Semarang Deskriptif Bebas : Persepsi orangtua Perilaku merokok pada anak Menggambarkan persepsi orang tua terhadap perilaku merokok pada anak sekolah dasar yang di pengaruhi oleh faktor orang tua teman sebaya lingkungan dan iklan di media masa. 4. Avissina Nugraha (2013) 16 Persepsi perokok terhadap pesan peringatan bergambar pada kemasan rokok dan keputusan berhenti merokok (studi pada tukang ojek dan tukang becak di kota semarang) Explanatory Research Bebas : Persepsi terhadap pesan peringatan bergambar pada kemasan rokok Tukang ojek dan tukang becak Ada perbedaan keputusan berhenti merokok antara tukang ojek dan becak (p-value <0,005) 6
5. Naresh R. Makwana, dkk. (2007) 12 A study on prevalence of smoking and tobacco chewing among adolescents in rural areas of Jamnagar District, Gujarat State Cross Sectional Bebas : Smoking and tobacco chewing among adolescents Hasil penelitian menyatakan 33,12% remaja kecanduan dengan tembakau kunyah, mereka mempunyai persepsi bahwa anak laki-laki yang merokok mempunyai teman yang lebih banyak dan lebih aktif dari yang tidak yang merokok. Perbedaan penelitian ini dengan Ayu Puspita (2012) adalah terletak pada variabel bebas yaitu persepsi anak terhadap lingkungan dan variabel terikat perilaku merokok anak, perbedaan lainnya terletak pada design penelitian yaitu menggunakan survey analitik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Dewi Ratna Puspitasari (2012) terletak pada variabel bebas yaitu orang tua merokok dan tidak merokok dan variabel terikat yaitu persepsi merokok siswa putra. Perbedaan dengan penelitian Slamet Gunaedi (2013) terletak pada sasaran yaitu orang tua, variabel bebas yaitu persepsi orang tua, variabel terikat yaitu perilaku merokok anak, dan design penelitian menggunakan metode deskriptif. Perbedaan dengan penelitian Avissina Nugraha (2013) terletak pada sasaran yaitu pada tukang ojek dan tukang becak, variabel bebas persepsi terhadap pesan peringatan bergambar pada kemasan rokok, variabel terikat yaitu tukang ojek dan tukang becak, dan design penelitian menggunakan explanatory research. Penelitian Naresh Makwana (2007) perbedaan terletak pada sasaran yaitu remaja, variabel bebas yaitu prevalensi merokok dan mengunyah tembakau di kalangan remaja dan design penelitian menggunakan metode cross sectional. 7