BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 15 TAHUN No. 15, 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

" {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG

: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 9 TAHUN 2000 (9/2000)

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 176 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG ZONA NILAI TANAH

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

RENCANA AKSI DAERAH PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA SOLOK TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 9 TAHUN2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA ( POKJA ) PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN BADUNG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 11

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

SALINAN WALIKOTA BATU

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MANDAILING NATAL [[ PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 42 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 7 TAHUN 2017

2015, No Gubernur selaku wakil pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

Transkripsi:

SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa memperhatikan esensi hak asasi manusia dan hak dasar warga Negara sebagaiman diatur dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang antara lain pada pokoknya menegaskan kedudukan, fungsi dan peran laki-laki dan perempuan harus dijamin dan diwujudkan secara setara dalam perspektif keadilan gender dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, maka baik perempuan maupun laki-laki harus diperlakukan sama dan setara dalam kehidupan sosial, serta tidak boleh ada dikriminasi; b. bahwa kesetaraan dan keadilan gender sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang meliputi hak warga Negara di bidang sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum belum optimal, sehingga masih banyak ketimpangan gender yang terjadi pada bidang tersebut bukan hanya berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga usia, status sosial, kebutuhan berbeda dan wilayah, maka perlu upaya untuk mewujudkan secara komprehensif dan secara proporsional dengan memperhatikan nilai kearifan lokal; c. bahwa salah satu strategi yang efektif dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah melalui pengarusutamaan gender; 1

d. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf h Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka Kabupaten Kepulauan Selayar berwenang menyelenggarakan pelembagaan pengarusutamaan gender pada lembaga Pemerintah Tingkat Kabupaten Kepulauan Selayar; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik 2

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4889); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 517); 9. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016 Nomor 286); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Nomor 1); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR dan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR 3

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 3. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 6. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan. 7. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar. 8. Pengarusutamaan Gender di Daerah yang selanjutnya disingkat PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di daerah. 9. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. 10. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. 4

11. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap lakilaki dan perempuan. 12. Analisis Gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. 13. Perencanaan Responsif Gender yang selanjutnya disingkat PRG adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. 14. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG adalah penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mecapai kesetaraan dan keadilan gender. 15. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar. 16. Unit Kerja adalah Bagian pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. 17. Instansi adalah instansi Pemerintah selain Pemerintah Daerah dan Instansi Non Pemerintah. 18. Focal Point PUG adalah aparatur Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengarusutamaan gender di unit kerjanya masing-masing. 19. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disingkat Pokja PUG adalah wadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dari berbagai instansi/lembaga di daerah. 20. Masyarakat adalah penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar. BAB II ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Penyelenggaraan PUG berdasarkan asas: a. penghormatan terhadap hak asasi manusia; 5

b. keadilan; c. partisipatif; d. kesetaraan; e. sinergitas; dan f. a bulo sipappa, a munte sibatu Bagian Kedua Fungsi Pasal 3 (1) Fungsi PUG yaitu terselenggaranya: a. perencanaan; b. penganggaran; c. pelaksanaan; d. pemantauan; dan e. evaluasi yang responsif gender. (2) Pelaksanaan fungsi PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan: a. akses; b. partisipasi; c. kontrol; dan d. manfaat bagi masyarakat. (3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada: a. jenis kelamin; b. usia; c. perbedaan kemampuan; d. wilayah; dan e. status sosial. Bagian Ketiga Tujuan Pasal 4 PUG bertujuan untuk mengatasi kesenjangan Gender. 6

BAB III RUANG LINGKUP Pasal 5 Ruang Lingkup PUG meliputi : a. asas, fungsi, dan tujuan; b. wewenang Pemerintah Daerah; c. tanggung jawab Pemerintah Daerah; d. peran serta masyarakat; e. perencanaan responsif gender; f. anggaran responsif gender dan pembiayaan; g. pelaksanaan; h. kerjasama; i. koordinasi, evaluasi, dan pelaporan; j. pembinaan dan pengawasan k. penghargaan; l. sanksi administrasi; dan m. ketentuan penutup. BAB IV WEWENANG PEMERINTAH DAERAH Pasal 6 Pemerintah Daerah berwenang: a. menetapkan kebijakan PUG; b. melaksanakan fungsi PUG; dan c. memfasilitasi penyelenggaraan fungsi PUG. BAB V TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH Pasal 7 (1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap: a. penetapan kebijakan PUG; b. peningkatan kualitas sumber daya manusia PUG; c. penyediaan anggaran PUG; dan d. penyediaan fasilitasi PUG. (2) Penyediaan fasilitasi PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. kelembagaan PUG; 7

b. data dan informasi gender; c. alat analisis gender; dan d. peran serta masyarakat. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi pemberdayaan perempuan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 8 (1) Masyarakat wajib berperan serta dalam penyelenggaraan PUG. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. partisipatif dalam penetapan kebijakan PUG; b. partisipatif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia PUG; c. partisipatif dalam penyediaan anggaran PUG; dan d. partisipatif dalam penyediaan fasilitas PUG. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VII PERENCANAAN RESPONSIF GENDER Pasal 9 (1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kebijakan PUG. (2) Rencana kebijakan PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah dan tahunan Daerah. (3) Rencana pembangunan jangka menengah dan tahunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan ke dalam rencana strategis dan rencana kerja SKPD. (4) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah, rencana tahunan Daerah, rencana strategis, dan rencana kerja SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Analisis Gender. (5) Analisis Gender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan secara teknis oleh SKPD dan Unit Kerja pada Pemerintah Daerah. 8

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana pembangunan jangka menengah, rencana tahunan Daerah, rencana strategis, dan rencana kerja SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VIII ANGGARAN RESPONSIF GENDER DAN PEMBIAYAAN Pasal 10 (1) ARG dapat bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja Daerah; b. anggaran pendapatan dan belanja Negara; c. partisipasi masyarakat; d. coorporate sosial responsibility ; dan e. sumbangan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat. (2) ARG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen anggaran Daerah dan dokumen anggaran lainnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan ARG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 11 (1) Pembiayaan PUG dianggarkan pada SKPD atau Unit Kerja yang melaksanakan PUG. (2) SKPD yang membidangi urusan pengelolaan keuangan daerah mengoordinasikan anggaran PUG kepada: a. SKPD; dan b. Unit Kerja. BAB IX PELAKSANAAN Pasal 12 (1) Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan PUG. (2) Pelaksanaan PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kelompok penggerak dan kelompok teknis. (3) Kelompok penggerak dan kelompok teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas : a. SKPD; dan b. Unit Kerja. 9

(4) Kelompok penggerak dan kelompok teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam bentuk Pokja PUG dan Focal Point PUG. (5) Pembentukan Pokja PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (6) Pembentukan Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD atau Kepala Unit Kerja. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan lingkup tugas Pokja PUG dan Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB X KERJASAMA Pasal 13 (1) PUG dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan antara Pemerintahan Daerah dengan: a. Pemerintah Provinsi; b. Pemerintah Kabupaten/Kota; c. perguruan tinggi; d. organisasi sosial kemasyarakatan; dan/atau e. organisasi lainnya yang sah. (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. tanggung jawab para pihak; b. hak dan kewajiban para pihak; c. jangka waktu kerjasama; d. bentuk kegiatan; e. pembiayaan; dan f. pertanggungjawaban. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati. 10

BAB XI KOORDINASI, EVALUASI DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Koordinasi Pasal 14 (1) Bupati melakukan koordinasi dalam pelaksanaan PUG. (2) Bentuk koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. rapat koordinasi secara: 1. berkala setiap 6 (enam) bulan sekali; dan/atau 2. sesuai kebutuhan. b. surat-menyurat; dan c. media teknologi informasi dan komunikasi. (3) Rapat koordinasi secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a melibatkan seluruh Instansi di Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Evaluasi Pasal 15 (1) Bupati berwenang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PUG. (2) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pertemuan dan/atau bentuk lainnya paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 16 (1) Bupati melaporkan pelaksanaan PUG kepada Gubernur. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Instansi yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan. 11

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan. (4) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dikoordinasikan oleh SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 17 (1) Bupati berwenang melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan PUG. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masingmasing: a. SKPD yang membidangi urusan pengawasan; b. SKPD yang membidangi urusan perencanaan pembangunan daerah; c. SKPD yang membidangi urusan keuangan daerah; dan d. SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan. (3) SKPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, mengoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan pembinaan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 18 (1) Bupati berwenang atas pengawasan pelaksanaan PUG. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dilakukan SKPD yang membidangi urusan pengawasan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. 12

BAB XIII PENGHARGAAN Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat atas partisipasinya dalam penyelenggaraan PUG. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. piagam; b. piala; dan c. uang. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XIV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 20 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (4), Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 16 ayat (4), dan/atau Pasal 17 ayat (2), dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran; b. peringatan; c. pencabutan izin; dan/atau d. penarikan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. 13

Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar. Ditetapkan di Benteng pada tanggal 30 Agustus 2016 BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, ttd MUH. BASLI ALI Diundangkan di Benteng pada tanggal 30 Agustus 2016 Plt. SEKRETARIS KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR, ttd MARJANI SULTAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2016 NOMOR 58 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN : B.HK.HAM.8.98.16 14

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH I. UMUM Persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan telah dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa seluruh warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Walaupun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin persamaan kedudukan setiap warga Negara baik laki-laki dan perempuan, dan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perempuan di Beijing Tahun 1995, namun hingga saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi hampir di segala bidang kehidupan. Hal ini mempunyai dampak, perempuan belum memperoleh manfaat yang optimal dalam menikmati hasil pembangunan sehingga perempuan yang merupakan bagian proses pembangunan nasional, yaitu sebagai pelaku sekaligus pemanfaat hasil pembangunan masih belum dapat memperoleh akses, partisipasi dan manfaat yang setara dengan laki-laki terutama dalam proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan pembangunan di semua bidang dan semua tingkatan. Berpangkal tolak dari hal tersebut dan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dan Peraturan Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender di Daerah, maka pelaksanaan otonomi Daerah berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keterbukaan, partisipatif, pemerataan dan keadilan serta dengan mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah perlu direspon secara arif dan bijaksana oleh Pemerintah Daerah khususnya terhadap pelaksanan Pemberdayaan 15

Perempuan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Hal ini dimaksudkan agar sumber daya manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban serta peran dan tanggung jawab yang sama sebagai bagian integral dari potensi sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Upaya pelaksanaan Pengarusutamaan Gender yang mencakup semua bidang pembangunan, seperti : hukum, ekonomi politik, agama, pendidikan, sosial dan budaya, pembangunan daerah, sumber daya alam dan lingkungan hidup dan pertahanan keamanan, perlu dijadikan rujukan dan diterjemahkan serta diserasikan secara operasional kedalam kebijakan/program kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, maupun kelembagaan pembangunan daerah. Untuk memberikan kerangka dan landasan hukum bagi upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan di daerah secara komprehensif dan berkesinambungan, Pemerintah Daerah perlu merumuskan strategi Pengarusutamaan Gender untuk dituangkan dalam Peraturan Daerah. Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah dimaksudkan sebagai arah pedoman dan gambaran pola pikir bagi Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Pengarusutamaan Gender secara optimal serta dengan tujuan terwujudnya Pengarusutamaan Gender secara Nasional dari Pemerintah Daerah pada semua sektor pembangunan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 huruf a huruf b huruf c 16

huruf d huruf e huruf f Yang dimaksud dengan a bulo sipappa, a munte sibatu adalah sepakat dan sependapat atau sinergitas antara kata dan perbuatan untuk melaksanakan Program Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Kepulauan Selayar demi terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 ayat (1) huruf a huruf b huruf c huruf d Dana Coorporate Sosial Responsibility adalah dana bantuan dari perusahaan tertentu yang dikeluarkan untuk kegiatan social kemanusiaan. Apabila bantuan berbentuk fisik, misalnya MCK yang 17

Responsif Gender, Jembatan yang Responsif Gender, dan sebagainya. huruf e ayat (2) ayat (3) Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 25 18