BAB I PENDAHULUAN. Daerah, secara otomatis merubah sistem politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

PROFIL DPRD KABUPATEN SUMENEP PERIODE Disusun oleh: Bagian Humas & Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BAB VI PENUTUP. sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : Faktor Kemenangan koalisi Suharsono-Halim dalam

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

Sistem Multipartai di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Pelajaran dari Kasus Pansus Bank Century

I. PENDAHULUAN. Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian

IMPLIKASI HUKUM KOALISI PARTAI POLITIK DALAM MEMBENTUK PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

Publik Cemas dengan Pemerintahan yang Terbelah

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

BAB IX PENUTUP IX.1. Kesimpulan

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PROVINSI LAMPUNG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing.

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/729/KEP/ /2012

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

I. PENDAHULUAN. memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan system pemerintahan. Dimana para calon pemimpin. PP NO 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. pola perilaku yang berkenaan dengan proses internal individu atau kelompok

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penentuan strategi komunikasi, jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

WORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Penelitian mengenai Evaluasi Pemilihan Umum Pada Proses

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. Daerah yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat, yang kemudian

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

TANTANGAN DAN PROSPEK PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara otomatis merubah sistem politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan salah satu materi dari undang-undang tersebut mengatur pembagian kewenangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dalam proses seperti itu maka pemerintah daerah memiliki ruang bebas untuk berkreatifitas membuat kebijakan-kebijakan dengan melibatkan pihak terkait di daerahnya, termasuk dalam hal pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung baik untuk Gubernur, Bupati atau Walikota secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Proses pemilihan kepala daerah secara langsung telah membuka peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi baik untuk memilih ataupun dipilih. Proses politik ini diharapkan akan meningkatkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat untuk menentukan nasib daerahnya dan pada akhirnya dapat memperkuat tatanan demokrasi lokal. Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat juga akan dapat meningkat kesejahteraan, pelayanan umum dan daya saing daerah karena pemerintahan daerah yang terbentuk adalah pemerintahan yang dekat dengan rakyatnya. Dengan demikian masyarakat dapat berperan dalam jalannya pemerintahan sehari-hari. Proses Pilkada ini juga memiliki peranan penting dalam proses penguatan demokrasi di tingkat lokal. Walaupun masyarakat telah mempunyai representasi 1

2 politik melalui pemilihan anggota DPRD, namun representasi politik dalam diri Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sangatlah penting. Sebagai lembaga eksekutif, justru Kepala Daerah mempunyai peran yang sangat penting dan menentukan dalam proses pemerintahan sehari-hari. Tidak seperti posisi anggota DPRD yang bisa dibagi bersama antar pihak yang berkompetisi, posisi Kepala Daerah adalah the winner takes all, tidak bisa ditempati bersama antar pihak yang berkompetisi. Dengan tidak ada pilihan lain kecuali menang total ataukah kalah total, pertarungan antar calon beserta kubunya adalah pertarungan zero sum game. Hal inilah yang membuat tensi politik dalam proses Pilkada jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proses pemilihan anggota DPRD (Pratikno, 2006: 157). Terlepas dari aspek positif tujuan penyelenggaraanya, Pilkada tetap menyisakan berbagai persoalan. Pratikno (2006: 158) menyebutkan setidaknya ada dua resiko dalam proses Pilkada yang akan menyimpan masalah yang berkepanjangan dalam lima tahun selanjutnya pasca Pilkada. Resiko paling kecil adalah gugatan dari pihak yang tidak puas terhadap proses Pilkada dan resiko yang paling berat adalah ketidakpercayaan terhadap hasil Pilkada yang berarti pula deligitimasi terhadap pemerintahan yang terbentuk dari hasil Pilkada. Pilkada yang dibangun diatas sistem multi partai seperti yang terjadi di Indonesia juga melahirkan fenomena politik baru yaitu adanya pemerintahan yang terbelah (divided government) di daerah. Ini terjadi ketika kekuasaan pemerintahan eksekutif (Kepala Daerah) dikuasai oleh satu partai sementara kekuasaan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) dikuasai oleh

3 partai lain. Hingga Desember 2006, dari 290 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada, menunjukkan sebagian besar (56,9%) daerah ditandai dengan pemerintahan yang terbelah. Fenomena divided government ini merupakan konsekuensi dari pemilihan langsung, dimana anggota legislatif (DPRD) dan Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh pemilih. Fenomena ini kurang terlihat dalam sistem pemilihan tidak langsung dimana Kepala Daerah dipilih oleh anggota DPRD (Lingkaran Survei Indonesia, 2007: 2) Juan Linz dan Arturo Velenzuela dalam The Failure of Presidential Democracy: The Case of Latin America (1994) membangun satu tesis menarik bahwa presidensialisme yang diterapkan di atas struktur politik multipartai cenderung melahirkan konflik antara lembaga Presiden dan parlemen serta akan menghadirkan demokrasi yang tidak stabil. Kombinasi tersebut juga akan melahirkan Presiden minoritas (minority president) dan pemerintahan terbelah (divided government). Kondisi seperti ini akan menyulitkan Presiden untuk mendapatkan dukungan politik di parlemen (Hanta Yuda A.R, 2009). Tesis ini sudah terbukti selama hampir lima tahun pertama masa kepresidenan Yudhoyono. Kebijakan pemerintah kerap diinterpelasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hak angket dan ancaman penarikan dukungan selalu menjadi alat bagi partai untuk bernegosiasi dengan Presiden. Inilah risiko politik yang harus dihadapi oleh seorang Presiden yang berkuasa di atas fondasi demokrasi presidensial yang dikombinasikan dengan multipartai. Karena itu, siapa pun yang menjabat Presiden dalam konstruksi politik seperti ini, akan dibelenggu oleh keharusan berkompromi dengan partai-partai di parlemen.

4 Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, ilustrasi dari konflik antara Kepala Daerah dengan DPRD seperti yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi. Selama masa pemerintahan, Bupati Ratna Ani Lestari tidak bisa berkonsentrasi dalam menjalankan program kerja akibat konflik yang berkepanjangan dengan DPRD. Bahkan berkali-kali anggota DPRD berencana memberhentikan (impeach) Bupati. Kursi di DPRD mayoritas dikuasai oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dari 45 kursi yang ada, PKB menguasai 16 kursi. Dalam pemilihan kepala daerah, Ratna Ani Lestari didukung oleh partai kecil. Dalam kondisi seperti ini berbagai program Kepala Daerah bisa diganjal oleh DPRD (Lingkaran Survei Indonesia, 2007: 5). Kota Yogyakarta didapati fenomena menarik dalam penyelenggaraan pemerintahan, dimana Walikota H. Herry Zudianto dihadapan dengan dua massa periode DPRD yang berbeda, yaitu DPRD hasil Pemilu 2004 dan DPRD hasil Pemilu 2009. Dengan demikian tantangan Walikota dalam penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih berat. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan komposisi kursi di DPRD setiap periode Pemilu.

5 Tabel 1 Nama Calon Walikota dan Wakil Walikota Dalam Pilkada 2006 Kota Yogyakarta Kabupaten/ Kota Nama Pasangan Calon Parpol/Gabung an Parpol yang Mencalonkan Perolehan Suara Pemungutan Suara Kota Yogyakarta 1. dr. Med. Dr. Widhiharto P, SpFK H. M. Syukri fadholi, SH 2. H. Herry Zudianto SE, Akt, MM Drs. H. Haryadi Suyuti PDIP,PKS,PP 69.884 PAN, Golkar 111.700 26 November 2006 Sumber: KPUD Kota Yogyakarta 2011 Pemilihan Walikota Kota Yogyakarta dilaksanakan pada 26 November 2006 dimenangkan oleh pasangan H. Herry Zudianto SE, Akt, MM dan Drs. H. Haryadi Suyuti. Pasangan ini diusung oleh koalisi Partai PAN dan Golkar. Koalisi yang dijalin antara Partai PAN dengan Golkar terlihat sangat kuat setidaknya dalam tahapan persiapan dan pelaksanaan Pilkada. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya pasangan calon yang diusungnya. Subtansi dari Pilkada adalah mengefektifkan penyelenggaraan pemerintah daerah. Efektifitas pemerintahan akan terwujud apabila tercipta hubungan yang harmonis antara eksekutif (Walikota) dengan legislatif (DPRD). Dengan terpilihnya pasangan Herry Zudianto dan Haryadi Suyuti menunjukan bahwa kekuasaan eksekutif dipegang oleh Koalisi Partai PAN dengan Golkar sementara di DPRD Kota Yogyakarta dikuasai oleh PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PKS,

6 PPP dan Gerindra. Total jumlah kursi Koalisi Partai PAN dan Golkar adalah 10 Kursi atau 25 % dari jumlah Kursi di DPRD Kota Yogyakarta. Tabel 2 Komposisi Perolehan Kursi Partai Politik Dalam DPRD Kota Yogyakarta DPRD Kota Yogyakarta Total Kursi di DPRD Partai kursi terbesar Kursi Partai pemenang Pemilu legislatif Partai penyokong kepala daerah 2004-2009 35 PDIP 11 PAN dan Golkar 2009-2014 40 PDIP 11 PAN dan Golkar Sumber: KPUD Kota Yogyakarta 2011 Kursi partai penyokong kepala daerah 14 10 Melihat komposisi dan kalkulasi kursi, maka koalisi partai pemenang Pilkada kota Yogyakarta merupakan partai minoritas di DPRD. Dengan demikian didapati fakta dimana Kepala Daerah dan mayoritas kursi di DPRD dikuasai oleh partai yang berbeda. Perbedaan ini lantas memunculkan adanya divided government dimana ketika kekuasaan pemerintahan eksekutif (Kepala Daerah) dikuasai oleh satu partai/koalisi partai sementara kekuasaan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) dikuasai oleh partai lain. Dalam keadaan demikian, sangat menarik menyoroti fenomena divided government yang terjadi di pemerintahan Kota Yogyakarta. Hal ini dikarenakan Kota Yogyakarta dibawah kepemimpinan H. Herry Zudianto, berhasil memperoleh berbagai penghargaan. Terhitung sejak tahun 2006 sampai dengan sekarang pemerintahan Kota Yogyakarta telah mendapatkan 56 penghargaan di berbagai bidang. Diantara penghargaan tersebut diantaranya:

7 1. Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (diberikan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas prestasi menjadi 10 Pemerintahan Kabupaten/Kota terbaik berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tahun 2009) 2. Bung Hatta Anti Corruption Award (diberikan oleh perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award kepada pemerintahan Kota Yogyakarta dibawah pimpinan H. Herry Zudianto, yang terus berusaha menumbuhkembangkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab serta menjadi inspirator bagi terbangungnya upaya pemberantasan korupsi dilingkungannya) 3. People of the Year 2010 (diberikan oleh harian Seputar Indonesia kepada H. Herry Zudianto atas kinerja yang berprestasi sebagai kepala daerah) Dengan berbagai prestasi yang didapat, kondisi divided government di pemerintahan kota Yogyakarta seakan-akan tidak berpengaruh dalam jalannya pemerintah. Dalam hal ini maka penting untuk membahas sejauh mana peran serta partai koalisi pengusung Walikota dalam menciptakan efektifitas pemerintahan serta bagaimana kedudukan, peran dan hubungan yang dibangun antara pihak eksekutif (Walikota) dengan partai koalisi pengusung dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.

8 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Pilkada yang dibangun diatas sistem multi partai seperti yang terjadi di Indonesia melahirkan fenomena politik baru yaitu adanya pemerintahan yang terbelah (divided government) di berbagai daerah. 2. Di kota Yogyakarta didapati dua kekuasaan yang berbeda. Pemerintah eksekutif (Kepala Daerah) dikuasai oleh koalisi Partai PAN dan Golkar sementara kekuasaan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) dikuasai oleh partai lain. 3. Perbedaan kekuasaan ini berpotensi menyebabkan konflik antara Kepala Daerah dengan DPRD dan membuat kondisi politik lokal yang tidak stabil. 4. Dalam periode 2006-2011, Walikota Kota Yogyakarta dihadapan dengan dua periode DPRD yang berbeda, yaitu DPRD hasil Pemilu 2004 dan DPRD Pemilu 2009. Hasil dari Pemilu tersebut merubah komposisi perolehan kursi di DPRD. Dengan demikian tantangan Walikota dalam penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih berat. C. Batasan Masalah Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), paling tidak terdapat tiga hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah: Pertama, hubungan dalam konteks legislasi. Hubungan antara kedua lembaga negara di sini adalah pada saat membuat Peraturan Daerah (Perda).

9 Kedua, hubungan dalam konteks anggaran. Semua urusan pemerintahan di daerah didanai oleh APBD. APBD tersebut harus mendapat persetujuan dari DPRD karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah (Pasal 179) dalam melakukan pelayanan publik dalam masa satu tahun anggaran. Kendati eksekutif (Kepala Daerah) memiliki hak untuk membuatnya, tidak berarti harus menafikan DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama (Pasal 181). Dengan demikian keterlibatan DPRD di sini adalah membahas atau memberikan persetujuan atas rancangan APBD yang dibuat oleh eksekutif (Pasal 42 b). Walaupun pada akhirnya, eksekutif merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (Pasal 156 ayat 1). Ketiga, hubungan dalam konteks pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD sebenarya merupakan manifestasi dari mekanisme check and balances dalam sistem demokrasi. Penelitian ini menggunakan tiga hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah seperti yang telah dijelaskan diatas untuk melihat sejauh mana peran serta/kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar dalam menciptakan efektifitas jalannya pemerintahan kota Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana interaksi dan kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar dengan Walikota di pemerintahan Kota Yogyakarta dalam kontek legislasi, anggaran dan pengawasan?

10 2. Bagaimana implikasi divided government terhadap efektifitas jalannya pemerintahan di Kota Yogyakarta? 3. Bagaimana strategi politik Walikota untuk mengatasi adanya divided government dalam pemerintahan kota Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui interaksi dan kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar dengan Walikota di pemerintahan Kota Yogyakarta dalam kontek legislasi, anggaran dan pengawasan. 2. Mengetahui implikasi divided government terhadap efektifitas jalannya pemerintahan di Kota Yogyakarta 3. Mengetahui strategi politik Walikota untuk mengatasi adanya divided government dalam pemerintahan kota Yogyakarta F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Toritis Penelitian ini mencoba mengungkap kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar dalam menciptakan efektifitas jalanya pemerintahan. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu

11 pengetahuan dan dapat turut serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu khususnya di bidang politik. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana untuk berlatih berfikir kritis terutama dalam melihat tata kelola pemerintahan. Selain itu juga sebagai wahana untuk menerapkan teori yang sudah didapat didalam bangku kuliah sebagai acuan analisis terhadap keadaan objek dan fenomena politik. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang komprenhensif bagi pembaca dalam melihat efektifitas jalannya pemerintahan. G. Definisi Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang diteliti, maka peneliti akan memberikan gambaran yang jelas tentang maksud dari judul penelitian. Untuk itu perlu diberi definisi istilah dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Efektifitas pemerintahan daerah adalah suatu keadaan yang ditandai dengan tercapainya tujuan pemerintahan daerah sesuai dengan visi dan misi Kepala Daerah yang ditawarkan dalam Pilkada. Untuk dapat efektif dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, Kepala Daerah harus mampu meyakinkan DPRD untuk menyetujui berbagai rancangan kebijakan. Disamping itu agar efektif dalam melaksanakan pemerintahan daerah (melaksanakan berbagai kebijakan), Kepala Daerah memerlukan dukungan dari DPRD. Persetujuan dan dukungan tersebut antara lain ditentukan oleh mitra-mitra partai di DPRD. Dalam penelitian ini ingin mengetahui sejauh

12 mana interaksi dan kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar selaku koalisi partai pemenang Pilkada dengan Walikota di pemerintahan Kota Yogyakarta yang dilihat dalam kontek legislasi, anggaran dan pengawasan. 2. Koalisi ialah kerja sama antara beberapa partai politik untuk meraih tujuan politik. Firmanzah (2006: 78) melihat koalisi sebagai struktur yang tidak tetap dan sangat labil. Artinya ketika kepentingan dan tujuan politik sudah tidak sama lagi, koalisi tersebut biasanya pecah. Koalisi yang baik adalah koalisi dengan partai lain yang memiliki kesamaan ideologis. Semakin sama ideologi politiknya semakin awet koalisi yang terbentuk dan begitu juga sebaliknya. Terkait dengan penelitian ini partai Golkar dan PAN menjalin koalisi dalam rangka mencalonkan pasangan Herry Zudianto dan Haryadi Suyuti sebagai calon Walikota Kota Yogyakarta periode 2006-2011. 3. Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, penyelenggaraan diartikan sebagai sebuah proses, cara menyelenggarakan. Kaitan dengan penelitian ini yang dimaksud dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah bagaimana proses organ-organ pemerintah yang mencakup kekuasaan eksekutif yaitu Walikota dan kekuasaan legislatif

13 diwakili oleh partai koalisi pemenang Pilkada Kota Yogyakarta dalam menjalankan pemerintahan daerah. 4. Dalam periode 2006-2011, Walikota Kota Yogyakarta dihadapan dengan dua DPRD yang berbeda, yaitu DPRD hasil Pemilu 2004 dan DPRD Pemilu 2009. Dalam Pemilu tersebut otomatis merubah komposisi jumlah kursi di DPRD itu sendiri. Dengan demikian tantangan Walikota dalam penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih berat. Jadi dapat dirumuskan bahwa dengan jumlah kursi koalisi Partai PAN dan Golkar selaku pemenang Pilkada Kota Yogyakarta tidak mayoritas dalam DPRD hal ini menciptakan kondisi pemerintahan terbelah atau biasa disebut dengan istilah divided government. Divided government ini sangat berpotensi menimbulkan konfik antara pihak pemerintah/walikota dengan parlemen/dprd. Apabila sampai terjadi konflik politik yang berkepanjangan, tentunya berbagai programprogram pembangunan didaerah mengalami kendala. Berangkat dari sinilah, penelitian ini dilakukan dan dimaksudkan untuk mencari implikasi dan kontribusi koalisi Partai PAN dan Golkar selaku partai pengusung dan pemenang Pilkada terhadap efektifitas jalannya pemerintahan di Kota Yogyakarta.