BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan mendasar manusia dalam bertahan hidup adalah adanya pangan. Pangan merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupannya (Karsin, 2004). Untuk dapat memenuhi asupan gizi, manusia harus mengkonsumsi berbagai sumber zat gizi tersebut. Hal tersebut dikarenakan pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Pangan sebagai kebutuhan biologis manusia akan mempengaruhi pada kebutuhan rohani dan psikologis. Namun, kebutuhan biologis menjadi pokok utama dalam keberlangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia melakukan pengawasan pangan dengan membuat kebijakan pangan. Kebijakan pangan yang dibentuk berupa undangundang, peraturan pemerintah, surat keputusan menteri serta perangkat lainnya. Adapun Kebijakan pangan tersebut diantaranya UU RI Nomor 7 Tahun 1996, UU RI Nomor 8 Tahun 1999, UU RI Nomor 23 Tahun 1992, PP RI Nomor 21 Tahun 2005, PP No. 28 tahun 2004, PP Nomor 58 Tahun 2001, PP Nomor 69 Tahun 1999, UU No.18 Tahun 2012, Peraturan Pemerintah No 22 tahun 1983, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2006, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 180/Menkes/Per/IV/1985, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 329 Tahun 1976, Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.23.1455, Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.52.4321 dan kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Pada dasarnya kebijakan tersebut dibuat salah satu diantarnya untuk mengawasi tentang keamanan pangan yang ada di Indonesia. 1
2 Jaminan bahwa pangan memenuhi persyaratan konsumsi baik dari segi jumlah dan kualitas (gizi, dan aman), diperlukan suatu jaminan keamanan. Jaminan terhadap keamanan pangan atau bahan pangan telah menjadi tuntutan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Jaminan terhadap keamanan pangan juga telah menjadi tuntutan dalam perdagangan nasional maupun internasional. Jaminan keamanan pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau bahan pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan membahayakan kesehatan manusia (Murdhiati, 2006). Salah satu cara membuat jaminan keamanan tersebut dengan membuat kebijakan keamanan pangan. Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi, processing, penyimpanan, distribusi dan penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik untuk konsumsi manusia (Joint FAO/WHO Expert Commitiee of Food Safety) yang diacu dalam Damayanthi (2004). Selanjutnya Damayanthi (2004) menambahkan bahwa keamanan pangan itu termasuk salah satu faktor mutu yang menentukan tingkat penerimaan/ pemuasan konsumen. Produk yang keamanan pangannya menjadi sorotan salah satunya adalah produk daging segar. Produk daging segar sangat mudah rusak dan secara biologi masih aktif. Kerusakan daging segar ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya pertumbuhan mikroorganisme dalam daging, kerusakan karena suhu, kadar air, oksigen, tingkat keasaman, dan Ph serta kandungan gizi daging (Hendrasty, 2013). Daging juga merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sehingga keamanannya perlu diperhatikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional, konsumsi protein (gram) per kapita rata-rata penduduk Indonesia yang berasal dari produk daging mengalami peningkatan dari tahun 1999 hingga tahun 2013. BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1999 protein yang dikonsumsi per kapita dari daging menunjuk pada angka 1,33 dan kurva ini mengalami kenaikan setiap tahunnya, hingga pada tahun 2012 mencapai angka 3,41. Namun, pada tahun 2013 mengalami penurunan yang tajam
3 hingga hanya mencapai angka 2,38 (BPS, 2013). Hal ini disebabkan banyak munculnya pemberitaan tentang keamanan produk daging segar yang diragukan. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (DPPK) meminta masyarakat ekstra waspada saat mengonsumsi daging terutama segi standar halal serta standar kesehatannya (Kompas, 2013). Pada dasarnya daging segar yang sesuai standar keamanan adalah daging segar yang layak dikonsumsi manusia dengan persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Aman artinya daging tidak tercemar bahaya biologi, kimiawi dan fisik. Sehat berarti daging memiliki zat yang dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan tubuh manusia. Utuh berarti daging tidak di campur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Sedangkan halal berarti hewan maupun dagingnya disembelih, ditangani dan jenis daging yang tidak dilarang menurut syariat agama Islam. Hal tersebut dikarenakan kehalalan menjadi hak konsumen sehingga keberadaannya harus dijamin dan dilindungi oleh semua pihak secara bertanggung jawab. Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan untuk menghilangkan keraguan masyarakat akan kemungkinan adanya bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang tidak halal dalam suatu produk yang dijual (Widowati, et al. 2003 dan Apriyatono, 2003 dalam Afianti). Beberapa produk daging segar yang dijual di pasar diantaranya, daging kambing, sapi, domba, ayam, bebek, dan kerbau. Namun, daging sapi segar merupakan komoditas daging disukai konsumen Indonesia selain daging ayam, daging kambing/domba, dan lain-lainnya. Alasan alasan konsumen menyukai daging sapi ini antara lain karena pertimbangan gizi, status sosial, pertimbangan kuliner, dan pengaruh budaya barat (Jonsen, 2004). Disamping itu, tingkat kecernaan protein daging sapi tinggi mencapai 95-100% dibandingkan kecernaan protein tanaman yang hanya 65-75% (Aberle et.al., 2001). Daging sapi segar merupakan daging yang berwarna merah dan mengandung nilai gizi tinggi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging sapi terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Lukman, 2008). Namun disisi lain, keamanan daging sapi segar
4 harus diperhatikan karena produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penangan yang baik (Rahayu, 2006). Hayes (1996) menambahkan bahwa mikroba pada daging sapi segar dapat meningkat dikarenakan faktor kontaminasi lingkungan, sanitasi yang buruk dan adanya kontaminasi selama proses penanganan. Agar daging sapi segar dapat memenuhi standart keamanannya diperlukan perlakuan yang baik mulai dari penanganan daging sapi segar, pengangkutan, pengawetan hingga tempat penjualan. Bagian yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi daging sapi segar pada masyarakat adalah distribusi/tempat dimana masyarakat dapat memperoleh daging sapi segar. Pada kegiatan distribusi ini, perlu pengawasan agar masyarakat terjamin keamanannya dalam mengkonsumsi daging sapi segar. Ada beberapa tempat yang menjual daging sapi segar diantaranya kios, swalayan, dan pasar tradisional. Pasar tradisional cenderung lebih dipilih oleh para konsumen ketika ingin membeli daging sapi segar. Hal ini disebabkan lokasi pasar yang lebih dekat dari rumah dibandingkan kios daging dan swalayan. Selain itu, biasanya harga yang didapatkan konsumen lebih murah dikarenakan adanya proses tawar menawar ketika terjadi transaksi jual beli. Oleh karenanya, agar dapat memenuhi hak para konsumen dalam hal keamanan pangan daging sapi segar, disyaratkan agar kebersihan pasar harus terpelihara. Di pasar tradisional daging ayam dan daging ruminansia diperdagangkan cukup diletakkan di atas meja dan terbuka sehingga pencemaran mikroba sangat mungkin terjadi (Yanti, et al. 2008). Selain itu, pembeli harus dibatasi ketika memegang daging agar tidak terkontaminasi oleh kuman yang mungkin ada pada tangan pembeli tersebut. Untuk menanggulangi agar daging sapi aman untuk dikonsumsi sebaiknya pasar tradisional dilengkapi dengan alat pendingin agar daging sapi segar tidak cepat rusak (Susanto, 2014). Namun kenyataannya berdasarkan Poesoro (2007) bahwa kebersihan pasar yang minim, tempat pembuangan sampah
5 yang kurang terpelihara, kurangnya lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara merupakan permasalahan infrastruktur di pasar tradisional di Indonesia. Arania (2013) menambahkan bahwa pasar tradisional selama ini identik dengan tempat yang kumuh, kotor dan sembraut terutama di bagian pasar yang menjual daging banyak lalat yang beterbangan dengan lantai yang becek dan kotor. Dengan hal tersebut harus menjadi kewaspadaan konsumen saat membeli daging sapi segar yang aman. Hal ini berbeda dengan di pasar swalayan yang telah diperhatikan cara penjualan ke konsumen dengan memberi kemasan dan daging diletakkan di tempat pendingin (Hendrasty, 2013). Kota Surakarta memiliki 20 jenis pasar. Diantara 20 jenis pasar tersebut salah satunya terdapat pasar tradisional atau umum. Pasar tradisional tersebut menjual kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya termasuk daging sapi segar. Pada tahun 2013 jumlah pasar tradisional sebanyak 26 unit. (Tabel 1) Tabel 1. Pasar Menurut Jenisnya di Kota Surakarta No Jenis Pasar Tahun 2012 2013 1 Departement Store - - 2 Pasar Swalayan - - 3 Pusat Perbelanjaan - - 4 Umum/Tradisional 27 26 5 Hewan 2 2 6 Pasar Buah 1-7 Pasar Sepeda - 1 8 Ikan - - 9 Lain-lain - 1 10 Mebel 1 1 11 Barang Antik 1 1 12 Klitikan 1 1 13 Besi 2 2 14 Bambu 1 1 15 Ngarsopuro 1 2 16 Peralatan Rumah Tangga 1 1 17 Textil 2 2 18 Bunga 1 1 19 Rupa-rupa 1 1 20 Kebutuhan siswa 1 1 Jumlah 43 44 Sumber: BPS Kota Surakarta 2013
6 Kondisi pasar tradisional di Kota Surakarta layaknya pasar tradisional Indonesia pada umumnya. Meskipun, telah terdapat beberapa kebijakan keamanan pangan di pasar tradisional namun, kondisi bangunan, sanitasi, desain layout masih kurang sesuai dengan standart pasar tradisional yang sehat yang sesuai dengan KMK No. 519 Tentang Pedoman Penyelanggaraan Pasar Sehat Th. 2008. Berdasarkan hal tersebut, mendorong penliti untuk melakukan penelitian mengenai implementasi kebijakan keamanan pangan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta. B. Rumusan Masalah Daging sapi segar merupakan salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan. Meskipun sudah ada beberapa kebijakan yang mengatur tentang keamanan pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai implementasi kebijakan keamanan daging sapi segar di pasar tradisional di kota Surakarta. Diperkuat dari penelitian Mulyadi (2010) bahwa kelemahan yang terdapat pada pasar tradisional di Kota Surakarta dari sisi bangunan dan infrastruktur adalah bangunan masih kelihatan kumuh karena kurang perawatan, warna bangunan yang pudar, saluran kotor dan tidak terawat atau kurang memadai, kurang baiknya sistem drainase, kurang terdapat fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai. Kelemahan pasar tradisional dari sisi non fisik adalah manajemen pengelola tidak transparan dan profesional, keterbatasan wawasan dan visi dari pengelola pasar, belum memikirkan kepentingan pedagang dan pengunjung pasar, masih ada pedagang yang membuang sampah tidak pada tempatnya, kurangnya bak penampungan sampah, pedagang tidak menghiraukan aturan dan papan zoning yang sudah tersedia sebagai pemandu, tidak ada kepastian harga barang yang dijual kepada konsumen. Permasalahan implementasi kebijakan ini diduga terdapat hubungan dengan faktor seperti kondisi pasar, karakteristik pedagang dan pengetahuan keamanan pangan. Kebijakan keamanan yang ada diduga kurang mempertajam dan memperdalam mengenai kriteria daging sapi segar yakni ASUH. Untuk mempertajam kebijakan keamanan pangan yang sudah ada
7 dibutuhkan perumusan pengembangan kebijakan keamanan pangan agar sesuai dengan kriteria standar keamanan pangan daging sapi. Berdasarkan kenyataan di atas, maka peneliti ingin mengkaji mengenai implementasi kebijakan keamanan pangan pada daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta. Penelitian dipilih karena sebelumnya belum pernah dilakukan di lokasi pasar tradisional di Kota Surakarta. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai : 1. Apa saja kebijakan yang ada untuk keamanan pangan daging sapi segar di pasar tradisional? 2. Apakah program Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya menerapkan keamanan pangan daging sapi segar? 3. Bagaimana implementasi kebijakan keamanan pangan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta? 4. Apakah ada hubungan yang nyata antara kondisi pasar, karakteristik pedagang dan pengetahuan kebijakan dan keamanan pangan oleh pedagang dengan Implementasi Keamanan Pangan? 5. Bagaimana bentuk rekomendasi pengembangan kebijakan untuk meningkatkan mutu dan keamanan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kebijakan keamanan pangan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta. 2. Mengetahui program Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya menerapkan keamanan pangan daging sapi segar 3. Mengetahui implementasi kebijakan keamanan pangan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta. 4. Mengetahui hubungan yang nyata antara kondisi pasar, karakteristik pedagang dan pengetahuan kebijakan dan keamanan pangan oleh pedagang dengan Implementasi Keamanan Pangan.
8 5. Membuat rekomendasi rumusan dalam pengembangan kebijakan untuk meningkatkan mutu dan keamanan daging sapi segar di pasar tradisional di Kota Surakarta. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai identifikasi kebijakan, identifikasi progaram keamanan pangan, implementasi kebijakan, mengetahui faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan keamanan daging sapi segar di pasar tradisional, merumuskan pengembangan kebijakan keamanan pangan di pasar tradisional Surakarta dan merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam menghasilkan suatu perumusan dalam pengembangan kebijakan tentang keamanan pangan. 3. Bagi Konsumen Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan evaluasi oleh konsumen dalam menentukan daging sapi segar yang sesuai dengan standart kebijakan keamanan daging sapi segar di pasar tradisional Kota Surakarta. 4. Bagi Pedagang Hasil Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan akan pentingnya keamanan pangan dan pertimbangan para pedagang dalam menjual daging sapi segar agar lebih memperhatikan keamanan pangan. 5. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber informasi bagi pemerhati mengenai permasalahan yang sama di masa mendatang.