BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB II LANDASAN TEORI. dalam ruang lingkup sekolah konsep engagement meliputi beberapa bagian, yang

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tinggi akan membawa kemajuan suatu negara dan pembentukan

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan berperan penting dan meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

I. PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari melalui sekolah, baik dalam lingkungan, di rumah maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa dapat mempersiapkan masa

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi rendahnya prestasi yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa dijadikan salah satu

I. PENDAHULUAN. pelajaran geografi di SMA merupakan indikasi bahwa selama ini proses

I. PENDAHULUAN. intelektual, spiritual, dan mandiri sehingga pada akhirnya diharapkan masyarakat kita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ASEAN sudah jauh tertinggal dari Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

I. PENDAHULUAN. dan berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan aspek penting terhadap kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan potensi peserta didik melalui kegiatan belajar (dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia harus terus ditingkatkan kualitas pribadi, kemampuan berkarya dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu modal utama dalam pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional sebagai mana yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dihadapinya dan mampu untuk melakukan sesuatu yang baru. untuk menunjang kemajuan kehidupan, baik bagi diri dan bangsanya.

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan ruang lingkup penelitian adapun pembahasan secara lebih

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah, terutama dalam bidang

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif dapat. mengembangkan potensi pada dirinya untuk dapat memiliki kekuatan

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan suatu negara. Tanpa pendidikan suatu negara akan tertinggal jauh

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Antara Minat Baca Dengan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Produktif Di Smk

BAB I PENDAHULUAN. budaya, tetapi juga aspek ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya pendidikan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun Madrasah Aliyah (MA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk

I. PENDAHULUAN. Pembahasan beberapa hal tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan menjadi penerus bangsa. Tidak dapat dipungkiri, seiring dengan terus

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peranan pendidikan telah dicantumkan oleh pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Oleh : Fistika Sari A

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran penting dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pendidikan dan kemampuan yang baik. Dengan pendidikan maka

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses pengembangan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berusaha untuk membenahi proses pembelajaran atau proses belajar mengajar yang

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta didik. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003), dicantumkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Hamalik (2008) mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, bagi peranannya di masa yang akan datang. Sebagai makhluk sosial, belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia (Purwanto, 2011). Terutama bagi seorang anak karena dengan belajar, anak akan memperoleh pengetahuan mengenai apa yang ia pelajari. Selain itu belajar juga dapat membuat anak menjadi lebih dewasa baik dalam berpikir maupun bertingkah laku, karena belajar adalah suatu proses yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan kecakapan (Purwanto, 1995). 1

2 Menurut Purwanto (2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya belajar. Faktor tersebut adalah faktor individual dan faktor sosial. Salah satu faktor individual yang menyebabkan terjadinya perubahan adalah faktor pribadi individu. Faktor pribadi individu yang mempengaruhi proses belajar seperti sikap siswa pada proses belajar. Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performa guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya (Syah, 2003). Sikap siswa pada proses belajar ditampilkan pada cara siswa berperilaku selama proses belajar. Perilaku siswa dalam kegiatan belajar memperlihatkan tingkat keterlibatan siswa (student engagement) di sekolah. Perilaku siswa seperti membolos, mengobrol di dalam kelas saat guru sedang mengajar, mengerjakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan belajar, dan tidak berpakaian sesuai dengan aturan sekolah merupakan bentuk dari rendahnya keterlibatan siswa (student engagement) dalam belajar (Frederick, Bluemenfeld, & Paris, 2004). Keterlibatan dalam kegiatan belajar adalah ketika siswa berperilaku secara intensif, memiliki kualitas emosi, dan siswa meluangkan waktu untuk dapat terlibat selama kegiatan belajar (Reeve, 2005). Keterlibatan dalam kegiatan belajar penting dimiliki oleh seorang siswa. Reeve (2005) menjelaskan empat hal yang membuat keterlibatan penting dimiliki siswa, yaitu keterlibatan sebagai syarat untuk kegiatan belajar yang produktif, keterlibatan dapat memprediksi fungsi sekolah, keterlibatan pada

3 siswa dapat dikendalikan dan dibentuk, keterlibatan juga dapat menjadi feedback bagi guru. Lester (2013) juga mengatakan bahwa keterlibatan siswa (student engagement) merupakan cara yang dapat meningkatkan pembelajaran dan meningkatkan hasil yang lebih baik dari lembaga pendidikan. Kuh (dalam Trowler, 2010) mengatakan bahwa keterlibatan siswa (student engagement) mampu mengarahkan siswa pada tujuan yang ingin dicapai. Keterlibatan siswa (student engagement) dalam kegiatan-kegiatan di sekolah juga memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Seperti yang dikatakan oleh Kuh (dalam Trowler, 2010), peningkatan keterlibatan siswa (student engagement) memiliki pengaruh positif yang signifikan pada belajar siswa dan hasilnya. Willms mempertimbangkan keterlibatan siswa (student engagement) di sekolah sebagai output sekolah yang sangat penting, sebagai hal yang berpengaruh langsung terhadap prestasi akademik (dalam Dharmayana, 2012). Sebuah penelitian menunjukkan siswa yang tidak terlibat dengan sekolahnya memiliki kecenderungan untuk rendah dalam prestasi, sering absen, bahkan hingga keluar dari sekolah (Lippman & Rivers, 2008). Keterlibatan siswa (student engagement) menjadi salah satu konsep untuk memperbaiki tingkat prestasi akademik yang rendah, tingkat kebosanan siswa yang tinggi, ketidakpuasan, dan tingginya angka putus sekolah di daerah perkotaan (National Research Council & Institute of Medicine, 2004). Temuan Glanville dan Wildhagen (dalam Lester, 2013) menunjukkan keterlibatan siswa (student engagement) menurunkan angka siswa putus

4 sekolah. Menurut Granis (dalam Lovett, 2009), keterlibatan siswa (student engagement) dalam kegiatan belajar digambarkan sebagai variabel penting untuk mencegah dan melakukan intervensi terhadap fenomena putus sekolah. Frederick, Blumenfeld, dan Parks (2004) mendefinisikan keterlibatan siswa (student engagement) melalui tiga dimensi yaitu keterlibatan perilaku (behaviour engagement), keterlibatan emosi (emotional engagement), dan keterlibatan kognitif (cognitive engagement). Keterlibatan siswa (student engagement) dalam belajar merupakan partisipasi aktif siswa seperti berusaha, bersungguh-sungguh, konsentrasi, memberi perhatian, dan mematuhi peraturan. Dimensi yang pertama, yaitu keterlibatan perilaku (behavioral engagement), siswa yang memiliki keterlibatan perilaku akan mengikuti peraturan sekolah, tidak membolos, dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru di kelas. Dimensi kedua adalah keterlibatan emosional (emotional engagement), siswa yang memiliki keterlibatan emosional memiliki hubungan baik dengan sesama siswa dan dengan guru. Dimensi ketiga, yaitu keterlibatan kognitif (cognitive engagement) menurut Fredericks, dkk.(2004), dibagi menjadi dua komponen yaitu psikologis dan kognitif. Komponen psikologis meliputi tujuan motivasi dan pembelajaran mandiri. Komponen kognitif menekankan investasi siswa dalam belajar dan motivasi belajar. Berdasarkan penjelasan Frederick, dkk., (2004), siswa yang memiliki keterlibatan kognitif mampu mengatur diri sendiri mengenai waktu belajar, sehingga terhindar dari penundaan pengerjaan tugas sekolah. Siswa yang

5 memiliki keterlibatan emosi memiliki hubungan baik dengan sesama siswa dan dengan guru, membuat siswa merasa senang berada di sekolah. Siswa dengan keterlibatan perilaku yang tinggi tidak akan memiliki masalah pelanggaran peraturan di sekolah. Pada SMA Negeri 11 Kota Padang ditemukan perilaku yang menunjukkan indikasi kurangnya keterlibatan siswa (student engagement). Berdasarkan informasi yang didapat pada tanggal 17 Januari 2017 dari guru, ketika guru baru masuk kelas untuk mengajar siswa masih sibuk dengan handphone mereka. Observasi yang dilakukan oleh peneliti di tanggal 17 Januari 2017, pada kelas XI ketika guru sudah memasuki kelas, 4 siswa perempuan masih berdiri didekat pintu. Hal ini memperlihatkan adanya indikasi ketidaksiapan siswa untuk memulai belajar. Bukan hanya indikasi ketidaksiapan siswa untuk memulai pelajaran, hasil pengamatan selama jam pelajaran pada tanggal 17 Januari 2017 juga terdapat siswa yang keluar kelas saat jam pelajaran akan dimulai. Pada observasi yang dilakukan peneliti, terlihat 4 orang siswa laki-laki yang sedang duduk di taman bagian depan sekolah ketika jam pelajaran berlangsung. Di pos satpam juga ada 2 orang siswa laki-laki yang duduk. Siswa yang berada di luar kelas pada jam pelajaran menunjukkan indikasi kurangnya partisipasi siswa pada proses belajar. Selain adanya indikasi kurangnya partisipasi siswa saat jam pelajaran, terdapat juga siswa yang melakukan pelanggaran pada peraturan sekolah. Setiap sekolah memiliki peraturan yang mengatur cara berpakaian maupun

6 rambut siswa. Menggunakan seragam sesuai dengan hari yang telah ditentukan, baju pada siswa laki-laki yang harus dimasukkan, dan rok pada anak perempuan yang tidak boleh ketat. Sedangkan di SMA Negeri 11, pelanggaran mengenai cara berpakaian ini tercatat telah dilakukan oleh 140 siswa dari awal semester genap di tahun 2017. Pelanggaran pada peraturan sekolah, kurangnya partisipasi, dan ketidaksiapan siswa dalam belajar merupakan indikasi kurangnya keterlibatan perilaku (behavioral engagement) pada siswa. Meskipun terdapat pelanggaran, siswa SMA Negeri 11 juga berprestasi di bidang non akademik, diantaranya juara 3 khutbah jumat antar siswa SMA tingkat Kota Padang dan juara 2 Wirabraja Cup I pada tahun 2013. Mendapat juara 2 dan juara 3 pada Porseni SMA tingkat Kota Padang, juga juara 1 tolak peluru putra pada tahun 2015. Selain itu SMA Negeri 11 juga memiliki beberapa prestasi diantaranya, pada tahun 2013 sekolah ini mendapat peringkat 1 sebagai sekolah Adiwiyata Kota Padang, sedangkan tahun 2014 mendapat juara 2 untuk Sekolah Berprestasi, dan tahun 2014 sebagai juara 1 Sekolah Adiwiyata Provinsi. Sekolah ini menjadi sekolah Adiwiyata Nasional pada tahun 2015. Walaupun memiliki prestasi di beberapa bidang, namun SMA Negeri 11 merupakan SMA Negeri dengan nilai UN terendah pada tahun 2015/2016 di Kota Padang. Nilai rata-rata untuk jurusan IPA sebesar 55,88, dan rata-rata untuk jurusan IPS sebesar 46,85. Hasil Ujian Nasional merupakan salah satu standar kelulusan siswa. Standar kelulusan siswa merupakan salah satu

7 penilaian menentukan akreditasi sekolah. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh badan akreditasi nasional, SMA Negeri 11 Kota Padang mendapatkan akreditasi B. Selain nilai dari Ujian Nasional, hasil belajar siswa dapat dilihat dari ujian yang dilakukan oleh guru di sekolah. Sekolah memiliki batas nilai minimum yang dianggap tuntas menyelesaikan ujian yang disebut KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Apabila siswa tidak dapat mencapai batas nilai minimum tersebut, maka siswa diberi kesempatan untuk mengulang kembali ujiannya. Berdasarkan informasi dari guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 11 mengenai gambaran nilai ujian siswa yang memenuhi batas KKM untuk masing-masing mata pelajaran, guru berkata bahwa di setiap kelas ada siswa yang harus mengulang ujian kembali. Hal ini memperlihatkan bahwa hasil belajar siswa di SMA Negeri 11 masih kurang memuaskan. Siswa yang masih tidak dapat mencapai nilai KKM setelah melakukan ujian ulang, terpaksa akan mengulang kelas di tahun berikutnya. Di SMA Negeri 11 pada tahun ajaran 2013/2014, sebanyak 15 siswa mengulang kelas. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 16 siswa dinyatakan mengulang kelas. Rendahnya nilai UN dan tidak tercapainya nilai KKM memperlihatkan masih rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa merupakan salah satu hal yang diakibatkan dari kurangnya keterlibatan siswa (student engagement) (Frederick, dkk., 2004).

8 Siswa yang melakukan pelanggaran peraturan sekolah, sering membolos sekolah, dan mengulang kelas akan diproses oleh guru Bimbingan dan Konseling. Apabila pelanggaran yang dilakukan siswa sudah tidak dapat ditoleransi lagi, maka siswa tersebut akan di drop out. Di SMA Negeri 11, pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 12 orang siswa drop out. Pada tahun ajaran 2014/2015, 1 siswa dinyatakan drop out. Pada tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 6 siswa drop out. Drop out juga merupakan salah satu hal yang diakibatkan dari kurangnya keterlibatan siswa (student engagement) (Frederick, dkk., 2004). Student engagement (keterlibatan siswa) merupakan kunci untuk mengatasi masalah kurangnya prestasi siswa, tingginya tingkat kebosanan siswa, keterasingan, dan tingginya angka putus sekolah (Fredericks, Blumenfeld, & Paris, 2004). Terdapatnya siswa yang drop out selama tiga tahun terakhir di SMA Negeri 11, masih rendahnya hasil belajar yang diperoleh, dan pelanggaran aturan sekolah yang dilakukan siswa mengindikasi kurangnya keterlibatan siswa (student engagement) di sekolah ini. Siswa diharapkan melakukan kegiatan yang memperlihatkan keterlibatan pada sekolahnya. Dunleavy dan Milton mengatakan bahwa agar siswa dapat terlibat (engage) maka siswa diharapkan memiliki learner autonomy (otonomi pada siswa) dan tanggung jawab terhadap pembelajaran yang mereka lakukan (dalam Taylor & Parsons, 2011). Reeve (2004) menjelaskan

9 bahwa dengan memiliki learner autonomy (otonomi pada siswa) yang tinggi, siswa akan memiliki keterlibatan (engagement) yang tinggi. Chene (dalam Macaskill & Taylor, 2010) mengatakan bahwa otonomi pada siswa (learner autonomy) sebagai kemampuan siswa untuk mendapatkan pengetahuan atau kemampuan melalui proses yang dia tentukan secara independen. Sedangkan Hackman dan Oldham (dalam Steele & Fullagar, 2009) mengatakan bahwa learner autonomy (otonomi pada siswa) mengacu pada sejauh mana individu memiliki kebijaksanaan independen dalam menentukan kecepatan dan proses dalam pengerjaan tugas. Proses belajar yang otonomi, membuat pelajar menjalani proses belajarnya berdasarkan keinginannya sendiri (Macaskill & Taylor, 2010). Fenomena yang terjadi di SMA Negeri 11, guru Bimbingan dan Konseling (BK) mengatakan bahwa siswa yang bermasalah adalah siswa yang melanjutkan sekolah karena keinginan orang tuanya. Siswa tersebut lebih ingin bekerja dibandingkan melanjutkan sekolah, namun orang tuanya ingin agar anaknya memiliki ijazah SMA sehingga siswa tersebut tetap melanjutkan sekolahnya. Selain itu ada juga siswa yang ingin bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun dikarenakan tidak terdapat SMK di daerah itu maka siswa tersebut memilih bersekolah di SMA Negeri 11. Ketika siswa terkendala dalam mengerjakan tugas, 4 orang siswa mengatakan bahwa mereka tidak mencoba untuk menyelesaikan tugas tersebut. Satu orang siswa mengatakan bahwa ketika tidak dapat

10 menyelesaikan tugas, mereka akan mencontek tugas yang dikerjakan temannya. 5 orang siswa mengatakan bahwa mereka tidak menentukan jadwal dalam mengerjakan tugas. Perilaku tersebut mengindikasi kurangnya otonomi pada siswa (learner autonomy). Learner autonomy (otonomi pada siswa) penting dimiliki oleh seluruh siswa. Learner autonomy (otonomi pada siswa) membuat pelajar cenderung lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya sendiri sehingga mereka akan lebih melibatkan sisi kognitif, afektif, dan sosialnya (Ciekanski, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Reeve dan Ryan (2005) menemukan bahwa rendahnya learner autonomy (otonomi pada siswa) menjadi penyebab tertinggi tidak memuaskannya kegiatan belajar. Reeve (2004) menjelaskan bahwa dengan memiliki learner autonomy (otonomi pada siswa) yang tinggi siswa menjadi lebih positif secara emosi, optimal dalam pilihan yang menantang, menurunkan kemungkinan drop out, dan prestasi akademik yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Reeve (2005) ditemukan bahwa terdapat hubungan antara learner autonomy (otonomi pada siswa) dan keterlibatan yang tinggi pada siswa. Peneliti telah menemukan korelasi learner autonomy (otonomi pada siswa) dengan keterlibatan sekolah dan penyerapan dalam kegiatan akademik (Wong dalam Steele & Fullagar, 2009). Lebih khusus, penelitian pada siswa SMA telah mengindikasikan bahwa dukungan learner autonomy (otonomi pada siswa) dari guru sangat terkait dengan keterlibatan siswa (student engagement) (Reeve, Jang, Carrell, Jeon, & Barch dalam

11 Steele & Fullagar, 2009). Learner autonomy (otonomi pada siswa) dianggap dapat meningkatkan keterlibatan (engagement), terutama jika dalam pembelajaran terdapat pilihan, pengambilan keputusan bersama dan tidak adanya kontrol eksternal, seperti imbalan atau hukuman sebagai alasan melakukan suatu perilaku (Frederick dkk., 2004). Penelitian Hafen, Allen, Mikami, Gregory, Hamre dan Pianta (2012) menemukan bahwa siswa yang memiliki otonomi pada minggu pertama sekolah memiliki keterlibatan yang meningkat pada seluruh pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Doko (2012) mengenai hubungan antara student autonomy dengan student engagement pada mahasiswa memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara student autonomy dan student engagement. Berdasarkan penjelasan literatur mengenai otonomi pada siswa (learner autonomy) dan keterlibatan siswa (student engagement) menunjukkan bahwa tingginya otonomi pada siswa (learner autonomy) dapat meningkatkan keterlibatan siswa (student engagement). Siswa yang memiliki otonomi akan memiliki keterlibatan yang tinggi di sekolah. Hal ini penting bagi lingkungan sekolah agar menciptakan suasana yang mendukung terciptanya otonomi pada siswa (learner autonomy) sehingga meningkatkan keterlibatan siswa (student engagement). Oleh karena itu, peneliti ingin melihat pengaruh learner autonomy terhadap student engagement di SMA Negeri 11 Kota Padang.

12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, adakah pengaruh antara learner autonomy terhadap student engagement di SMA Negeri 11 Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara learner autonomy terhadap student engagement di SMA Negeri 11 Kota Padang. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya pada bidang psikologi pendidikan. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan sebagai berikut : 1.4.2.1 Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada siswa mengenai student engagement (keterlibatan siswa) dan cara meningkatkannya. 1.4.2.2 Bagi Guru Sebagai masukan untuk meningkatkan student engagement pada siswa di SMA Negeri 11 Kota Padang. Apabila learner autonomy (otonomi pada

13 siswa) memiliki pengaruh positif terhadap student engagement (keterlibatan siswa), maka guru dapat meningkatkan student engagement (keterlibatan siswa) dengan menciptakan suasana yang mendukung terciptanya learner autonomy (otonomi pada siswa). 1.4.2.3 Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan bahan pertimbangan dalam usaha perbaikan pendidikan disekolah dan diharapkan dapat memberikan masukkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 1.4.2.4 Bagi Peneliti Penelitian sebagai data dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Juga merupakan kesempatan bagi peneliti untuk dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman mengenai learner autonomy learner autonomy (otonomi pada siswa) dan student engagement (keterlibatan siswa). 1.5 Sistematika Penulisan Untuk tercapainya tujuan pembahasan skripsi, maka penulis membuat sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, dimana pada tiap-tiap babnya terbagi atas beberapa sub bab yang saling berkaitan antara satu dan yang lainnya. Bab I : Pendahuluan Bab ini berisikan uraian singkat mengenai latar belakang, permasalahan, perumusan masalah, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

14 Bab II : Tinjauan pustaka Bab ini berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III : Metode penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, lokasi penelitian, instrumen penelitian, dan metode analisa data. Bab IV : Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi penjelasan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian yang meliputi pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent, gambaran variabel penelitian, dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penyempurnaan penelitian selanjutnya.