Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id ia 1* Abstrak Penurunan tanah merupakan permasalahan utama yang dihadapi beberapa kota besar seperti Jakarta (Djaja,dkk,2004) dan Semarang (Abidin,dkk,2010). Perkembangan kota memberikan dampak yang besar terhadap terjadinya penurunan tanah, selain faktor fisik seperti tektonisme, dan konsolidasi tanah. Kota-kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya mengalami pembangunan yang pesat, pusat- inilah pusat bisnis, perdagangan, hiburan dan tempat tinggal berkembang sangat pesat. Perkembangan yang juga dapat mempengaruhi penurunan tanah. (Abidin,dkk.2010)Pengamatan penurunan tanah di Kota Surabaya dibutuhkan untuk melihat kecenderungan pada pola geometrik dan pola fisik yang terjadi. Teknologi Global Positioning System (GPS) dapat memberikan informasi terkait posisi 3 dimensi(x,y dan z) secara akurat, apabila sejak awal pengamatan menggunakan metode yang tepat. Penelitian ini memberikan informasi awal tentang terjadinya penurunan tanah, dari beberapa titik pengamatan penurunan tanah, kecepatan tertinggi sebesar -2,792cm/tahun, kecepatan terendah - 0,322cm/tahun dan kecepatan rata-rata sebesar -1,21cm/tahun. Katakunci: Penurunan Tanah, GPS,Titik Pengamatan. 1. Pendahuluan Penurunan tanah merupakan salah satu gerakan vertikal yang terjadi dipermukaan bumi atau disebut juga deformasi vertikal. Beberapa kasus penurunan tanah telah terjadi di Jakarta (Abidin.dkk,2004) dan Semarang (Abidin.dkk,2010). Penurunan tanah yang terjadi di Jakarta mempengaruhi beberapa aspek yang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Hubungan Penurunan Tanah dengan Perkembangan Kota Jakarta (Abidin,dkk,2009) Kota Surabaya sebagai pusat perekonomian, industri, dan perdagangan di Jawa Timur mengalami perkembangan yang cukup pesat. Seiring dengan berkembangnyaa Kota Surabaya dibidang industri, perdagangan, dan jasa, kawasan pemukiman juga ikut berkembang. Daerah Surabaya secara stratigrafi, terdiri dari beberapa formasi geologi yang membentuknya antara lain Formasi Lidah, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh yang berupa batuan keras dan Endapan Aluvial berupa kerakal, kerikil, pasir dan lempung(sukardi,1992). Daerah Surabaya Timur yang dahulu berupa lahan tambak, saat ini berubah menjadi kawasan pemukiman sedangkan pusat kota berdiri bangunan-bangunan tinggi sebagai pusat bisnis dan perdagangan. Pembangunan ini secara langsung akan memberikan beban secaraa fisik terhadap permukaan bumi (Yulaikhah,2001). Permukaan bumi sebagai benda yang dinamis akan selalu mengalami perubahan seiring dengan waktu. Fenomena perubahan fisik bumi inilah yang menjadi kajian dalam penelitian penurunan tanah yang terjadi di Kota Surabaya. Pengukuran penurunan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode antara lain (1) pengukuran sipat datar (levelling), (2) Pengukuran menggunakan GPS, (3) Pengamatan menggunakan teknologi InSAR (Abidin.dkk,2010). Pengamatan penurunan tanah di Kota Surabaya dilakukan dengan menggunakan GPS serta pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak GAMIT. Beberapa perangkat lunak ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan pengolahan data GPS antara lain GAMIT, GYPSI, dan Bernese. Penelitian ini akan menunjukkan terjadinya penurunan tanah di daerah Kota Surabaya dengan menggunakan metode pengamatan GPS. Sehingga ke depan, perkembangan teknologi survey dan pemetaan dapat terus digunakan untuk mengetahui fenomena alam yang terjadi.
2. Pustaka. 2.1 Sistem Tinggi Posisi titik dapat didapatkan dalam posisi horisontal dan vertikal. Posisi vertikal mengacu pada sistem tertentu yang disepakati sebagai acuan tinggi atau datum tinggi. Sistem tinggi yang biasa digunakan adalah tinggi ortometrik dan tinggi geodetik. Tinggi ortometrik merupakan jarak titik terhadap geoid diukur sepanjang garis gaya berat (Mira,1986). Geoid adalah bidang ekuipotensial gaya berat (juga disebut bidang nivo) yang mendekati permukaan laut rata-rata. Sedangkan tinggi geodetik didapatkan dari ellipsoid yang digunakan sebagai acuan. Selisih antara Ellipsoid dan Geoid disebut Undulasi Geoid (Kahar,2008). Gambar 2. Sistem Tinggi (Mira,1986) 2.2Pengukuran Land Subsidence dengan GPS Global Positioning System(GPS) merupakan sistem navigasi berbasis satelit yang diciptakan untuk memberikan informasi mengenai posisi, jarak dan waktu secara akurat diseluruh dunia (Hoffmann-Wellenhoff.dkk,2001). Pengamatan penurunan tanah menggunakann GPS ini, akan dapat diketahui perubahan elevasi dari 2 kala pengamatan yang berbeda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan GPS tipe Geodetik Dual Frequency dan bukan menggunakan GPS Navigasi yang biasa digunakan dalam navigasi sehari-hari. Penggunaan GPS Geodetic Dual Frequency ditujukan untuk mengeliminasi kesalahan- pengamatan kesalahan yang muncul dalam setiap GPS. Pengamatan beda tinggi pada suatu titik dapat dituliskan dalam persamaan berikut : hbm = hn +1 h... ( 1 ) n Dimana : h BM = beda tinggi 2 kala h = elevasi BM pada kala ke n+1 h n+1 n = elevasi BM pada kala ke n Pengamatan yang digunakann dalam penentuan posisi antara lain menggunakan pseudorange dan carrier phase. Persamaan pada data pengamatan GPS melalui dapat ditunjukkan sebagai berikut (Abidin,2006) :..(2).. (3) dimana : = = pseudorange pada frekuensi fi (m), (i=1,2) = =jarak fase pada frekuensi fi (m), (i=1,2) = jarak geometris antara pengamat dengan satelit = cepat rambat gelombang = panjang gelombang = kesalahan jarak yang diakibatkan kesalahan orbit = bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer (m) = bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer (m) = kesalahan pada jam receiver dan jam satelit (m) = efek multipath padaa hasil pengamatan Pi dan Li (m) =gangguan (noise) dalam hasil pengamatan Pi dan Li (m) Untuk mendapatkan hasil yang teliti, pengukuran GPS harus bebas dari kesalahan, pengamatan GPS selalu menghadapi beberapa permasalahan, antara lain (Leick,1995): - Kesalahan orbit satelit - Bias ionosfer dan troposfer - multipath - Kesalahan jam satelit dan GPS Pengamatan GPS dilakukan terhadap beberapa titik pengamatan yang dipasang dibeberapa tempat di Kota Surabaya antara lain Kenjeran, Rungkut, Waru, Kota, Dukuh Pakis, dan Krembangan(Jl.Kalianak). Pengamatan GPS dilakukan sebanyak 2 kala yaitu pada tahun 2007 (kala 1) dan 2010 (kala 2). Gambar 3. Pengamatan Penurunan tanah Menggunakan GPS
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Pengolahan data GPS menunjukkan terjadinya penurunan tanah dibeberapaa titik pengamatan GPS. Besarnya penurunan tanah dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1: Penurunan Titik Pengamatann GPS di Kota Surabaya Gambar 4. Sebaran Titik Pengamatan Penurunan Tanah Di Kota Surabaya 2.3 Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan perangkat lunak GAMIT. GAMIT (GPS Analysis Software of Massachusetts Institute of Technology and Scripps Institution of Oceanography) merupakan sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh the Harvard Smithsonian Center for Astrophysics and The Scripps Institution of Oceanography at MIT untuk melakukan analisis terhadap pengamatan GPS yaitu estimasi koordinat stasiun, percepatan, fungsi post-seismik deformasi, atmospheric delay, orbit satelit, dan parameter orientasi bumi. GAMIT/GLOBK menggunakan algoritma perataan kuadrat terkecil untuk memperkirakan posisi relatif dari koordinat stasiun, orbit satelit, parameter orientasi bumi, zenith delays, dan ambiguitas fase dengan menggunakan pengamatan fase double-difference. Untuk mendapatkan koordinat yang teliti, diperlukan data orbit teliti (precise ephemeris) dalam format *.sp3 (Herring-King.dkk,2009). Titik pengamatan yang terdapat di Kota Surabaya (Gambar1) diikatkan pada titik-titik IGS(International GNSS Service) (Gambar 2). Nama Titik KOTA Penurunan / tahun -1,20 cm Lokasi Jl.SudirmanTugu BambuRuncing KLNK -1.07 cm Markas Koramil Krembangan KJRN -0,32 cm Kantor Polsek Kenjeran RKUT -2,79 cm Rungkut Industri WARU -0,67 cm Jl.Ahmad Yani - Waru SBRT +0,003 cm Dukuh Pakis Gambar 6. Besar Penurunan Selama 2007-2010 Dari pengolahan data dengan menggunakan GAMIT perubahan elevasi titik dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 7. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan KOTA Gambar 5. Sebaran Titik IGS Gambar 8. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan RUKT
Gambar 9. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan WARU yang belum stabil dan/atau besarnya beban jalan dari kendaraan-kendaraan berat setiap harinya. Penurunan tanah di titik KJRN terjadi meskipun relatif kecil dibanding titik yang lainnya, hal ini kemungkinan pada wilayah tersebut belum banyak berdiri bangunan-bangunan tinggi dan penggunaan air bawah tanah yang tidak terlampau banyak. Pada titik SBRT perubahan elevasi cenderung tidak ada / stabil, hal ini dikarenakan secara Geologi lokasi titik tersebut terletak pada batuan keras di Formasi Lidah (Sukardi,1992), sehingga relatif lebih stabil dibandingkan titik yang lainnya. Gambar 10. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan SBRT Gambar 11. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan KJRN Gambar 13 Overlay Posisi Titik Pengamatan Dengan Potongan Lembar Geologi Surabaya-Sapulu (Geologi Lembar Surabaya & Sapulu,1992) Gambar 12. Perubahan Elevasi Titik Pengamatan KLNK 3.2 Pembahasan Pengamatan GPS sebanyak 2 kala (tahun 2007-2010) menunjukkan adanya potensi penurunan tanah pada beberapa lokasi dikawasan Kota Surabaya. Penurunan terbesar terjadi pada titik pengamatan RUKT yang terletak di kawasan industri rungkut. Penurunan kemungkinan terjadi akibat penggunaan air bawah tanah oleh industri disekitar titik pengamtan secara besar-besaran. Penurunan yang terjadi pada titik pengamatan KOTA dan WARU kemungkinan terjadi akibat besarnya beban oleh bangunan-bangunadan/atau penggunaan air tanah untuk kebutuhan tinggi pusat-pusat bisnis, perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel dan hiburan yang tersebar disekitar titik pengamatan. Penurunan tanah pada titik pengamatan KLNK kemungkinan akibat konsolidasi tanah alluvial 4. Kesimpulan - Penelitian ini berhasil memberikan informasi adanya penurunan tanah yang terjadi di Kota Surabaya. - Penurunan tanah yang terjadi di beberapa wilayah Kota Surabaya memiliki kecepatan penurunan tanah yang berbeda-beda. Kecepatan penurunan tanah diketahui terendah sebesar -0,322 cm/tahun, kecepatan tertinggi sebesar -2,792 cm/tahun, dan rata-rata sebesar -1,21 cm/tahun. 5. Pustaka Abidin,H.Z.2006. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT.Pradnya Paramita : Jakarta Abidin,H.Z,R.Djaja,Rais.J,Wedyanto,K.2004. Land Subsidences of Jakarta Metropolitan Area. 3rd FIG Regional Conference, Jakarta,Indonesia,October3-7 Abidin.H.Z,Andreas.H,Gumilar.I,Sidiq.I.P, Gamal.M, Murdohardono.D, Supriyadi, Fukuda.Y. 2010. Studiying Land Subsidence in Semarang (Indonesia) Using Geodetics Methods. FIG Congress,Sydney,Australia, April 11-16
Abidin,H.Z, Andreas,H, Gumilar,I, Gamal,M, Fukuda,Y, T.Deguchi. 2009. Land Subsidence and Urban development in jakarta. 7 th FIG Regional Conference : Hanoi,Vietnam Herring.T.A,King.R.W.,McClusky.S.C.2009.GA MIT Reference Manual. Department of earth, Atmospheric, and Planetary Sciences,MIT, Massachusetts Hoffmann-Wellenhof,B.,H.Lichtenegger and Collins,J.2001.GPS theory and Practice. SpringerWien,new York Kahar,J.2008. Geodesi. Penerbit ITB Bandung Leick,A.1995. GPS Satellite Surveying. John Wiley & Sons,Inc Mira,S.1986.Ukuran Tinggi.Teknik Geodesi-ITB Sukardi.1992.Geology of Surabaya & Sapulu Quadrangle,Jawa. Geological research and Developtment Centre,Bandung,Indonesia Yulaikhah.2001. Model Estimasi Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence) Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Data Tinggi Daar Pengukuran Sipat Datar. Thesis. Institut Teknologi Bandung, Bandung