BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa gangguan jiwa yang terjadi dari tahun ke tahun dan dari. waktu ke waktu akan berdampak negatif pada setiap individu yang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. beraneka ragam gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang. penderita sudah mempunyai ciri kepribadian tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH GUIDED IMAGERY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOAFEKTIF DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

PENGARUH ELECTRO CONFULSIVE THERAPY TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN JUMLAH LIMFOSIT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah,

mengalami gangguan jiwa ditemukan di negara-negara berpenghasilan rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa (Yosep, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), histeria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya. Gangguan jiwa dimulai dari stress yang kemudian berkembang menjadi depresi, yang kemudian bila tidak tertangani maka keadaan depresi akan berkembang dan bertambah dengan keadaan fobia, bila ternyata juga tidak ditangani dengan baik, kemudian akan berkembang menjadi anxietas. Dimana depresi dan anxietas seperti keping mata uang, selalu bersisian. Bila tetap tidak tertangani akhirnya menjadi gangguan sakit jiwa (psikotik). Dan apabila gangguan psikotik tidak tertangani dengan baik, maka orang akan mengalami penurunan fungsi sosial, seperti skizofrenia. Pada intinya jiwa 1

2 seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, di sekolah atau di kampus, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan dalam berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehari-hari. Tanda-tanda orang yang terganggu dalam menilai realitas adalah adanya waham atau halusinasi, perilaku yang kacau seperti agresi, berarti orang tersebut mengalami masalah dalam penilaian realitas yang artinya jiwanya terganggu. (Hawari, 2001). Menurut data World Health Organisation (WHO), masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Data statistik yang dikemukakan oleh WHO-World Health Organization (1990) menyebutkan bahwa setiap saat, 1% dari penduduk dunia berada dalam keadaan membutuhkan pertolongan serta pengobatan untuk gangguan jiwa. Sementara itu, 10% dari penduduk memerlukan pertolongan kedokteran jiwa pada satu waktu dalam hidupnya. Menurut Uton Muchtar Rafei (2006), Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hampir satu per tiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal tersebut didukung oleh data WHO bahwa 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Panik dan cemas adalah gejala paling ringan. Kira-kira 12-16% atau 26 juta dari total populasi mengalami gejala-gejala gangguan jiwa. The Indonesian Psychiatric Epidemiologic Network menyatakan bahwa di 11 kota di Indonesia ditemukan 18,5% dari penduduk dewasa menderita gangguan jiwa (Prasetyo, 2006). Skizofrenia itu sendiri merupakan suatu

3 deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, dan sosial budaya (Maslim, 2001). Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang harus ditangani dengan cermat dan seksama jika tidak penderita akan mengalami kemunduran fungsi sebagai seorang manusia pada umumnya. Penderita skizofrenia biasanya mengalami tanda dan gejala yang berbeda-beda, baik itu gejala negatif maupun gejala positif. Disamping itu skizofrenia memiliki tanda dan gejala lainnya antara lain: though echo, waham, halusinasi, arus pikir yang terputus, perilaku katatonik dan adanya suatu perubahan yang konsisten dan bermakna. Secara global, sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan mental, sekitar 1 juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya (Dinata, 2006). Prevelensi penderita skizofrenia di indonesia adalah 0,3 sampai 1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 15 sampai 45 tahun, namun ada juga yang berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka di perkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia (2006). Sementara itu pada masyarakat umum terdapat 0,2-0,8% penderita skizofrenia ( Maramis, 2004). Dengan jumlah yang lebih dari 200 jiwa, maka jumlah yang mengalami skizofrenia sebanyak 400 ribu sampai 1,6 juta jiwa. Angka yang sebesar ini menjadi tantangan departemen kesehatan dalam menangani masalah ini.

4 Angka kejadian skizofrenia dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia hebefrenik, paranoid dan katatonik yang dirawat di RSJD Surakarta pada tahun 2009/ 2010 berjumlah 436 pasien yang terdiri dari skizofrenia hebefrenik 18, paranoid 394, dan katatonik 24 (Rekam Medik RSJD, 2010). Biasanya ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Di sinilah keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya gangguan jiwa atau skizofrenia. Karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menumbuh kembangkan anak. Peran keluarga menjadi begitu penting dalam membentuk beberapa sikap dasar yang akan menentukan perkembangan kepribadiannya di masa depan seperti: keagamaan, penanaman sifat, kebiasaan, hobi, cita-cita dan sebagainya. Sedangkan lembaga-lembaga lain dimasyarakat adalah sekedar membantu, melanjutkan, memperbanyak, apa yang telah diperoleh dari keluarga. Dalam keperawatan, keluarga merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya. (Yusuf, 2006) Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Pola Asuh Keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia Pada Pasien Skizofrenia Yang Dirawat di RSJD Surakarta.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan tersebut diatas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut, Apakah ada hubungan antara pola asuh keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang dirawat di RSJD Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang dirawat di RSJD Surakarta. b. Mengetahui pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada pasien skizofrenia yang dirawat di RSJD Surakarta. c. Mengetahui hubungan antara pola asuh keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia pada pasien yang dirawat di RSJD Surakarta.

6 D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis Sebagai bahan bacaan untuk memperkaya khasanah ilmu kesehatan jiwa. 2. Secara praktis Sebagai masukan kepada keluarga terutama keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia untuk membantu dalam menentukan pola asuh yang sesuai dan mengetahui berbagai tanda dan gejala serta melatih keluarga dalam merawat pasien skizofrenia. 3. Bagi pembaca Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang hubungan antara pola asuh keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia. Serta sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang. 4. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam memilih pola asuh yang sesuai dan memberikan informasi kepada peneliti lain bahwa penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan dan dapat dikembangkan lagi untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan pola asuh keluarga pada pasien skizofrenia.

7 E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kecenderungan Munculnya Tanda dan Gejala Skizofrenia pada Pasien Skizofrenia Yang Dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Penelitian yang telah penulis ketahui yang memiliki penelitian hampir serupa adalah: 1. Widodo (2002) yang meneliti tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Klien Gangguan Jiwa di Rumah dan Tingkat Penerimaan Keluarga Terhadap Frekuensi Kekambuhan di RSJD Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerimaan keluarga terhadap klien gangguan jiwa dengan frekuensi kekambuhan. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti klien gangguan jiwa, sedangkan perbedaannya terletak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan jiwa. 2. Eka (2004) yang meneliti tentang Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental di SLB C Negeri 11 Gondomanan Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orang tua dan kemampuan sosialisasi anak retardasi mental. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti hubungan pola asuh. Sedangkan perbedaannya adalah variabel terikat penelitian, dimana pada

8 penelitian terdahulu variabel terikatnya adalah kemampuan sosialisasi anak retardasi mental, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabel bebasnya adalah tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang di rawat di RSJD Surakarta. 3. Sukristi (2006) yang meneliti tentang Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Personal Sosial Anak Pra Sekolah di TK Kuntum Melati Karangnongko Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan personal sosial anak pra sekolah. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti hubungan pola asuh. Sedangkan perbedaannya adalah variabel terikat penelitian, dimana pada penelitian terdahulu variabel terikatnya adalah kemampuan perkembangan sosial, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabel bebasnya adalah tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang di rawat di RSJD Surakarta. 4. Mariyono S (2006) yang meneliti tentang Riwayat Pola Asuh Orang Tua Pada Klien Gangguan JiwaYang Muncul Pada Usia Remaja di RSJD Dr. Soedjarwadi Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dalam bentuk deskriptif eksploratif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Dengan hasil penelitian: sebanyak 74,2% responden diasuh dengan riwayat pola asuh tipe VI (pola asuh yang tidak terbedakan). Pola asuh tipe III (demokratis) sebesar 25,8%. Sedangkan pola asuh Tipe II

9 (otoriter berdasarkan penolakan), tipe IV (permisif berdasarkan penerimaan) dan Pola asuh tipe V (permisif berdasarkan penolakan) sebesar 0%. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti pola asuh orang tua. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian terdahulu tersebut hanya menggambarkan jenis pola asuh pada pasien gangguan jiwa, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti menghubungkan pola asuh keluarga dengan kecenderungan munculnya tanda dan gejala skizofrenia pada pasien skizofrenia yang dirawat di RSJD Surakarta. Penelitian yang akan dilakukan pada pasien skizofrenia di RSJD Surakarta pada bulan Februari Maret 2011 dengan menggunakan pendekatan retrospektif.