BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri sampai saat ini masih menjadi tolak ukur perkembangan pembangunan dan kemajuan suatu negara. Kemajuan dalam bidang industri ini ternyata tidak hanya mendatangkan manfaat, tetapi juga kerugian. Salah satu hal yang merugikan adalah masalah yang berhubungan dengan penurunan kualitas lingkungan, yang disebabkan oleh berbagai polutan yang dihasilkan oleh berbagai proses industri yang mencemari lingkungan, baik dari hasil samping proses industri, maupun dari penggunaan hasil produksi industri tersebut. Sebagian besar polutan yang dihasilkan dari industri melibatkan proses kimia. Polutan tersebut muncul selama proses produksi sampai dihasilkan suatu produk, atau dapat juga dihasilkan dari bahan mentah untuk proses industri itu sendiri. Zeolit mampu mengadsorpsi berbagai macam ion logam antara lain Ni, Pb, Zn, Ba, Ca, Mg, Sr, Cd, Cu, dan Hg. Kemampuan zeolit sebagai adsorben didasarkan atas sifat kimia fisika zeolit, antara lain rasio Si/Al dalam struktur zeolit, ukuran pori dan volume pori. Di wilayah Indonesia zeolit banyak ditemukan di daerah Bayah, Cibinong, Bogor, Sukabumi, Lampung, dan Tasikmalaya, yang mana di masing-masing daerah memiliki karakter zeolit seperti luas permukaan, jari-jari pori, dan daya serap yang berbeda-beda. Zeolit dari daerah Sukabumi Jawa Barat adalah jenis Klinoptilolit. Struktur zeolit terdiri dari tiga dimensi kerangka SiO 4 dan AlO 4 serta blok bangunan utamanya berbentuk tetrahedral. Pusat tetrahedral berupa atom silikon atau alumunium, sedangkan keempat sudutnya ditempati masing-masing oleh satu atom oksigen. Setiap atom oksigen menjadi atom pengikat untuk dua tetrahedral yang berdekatan, dan tetrahedral-tetrahedral tersebut membentuk rangka yang bersambung (Suriawan dan Nindhia, 2010). Zeolit merupakan material berpori yang penggunaannya sangat luas. Kegunaan zeolit didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran kation, 1
2 adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat besar sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Peningkatan daya guna zeolit sebagai adsorben dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisis maupun kimia. Proses aktivasi secara fisis dilakukan dengan pemanasan (kalsinasi). Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah. Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan larutan asam klorida atau asam sulfat yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor anorganik dan memodifikasi rasio Si/Al (Suyartono dan Husaini, 1991). Pemanfaatan zeolit sebagai adsorben masih sangat terbatas untuk adsorpsi kation. Zeolit alam mengandung kation logam alkali dan alkali tanah dimana kation-kation tersebut dapat digantikan oleh kation lain melalui pertukaran kation. Kemampuan pertukaran kation dari zeolit alam telah banyak dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan lingkungan seperti penanganan limbah ammonium dan kation logam berat seperti Pb, Cd, Zn, Cu, Mn, dan Ni. Penelitian tentang adsorpsi kation logam berat (Co 2+, Cu 2+, Zn 2+, dan Mn 2+ ) salah satunya telah dilakukan oleh Erdem et al. (2004). Fakta yang ada adalah, limbah di lingkungan tidak hanya dalam bentuk kation, tetapi terdapat juga limbah anion yang berasal dari limbah industri bahan peledak, pupuk, insektisida serta limbah zat warna dari industri tekstil. Seperti limbah anion, limbah zat warna dari industri tekstil juga merupakan polutan yang secara signifikan dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Sebagian besar zat warna tekstil bersifat toksik, non biodegradable dan karsinogenik terutama pewarna yang mengandung gugus azo (-N=N-). Pewarna reaktif ini banyak digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil. Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil yaitu sekitar 60% - 70% (Widjajanti, 2009).
3 Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Diketahui bahwa gugus benzena memiliki laju degradasi yang sangat lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena bersifat karsinogenik dan mutagenik (Widjajanti et al., 2011). Agar dapat digunakan untuk mengadsorpsi limbah anion dan zat warna secara efektif, maka diperlukan modifikasi pada zeolit. Modifikasi yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan surfaktan kationik untuk mengubah permukaan eksternal zeolit menjadi bermuatan positif dengan cara membentuk bilayer. Bentuk bilayer tersebut diperoleh dengan menambahkan surfaktan dengan konsentrasi 2 kali kapasitas tukar kation (2 KTK) (Taffarel dan Rubio, 2010) atau lebih besar dari konsentrasi kritis miselnya (Li et al., 1998). Surfaktan yang sering digunakan adalah Hexadecyltrimethylammonium Bromide (HDTMAB) Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB), dan propilamina. Penelitian mengenai Surfactant Modified Zeolite (SMZ) untuk adsorpsi limbah anionik telah banyak dilakukan, di antaranya adalah penggunaan SMZ- HDTMAB untuk adsorpsi arsenat (H 2 AsO 4 ) yang dilakukan oleh Campos dan Buchler (2006). Nezamzadeh dan Esmaeilian (2012) melakukan penelitian tentang aplikasi Surfactant Modified Zeolite Carbon Paste Electrode (SMZ-CPE) untuk penentuan sulfat secara potensiometri. Karadag et al. (2007) telah melakukan penelitian tentang aplikasi dari SMZ dengan CTAB (SMZ-CTAB) dan HDTMAB untuk adsorpsi zat warna tekstil Everzol Yellow 3RS/HC (RY176) dan Astrazon Red FBL (BR46). Keberhasilan penelitian tersebut serta belum adanya penelitian tentang aplikasi SMZ-CTAB sebagai adsorben untuk adsorpsi kation Cu 2+, anion SO 4 2- dan zat warna anionik metil merah menjadi alasan untuk dilakukannya penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah Pemanfaatan zeolit alam sebagai adsorben sebatas untuk adsorpsi kation logam berat. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan zeolit alam secara efektif seperti pengaktifan dengan asam kuat dan memodifikasi permukaan
4 zeolit dengan berbagai cara. Umumnya penelitian selama ini dilakukan hanya untuk memodifikasi zeolit sebagai adsorben kation logam berat yang berbahaya. Fakta di lingkungan, polutan tidak hanya dalam bentuk kation, tetapi juga terdiri dari anion, sehingga perlu dilakukan modifikasi zeolit. Surfaktan CTAB pada penelitian ini digunakan untuk memodifikasi permukaan eksternal zeolit sehingga efektif untuk mengadsorpsi anion yang berbahaya dan zat warna anionik metil merah yang memiliki gugus azo. Ukuran molekul CTAB cukup besar untuk masuk ke dalam pori atau permukaan internal (internal surface) dari zeolit, sehingga modifikasi hanya berlangsung di permukaan eksternal (external surface). Oleh karena itu, permukaan internal zeolit alam diharapkan masih bisa digunakan untuk adsorpsi kation. Proses modifikasi ini dilakukan dengan menambahkan surfaktan kationik CTAB dengan konsentrasi 2 KTK sehingga akan terbentuk bilayer pada permukaan eksternal dan terbentuk muatan positif. Modifikasi zeolit alam Klaten dengan surfaktan kationik dari senyawa CTAB diharapkan efektif untuk mengadsorpsi kation Cu 2+, anion SO 2-4 dan zat warna anionik metil merah. Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ph sistem, rasio massa adsorben dengan adsorbat, temperatur adsorpsi, waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat. Agar diperoleh daya adsorpsi yang tinggi, maka perlu ditentukan kondisi optimum proses adsorpsi terlebih dahulu, misalnya menentukan ph optimum dan waktu adsorpsi seperti yang akan dilakukan pada penelitian ini. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Memodifikasi permukaan eksternal zeolit alam Klaten dengan CTAB untuk menghasilkan adsorben zeolit termodifikasi CTAB (SMZ-CTAB). 2. Mengaplikasikan SMZ-CTAB sebagai adsorben untuk adsorpsi kation Cu 2+, anion SO 2-4 dan zat warna anionik metil merah.
5 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi modifikasi zeolit menggunakan CTAB. 2. Memberikan informasi penggunaan SMZ-CTAB sebagai adsorben untuk menangani permasalahan lingkungan, khususnya penanganan limbah kation logam berat, anion dan molekul zat warna di perairan.