BAB IV HASIL ANALISIS PERKAWINAN SESAMA JENIS BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. A. Faktor Faktor Penyebab Perkawinan Sesama Jenis

dokumen-dokumen yang mirip
Problematika Perkawinan Sesama Jenis Ditinjau dari Hukum Positif dan Perspektif Hukum Islam

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

Sikap Umat Kristen terhadap LGBT

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

Lingkungan Mahasiswa

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

Transkripsi:

BAB IV HASIL ANALISIS PERKAWINAN SESAMA JENIS BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Faktor Faktor Penyebab Perkawinan Sesama Jenis Perkawinan sesama jenis adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin sama atau idetitas gender yang sama. Bagi orang yang mempunyai ketertarikan dengan sesama jenis biasa disebut homoseksual, istilah ini muncul pertama kali dalam bahasa inggris pada tahun 1890 dalam tulisan karya Charles Gilbert Chaddock yang menerjemahkan Psychopathia Sexualis karya R. Von Krafft-Ebing. Homo berasal dari bahasa Yunani yang berarti sama. Sedangkan seksual mempunyai dua pengertian, pertama: seks sebagai jenis kelamin. Kedua: seks adalah hal ihwal yang berhubungan dengan alat kelamin, misalnya persetubuhan atau senggama. 49 Dalam Islam, homoseksual disebut liwath atau amal qaumi luthin. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, homoseksual adalah keadaan tertarik terhadap orang dan jenis kelamin yang sama. Kamus Bahasa Melayu Nusantara, memberikan dua pengertian terhadap homoseksual. Pertama, orang yang tertarik nafsu syahwatnya kepada orang sejenis dengannya. Kedua, dalam keadaan tertarik terhadap orang yang jenis kelaminnya sama; atau cenderung kepada perhubungan sejenis. Djalinus, mengatakan homoseksual adalah dalam 49 Abdul Aziz Ramadhani, Homoseksual dalam Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Islam, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2012, hlm 30. 49

keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama. 50 Perkawinan sesama jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor psikologis dan faktor Hukum. Terjadinya perkawinan sesama jenis ditinjau dari sisi psikologi dapat di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya : a. Keluarga Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan anak. Banyak sekali faktor-faktor dari keluarga itu sendiri yang dapat mempengaruhi perilaku anak. Pengalaman atau trauma di masa anak-anak misaslnya seperti dikasari oleh ayah sehingga anak beranggapan bahwa semua laki-laki bersikap kasar yang memungkinkan si anak merasa benci pada laki-laki sehingga lebih merasa nyaman dan lebih tertarik kepada sesama perempuan dan begitu juga sebaliknya yaitu dikasari oleh ibunya sehingga anak beranggapan bahwa semua perempuan bersikap kasar yang memungkinkan anak benci pada perempuan sehingga lebih merasa nyaman dan lebih tertarik kepada sesama laki-laki. Orang tua yang megidamkan anak laki-laki atau perempuan juga akan mengakibatkan seorang anak itu cenderung kepada apa yang di idamkan. Dan pola asuh dari kedua orang tuapun berpengaruh untuk si anak seperti misalkan memberi fasilitas pengembangan diri yang tidak sesuai dengan identitas gender contohnya seperti laki-laki dibiarkan main permainan perempuan dan sebaliknya. 51 Kesalahan menyamakan gender dengan orang tua, takkala laki-laki tidak menyamakan dirinya dengan ayahnya tapi justru 50 Ibid. 51 Wawancara dengan Dr. H. Agus Sofyandi Kahfi, Drs., M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung di Bandung 18 Januari 2016. 50

dengan ibunya maka kemungkinan perkembangan untuk ke arah penyimpangan seksual itu besar. Atau takkala seorang laki-laki melihat bahwa ayahnya bukan ayah yang ideal, otoriter, galak sehingga dia tidak meng identifikasikan dirinya dengan ayahnya maka potensi untuk berkembang menjadi orang yang mengalami penyimpangan seksual itu juga besar. Atau sebaliknya dikeluarga itu ibu yang sangat dominan dan ayah tidak berperan sehingga ia memilih, karena dirinya sebagai laki-laki dan ayah tidak berperan sama sekali dan berfikir lebih baik meng identifiksikan dengan ibu yang mempunyai kekuasaan. Jadi sangat banyak sekali fariabel dari lingkungan dan pola asuh keluarga yang memungkinkan orang berkembang ke arah homoseksual yang ahirnya menyebabkan perkawinan sesama jenis. 52 b. Pergaulan dan Lingkungan Pergaulan dan lingkungan sangat mudah mempengaruhi terbentuknya karakter seseorang. Lingkungan dimana individu ini hidup juga bisa memberikan kontribusi, seperti misalnya seseorang berada di lingkungan dimana banyak terdapat pelaku homoseksual maka orang tersebut juga dapat tertular secara psikologis sehingga melakukan hal tersebut. Pergaulan yang meniru budaya barat juga menjadi salah satu faktor lainnya, di Indonesia itu sudah terjadi pergeseran nilai yang sangat banyak. Kita bicaranya nilai ini adalah value, pergeseran value value hidup itu sudah banyak sekali, dulu perkawinan sesama jenis adalah hal yang tabu, 52 Ibid 51

sekarang orang-orang melihat itu mungkin sudah menjadi hal biasa. Yang tadinya tidak biasa menjadi biasa dan terus kemudian lama-lama berlanjut menjadi gaya hidup. Indonesia sangat mudah untuk bergeser valuenya sangat mudah untuk dipengaruhi dari value luar. 53 c. Biologis Kombinasi / rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak, hormon, dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Deti Riyanti dan Sinly Evan Putra, S.Si mengemukakan bahwa berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari : 54 1. Susunan Kromosom Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria. Jika terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria. Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700 kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut 53 Wawancara dengan Fundianto, M. Psi., Psikolog di Bandung, 22 Desember 2015 54 http://senggama69.blogspot.co.id/2011/12/tugas-patologi-dan-masalah-sosialq.html pada tanggal 1 februari 2016 pukul 14.45 WIB di akses 52

mengalami kelainan pada alat kelaminnya. 2. Ketidakseimbangan Hormon Seorang pria memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang dimiliki oleh wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita. 3. Struktur Otak Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian. 4. Kelainan susunan syaraf Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak. 53

Kaum homoseksual pada umumnya merasa lebih nyaman menerima penjelasan bahwa faktor biologis-lah yang mempengaruhi mereka dibandingkan menerima bahwa faktor lingkunganlah yang mempengaruhi. Terjadinya perkawinan sesama jenis ditinjau dari segi Hukum disebabkan karena adanya Hukum yang mengesahkan Perkawinan sesama jenis. Bahwa Hak Asasi Manusia dan kesamarataan yang mendasari legalisasi hal ini. Kaum homoseksual adalah manusia yang sama dengan manusia lainnya yang di anggap normal. Oleh karena itu, mereka pun perlu dilindungi Hak Asasi Manusianya. Keadilan dan perlakuan yang sama juga menjadi alasan kuat mengapa legalisasi ini dinyatakan. Dengan adanya putusan seperti ini hak individu mereka dilindungi secara hukum dan taraf derajat mereka sebagai sesama manusia diakui dalam hal dalam hal apapun seperti salah satunya dalam hal pernikahan. Pengakuan status dan perlindungan secara hukum juga menjadi dasar adanya perkawinan sesama jenis ini. B. Perkawinan Sesama Jenis Menurut Hukum Positif dan Perspektif Hukum Islam 1. Perkawinan Sesama Jenis Menurut Hukum Positif Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam Pasal 1 Mendefinisikan : Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga 54

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 55 Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri bukan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang pria ataupun seorang wanita dengan seorang wanita. Perkawinan sesama jenis mengindikasikan bahwa hal tersebut menyalahi kodrat yang telah ditentukan oleh Hukum. Maka dapat dikatakan bahwa di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan. Pada pasal tersebut juga dikatakan bahwa yang menjadi tujuan perkawinan sebagai suami-istri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat dengan keturunan, sedangkan dalam perkawinan sesama jenis tidak memungkinkan untuk mempunyai keturunan. Lebih lanjut, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sendiri. Sehubungan dengan adanya ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut, maka bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam apabila hendak melaksanakan perkawinan agar perkawinan dianggap sah harus memenuhi ketentuan-ketentuan tentang perkawinan yang telah diatur dalam hukum perkawinan Islam. Demikian juga bagi mereka yang beragama Nasrani, Hindu dan Budha, hukum agama merekalah yang menjadi dasar pelaksanaan yang menentukan sahnya perkawinan. Dalam ketentuan Pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perkawinan yang dapat dilangsungkan diluar hukum 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 1. 55

Agama dan kepercayaannya, sebab untuk dapat sah atau tidaknya suatu perkawinan yang akan dan telah dilangsungkan adalah berdasarkan ketentuan Agama dan kepercayaannya. Perkawinan sesama jenis tidak memenuhi ketentuanketentuan dalam Agama dimana perkawinan tersebut jelas-jelas menyalahi fitrah manusia. Dalam surat An-nisa ayat 1 dan surat Ar-rum ayat 21 menunjukkan bahwa fitrah manusia itu dilahirkan berpasang-pasangan yang seharusnya laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Berbeda dengan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), yang menyebutkan bahwa tidak ada seorangpun yang menghendaki dilahirkan di dunia dengan keadaan yang menyimpang dan juga tidak dibenarkan adanya suatu kaidah Hukum apapun membedakan orang yang satu dengan yang lain. Artinya, hubungan seksual yang menyimpang seperti perkawinan sesama jenis tidak dapat dianggap perbuatan dosa dan aib karena telah mendapat pengakuan dan pengaturannya. Namun ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (1) menayatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Artinya perkawinan sesama jenis tetap tidak dapat dilakukan karena perkawinan yang sah harus tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ketentuan agama. 2. Perkawinan Sesama Jenis Menurut Perspektif Hukum Islam Hukum Islam senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia dalam menghadapi masalah dalam kehidupannya, salah satunya terkait dengan substansi 56

jiwa yang berasal dari kehendak hawa nafsu manusia yang ingin melampiaskan seks diluar ketentuan Hukum Islam. Penyimpangan biologis yang melanggar fitrah manusia seperti perkawinan sesama jenis dalam Hukum Islam ditentang secara keras karena telah menyalahi aturan yang telah ada dalam Al-Quran dan Al-Hadist sebagai dasar Hukum Islam yang telah ada. Lebih lanjut menekankan bahwa Islam memberikan bentuk liwath kedalam perbuatan yang tercela yang pernah terjadi pada kaum Nabi Luth yang terbukti telah membawa malapetaka yang luar biasa baik berwujud kutukan wabah penyakit dan lainnya. 56 Dalam Hukum Islam Perkawinan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang di ridhai Allah. Perkawinan sesama jenis tentu bukan merupakan hal yang di ridhai oleh Allah karena telah menyalahi fitrah manusia. Dalam surat An-nisa ayat 1 dan surat Ar-rum ayat 21 menunjukkan bahwa fitrah manusia itu dilahirkan berpasang-pasangan yang seharusnya laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Di dalam Islam, suatu pernikahan memiliki syarat dan rukun perkawinan yang hal ini sangat jelas ditetapkan dalam syariat Islam. Rukun perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan, jika salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka perkawinan tidak akan sah. Dimana salah satu rukun Perkawinan dalam Islam adalah adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan. Perkawinan sesama jenis tidak memenuhi rukun tersebut dimana calon pengantin adalah orang yang 56 Al-Ankabut (29) : 28-35. 57

berjenis kelamin sama. Selain itu juga, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mempertegas dengan beberapa Pasal yang tidak jauh berbeda dengan Hukum normatif, yaitu syarat perkawinan yang sah adalah ikatan lahir bathin dan biologis antara laki-laki dan perempuan sebagaimana ketentuan Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf d, Pasal 29 ayat (3) serta Pasal 30 Kompilasi Hukum Islam. Artinya pasal-pasal dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut dengan tegas menyatakan melarang perkawinan sesama jenis. Dalam Pasal 77-84 Kompilasi Hukum Islam juga mengatur tentang hak dan kewajiban suami istri yang menyatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Perkawinan sesama jenis tidak dapat menentukan hak suami istri tersebut karena tidak jelas mengenai siapa yang menjadi kepala rumah tangga dan siapa yang menjadi ibu rumah tangga. Lebih lanjut, dalil fikih ulama secara umum menekankan hukum haram bagi perkawinan sesama jenis yaitu : 1. Pelaku homoseksual harus dibunuh secara mutlak 2. Pelaku homoseksual harus di hadd zina, yakni dengan hukuman mushan maupun dirajam. 3. Pelakunya harus disanksi sesuai perlakuannya. 57 57 As-Sayid Sabiq alih bahasa Mohammad Thalib, Fikih Sunnah, Cet. Ke-13, Bandung, 1997 hlm.132. 58