BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 KAUMANTULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/ 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, serta kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang dalam prakteknya, anak tidak selalu memahami arti. mendengarkan ceramah dari guru, mengerjakan tugas, dan belajar

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

I. PENDAHULUAN. sehingga manusia baik perseorangan maupun sebagai anggota kelompok selalu

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dalam hal ini pada saat proses belajar mengajar guru memegang

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu masa pekembangan dimana manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungan adalah pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahan, sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangannya, remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja itu sendiri dalam keseharian yang terkadang meresahkan masyarakat. Pada masa remaja ini kondisi psikis remaja sangat labil. Karena masa remaja merupakan fase pencarian jati diri. Biasanya mereka selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru dilihat atau diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan dan masyarakat. Semua pengetahuan yang baru diketahuinya baik yang bersifat positif maupun negatif akan diterima dan ditanggapi oleh remaja sesuai dengan kepribadian masing-masing. Remaja dituntut untuk menentukan dan membedakan yang terbaik dan yang buruk dalam kehidupannya. Disinilah

2 peran lingkungan sekitar sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian seorang remaja. Dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan orang lain, muncul benturan dengan kebutuhan dan keinginan orang banyak. Penyebabnya adalah kekurangpahaman seseorang dengan keinginan dan kebutuhan orang lain. Pemahaman terhadap keinginan, perasaan, dan kebutuhan orang lain mutlak dibutuhkan untuk dapat hidup sukses di lingkungannya. Empati merupakan dasar dari semua keterampilan sosial, sehingga memiliki peranan yang sangat besar bagi seorang remaja baik sebagai pribadi maupun kelompok sosialnya. Dengan empati, seseorang dapat menguasai kecakapan sosialnya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Alhasil, seseorang yang bersikap empati lebih disukai teman-teman dan lebih berhasil di lingkungan sekitarnya. Tidak mengherankan bila mereka yang bersikap empati menjalin hubungan yang akrab dengan teman-teman di sekitarnya. Goleman (2003: 136) mengatakan bahwa keharmonisan sosial berawal dari setiap hubungan yang merupakan akar kepedulian yang berasal dari penyesuaian emosional dan dari kemampuan untuk berempati. Maka dari itu empati dianggap lebih penting dalam kehidupan bermasyarakat. Fenomena bullying di sekolah merupakan dampak dari rendahnya penyesuaian emosional dan kemampuan empati remaja. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya kepada seseorang (anak) yang lebih rendah atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali. Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Bullying secara sederhana

3 diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya. Pelaku bullying di sekolah akan dijauhi dan dibenci oleh temantemannya. Hal ini sangat berakibat buruk terhadap perkembangan potensi siswa. Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Oleh karena itu pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing. Pendidik ini bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan pelajaran kepada siswa tetapi juga membentuk kepribadian siswa yang bernilai tinggi khususnya penguasaan emosional siswa. Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah, yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri. Berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan peserta didik disebabkan kurangnya pemahaman anak terhadap nilai diri yang positif sehingga berdampak pula pada kurangnya pemahaman moral atau nilai yang di terimanya, seperti akrab dengan kekerasan, kebohongan, licik dan sebagainya yang merupakan perilaku negatif. Dalam

4 bertindak, bukan berarti anak tidak tau apa yang dilakukan salah tapi pemahaman baik buruk anak masih mengacu pada suatu tingkah laku benar bila tidak dihukum dan salah bila dihukum. Penelitian tentang fenomena bullying yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada tahun 2008 dalam Wiyani (2012:18) mengungkapkan bahwa 10-60% siswa di Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan sedikitnya sekali dalam seminggu. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini dalam Wiyani (2012:18) tentang bullying di tiga kota besar di indonesia, yaitu di Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), kekerasan yang dilakukan siswa tercatat sebanyak 43,7% dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Adapun dalam mengurangi masalah bullying yang terjadi, peneliti memiliki beberapa alternatif atau solusi untuk mengurangi perilaku bullying. Adapaun solusi yang ditawarkan yaitu : 1) meningkatkan konsep diri positif siswa dan 2) meningkatkan rasa empati kepada sesama teman. Mengingat pentingnya upaya untuk menanggulangi perilaku bullying di kalangan siswa, maka perlu adanya solusi yang efektif untuk menanggulanginya. Sehingga peneliti mengambil salah satu solusi yang dapat dilakukan ialah melalui meningkatkan rasa empati kepada sesama teman. Empati adalah suatu suasana sikap psikologis pribadi yang berusaha untuk

5 menempatkan diri pada suasana psikologis orang lain (saleh,2012:117) Penyampaiannya adalah dengan cara memberikan kepada siswa peningkatan rasa empati kepada sesama teman. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami dan menafsirkan perannya masing-masing, serta pencarian solusi terhadap masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya peneliti berperan sebagai fasilitator, serta membantu siswa membina hubungan dengan orang lain, mengembangkan empati, bertanggung jawab, dan mengendalikan diri. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi, konselor, dan siswa di sekolah Yapim Air Bersih Medan tahun 2015 ada beberapa siswa yang sering melakukan perilaku bullying. Dalam hal ini, sikap empati perlu ditanamkan pada siswa tersebut. Seeorang yang memiliki keterampilan berempati cenderung memiliki perilaku prososial. Perilaku prososial adalah tindakan sosial, rasa perhatian, kasih sayang, kesetiaan, serta bantuan yang diberikan dan dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun atau perasaan melakukan kebaikan. Siswa harus dibimbing untuk memiliki dan menanamkan kebaikan terhadap sesama terutama di lingkungan sekolah. Hal ini sangant membutuhkan dukungan dari elemen-elemen yang terkait disekitar sekolah yaitu konselor sekolah, guru bidang studi, dan siswa. Oleh karean itu, sikap empati sangat penting ditingkatkan. Untuk meningkatkan sikap empati siswa, sekolah sebagai objek lingkungan tempat sosialisasi siswa yang dapat mempengaruhi sikap empati siswa terhadap siswa lain. Konselor sekolah atau guru bimbingan konseling

6 memiliki tanggung jawab dalam pengembangan kepribadian dan moral siswa untuk meningkatkan sikap empati terhadap sesama teman. Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, maka perlu diambil penanganan yang serius terhadap rendahnya rasa empati anak tunggal. Dalam meningkatkan rasa empati anak, maka perlu diberikan layanan bimbingan kelompok sebagai salah satu pilihan. Menurut Tohirin (2013: 170) bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada seseorang individu melalui kegiatan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Berdasarkan paparan diatas dan fakta yang telah ditemui, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Rasa Empati Kepada Sesama Teman Dalam Mengurangi Perilaku Bullying Melalui Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi di Kelas XI IPS SMA YAPIM Air Bersih Medan Tahun Ajaran 2015-2016. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang dikemukakan diatas, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku bullying dan cara menanganinya. Oleh sebab itu dalam tulisan ini, maka masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: a. Kurangnya kesadaran bersosialisasi antara pihak yang terlibat (antara pelaku dengan korban). b. Kurangnya kepedulian guru dan orang tua terhadap perilaku bullying. c. Perilaku bullying yang dilakukan secara terus-menerus kepada orang yang sama (berulang-ulang).

7 d. Sikap dan hubungan sosial yang kurang bagus (mengejek, menindas dan memalak) antar siswa. e. Rendahnya sikap simpati antara satu siswa dengan siswa yang lain. f. Rendahnya sikap empati antara satu siswa dengan siswa yang lain. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka perlu kiranya dilakukan pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada peningkatan rasa empati dan tindakan dibatasi pada perilaku bullying yang berjumlah 6 orang siswa kelas XI IPS SMA YAPIM Air Bersih Medan Tahun Ajaran 2015-2016. D. Rumusan Masalah Sesuai dengan batasan masalah di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah peningkatan rasa empati kepada sesama teman dapat mengurangi perilaku bullying di kelas XI IPS SMA Yapim Air Bersih Medan Tahun Ajaran 2015-2016. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan, maka tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah dengan meningkatkan rasa empati kepada sesama teman dapat mengurangi perilaku bullying di kelas XI IPS SMA YAPIM Air Bersih Medan Tahun Ajaran 2015-2016. F. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan menjadi acuan untuk peneliti lain dalam meneliti masalah bullying. b. Manfaat Praktis

8 Bagi konselor, dapat meningkatkan rasa empati siswa kepada sesama teman untuk mengurangi pelaku bullying. Bagi siswa terkhusus pelaku bullying, dapat mengembangkan rasa menghargai, empati, menghormati, memiliki sikap pengendalian diri yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan baik.