BAB II DASAR TEORI. Antena merupakan elemen penting yang ada pada setiap sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEORI PENUNJANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

Global System for Mobile Communication ( GSM )

Arsitektur Jaringan GSM. Pertemuan XIII

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang


BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi secara real time, dimana keterbatasan jarak, waktu dan ruang

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

GSM Attack (IMSI Catch and Fake SMS) Arif Wicaksono & Tri Sumarno

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless,

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II TEORI DASAR. tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR

MODUL-10 Global System for Mobile Communication (GSM)

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL SETUP SUCCESS RATE (CSSR) PERFORMANCE PT. INDOSAT,

BAB II TEORI DASAR 2.1 GLOBAL SISTEM FOR MOBILE (GSM)

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI 2,1 GHz UNTUK MEMPERKUAT PENERIMAAN SINYAL 3G

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

Gambar 2.1 Sistem Koordinat untuk Menganalisis Antena

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Telekomunikasi Seluler Global System for Mobile Communication (GSM)

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1. Diagram blog dasar dari RF energy harvesting.

Jurnal ICT Vol 3, No. 5, November 2012, hal AKADEMI TELKOM SANDHY PUTRA JAKARTA

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN PERTUMBUHAN PELANGGAN SELULER DI INDONESIA

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Subsistem base transceiver station (BTS)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun

BAB II LANDASAN TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Kata kunci : GSM (Global System Mobile), KPI, CDR, seluler

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

BAB II DASAR TEORI. Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sistem

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Oleh : Budi Nugroho ( L2F )

BAB II TEORI ANTENA. Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi.

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

SISTEM SELULAR. Pertemuan XIV

PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

BAB II TEORI DASAR. menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan.

Memahami maksud dan tujuan sistem komunikasi bergerak Memahami frekuensi yang digunakan dalam sistem komunikasi bergerak Menjelaskan evolusi pada

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple

Makalah Seminar Kerja Praktek. PERANGKAT MOBILE MEDIA GATEWAY R5.0 (M-MGW R5.0) PADA NETWORK SWITCHING SUBSYSTEM (NSS) PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 9 dbi

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN

1.2 Arsitektur Jaringan GSM

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

BAB II LANDASAN TEORI

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

D a t a b a s e M e n a r a T e l e k o m u n i k a s i. Page 26

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB II TEORI DASAR. Jika target yang dituju dapat bergerak, maka diperlukan suatu sistem tracking

AUTOMATIC METER READING (AMR) MENGGUNAKAN JARINGAN GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE (GSM) SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

Analisis Kualitas Sinyal GSM di Kecamatan Syiah Kuala Menggunakan Nokia Network Monitor

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

Gambar II.7 Skema 2 nd Generation (2G) Network. 2) BTS / RBS : Base Transceiver Station / Radio Base Station

TUGAS AKHIR STUDI ANTENA J-POLE UNTUK PENGUATAN SINYAL GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE FREKUENSI 900 MHZ DAN 1800 MHZ

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. tempat ke tempat lain ( Dalam

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengenalan Antena Antena merupakan elemen penting yang ada pada setiap sistem telekomunikasi tanpa kabel (nirkabel/wireless), tidak ada sistem telekomunikasi wireless yang tidak memiliki antena. Pemilihan antena yang tepat, perancangan yang baik dan pemasangan yang benar akan menjamin kinerja (performance) sistem tersebut [2]. 2.1.1 Pengertian Antena Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan dan/ atau menerima gelombang elektromagnetik. Antena sebagai alat pemancar (transmitting antenna) adalah sebuah transducer (pengubah) elektromagnetis, yang digunakan untuk mengubah gelombang tertuntun di dalam saluran transmisi kabel menjadi gelombang yang merambat di ruang bebas, dan sebagai alat penerima (receiving antenna) mengubah gelombang ruang bebas menjadi gelombang tertuntun[2]. Menurut The IEEE Standard Definitions of Terms for Antennas (IEEE Std 145-1983), definisi antena adalahsuatu bagian dari sistem telekomunikasi nirkabel yang digunakan untuk memancarkan atau menerima gelombang radio. Antena adalah suatupiranti transisi antara saluran transmisi dengan ruang bebasdan sebaliknya. Konsep dasar antena diilustrasikan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 [2].

Gambar 2.1 Peran Antena di Sistem Komunikasi Nirkabel 2.1.2 Parameter Antena Untuk menggambarkan kinerja dari sebuah antena, pengertian beberapa parameter sangat penting untuk dikaji. Beberapa dari parameter-parameter tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 2.1.2.1 Pola Radiasi Pola radiasi dari sebuah antena didefinisikan sebagai fungsi matematis atau gambaran secara grafis dari karakteristik radiasi sebuah antenna sebagai fungsi dari koordinat ruang. Pada kasus secara keseluruhan, pola radiasi dihitung/diukur pada medan jauh dan digambarkan kembali sebagai koordinat arah. Karakteristik radiasi mencakup rapat flux daya, intensitas radiasi, kuat medan, keterarahan/direktivitas, fasa atau polarisasi. Karakteristik radiasi yang menjadi pusat perhatian adalah distribusi energi radiasi dalam ruang 2 dimensi maupun 3 dimensi sebagai fungsi dari posisi pengamat di sepanjang jalur dengan

jari-jari yang konstan. Contoh koordinat yang sesuai diperlihatkan pada Gambar 2.2[3]. Gambar 2.2 Sistem Koordinat untuk Menganalisis Antena 2.1.2.2 Lebar Berkas (Beamwidth) Lebar berkas dari suatu pola didefinisikan sebagai sudut interval dari dua titik identik yang terletak berlawanan dari pola maksimum. Dalam suatu pola antena, terdapat sejumlah lebar berkas. Salah satu lebar berkas yang sering digunakan adalah Half-Power Beamwidth (HPBW), yang didefinisikan oleh IEEE suatu bidang yang berisi arah maksimum dari suatu berkas, sudut yang terdapat diantara dua arah dimana intensitas radiasi bernilai setengah dari berkas. Lebar berkas lain yang penting untuk diketahui adalah sudut interval antara titik-titik level nol dari pola, yang disebut dengan First-Null Beamwidth (FNBW). Ilustrasi HPBW dan FNBW dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3(a) dan (b)[3].

(a) (b) Gambar 2.3 Ilustrasi HPBW dan FNBW (a) tiga dimensi, (b) dua dimensi 2.1.2.3 Direktivitas Direktivitas atau keterarahan dari suatu antena didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi dari antena referensi isotropis. Keterarahan dari sumber non-isotropis adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya di atas sebuah sumber isotropis[3]. Keterarahan pada antena secara umum dinyatakan dari Persamaan 2.2[3]: D o 4 π U = 10 log P rad max (2.1) dengan : D o U max P rad = directivity (db) = intensitas radiasi maksimum (watt) = daya radiasi total (watt)

Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola radiasi antena tersebut, semakin sempit main lobe maka keterarahannya semakin baik dibanding main lobe yang lebih lebar. 2.1.2.4 Gain Ada dua jenis penguatan (gain) pada antena, yaitu penguatan absolut (absolute gain) dan penguatan relatif (relative gain). Penguatan absolut pada sebuah antena didefenisikan sebagai perbandingan antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropic. Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan secara isotropic sama dengan daya yang diterima oleh antena (Pin) dibagi dengan 4π. Penguatan absolut dapat dihitung dengan [3]: GG = 4ππ UU(θθ, ) PPPPPP (2.2) dengan: G U P in = gain antena (db) = intensitas radiasi antena (watt) = daya input total yang diterima oleh antena (watt) 2.1.2.5 Lebar Pita (bandwidth) Bandwidth antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi antena dengan beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk Broadband antena, lebar bidang dinyatakan sebagai perbandingan frekuensi operasi atas (upper) dengan frekuensi bawah (lower). Sedangkan untuk

Narrowband antena, maka lebar bidang antena dinyatakan sebagai persentase dari selisih frekuensi di atas frekuensi tengah dari lebar bidang[3]. Untuk persamaan bandwidth dalam persen (Bp) atau sebagai bandwidth rasio (Br) dinyatakan sebagai[3]: B p = f u f c f l 100% (2.3) f c = f u + 2 f l (2.4) B = r f f u l (2.5) dengan : B p = bandwidth dalam persen (%) B r f u f l = bandwidth rasio = jangkauan frekuensi atas (Hz) = jangkauan frekuensi bawah (Hz) 2.1.2.6 Impedansi Input Impedansi masukan didefenisikan sebagai impedansi yang diberikan oleh antena kepada rangkaian di luar, pada suatu titik acuan tertentu. Saluran transmisi penghubung yang dipasangkan ke antena akan melihat antena tersebut sebagai beban dengan impedansi beban sebesar ZA. Secara matematis, persamaan impedansi antena dapat dirumuskan sebagai berikut[3] : Z A = R A + jx A (2.6)

dengan : Z A = impedansi antena (Ω) R A = resistansi antena (Ω) X A = reaktansi antena (Ω) 2.1.2.7 VSWR VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum ( V max) dengan minimum ( V min). Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-). Pebandingan tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (Γ) [3] : ΓΓ = VV 0 VV 0 + = ZZ LL ZZ 0 ZZ LL ZZ 0 (2.7) dengan: ΓΓ Z L =koefisien refleksi tegangan = impedansi beban (load) dan Oleh karena itu rumus untuk mencari VSWR dapat menggunakan persamaan seperti berikut [3] : (2.8)

Kondisi yang baik adalah ketika VSWR bernilai 1, yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun, kondisi ini kenyataannya sulit diperoleh. Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan dalam perancangan antena adalah 2. 2.2 Antena J-Pole Desain dasar dari sebuah antena J-Pole adalah terdiri dari dua elemen, yaitu sebuah elemen ¾λ dan sebuah elemen ¼λ yang terhubung pada masing - masing salah satu ujungnya dengan logam konduktor sejenis. Feedpoint dari antena ini terletak melintang horizontal di atas elemen penghubung tersebut. Elemen penghubung dari elemen λ ¾dan elemen ¼λ dibentuk dengan cara membengkokkan material antena sebesar 180 derajat pada seperempat ujungnya dengan jari-jari kelengkungan sebesar setengah dari jarak antara elemen ¾λ dan elemen ¼λ. Dengan cara tersebut maka antena J -Pole ini akan nampak seperti huruf J seperti terlihat pada Gambar 2.4[4]. Gambar 2.4 Desain Dasar Antena J-Pole

Bagian A adalah elemen ¾λ dan bagian B adalah elemen ¼λ. Nilai dari lambda dapat dicari melalui Persamaan 2.9 [5] berikut ini: λ = cc xxxx (2.9) ff di mana: λ c f k = panjang gelombang (meter) = kecepatan cahaya (m/s) = frekuensi kerja yang digunakan (MHz) = velocity factor (0,95) tembaga Bagian C adalah letak dari dari feedpoint antena J-Pole. Panjangnya sama dengan jarak antara elemen ¾λ dan elemen ¼λ. Bagian D adalah jarak antara feedpoint dengan bagian paling bawah dari elemen penghubung yang berbentuk melengkung. Sementara bagian E adalah radius dari elemen penghubung sebesar setengah dari panjang elemen C. Panjang elemen C dan D adalah tidak kritis. Hal tersebut berarti tidak ada patokan tertentu mengenai panjangnya. Oleh karena itu pada simulasi perlu dilakukan metode trial and error untuk mendapatkan panjang optimal berdasarkan nilai-nilai parameter antena yang dihasilkan. Tujuan merancang sebuah antenna J-Pole yang bekerja pada frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz dengan polaradiasi J-pole berpolarisasi vertikal dengan arah pancaran yang omnidirectional yang memiliki Gain 4-5 dbi adalah untuk menguatkan kembali sinyal GSM. Antena omnidirectional adalah antena yang memancarkan daya ke segala arah dan bentuk pola radiasinya digambarkan seperti bentuk donat dengan pusat berimpit. Masalah sinyal yang tidak stabil terkadang bisa memusingkan kita tatkala sedang membutuhkan fungsi ponsel untuk

melakukan panggilan yang terhitung penting. Masalah sinyal sebenarnya disebabkan oleh 2 hal yakni, kualitas sinyal dari BTS operator yang lemah dan kondisi ponsel itu sendiri yang memang memiliki masalah di dalamnya. Jika pancaran sinyal BTS memang tidak memiliki masalah sama sekali maka bisa dipastikan, masalah yang terjadi disebabkan oleh ponsel. Namun antena J-pole yang dibuat bertujuan untuk memperkuat sinyal ponsel GSM atau CDMA yang terjadi karena masalah-masalah yang ada. Keuntungan dari antenna J-pole sendiri adalah antena ini dapat dijadikan sebagai portable antenna, selain itu dapat dioperasikan pada multi band [6]. 2.2.1 Jenis- jenis Antena J-Pole Terdapat beberapa jenis antena J-Pole yang dapat diuraikan sebagai berikut: 2.2.1.1 Antena Slim Jim Antena Slim Jim adalah salah satu dari banyak cara untuk membentuk antena J-Pole. Diciptakan oleh Fred Judd, nama itu berasal dari konstruksi antena yang slim dan jenis matching stub berbentuk J. Ukuran panjang antena Slim Jim ditunjukkkan pada Gambar 2.5 [7]. Gambar 2.5 Slim Jim Antenna

2.2.1.2 Super J-Antenna Super J-Antena memiliki gain yang lebih baik dibandingkan dengan antena J-Pole dasar, dimnana gain yang dihasilkan super J-Antenna sekitar 2.5-4.5 dbi. Bentuk dan kuran panjang Super J-Antenna ditunjukkkan pada Gambar 2.6 [8]. Gambar 2.6 Super J-Antenna 2.3 GSM (Global System for Mobile) GSM (Global system for Mobile) adalah generasi kedua dari standar system selular. Sistem selular yang tengah dikembangkan untuk mengatasi problem fragmentasi yang terjadi pada standar pertama di negara Eropa. GSM adalah sistem standar selular pertama didunia yang menspesifikasikan digital modulation dan network level architectures and service. Sebelum muncul standar GSM ini negara-negara di Eropa menggunakan standar yang berbeda-beda,

sehingga pada saat itu tidak memungkinkan seorang pelanggan menggunakan single subscriber unit untuk menjangkau seluruh benua Eropa[11]. Pada awalnya sistem GSM ini dikembangkan untuk melayani sistem seluler di Eropa dan menjanjikan jangkauan network yang lebih luas seperti halnya penggunaan ISDN. Pada perkembangaannya sistem GSM ini mengalami kemajuan pesat dan menjadi standar yang paling populer di seluruh dunia untuk sistem seluler. Bahkan pertumbuhannya diprediksikan akan mencapai 20 sampai 50 juta pelanggan pada tahun 2000. Penggunaan alokasi frekuensi 900 MHz oleh GSM ini diambil berdasarkan rekomendasi GSM (Gropue special Mobile) comitte yang merupakan salah satu grup kerja pada confe'rence Europe'ene Postes des Telecommunication (CEPT). Namun pada akhirnya untuk alasan marketing GSM berubah namanya menjadi yhe Global System for Mobile Communication, sedangkan standar teknisnya diambil dari European Technical Standards Institute (ETSI)[1]. GSM pertama kali diperkenalakan di Eropa pada tahun 1991 kemudian pada akhir 1993, beberapa negara non Amerika seperti Amerika Selatan, Asia dan Australia mulai mengadopsi GSM yang akhirnya menghasilkan standar baru yang mirip yaitu DCS 1800, yang mendukung PCS (Personal Communication Service) pada frekuensi 1,8 GHz sampai 2 GHz[11]. 2.3.1 Definisi GSM Global System for Mobile Communication disingkat GSM adalah sebuah teknologi komunikasi selular yang bersifat digital. Teknologi GSM banyak diterapkan pada komunikasi bergerak, khususnya telepon genggam. Teknologi ini memanfaatkan gelombang mikro dan pengiriman sinyal yang dibagi berdasarkan

waktu, sehingga sinyal informasi yang dikirim akan sampai pada tujuan. GSM dijadikan standar global untuk komunikasi selular sekaligus sebagai teknologi selular yang paling banyak digunakan orang di seluruh dunia[12]. 2.3.2 Sejarah dan Perkembangan GSM Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman dan Portugal oleh Siemens, sistem RC-2000 yang dikembangkan di Perancis, sistem NMT yang dikembangkan di Belanda dan Skandinavia oleh Ericsson, serta sistem TACS yang beroperasi di Inggris. Namun teknologinya yang masih analog membuat sistem yang digunakan bersifat regional sehingga sistem antara negara satu dengan yang lain tidak saling kompatibel dan menyebabkan mobilitas pengguna terbatas pada suatu area sistem teknologi tertentu saja (tidak bisa melakukan roaming antar negara). GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute). Pengoperasian GSM secara komersil baru dapat dimulai pada awal kuartal terakhir 1992 karena GSM merupakan teknologi yang kompleks dan butuh pengkajian yang mendalam untuk bisa dijadikan standar. Pada September 1992, standar type approval untuk handphone disepakati dengan mempertimbangkan dan memasukkan puluhan item pengujian dalam memproduksi GSM. Pada awal pengoperasiannya, GSM telah mengantisipasi perkembangan jumlah penggunanya yang sangat pesat dan arah pelayanan per area yang tinggi, sehingga arah perkembangan teknologi GSM adalah DCS (Digital Cellular System)pada alokasi frekuensi 1800 MHz. Dengan frekuensi

tersebut, akan dicapai kapasitas pelanggan yang semakin besar per satuan cell. Selain itu, dengan luas cell yang semakin kecil akan dapat menurunkan kekuatan daya pancar handphone, sehingga bahaya radiasi yang timbul terhadap organ kepala akan dapat di kurangi. Pemakaian GSM kemudian meluas ke Asia dan Amerika, termasuk indonesia. Indonesia awalnya menggunakan sistem telepon selular analog yang bernama AMPS (Advances Mobile Phone System) dan NMT (Nordic Mobile Telephone). Namun dengan hadir dan dijadikannnya standar sistem komunikasi selular membuat sistem analog perlahan menghilang, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Eropa. Pengguna GSM pun semakin lama semakin bertambah. Pada akhir tahun 2005, pelanggan GSM di dunia telah mencapai 1,5 triliun pelanggan. Akhirnya GSM tumbuh dan berkembang sebagai sistem telekomunikasi seluler yang paling banyak digunakan di seluruh dunia[11]. 2.3.3 Spesifikasi Teknis GSM Di Eropa, pada awalnya GSM didesain untuk beroperasi pada frekuensi 900 MHz. Pada frekuensi ini, frekuensi uplinks-nya digunakan frekuensi 890 915 MHz, sedangkan frekuensi downlink nya menggunakan frekuensi 935 960 MHz. Bandwith yang digunakan adalah 25 MHz, dan lebar kanal sebesar 200 khz. Dari keduanya, maka didapatkan 125 kanal, dimana 124 kanal digunakan untuk suara dan satu kanal untuk sinyal. Pada perkembangannya, jumlah kanal 124 semakin tidak mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan yang disebabkan pesatnya pertambahan jumlah pengguna. Untuk memenuhi kebutuhan kanal yang lebih banyak, maka regulator GSM di Eropa mencoba menggunakan tambahan frekuensi untuk GSM pada band frekuensi di range 1800 MHz dengan frekuensi 1710-1785 MHz sebagai frekuensi uplinks dan frekuensi 1805-1880 MHz sebagai

frekuensi downlinks. GSM dengan frekuensinya yang baru ini kemudian dikenal dengan sebutan GSM 1800, yang menyediakan bandwidth sebesar 75 MHz. Dengan lebar kanal yang tetap sama yaitu 200 khz sama, pada saat GSM pada frekuensi 900 MHz, maka pada GSM 1800 MHz ini akan tersedia sebanyak 375 kanal[1]. 2.3.4 Arsitektur Jaringan GSM Teknologi GSM menggunakan sistem TDMA dengan alokasi kurang lebih sekitar delapan pengguna di dalam satu channel frekuensi sebesar 200 khz per satuan waktu. Awalnya, frekuensi yang digunakan adalah 900 MHz. Pada perkembangannya frekuensi yang digunakan adalah 1800 MHz dan 1900 MHz. Kelebihan dari GSM adalah interface yang lebih bagi para provider maupun para penggunanya. Selain itu, kemampuan roaming antar sesama provider membuat pengguna dapat bebas berkomunikasi. Arsitektur jaringan GSM seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 [1]. Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan GSM

Pada Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan GSM terdiri dari perangkat-perangkat yang saling mendukung, dari 4 subsistem yang terkoneksi dan berinteraksi antar sistem dan dengan user melalui network interface, 4 subsistem tersebut yaitu : MS (Mobile Station), BSS (Base Station Subsystem), NSS (Network Sub-System) dan OSS (Operation and Support System). 2.3.4.1 MS (Mobile Station) MS merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak. MS dilengkapi dengan sebuah smart card yang dikenal dengan SIM ( Subscriber Identity Module ) yang berisi nomor identitas pelanggan[1]. 2.3.4.2 BSS (Base Station Sub-System) Terdiri atas Base Station Controller dan Base Transceiver Station. Dimana fungsi dari BSS adalah mengontrol tiap tiap BTS yang terhubung kepadanya. Sedangkan fungsi dari BTS adalah untuk berhubungan langsung dengan MS dan juga berfungsi sebagai pengirim dan penerima sinyal. Memperlihatkan bagian BSS, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9[1]. Terdiri dari tiga bagian: 1) BTS (Base Transceiver Station) BTS merupakan perangkat pemancar dan penerima yang memberikan pelayanan radio pada MS (Mobile Station). Dalam BTS terdapat kanal trafik yang digunakan untuk komunikasi. 2) BSC (Base Station Controller) BSC membawahi satu atau lebih BTS serta mengatur trafik yang datang dan pergi dari BSC menuju MSC atau BTS. BSC mengelola sumber radio dalam

pemberian frekuensi untuk setiap BTS dan mengatur handover ketika mobile station melewati batas antar cell. 3) TRAU (Transcoding and Rate Adaption Unit) TRAU berfungsi untuk pengkodean pembicaraan (speech transcoding) dari BSC ke MSC dan sebaliknya serta melakukan penyesuaian kecepatan (rate adaption) data atau suara dari 64 Kbps yang keluar dari MSC menjadi 16 Kbps yang menuju BSC untuk efisiensi kanal transmisi. Gambar 2.8 Bagian (Base Station Sub-System) 2.3.4.3 NSS (Network Sub-System) Network Switching Sub-system merupakan komponen utama switching jaringan GSM. NSS juga terdiri dari database yang dibutuhkan untuk data pelanggan dan pengaturan mobilitas. Fungsi utama dari NSS adalah mengatur

komunikasi antara jaringan GSM dengan jaringan telekomunikasi lain. Komponen dari Network Switching Sub-system adalah : 1. MSC (Mobile Switching Center) Sebagai komponen utama dari NSS memiliki peran yang sangat kompleks di dalam aspek kontrol dan security sistem selular GSM, dimana fasilitas yang harus ditawarkan kepada pelanggan. MSC memiliki fungsi berbeda tergantung posisinya pada jaringan. Secara umum fungsi-fungsi yang dilakukan MSC : Call processing termasuk mengontrol call set-up data / suara, handover inter BSS dan inter MSC dan mengontrol mobilitas pelanggan (Subscriber validation and location) Operation and Maintenance Support termasuk database management, pencatatan dan pengukuran trafik Internetwork Interworking Memanage interface antara jaringan GSM dengan PSTN (Public Switching Telephone Network), Billing mencatat data tagihan panggilan. 2. HLR (Home Location Register) HLR adalah database yang digunakan untuk menyimpan dan mengatur data-data pelanggan. HLR dianggap sebagai database yang paling penting sejak HLR dapat menyediakan data-data pelanggan tetap, termasuk status layanan pelanggan, informasi lokasi pelanggan berada, dan status aktivasi pelanggan. Ketika pelanggan membeli nomor dari sebuah operator seluler, mereka akan teregistrasi dalam HLR milik operator tersebut. HLR dapat disatukan dengan MSC/VLR atau sebagai HLR yang berdiri sendiri. 3. VLR (Visitor Location Register)

VLR merupakan database yang memiliki informasi pelanggan sementara yang diperlukan oleh MSC untuk melayani pelanggan yang berkunjung dari area lain. VLR selalu berintegrasi dengan MSC. Ketika sebuah MS berkunjung ke sebuah MSC area yang baru, VLR akan terkoneksi ke MSC dan MSC akan meminta data tentang MS tersebut dari HLR tempat MS teregistrasi. Selanjutnya, jika MS membangun hubungan, VLR akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk call set-up tanpa harus berkoordinasi dengan HLR setiap waktu. 4. EIR (Equipment Identity Register) EIR merupakan database yang mengandung informasi tentang identitas peralatan mobile yang mencegah calls dari pencurian, ketidakamanan, atau ketidakfungsian MS. AUC dan EIR diimplementasikan sebagai bagian yang berdiri sendiri atau kombinasi bagian AUC/EIR. 5. AUC (Authentication Center) Unit yang disebut AUC menyediakan parameter-parameter autentikasi dan encryption yang memeriksa identitas pemakai dan memastikan kemantapan dari setiap call. AUC melindungi operator network dari berbagai tipe penipuan yang ada dalam dunia seluler saat ini. AUC dapat diimplementasikan dalam HLR untuk tipe GSM R6.1/R3. 6. IWF (Inter Working Function) IWF melakukan adaptasi data rate antara PLMN (Public Land Mobile Network) dengan Jaringan lain yang sudah ada. 7. EC (Echo Canceller) EC melakukan tugas untuk menekan Echo untuk semua kontak suara.

2.3.4.4 OSS (Operation and Support System) OSS (Operation and Support System) memiliki perangkat utama yang disebut OMC (Operation and Maintenance Center) dimana OMC merupakan pusat pengendali jaringan yang mengontrol dan memonitor seluruh kejadian yang ada pada jaringan selular termasuk kualitas pelayanan yang disediakan oleh jaringan. Setiap element jaringan melaporkan status/kondisi, demikian bila terjadi kerusakan atau masalah maka setiap kasus akan dilaporkan ke OMC berupa alarm secara otomatis sehingga memudahkan untuk menentukan tindakan tepat yang akan diambil guna mengatasi masalah pada jaringan. 2.3.5 Keunggulan GSM Sebagai Teknologi Generasi Kedua (2G) GSM sebagai sistem telekomunikasi selular digital memiliki keunggulan yang jauh lebih banyak dibanding sistem analog, di antaranya: a. Kapasitas sistem lebih besar, karena menggunakan teknologi digital dimana penggunaan sebuah kanal tidak hanya diperuntukkan bagi satu pengguna saja. Sehingga saat pengguna tidak mengirimkan informasi, kanal dapat digunakan oleh pengguna lain. b. Sifatnya yang sebagai standar internasional memungkinkan international roaming. c. Dengan teknologi digital, tidak hanya mengantarkan suara, tapi memungkinkan servis lain seperti teks, gambar, dan video. d. Keamanan sistem yang lebih baik. e. Kualitas suara lebih jernih dan peka. Bagaimanapun, keunggulan GSM yang beragam pantas saja membuatnya menjadi sistem telekomunikasi selular terbesar penggunanya di seluruh dunia.