BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun perkembangan psikis. 1 World Health Organization (WHO) Mendefinisikan batasan usia remaja adalah 10-19 tahun. Berdasarkan United Nations (UN) batasan usia anak muda (youth) adalah 15-24 tahun kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young people) yang mencakup usia antara 10-24 tahun. 2 Sedangkan dari segi program pelayanan oleh Departemen Kesehatan definisi remaja yang digunakan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah. 3 Berdasarkan riset dari Badan Kesehatan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2015, di Indonesia terdapat beberapa permasalahan kesehatan reproduksi remaja antara lain: (1) Angka kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun masih tinggi, yaitu 48 per 1.000 perempuan. usia 15-19 tahun dan remaja perempuan usia 15-19 tahun yang telah menjadi ibu atau sedang hamil anak pertama meningkat dari 8,5% menjadi sebesar 9,5%; (2) Masih banyak perkawinan usia muda, usia ideal pernikahan menurut kesehatan reproduksi adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki; (3) Terdapat kesenjangan dalam pembinaan pemahaman remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang tergambar pada tingkat kelahiran usia 15-19 tahun; (4) Tingginya perilaku seks pranikah di sebagian kalangan remaja, berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan masih tinggi; (5) Pengetahuan remaja mengenai 1
2 kesehatan reproduksi dan perilaku beresiko masih rendah; (6) Cakupan dan peran Pusat Informasi dan Konseling Remaja atau Mahasiswa (PIK R/M) belum optimal. 4 Permasalahan kesehatan reproduksi diakibatkan karena perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Perilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual. Bentuk-bentuk perilaku seksual bermacam -macam mulai dari perasaan tertarik sampai berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya dapat orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. 5 Perilaku seks remaja yang tidak bertanggung jawab mulai marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 62,7 % remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan, hal tersebut dimungkinkan terjadi akibat besarnya rasa keingintahuan remaja SMP terhadap seks. KPAI memperkirakan dengan semakin banyaknya peredaran vidio porno seperti sekarang, angka perilaku seksual berpotensi semakin meningkat. Hasil lain dari survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 93,7% siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 % remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. 6 Menurut Kosmopolitan bahwa hubungan seksual sebelum menikah banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran, meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi ironisnya bujukan atau permintaan pacar merupakan motivasi untuk melakukan hubungan seksual dan hal ini menempati posisi keempat setelah rasa ingin tahu, agama, atau keimanan yang kurang kuat, serta terinspirasi dari film dan media massa. 7
3 Penelitian yang dilakukan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah pada tahun 2006, diperoleh data perilaku seksual remaja berpacaran yaitu saling mengobrol 100%, saling berpegangan tangan 93,3%, mencium kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. 8 Pemahaman mengenai perilaku seks pada remaja penting ditekankan agar dalam mengambil segala keputusan dapat lebih paham mengenai konsekuensinya, sehingga dibutuhkan peran orang tua dalam memberikan arahan kepada remaja. Banyak para orang tua berpendapat bahwa remaja memang belum waktunya untuk mengetahui perihal seks karena usia perkawinan mereka yang masih ter lalu jauh dan adanya kekhawatiran pengajaran pendidikan seksual pada remaja justru akan menjadikan remaja penasaran dan kemudian mencoba-coba, karena hal tersebut para orang tua menghambat atau menunda pengetahuan seksual pada remaja. 9 Menurut Taylor mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal terjadi ketika seseorang berkomunikasi secara langsung dengan orang lain dalam situasi one-to-one atau dalam kelompok-kelompok kecil. 10 Devito menguraikan beberapa aspek kualitas dari komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan, empati, sikap suportif, sikap positif dan kesetaraan. 11 Komunikasi yang dilakukan remaja dan orang tua biasanya berkaitan dengan masalah yang dihadapi remaja, serta menjadi tanggung jawab orang tua dalam berkomunikasi tentang masalah seksual, peran orang tua menjadi penting dalam memberikan wawasan yang tepat bagi beberapa pertanyaan atau rasa ingin
4 tahu remaja tentang hal itu. Bila orang tua tidak memberikan penjelasan yang tepat mengenai organ-organ seks dan fungsinya kepada remaja maka mereka akan mencari tahu informasi diluar misalnya melalui internet, film, dan teman, sehingga mendorong dilakukanya perilaku seksual remaja seperti seks bebas yang akan menyebabkan kehamilan diluar nikah. 12 Adapun penelitian Tri Parwati terkait Hubungan Kom unikasi Interpersonal Remaja Putri bersama Orang Tua dengan Perilaku S eks, dari 68 responden sebanyak 64.24% menyatakan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik seperti membahas dan membicarakan tentang hubungan lawan jenis, seksualitas, menstruasi yang dilakukan secara langsung dan bertatap muka dalam rangka mencari informasi yang benar tentang perilaku seksual. Sedangkan 35.76% remaja putri bersama orang tua masih belum melakukan komunikasi interpersonal dengan baik. 13 Hal ini tentu akan berdampak pada perilaku seks remaja putri. Sedangkan hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut, terdapat hubungan postif antara komunikasi interpersonal remaja putri dengan orang tua yang berkontribusi postif terhadap perilaku seksual. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan perilaku seksual dikalangan remaja dapat disebabkan oleh kurangnya komunikasi interpersonal antara orang tua dan remaja sehingga tugas orang tua adalah mengarahkan remaja agar tidak melakukan perilaku seksual. Yogyakarta adalah daerah yang memiliki masyarakat heterogen dengan berbagai macam budaya dan suku, menurut jumlah remaja usia 15-19 tahun yang
5 ada di Yogyakarta menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu laki-laki 134,6%, dan perempuan 129,8%. 14 Berdasarkan data Dinas Kesehatan Yogyakarta tahun 2014 di presentase wanita yang menikah kurang dari 16 tahun dari beberapa kabupaten adalah Kulonprogo 5,75%, Bantul 4,74%, Gunung Kidul 14,30%, Sleman 5,26%, Yogyakarta 5,68%. Usia perkawinan lebih dari 25 tahun Kulonprogo 21,63%, Bantul 23,91%, Gunung Kidul 8,91%, Sleman 28,68%, Yogyakarta 31,80%. Sedangkan jumlah persalinan remaja usia 10-19 tahun di Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta 161, Bantul 181, Kulonprogo 127, Gunung Kidul 372, dan Sleman 89. Dari data tersebut Gunung Kidul memiliki presentase tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan di Gunung Kidul presentasi KTD tahun 2015 sebesar 405 dan persalinan usia kurang dari 18 tahun 236. Hal tersebut menunjukan bahwa perilaku seksual remaja di Yogyakarta khususnya di Gunung Kidul telah banyak terjadi. Menurut studi pendahulua n yang telah peneliti lakukan di SMP N 3 Playen yang berada di Gunung kidul tepatnya di Kecamatan Playen diperoleh data dari 212 siswa yang mengetahui tentang pendidikan seksual yaitu 32 siswa dan yang tidak mengetahui 180 siswa, yang pernah perpacaran 146 siswa dan tidak pernah berpacaran 66 siswa, pertama kali berpacaran ketika SD 93 siswa dan SMP 74 siswa, dan pernah menonton video porno ada 152 siswa dan yang tidak pernah menonton video porno ada 60 siswa.
6 Berdasarkan data tersebut peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi terkait perilaku seksual remaja dan dampak buruk yang dapat terjadi. Hal tersebut dapat terjalin dengan baik jika ada keterbukaan, empati, sikap suportif, sikap positif, dan kesetaraan. Maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Remaja terhadap Perilaku Seksual Remaja di SMP N 3 Playen tepatnya di Wonosari Gunung Kidul. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kualitas komunikasi interpersonal orang tua-remaja berhubungan dengan perilaku seksual remaja di SMP N 3 Playen?. C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas komunikasi interpersonal orang tua-remaja dengan perilaku seksual remaja di SMP N 3 Playen 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik remaja di SMP N 3 Playen. b. Mengetahui karakteristik orang tua remaja di SMP N 3 Playen c. Mengetahui kualitas komunikasi interpersonal orang tua-remaja di SMP N 3 Playen. d. Mengetahui perilaku seksual pada remaja di SMP N 3 Playen.
7 D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa kebidanan pada khususnya, maupun tenaga kesehatan pada umumnya, tentang pencegahan perilaku seksual remaja yang diakibatkan kurangnya komunikasi orang tua dalam memberikan pengetahuan remaja mengenai perilaku seksual. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa-siswi SMP N 3 Playen dapat memberikan dorongan dalam membangun hubungan yang harmonis agar lebih terbuka dalam membicarakan masalah seksual pada orang tua sehingga dapat menghindarkan perilaku seksual pranikah remaja b. Bagi Kepala sekolah SMP N 3 Playen dapat memberi gambaran dan masukan terkait perilaku seksual yang ada di SMP N 3 Playen, agar dapat membuat program guna meningkatkan pengetahuan siswa SMP N 3 Playen terkait perilaku seksual c. Bagi para guru SMP N 3 Playen diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku seksual dan pola komunikasi dengan orang tua sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk memberi arahan pada siswa. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Nita Tri Putri dengan judul Hubungan komunikasi interpersonal
8 orang tua dengan perilaku seksual pranikah remaja di Kota Padang Hasil penelitian tersebut adalah Menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakana secara statistic (P< 0.05) antara variabel bebas (komunikasi interpersonal orang tua) dengan variabel terikat (perilaku seksual pranikah remaja) dengan RP 3.71 95% CI (2,62-5,25). Sedangkan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah Untuk mengetahui adakah hubungan komunikasi orang tua remaja dengan perilaku seksual remaja Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada tempat penelitian dan waktu penelitian 2. Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Elsie Nitria Khrisnaningrum dengan judul Hubungan komunikasi interpersonal orang tua remaja dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual sebelum menikah Hasil penelitian tersebut adalah terdapat tiga aspek komunikasi interpersonal yang mempengaruhi secara signifikan sikap remaja terhadap hubungan seksual sebelum menikah yaitu dukungan, sikap postif, dan empati. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan komunikasi interperosnal orang tua remaja dengan perilaku seksual remaja Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada tempat penelitian dan waktu penelitian. 3. Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh Ida Wiendijarti dengan judul Hubungan antara terpaan media
9 dan komunikasi interpersonal remaja-orang tua dengan sikap permisif seksual remaja Hasil penelitian tersebut adalah berdasarkan analisis korelasi Product moment menunjukan bahwa variabel komunikasi interpersonal remaja dengan orang tua sebagai variabel yang berkorelasi negatif dan sangat signifikan terhadap permisif seksual remaja sebagai variabel tergantung, dengan koefiseni korelasi sebesar 0,440, arah negatif dengan signifikan < 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan negatif dan sangat signifikan antara efektivitas komunikasi interpersonal remaja dengan orang tua dengan sikap permisif sekual remaja. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan pada penelitian i ni adalah untuk mengetahui adakah hubungan komunikasi interpersonal orang tua-remaja dengan perilaku seksual remaja. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian