BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu Indonesia juga merupakan welfare state. sesuai dengan amanat yang tersirat didalam alinea ke IV, Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak. Seperti kita ketahui bersama semua Negara mempunyai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN menyatakan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan. pemerintahan daerah otonom. Pemberlakuan Otonomi daerah sejak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah pemerintahan yang berdaulat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. pihak. Seperti kita ketahui bersama Negara mempunyai tujuan untuk mewujudkan

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG

BAB I PE DAHULUA. sesuai dengan perkembangan masyarakat dan Negara baik di bidang. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

SKRIPSI PELAKSANAAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH KEPADA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN APBD KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

PENGELOLAAN OBJEK WISATA PANTAI CAROCOK PAINAN OLEH PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (TAP MPR) No. IV/ MPR/ 1978 GBHN jo TAP MPR No. II/ MPR/ 1983 GBHN.

PELAKSANAAN PUNGUTAN PAJAK BAHAN GALIAN GOLONGAN C DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN SKRIPSI. Oleh EGY VALIA BP.

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (dilihat juga dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

Judul : Tata Cara Pemungutan, Perhitungan, Dan Pembayaran Pajak Hotel Dan Restoran Nama : Dewa Ayu Kartika Mahariani NIM : ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan. 1 Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu mengenai pemerintahan daerah yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pelaksanaan daerah otonom dirasa sangat tepat dalam menjalankan urusan pemerintahan di daerah dengan diberikannya kebijakan otonomi daerah sehingga daerah dapat mandiri dan lebih mampu dalam memberikan pelayanan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan urusan setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2 1 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm VII (kata sambutan) 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemeintahan Daeah, pasal 1 angka 6 1

Daerah otonom dimaksudkan agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang dan meningkatkan kemampuannya sendiri dalam mengurus rumah tangganya melalui sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi seluruh kekayaan dan potensi yang ada di daerah tersebut dengan batas-batas kewenangan yang dimiliki daerah untuk memenuhi dan membiayai semua kebutuhannya dalam rangka melaksanakan penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri. Dengan demikian penerapan daerah otonom diharapkan mampu untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang secara optimal yang sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat terutama dalam keuangan daerah. Berhubung biaya penyelenggaraan otonomi daerah harus ditanggung oleh daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), maka penyerahan kewenangan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah haruslah disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah, disamping didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota. 3 Otonomi daerah telah memberikan porsi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daereah yang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara ataupun daerah serta pihak-pihak lain sesuai dengan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm 45 2

Kewenangan tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah agar dapat meningkatkan pendapatan daerah serta mengelolanya. Pendapatan daerah bersumber dari : 4 a. Pendapatan Asli Daerah yang diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) yaitu : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan, 4. Lain-lain PAD yang sah a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b) Jasa Giro c) Pendapatan Bunga d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan e) Komisi, potogan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah b. Dana Perimbangan yang diatur dalam pasal 10 yaitu : 1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum, dan 3. Dana Alokasi Khusus c. Lain-lain Pendapatan yang diatur dalam pasal 43 yaitu : 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 3

1. Hibah 2. Dana Darurat Dalam penerapan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah diharapkan lebih efektif dan efisien dalam pengelolaannya, karena Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang dapat dipergunakan sesuai dengan kewenangan daerah dalam rangka menunjang dan meningkatkan pendapatan daerah agar dapat memajukan daerahnya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah. Desentralisasi pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah merupakan aspek terpenting bagi kerja pemerintahan dan pembangunan 5. Sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah terutama pada sisi penerimaan daerah dalam bentuk pajak seperti salah satunya yaitu pajak daerah. Pajak sangat menentukan bagi kelangsungan eksistensi pembangunan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. 6 Sehingga pajak dalam pelaksanaan pemungutannya haruslah dilakukan dengan baik dan benar. Serta dalam pengelolaannya, pajak haruslah dikelola seefisien dan seefektif mungkin karena akan berdampak pada pembangunan suatu daerah tertentu dalam penyelenggaran pemerintahan maupun pemerintah daerah. Hal ini diatur dalam konstitusi pada pasal 23A yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara dan diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi 5 Pheni Chalid, Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi, Kemitraan untuk Tata Pemerintahan yang Baik, Jakarta, 2005, hlm 1 6 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm VII (kata pengantar) 4

Daerah memberikan ruang kepada daerah untuk melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi terkait dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam Undan-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sehingga ada dikenal dengan istilah pajak daerah. Pajak daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 7. Pajak daerah yang di pungut oleh pemerintah Kota Padang berdasarkan kewenangannya diperuntukan untuk pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh daerah Kabupaten/Kota yaitu adalah pajak restoran. Di Kota Padang pajak restoran diatur dalam Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering. Sejauh ini, sosialisasi Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran masih terus dilakukan oleh Pemerintah terutama terkait dengan pelaksanaan pemugutan Pajak Restoran. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) Kota Padang selaku pihak yang berwenang masih terus melakukan sosialisasi Perda ini kepada masyarakat di Kota Padang terutama kepada pemilik atau pengelola usaha 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 5

restoran yang mana sosialisasi ini ditujukan kepada restoran yang objek pajak restoran atau pelayanan yang disediakan oleh restoran nilai penjualannya lebih dari Rp.5.000.000,-/bulan maka dikenakan pemungutan pajak restoran sebesar 10%, namun dalam pelaksanaannya ditemukan beberapa kendala seperti adanya pemilik atau pengelola restoran yang kurang paham terhadap pugutan pajak ini dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang Perda tersebut. Selain itu cukup banyak pemilik atau pengelola restoran yang seharusnya telah dapat dikenakan pajak restoran, namun belum dikenakan pajak restoran pada usahanya. Sehingga petugas pajak harus aktif dalam melakukan sosialisasi dan maupun pemngutan kepada pemilik atau pengelola restoran agar target pajak dapat terealisasi. 8 Akan tetapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak restoran dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di Kota Padang. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah pelaksanaan pemungutan pajak restoran berdasarkan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi serta solusinya dalam pelaksanaan Perda ini? Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN 8 http://www.minangforum.com/thread-restoran-rumah-makan-di-kota-padang-dikenakan- Pajak,diakses pada 3 April 2013 6

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis membatasi perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak restoran di Kota Padang? 2. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak restoran dan solusinya? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak restoran di Kota Padang. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pajak restoran dan solusinya. D. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Secara Teoritis a. Melatih kemampuan penulis melakukan penelitian secara ilmiah dan sekaligus menuangkan hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan. 7

b. Dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku perkuliahan kepada praktek dilapangan. c. Memperluas khasanah ilmu pengetahuan penulis dibidang hukum, khususnya mengenai keuangan daerah. 2. Secara Praktis a. Untuk memenuhi prasyarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. b. Memberi pengetahuan mengenai pajak restoran pada pihak-pihak yang terkait. c. Agar penelitian yang dilakukan mengenai pelaksanaan pungutan pajak restoran dapat bermanfaat bagi masyarakat serta dapat digunakan sebagai informasi ilmiah. E. METODE PENELITIAN Untuk menemukan jawaban permasalahan yang akan diteliti tersebut, diperlukan beberapa teknik yang akan digunakan dalam penulisan penelitian, yaitu: 1. Pedekatan Masalah Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis (Socio legal research) yaitu pendekatan terhadap masalah yang menitik beratkan pada penelitian yang dilakukan di lapangan. Disamping itu juga melakukan terhadap bahan-bahan kepustakaan hukum. 2. Sifat Penelitian 8

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memberikan data tentang suatu keadaan sosial yang berkembang dimasyarakat sehingga dengan diadakannya penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran secara lengkap dan sistematis terkait dengan objek yang diteliti. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi yaitu keseluruhan dari obyek pengamatan atau obyek penelitian. 9 Populasi dalam penelitian ini yaitu keseluruhan pribdai atau subjek yang berkaitan dengan pemberlakuan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 201 tentang Pajak Restoran yaitu : 1) Pegawai yang berada di kantor Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) Kota Padang. 2) Calon wajib pajak yaitu pemilik atau pengelola restoran. 3) Pihak-pihak lain yang berhubungan dengan pelaksanaan Perda tersebut. b. Sampel Sampel yaitu bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya. 10 Sampel pada penelitian ini yaitu pegawai pada kantor Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPKA) Kota Padang di bidang pendapatan dan beberapa pemilik atau pengelola restoran. Dalam penelitian ini sampel akan diambil dari perwakilan populasi yang ada baik di kantor Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) maupun dari pemilik atau pengusaha restoran. Dalam penelitian ini pengambilan sampel yang digunakan untuk meneliti 9 Soejrono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, hlm 10 10 Ibid 9

beberapa pemilik atau pengelola restoran yaitu sampel acak (random sampling). Sampel acak yaitu setiap sampel dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. 11 yaitu yang artinya pemilik atau pengelola restoran yang di pilih sebagai calon wajib pajak yang akan diteliti dipilih secara acak berdasarkan kehendak penulis. 4. Sumber Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dalam penelitian ini yaitu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) Kota Padang, beberapa restoran dan/atau rumah makan yang nilai penjualannya lebih dari Rp.5000.000,-/bulan sebagai wajib pajak restoran di Kota Padang dan pihak-pihak terkait lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran. b. Data Sekunder Data sekunder penelitian ini yaitu berupa data yang sudah diolah atau diperoleh dari penelitian perpustakaan, bahan hukum primer yang dapat berupa seperangkat peraturan perundang-undangan (peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pajak restoran), bahan hukum sekunder yaitu dapat berupa literatur-literatur yang menjelaskan bahan hukum primer, maupun bahan hukum tersier (kamus hukum, enslikopedi, dan lain-lain). Disamping itu, penelitian ini tentu saja juga membutuhkan data sekunder lain yang bersumber bukan dari bahan hukum (bahan non hukum). 11 Amirudin, SH.,M.Hum dan H.Zainal Asikin, SH., SU, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 97 10

5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini untuk memperoleh data primer dari informan maka akan dilakukan : a. Wawancara : Untuk memperoleh data primer dari informan, penelitian ini akan memakai metode wawancara semi-structured. Dalam teknisnya, pertanyaanpertanyaan yang akan dilakukan dalam wawancara distruktur dan dipersiapkan terlebih dahulu, kemudian satu-persatu diperdalam dengan menggali keterangan lebih lanjut dari informan atau responden. b. Studi Dokumen Untuk memperoleh data sekunder,dilakukan studi dokumen. Dalam studi dokumen, data diperoleh melalui penelusuran isi dokumen dan mengelompokannya kedalam konsep-konsep yang ada dalam perumusan masalah. 6. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode pengolahan analisis data kualitatif, yaitu menggambarkan hasil penelitian dengan menggunakan kalimat-kalimat, agar hasil penelitian ini lebih mudah dipahami. Apabila dalam penelitiannya terdapat data yang bersifat kuantitatif, penulis akan mencantumkannya didalam hasil penelitian demi kelengkapan informasi yang berkaitan dengan permsalahan yang diteliti. 11