BAB I PENDAHULUAN. maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri. 1. damai dalam seluruh lapisan masyarakat. 2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang mematuhi suruhan Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran. mengerjakan maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri. 1. kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat.

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 1992, h Said Agil al-munawar, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB I. berguna memberikan argumentasi yang kuat bahwa bila hukum diterapkan. dalam suatu masyarakat maka mereka akan dapat merasakan kebenaran,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

(ubi-ius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Allah pada nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. 1

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum perundang-undangan, baik hukum Islam maupun hukum

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

BAB II PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN (PENCURIAN) MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian Pelanggaran Hak Pemegang Paten (Pencurian)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin atas ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PEMALSUAN MEREK SEPATU DI KELURAHAN BLIMBINGSARI SOOKO MOJOKERTO

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB I PENDAHULUAN. trauma terhadap korbannya baik penderitaan lahir maupun batin. Bagong

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengganggu ketenangan pemilik barang. Perbuatan merusak barang milik. sebagai orang yang dirugikan dalam tindak pidana tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang dianggap sebagai suatu tindakan melanggar hukum

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES) DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2004, hlm

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan, serta tugas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu kegagalan dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri,

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, sesuai Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

BAB IV. kesamaan namun berbeda. Kesamaan dari keduanya adalah sama-sama. siapapun. Dalam suatu hukum sudah ada ketentuan-ketentuan yang

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pula. Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Assalamu alaikum wr. wb.

III. METODE PENELITIAN

WELCOME MATA PELAJARAN : MADRASAH ALIYAH ASSHIDDIQIYAH FIQIH. Kelas : XI (Sebelas), Semster : Ganjil Tahun Pelajaran : 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat semakin cepat

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HUKUM HAKIM DAN FIQIH JINAYAH DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NO:164/PID.B/ 2013/PN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai induk keburukan (ummu al-khabaits), di samping merusak akal, jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan pada dasarnya muncul karena adanya hasrat ingin tahu

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum secara umum dibuat untuk kebaikan manusia itu sendiri, dan berguna memberikan argumentasi yang kuat bahwa bila hukum diterapkan dalam suatu masyarakat maka mereka akan dapat merasakan kebenaran, kebaikan, keadilan, kesamaan dan kemaslahatan dalam hidup di dunia ini. Seperti hukum positif yang merupakan hasil interpretasi manusia terhadap peraturan dan perbuatan manusia di dunia, sedangkan hukum Islam menghubungkan antara dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi suruhan Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran mengerjakan maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri. 1 Sebuah peraturan hukum ada karena adanya sebuah masyarakat (ubiius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat. 2 Kejahatan atau tindak pidana dalam Islam merupakan larangan larangan syariat yang dikategorikan dalam istilah jarimah atau jinayah. Pakar fiqh telah mendefinisikan jarimah dengan perbuatan-perbuatan 1 Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia, Penggagas dan Gagasannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 89. 2 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 48-49. 1

2 tertentu yang apabila dilakukan akan mendapatkan ancaman hukuman had atau ta zir. Adapun istilah jinayah kebanyakan para fuqaha memaknai kata tersebut hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti membunuh, melukai, memukul, menggugurkan kandungan dan sebagainya. 3 Had merupakan ketetapan hukum Allah yang paling berat diatas hukuman qis}a>s} dan ta zir. Ta'zir dalam konteks bahasa adalah menolak dan mencegah kejahatan, Ta zir juga berarti memberi pelajaran. Para ulama mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh nas dan berkaitan dengan kejahatan. Tujuannya adalah untuk memberi pelajaran agar tidak mengulangi kejahatan serupa. 4 Pada dasarnya dengan adanya sanksi terhadap pelanggaran bukan berarti pembalasan akan tetapi mempunyai tujuan tersendiri yaitu, untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok yang disebut al-daruriyat al-khamsah yaitu yang terdiri dari hifz al-nafs (menjaga jiwa), hifz al- aql (menjaga akal), hifz al-din (menjaga agama), hifz al-mal (menjaga harta) dan hifz al-nasl (menjaga keturunan). Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan dipelihara, jika seseorang menghendaki kehidupan yang bahagia di dunia dan diakhirat. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam. 5 3 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 2. 4 Ibid., 260. 5 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Peluang, Prospek, dan Tantangan,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), 107.

3 Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu Hukum Privat (Munakahat, Wirasah dan Muamalat) dan Hukum Publik (Jinayat, Al ahkam al sultaniyah, Siyar, Mukhashamat). 6 Dalam ajaran Islam bahasanbahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan dalam fiqh jinayah. 7 Islam seperti halnya sistem lain melindungi hak-hak untuk hidup merdeka dan merasakan keamanan. Ia melarang bunuh diri ataupun pembunuhan. Dalam Islam pembunuhan terhadap seorang manusia tanpa alasan yang benar diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka ia diibaratkan memelihara seluruh manusia. Jika terjadi pembunuhan, maka pelaku wajib bertanggungjawab. Permasalahannya adalah jika pembunuhan yang disengaja tersebut dilakukan dalam upaya membela jiwa, kehormatan, maupun harta benda baik milik sendiri ataupun orang lain. 8 Dalam melakukan pembelaan dalam Islam dikenal dengan istilah daf u al-sail, dalam hukum Islam, pertanggung jawaban pidana dapat dihapus karena pertama, hal-hal yang bertalian dengan perbuatan yang dilakukan adalah mubah (tidak dilarang) yang disebut asbab al-ibahah atau sebab diperbolehkanya perbuatan yang dilarang. Diantaranya yaitu : pembelaan yang sah, mendidik, pengobatan, permainan kesatriaan, halalnya jiwa, 6 Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam (Malang: UIN-Malang Press, 2007), 9-10. 7 H.A. Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 1. 8 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam; Penegakan Syari at dalam Wacana dan Agenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 71-72.

4 anggota badan dan harta seseorang, hak dan kewajiban penguasa. Kedua, hal-hal yang bertalian dengan pelaku atau perbuatan yang dilakukan tetap dilarang tapi pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang disebut asbab raf I aluqubah atau sebab dihapusnya hukuman. Diantaranya yaitu paksaan, mabuk, gila dan anak kecil (bawah umur). 9 Berbeda dengan hukum positif pada masa sebelum revolusi Perancis, setiap orang bagaimanapun keadaanya bisa dibebani pertanggungjawaban pidana tanpa membedakan apakah pelaku mempunyai kemauan sendiri atau tidak, sudah dewasa atau belum. Bahkan hewan dan benda mati juga bisa dibebani pertanggungjawaban apabila menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kematian juga tidak bisa menghindarkan seseorang dari pemeriksaan pengadilan dan hukuman. Demikian juga seseorang harus mempertanggungjawabkan kesalahan orang lain meskipun tidak tahu menahu dan tidak ikut serta mengerjakannya. Baru setelah revolusi Perancis dengan aliran tradisionalisme dan lainnya, pertanggungjawaban itu hanya dibebankan kepada manusia yang masih hidup yang memiliki pengetahuan. 10 Tidak ada pertanggungjawaban pidana selama perbuatanya itu tidak bermaksud turut serta, memudahkan atau memberi bantuan terlaksananya jarimah. Sedangkan bagi pelaku perbuatan langsung dan sebab dikenakan pertanggungjawaban pidana atas perbuatanya, karena keduanya merupakan illat (sebab) adanya jarimah. 11 Dalam hukum pidana Indonesia, 9 Ibid., 80 10 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum...., 156-158. 11 Ibid., 160.

5 pembelaan terpaksa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB III pasal 49 ayat 1 yang berbunyi : tidak dipidana barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terhadap jiwa, kehormatan dan harta benda baik untuk diri sendiri maupun orang lain karena pengaruh daya paksa tidak dipidana 12 Pembelaan terpaksa melampaui batas diatur dalam KUHP pasal 49 ayat 2 yang berbunyi : pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh goncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. 13 Undang-undang tidak memberi keterangan lebih jauh tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Yang dimaksud kegoncangan jiwa yang hebat tidak dijelaskan dalam KUHP tetapi oleh ahli hukum memberikan penjelasan kegoncangan jiwa yang hebat sehingga diperbolehkan melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, sedangkan dalam hukum Islam tidak diatur secara jelas pembelaan yang diperbolehkan juga sanksi bagi pelaku pembelaan terpaksa yang melampaui batas pembelaan. Hanya berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 194 : 12 Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 26. 13 Ibid.

6 Artinya :Bulan Haram dengan bulan haram dan pada sesuatu yang patut dihormati. Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. 14 Dari ayat tersebut hanya menerangkan tentang penganjuran menyerang balik ketika diserang tetapi tidak menjelaskan syarat dan sanksi bagi penyerang jika melebihi batas serangan. Alasan penghapusan pidana (strafuitsluitingsground) diartikan sebagai keadaan khusus (yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu dibuktikan oleh terdakwa), meskipun terhadap semua unsur tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi tidak dapat dijatuhkan pidana. Alasan penghapusan pidana dikenal baik dalam KUHP, doktrin maupun yurisprudensi. Sesuai dengan ajaran daaddader strafrecht alasan penghapusan pidana dapat dibedakan sebagai berikut : 15 1. Alasan pembenar (rechtfuitsluitingsground) yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan tindak pidana (strafbaarfeit) yang dikenal dengan istilah actus reus dinegara Anglo saxon. 2. Alasan pemaaf (schuldduitsluitingsground) yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan dengan istilah mens rea di Negara Anglo saxon. Ada beberapa hal yang menjadikan penulis tertarik untuk membahas judul Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa yang 14 Departemen Agama RI, Al-Qur an Tajwid dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2006), 20. 15 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 137-138.

7 Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP. Yang pertama, Islam sangat melindungi hak hidup seseorang. Hal ini terbukti dalam tujuan syara atau yang lebih dikenal dengan al-maqashidu al-khamsah (panca tujuan) salah satunya memelihara jiwa. Alquran telah banyak menjelaskan tentang sanksi berkenaan dengan masalah kejahatan terhadap nyawa. Diantara jenis-jenis hukum qis}a>s} disebutkan dalam Alquran ialah : qis}a>s} pembunuh, qis}a>s} anggota badan dan qis}a>s} dari luka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang hukumanya adalah dianalogikan dengan qis}a>s} yakni berdasar atas persamaan antara hukuman dengan kejahatan, karena itu adalah tujuan pokok dari pelaksanaan hukuman qis}a>s}. Begitupun dalam hukum positif juga diatur sanksi untuk pembunuh dari yang teringan sampai yang terberat. Kedua, dalam KUHP BAB III tentang pembebasan hukuman pidana pasal 49 ayat 1 tetang pembelaan terpaksa, dan juga dalam hukum pidana Islam diatur pembelaan sah, tidak dijatuhi hukuman sebab diperbolehkannya perbuatan yang dilarang. Tetapi untuk mengetahui apakah suatu perbuatan itu sebagai suatu pembelaan atau sebaliknya, maka harus diketahui unsur atau syarat yang dimaksud dalam pasal tersebut dan dan tidak dijelaskan bagaimana melakukan pembelaan yang diperbolehkan. Begitu juga dalam KUHP pasal 49 ayat 2 tentang pembelaan terpaksa yang melampaui batas tidak dijelaskan pelampauan batas yang diperbolehkan dalam melakukan suatu pembelaan. Dari uraian penjelasan diatas, maka dalam skripsi ini penulis akan menguraikan suatu perbuatan dikatakan sebagai pembelaan baik dalam

8 hukum positif maupun hukum Islam agar pasal tersebut tetap berfungsi atau tidak menjadi pasal mati karena sulit dalam pembuktiannya. Secara mendalam masalah ini akan penulis jelaskan dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah Uraian yang terdapat pada latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Seseorang bisa dikatakan telah melakukan pembelaan terpaksa menurut hukum. 2. Dalam situasi seperti apakah pembelaan terpaksa boleh dilakukan. 3. Status hukum seseorang bila melakukan tindakan pembelaan terpaksa berlebihan hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. 4. Sanksi apa yang dijatuhkan kepada pelaku tindakan terpaksa berlebihan. 5. Tinjauan Hukum Islam dalam kasus pembelaan terpaksa yang berlebihan. Dari beberapa identifikasi masalah diatas, perlu dijelaskan batasan-batasan atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini agar skripsi ini dapat terarah pembahasanya, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas, yaitu: 1. Ketentuan dan syarat yang terdapat di dalam pembelaan terpaksa melampaui batas menurut menurut pasal 49 KUHP. 2. Tinjauan fiqh jinayah terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas.

9 C. Rumusan Masalah Berdasarkan pada identifikasi masalah serta pembatasan masalah diatas maka penulis merumuskan beberapa masalah guna mempermudah pembahasan masalah serta sebagai kerangka kerja yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan dan syarat yang terdapat di dalam pembelaan terpaksa melampaui batas menurut pasal 49 KUHP? 2. Bagaimana tinjauan fiqh jinayah terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas? D. Kajian Pustaka Hukum Islam merupakan subtansi ajaran Islam yang diyakini kebenaran dan kesempurnaanya yang bersumber dari Allah SWT. Melalui Nabi Muhammad saw sebagai utusan-nya, hukum tersebut hidup dalam masyarakat Islam, sehingga menjadi pedoman umat dalam berbagai bidang diantaranya masalah Jinayah. Secara teoritis hukum Islam atau yang dikenal dengan fiqh bersumber dari Alquran dan sunnah, tetapi para fuqaha (jama dari faqih) sering berbeda pendapat memahami konsep dari dua sumber tersebut. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kurun waktu dan lingkungan dimana para fuqaha berada dan perbedaan metode istinbat yang di gunakan. Kajian pustaka ini merupakan upaya untuk mengetahui penelitian mana yang sudah pernah dilakukan dan mana yang belum dan dimana posisi penelitian yang dilakukan diantara penelitian-penelitian yang sudah ada itu.

10 Hal ini bertujuan agar tidak ada duplikasi atau plagiat dalam penelitian yang dilakukan Penelitian mengenai pembelaan terpaksa ini dalam hukum pidana telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun dengan pendekatan yang berbeda dalam pengujian datanya. Untuk itu penulis akan menyebutkan beberapa literatur yang akan penulis gunakan sebagai previous finding (penelitian maupun penemuan sebelumnya). Disamping itu banyak pula sudut pandang serta metode yang digunakan masing-masing penulis dalam membahas masalah pembelaan terpaksa, tetapi karya pemikiran yang menggunakan sudut pandang Islam masih sangat sedikit. Sepanjang pelacakan dan penelaahan yang penulis lakukan, baik di kalangan Fakultas Hukum Publik Islam UINSA Surabaya maupun secara umum, belum ada karya penelitian yang membahas pada permasalahan Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP. Skripsi karya oleh Syarifudin tahun 2003 dengan judul: Studi Hukum Islam Tentang Pembunuhan Sengaja oleh Wanita Karena Mempertahankan Diri dari Pemerkosaan (Studi Analisis Pandangan Madzhab Syafi i). Penulis skripsi ini menyatakan bahwa seorang wanita yang membunuh dengan sengaja karena mempertahankan diri menurut pandangan madzhab Syafi i pelakunya digugurkan dari perbuatannya dan tidak ada hukuman baginya, baik qis}a>s}, diat, maupun kafarat.

11 Skripsi karya Muhammad Eko Wahyudi tahun 2004 dengan judul: Analisis Atas Pemikiran Muhammad Abu Zahrah tentang Pembunuhan sebagai Upaya dalam Mempertahankan Harta. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini bahwa menurut Imam Abu Zahrah seseorang yang membunuh dengan alasan mempertahankan harta dibolehkan, pelakunya digugurkan dari perbuatannya dan tidak ada hukuman baginya. Skripsi karya Siti Munawarah tahun 2007 dengan judul "Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 961/Pid.B/2008/PN.Jr) yang menjelaskan bahwa seorang terdakwa yang berkeyakinan bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan pembelaan terpaksa tetapi dapat diabaikan karena sebagian atau beberapa unsur mengenai pembelaan terpaksa melampui batas tidak terpenuhi dalam pembuktian. Jadi, perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan. Tetapi agar menjadi dasar untuk memperingan hukuman terdakwa yang dalam hal ini, menyerahkan dirinya dan mengakui kesalahannya, karena terdakwa berkeyakinan bahwa perbuatannya merupakan pembelaan terpaksa pasal 49 ayat 2. Sedangkan yang membedakan penelitian sebelumnya dengan skripsi ini adalah skripsi ini tidak bersifat spesifik hanya membahas tentang mempertahankan harta, kehormatan tetapi lebih bersifat umum yaitu upaya perlindungan terhadap jiwa, kehormatan maupun harta yang berupa pembelaan diri ketika akan diserang atau dirampas haknya. Penulis ingin

12 membahas tentang Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas dalam Pasal 49 KUHP dengan harapan pembahasan ini akan menjadi bahasan yang lebih lengkap dan seimbang. E. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas. Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui ketentuan dan syarat yang terdapat di dalam pembelaan terpaksa melampaui batas menurut pasal 49 KUHP. 2. Untuk mengetahui tinjauan fiqh jinayah terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas. F. Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan dari hasil penelitian ini dapat terbagi menjadi dua yakni secara teoritis maupun secara praktis. Adapun kegunaan hasil penelitian ini, Secara teoritis, sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya pada aspek Hukum Islam yang dalam hal ini banyak berkaitan dengan fiqh jinayah. secara praktis penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat guna menyadarkan akan adanya Hukum G. Definisi Operasional Dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami topik pembahasan dari penelitian dengan judul

13 Fiqh jinayah : ilmu tentang syara yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumnya (uqubah), yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Pembelaan terpaksa : Tindakan yang dilakukan untuk membela diri sendiri maupun orang lain secara berlebihan terhadap kehormatan kesusilan karena ada serangan atau ancaman serang yang sangat dekat pada saat itu. Pasal 49 KUHP : Aturan perundang undangan yang membahas tentang pembelaan terpaksa yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana H. Metode Penelitian 1. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research), yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder, yaitu: a. Sumber hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas. 16 Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan serta Fiqh Jinayah. b. Sumber hukum sekunder, yaitu berupa buku, majalah dan jurnaljurnal ilmiah yang ada relevansinya dengan penelitian ini dan dapat 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), 141

14 memberi petunjuk dan inspirasi bagi penulis dalam rangka melakukan penelitian. 17 c. Sumber hukum tertier, yakni memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, dan bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi hasil penelitian. 18 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dipergunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) dalam meninjau pembelaan terpaksa yang melampaui batas menurut pasal 49 KUHP. Pendekatan tersebut, melakukan pengkajian peraturan perundangundangan dan hukum Islam yang berhubungan dengan tema penelitian. 19 3. Teknik Analisis Data Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan analisis hukum terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas. Penelitian hukum normatif (legal research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, 17 18 Ibid., 155 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 106 19 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia, 2005), 241

15 penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum in concreto. 20 Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data ini dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan yang ada dalam penelitian ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat. I. Sistematika Pembahasan Dalam rangka mempermudah pembahasan dalam penelitian ini dan agar dapat dipahami secara sistematis dan terarah, penulis menggunakan sistematika pembahasan yang menjawab pokok permasalahan yang dirumuskan. Sistematika pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan skripsi yang meliputi: latar belakang, identifikasi 20 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 13

16 masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II : Bab ini merupakan landasan teori tentang Pembelaan terpaksa melampaui batas dalam hukum pidana Islam. Pembahasan ini juga meliputi Pengertian Pembelaan Melampui Batas dan Batasannya, Macam- Macam Pembelaan, Syarat Pembelaan, Alasan penghapus hukuman dalam Pertanggung Jawaban Pidana. BAB III : Bab ini merupakan penjabaran tentang Pembelaan terpaksa melampaui batas dalam hukum positif. Pembahasan ini juga meliputi Pengertian Pembelaan Melampui Batas dan Batasannya, Macam- Macam Pembelaan, Syarat Pembelaan, Alasan penghapus hukuman dalam Pertanggung Jawaban Pidana. BAB IV : Bab ini merupakan analisis dari data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini yang meliputi: Analisis ketentuan dan syarat yang terdapat di dalam pembelaan terpaksa melampaui batas menurut pasal 49 KUHP dan analisis hukum dalam pembelaan terpaksa melampaui batas menurut pasal 49 KUHP

17 serta analisis tinjauan fiqh jinayah terhadap pembelaan terpaksa melampaui batas. BAB V : Bab ini merupakan penutup dari keseluruhan pembahasan skripsi yang memuat kesimpulan serta saran dari penulis atas hasil penelitian.