BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkembangan Teknologi Selular 2.1.1 Generasi Pertama Jaringan 1G AMPS (Advanced Mobile Phone System) di Amerika Utara, TACS (Total Access Communication System) di UK dam NTT (Nippon Telegraph & Telephone) dijepang semua nya masih menggunakan teknologi analog. Pada generasi pertama hanya menggunakan teknik FDMA (Frequecny Division Multiple Access) dimana setiap user akan dialokasikan frequensi yang berbeda. Karena tingkat keamanan yang rendah dan alokasi frekuensi yang terbatas dari system generasi pertama ini tetapi di sisi lain jumlah pengguna semakin banyak maka muncul lah generasi dua atau teknologi GSM sebagai solusi nya. 2.1.2 Genereasi Kedua Generasi kedua selain digunakan untuk komunikasi suara, juga bisa untuk SMS (Short Message Service adalah layanan dua arah untuk mengirim pesan pendek sebanyak 160 karakter), voice mail, call waiting, dan transfer data dengan kecepatan maksimal 9.600 bps (bit per second). Kelebihan 2G dibanding 1G selain layanan yang lebih baik, dari segi kapasitas juga lebih besar. suara yang dihasilkan menjadi lebih jernih, karena berbasis digital, maka sebelum dikirim sinyal suara analog diubah menjadi sinyal digital. 7
Teknologi 2.5 G merupakan peningkatan dari teknologi 2G terutama dalam platform dasar GSM telah mengalami penyempurnaan, khususnya untuk aplikasi data. Untuk yang berbasis GSM teknologi 2.5G di implementasikan dalam GPRS (General Packet Radio Services) dan WiDEN, sedangkan yang berbasis CDMA diimplementasikan dalam CDMA2000 1x. 2.1.3 Generasi Ketiga Teknologi generasi ketiga (3G Third Generation) dikembangkan oleh suatu kelompok yang diakui para ahli dan pelaku bisnis yang berkompeten dalam bidang teknologi wireless di dunia. 3G (Third Generation) sebagai teknologi yang berfungsi mempunyai kecepatan transfer data sebesar 144 kbps pada kecepatan user 100 km/jam, mempunyai kecepatan transfer data sebesar 384 kbps pada kecepatan berjalan kaki, mempunyai kecepatan transfer data sebesar 2 Mbps pada untuk user diam (stasioner). Teknologi 3.5 G atau disebut juga super 3G merupakan peningkatan dari teknologi 3G, terutama dalam peningkatan kecepatan transfer data yang lebih dari teknologi 3G (>2 Mbps) sehingga dapat melayani komunikasi multimedia seperti akses internet dan video sharing. 8
2.2 Arsitektur Jaringan WCDMA/UMTS Teknologi telekomunikasi wireless generasi ketiga (3G) yaitu Universal Mobile Telecommunication System (UMTS). Universal Mobile Telecommunication System merupakan suatu evolusi dari GSM, dimana interface radionya adalah WCDMA, serta mampu melayani transmisi data dengan kecepatan yang lebih tinggi, kecepatan data yang berbeda untuk aplikasi-aplikasi dengan QoS yang berbeda. Arsitektur jaringan UMTS terlihat pada Gambar 3.1. Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan 3G WCDMA. Dari gambar diatas terlihat bahwa arsitektur jaringan UMTS terdiri dari perangkat-perangkat yang saling mendukung, yaitu User Equipment (UE), UMTS Terresterial Radio Access Network (UTRAN) dan Core Network (CN). 9
2.2.1 UE (User Equipment) User Equipment merupakan perangkat yang digunakan oleh pelangganuntuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak. UE dilengkapi dengan smart card yang dikenal dengan nama USIM (UMTS Subscriber Identity Module) yang berisi nomor identitas pelanggan dan juga algoritma security untuk keamanan seperti authentication algorithm dan algoritma enkripsi. Selain terdapat USIM, UE juga dilengkapi dengan ME (Mobile Equipment) yang berfungsi sebagai terminal radio yang digunakan untuk komunikasi lewat radio. 2.2.2 UTRAN (UMTS Terresterial Radio Access Network) Jaringan akses radio menyediakan koneksi antara terminal mobile dan Core Network. Dalam UMTS jaringan akses dinamakan UTRAN (Access Universal Radio electric Terrestrial). UTRA mode UTRAN terdiri dari satu atau lebih Jaringan Sub-Sistem Radio (RNS). Sebuah RNS merupakan suatu sub-jaringan dalam UTRAN dan terdiri dari Radio Network Controller (RNC) dan satu atau lebih Node B. RNS dihubungkan antar RNC melalui suatu Iur Interface dan Node B dihubungkan dengan satu Iub Interface. 10
Di dalam UTRAN terdapat beberapa elemen jaringan yang baru dibandingkan dengan teknologi 2G yang ada saat ini, di antaranya adalah Node-B dan RNC (Radio Network Controller). 1. RNC (Radio Network Controller) RNC bertanggung jawab mengontrol radio resources pada UTRAN yang membawahi beberapa Node-B, menghubungkan CN (Core Network) dengan user, dan merupakan tempat berakhirnya protokol RRC (Radio Resource Control) yang mendefinisikan pesan dan prosedur antara mobile user dengan UTRAN. 2. Node-B Node-B sama dengan Base Station di dalam jaringan GSM. Node-B merupakan perangkat pemancar dan penerima yang memberikan pelayanan radio kepada UE. Fungsi utama Node-B adalah melakukan proses pada layer 1 antara lain : channelcoding, interleaving, spreading, de-spreading, modulasi, demodulasi dan lain-lain. Node-B juga melakukan beberapa operasi RRM (Radio ResouceManagement), seperti handover dan power control. 2.2.3 CN (Core Network) Jaringan Lokal (Core Network) menggabungkan fungsi kecerdasan dan transport. Core Network ini mendukung pensinyalan dan transport informasi dari trafik, termasuk peringanan beban trafik. Fungsi-fungsi kecerdasan yang terdapat langsung seperti logika dan dengan adanya keuntungan fasilitas kendali dari layanan melalui antarmuka yang terdefinisi jelas; yang juga pengaturan mobilitas. Dengan melewati inti jaringan, 11
UMTS juga dihubungkan dengan jaringan telekomunikasi lain, jadi sangat memungkinkan tidak hanya antara pengguna UMTS mobile, tetapi juga dengan jaringan yang lain. 1. MSC (Mobile Switching Center) MSC didesain sebagai switching untuk layanan berbasis circuit switch seperti video, video call. 2. VLR (Visitor Location Register) VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai pelanggan terutama mengenai lokasi dari pelanggan pada cakupan area jaringan. 3. HLR (Home Location Register) HLR merupakan database yang berisi data-data pelanggan yang tetap. Data-data tersebut antara lain berisi layanan pelanggan, service tambahan serta informasi mengenai lokasi pelanggan yang paling akhir (Update Location). 4. SGSN ( Serving GPRS Support Node) SGSN merupakan gerbang penghubung jaringan BSS/BTS ke jaringan GPRS. Fungsi SGSN adalah sebagai berikut : a. Mengantarkan paket data ke MS. b. Update pelanggan ke HLR. c. Registrasi pelanggan baru. 5. GGSN ( Gateway GPRS Support Node ) GGSN berfungsi sebagai gerbang penghubung dari jaringan GPRS ke jaringan paket data standard (PDN). GGSN berfungsi dalam menyediakan 12
fasilitas internetworking dengan eksternal packet-switch network dan dihubungkan dengan SGSN via Internet Protokol (IP). GGSN akan berperan antarmuka logik bagi PDN, dimana GGSN akan memancarkan dan menerima paket data dari SGSN atau PDN. Selain itu juga terdapat beberapa interface baru, seperti : Uu, Iu, Iub, Iur. Antara UE dan UTRAN terdapat interface Uu. Di dalam UTRAN terdapat interface Iub yang menghubungkan Node-B dan RNC, Interface Iur yangmenghubungkan antar RNC, sedangkan UTRAN dan CN dihubungkan oleh interface Iu. Protokol pada interface Uu dan Iu dibagi menjadi dua sesuai fungsinya, yaitu bagian control plane dan user plane. Bagian user plane merupakan protokol yang mengimplementasikan layanan Radio Access Bearer (RAB), misalnya membawa data user melalui Access Stratum (AS). Sedangkan control plane berfungsi mengontrol RAB dan koneksi antara mobile user dengan jaringan dari aspek : jenis layanan yang diminta, pengontrolan sumber daya transmisi, handover, mekanisme transfer Non Access Stratum (NAS) seperti Mobility Management (MM), Connection Management (CM), Session Management (SM)dan lain-lain. 2.3 OSS (OPERATING AND SUPPORT SUBSYSTEM) Sebagaimana sebuah sistem yang memerlukan elemen yang berfungsi untuk mengawasi serta mengontrol sistem yang sedang berjalan, maka di dunia seluler terdapat OSS yang merupakan fungsional terpenting untuk mengawasi dan mengontrol sebuah sistem yang ada. 13
2.4 OPTIMASI JARINGAN Terkadang kita mendapati susah sekali untuk melakukan panggilan padahal masih tedapat pulsa dan sinyal bagus atau terkadang kita mendapati sinyal yang sangat jelek di daerah tertentu atau terkadang panggilan kita tiba tiba terputus, hal hal tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan optimasi jaringan. Proses optimasi adalah proses yang penting untuk menjaga performansi sebuah jaringan, baik itu jaringan 2G maupun jaringan 3G. dimana sebuah jaringan dengan kualitas baik akan berdampak langsung kepada kepuasan pelanggan. Sedangakn keterlambatan pengidikasian masalah dan keterlambatan penanganan masalah pada jaringan secaralangsung akan berdampak kepada ketidakpuasan pelanggan sehingga akan memacu munculnya keluhan dari pelanggan. Terdapat dua jenis optimasi yaitu network optimization atau cluster optimization dan yang kedua adalah new site optimization atau yang dikenal dengan PLO (Pre-Launch Optimization), SSO (Single Site Optimization), atau initial tuning. Network optimization melibatkan sebuah cluster dan sebuah cluster terdiri dari beberapa site atau beberapa BSC sedangkan new site optimization adalah proses optimasi pada sebuah BTS yang baru on-air dan berperformansi buruk dapat saja mempengaruhi performansi cluster secara keseluruhan oleh sebab itu optimasi sebuah site baru sangatlah penting. 14
Tidak terbatas pada hal tersebut sebuah proses optimasi juga memperhitungkan keterbatasan-keterbatasan pada sisi pemilik jaringan (operator) dan memberikan solusi terbaik dan tercepat untuk penganan masalah. Pada sebuah proses optimasi sebuah tim Radio Optimization harus berhubungan dengan divisi divisi lain (OSS Team, Planning Team, BSS Team, MSS Team) untuk menginfomasikan, medapatkan informasi, memberikan saran, mendapatkan saran, memberikan aksi, mendapatkan aksi demi kelancaran sebuah proses optimasi. 2.5 KEY PERFORMANCE INDEX (KPI) Key Performance Index atau KPI adalah suatu parameter yang dapat mempresentasikan bagus atau tidaknya suatu jaringan. Menurut rekomendasi ITU (International Telecommunication Union) terdapat 3 kategori pengklasifikasian KPI untuk evaluasi sebuah jaringan yaitu Accessibility, Retainability, serta Integrity. Gambar 2.2 Key Performance Index (KPI) 15
2.5.1 ACCESSIBILITY Accessibility adalah kemampuan user untuk memperoleh servis sesuai dengan layanan yang disediakan oleh pihak penyedia jaringan. Kategori yang termasuk dalam accessibility adalah Call Setup Success Ratio (CSSR). CSSR merupakan persentase tingkat keberhasilan pembangunan hubungan dengan ketersediaan kanal suara (biasanya ditentukan nilai standarnya agar mencapai > 95%). Dalam telekomunikasi, CSSR adalah nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat ketersediaan jaringan dalam memberikan pelayanan baik berupa voice call, video call maupun SMS, dengan kata lain membuka jalan untuk komunikasi dan terkadang karena berbagai alasan, tidak semua upaya untuk melakukan panggilan (call attempt) dapat terkoneksi ke nomor yang dituju. Saat hendak melakukan panggilan, call attempt memanggil prosedur call setup dan jika berhasil maka panggilan akan terhubung. Keberhasilan call setup terdiri dari dua prosedur yaitu : Prosedur pertama adalah prosedur penugasan untuk membuat koneksi sinyal antara mobile station (MS) dan jaringan. Hal ini hanya dapat terjadi saat MS mengirimkan sebuah permintaan kanal pesan ke BTS yang membutuhkan saluran sinyal (SDCCH). Kemudian terjadi proses signaling antara MS dan jaringan untuk mengaktifkan saluran sinyal dan menerima layanan yang diminta oleh MS. Keberhasilan untuk menduduki SDCCH diakui dengan mengirimkan pesan dari MS ke BTS dan kemudian ke BSC. Selanjutnya terjadi koordinasi prosedur (otentikasi, penyandian, dll) yang dilakukan SDCCH. 16
Prosedur kedua adalah prosedur penugasan untuk menempati sumber daya radio (kanal suara). MSC adalah inisiator dari prosedur ini. MSC mengirimkan pesan penugasan ke BSC untuk sumber daya radio (Radio Resource). Kemudian terjadi proses signaling antara BTS dan BSC untuk mengalokasikan dan mengaktifkan sumber radio yang cocok (Traffic channel - TCH). Jika TCH tersebut berhasil diduduki oleh MS maka BSC mengirimkan pesan assignment complete. CSSR dapat dinyatakan dalam presentase, dimana call attempt akan dipegaruhi oleh call setup. 2.5.2 RETAINABILITY Retainability adalah kemampuan user serta sistem jaringan untuk mempertahankan layanan setelah layanan tersebut berhasil diperoleh sampai batas waktu layanan tersebut dihentikan oleh user. Salah satu parameter yang termasuk dalam retainability adalah Call Completion Success Ratio (CCSR). CCSR adalah prosentase dari keberhasilan proses panggilan yang dihitung dari MS si penelepon melakukan panggilan sampai panggilan tersebut terjawab oleh si penerima panggilan. 17
2.5.3 INTEGRITY Integrity adalah derajat pengukuran disaat layanan berhasil diperoleh oleh user. Kemampuan mobilitas mobile phone untuk melakukan handover termasuk dalam rangka menjaga integritas jaringan agar layanan tidak terputus sehingga handover dimasukkan ke dalam integrity. 2.6 Parameter - parameter Drive Test Parameter ini digunakan untuk menganalisa hasil drive test pada suatu site sebelum dilakukan optimasi. parameter untuk drive test 3G juga dikelompokkan menjadi dua yaitu parameter untuk verifikasi data BTS dan parameter untuk verifikasi kualitas jaringan. Paramater untuk verifikasi data BTS, antara lain : a. Cell ID, merupakan nomor unik yang digunakan untuk mengidentifikasi setiap BTS atau sektor dari BTS dalam kode area Lokasi (LAC). Pada umumnya digit terakhir dari Cell ID merupakan Sektor ID sel. 18
Nilai 0 digunakan untuk antena Omnidirectional. Nilai 1,2,3 digunakan untuk mengidentifikasi sektor antena trisector atau bisektris. b. Universal Absolute Radio Frequency Channel Number (UARFCN),merupakan nomor kanal yang mewakili carrier UMTS sebesar 5 MHz. Nomor kanal UARFCN dihitung sesuai dengan frekuensi yang digunakan dikalikan 5. Misalnya jika frekuensi 2132,8 MHz maka UARFCN = 2132,8 MHz * 5 = 10.664. c. Scrambling Code (SC),merupakan kode yang membedakan antar sektor BTS atau sel digunakan untuk membedakan user yang satu dengan yang lainnya. parameter kualitas jaringan pada WCDMA, antara lain : a. RSCP (Receive Signal Code Power) Tingkat kekuatan sinyal di jaringan 3G yang diterima ponsel sama halnya dengan RxLev pada GSM dengan satuan -dbm. Untuk range yang digunakan adalah: i) 74 dbm : sangat baik ii) < 74 dbm dan 83dBm : baik iii) < 83 dbm dan 90 dbm : kurang baik iv) < 90 dbm: buruk 19
b. Ec/No (Energy Carrier per Noise) Perbandingan (ratio) antara kekuatan sinyal (signal strength) dengan kekuatan derau (noise level) atau SNR (Signal/Noise Ratio) yang dipakai untuk menunjukkan kualitas jalur (medium) koneksi..fungsinya sama dengan RxQual di jaringan 2G. Untuk range yang digunakan adalah: i) 6 dbm : sangat baik ii) iii) iv) < 6 dbm dan 9 db : baik < 9 dbm dan 12 dbm : kurang baik < 12 dbm dan 15 db: buruk c. CSSR (Call Setup Success Ratio) Standarisasi prosentase tingkat keberhasilan panggilan oleh ketersediaan kanal suara yang sudah dialokasikan untuk mengetahui kesuksesan panggilan tersebut, maka ditandai dengan tone saat terkoneksi dengan ponsel lawan bicara. Standard CSSR ditentukan dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor : 12/Per/M.Kominfo/04/ 2008 bahwa prosentase CSSR harus 90%. d. CCSR (Call Completion Success Ratio) Prosentase tingkat keberhasilan hubungan sampai berakhir tanpa terjadi drop call. biasanya dari operator ditentukan nilai standarnya agar mencapai > 98%. 20
e. DCR (Drop Call Ratio) Dropped Call Ratio adalah prosentase banyaknya panggilan yang jatuh atau putus setelah kanal pembicaraan digunakan. Dropped call dapat disebabkan beberapa hal, antara lain: Rugi-rugi frekuensi radio Co-Channel interferensi dan Adjacent interferensi Kegagalan proses handover Standard DCR ditentukan dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor : 12/ Per/M.Kominfo/04/ 2008 bahwa prosentase DCR harus 5%. e. BCR (Blocked Call Ratio) Untuk CSSR, CCSR, DCR, BCR dalam parameter kualitas jaringan 3G sama dengan parameter kualitas jaringan 2G/GSM. f. SQI (Speech Quality Index) Secara tradisional, kualitas data atau suara di jaringan 3G/UMTS di ukur dengan parameter Ec/No, bagaimanapun itu tidak terlalu akurat digunakan sebagai indikator kualitas sinyal. SQI adalah pengukuran yang lebih canggih dikhususkan untuk menggambarkan kualitas suara. 21
2.7 Metode Optimasi Optimasi dilakukan setelah mengamati hasil dari drive test yang telah dilakukan dengan menghitung nilai KPI (Key Performance Index) untuk melihat kinerja dari Node B yang beroperasi. Apabila nilai yang diperoleh belum memenuhi target dari KPI yang harus dicapai, maka dilakukan langkah-langkah optimasi dengan mengatur nilai parameter RNC dan Node-B sesuai hasil analisa dari drive test yang telah dilakukan. Parameter-parameter RNC dan Node B yang umumnya mengacu pada optimasi meliputi : 2.7.1 Kontrol Daya (Power Control) Power Control merupakan suatu upaya untuk mengontrol daya pancar dari BTS atau dari MS agar mendapatkan kualitas komunikasi yang baik, level interferensi dapat ditekan seminimal mungkin dan memaksimalkan kapasitas. Dengan diaturnya level daya pancar MS atau BTS maka pemakaian daya MS atau BTS dan juga interferensinya dapat dikurangi. Power control terdiri dari dua jenis yaitu: a. Forward Link Power Control Forward Link Power Control merupakan kontrol daya dari arah BTS ke MS. Secara garis besar Forward Link Power Control ditujukan untuk mengontrol level daya pancar BTS. Sedangkan untuk lebih jauh lagi, pada arah BTS ke MS, power control dibutuhkan untuk meminimumkan interferensi ke sel lain dan untuk mengimbangi terhadap interferensi dari sel lain. 22
Metode yang digunakan adalah fast closed loop power control yang bertujuan untuk memperbaiki performansi MS yang berada di tepi sel dimana sinyal dari BTS semakin lemah sedangkan interferensi dari sel lain semakin kuat. BTS secara periodik akan menurunkan daya pancarnya, sementara MS mengukur frame error ratio (FER) yang terjadi. Ketika FER mencapai nilai 1% maka MS meminta BTS agar tidak lagi menurunkan daya pancarnya b. Reverse Link Power Control Reverse Link Power Control merupakan kontrol daya dari arah MS ke BTS. Pada lintasan balik ini, sinyal akses jamak menduduki spektral frekuensi yang sama tetapi jarak dari masing-masing MS dalam satu BS tidak sama. Inilah yang mengakibatkan interferensi pada arah balik lebih dominan terjadi karena aktifitas mobility (pergerakan) MS dalam sel akan mempengaruhi besar kecilnya redaman propagasi dan level daya terima di BS. Penerimaan sinyal dari MS terdekat (near-in) akan menghalangi penerimaan sinyal yang lebih lemah dari MS lebih jauh (far-end). Pergerakan MS akan mengakibatkan perubahan loss tetapi di lain hal pergerakan MS akan mengakibatkan slow fading atau fast fading yang mengakibatkan level daya terima berflaktuasi terus menerus. 23
2.7.2 Neighborlist Priority (Handover Control) Handover merupakan fungsionalitas dasar dari sebuah jaringan GSM. Handover memungkinkan MS tetap terhubung ke jaringan dalam keadaan idle maupun sedang melakukan panggilan meski posisi MS berpindah-pindah (mobile). Hal ini sesuai dengan tujuan utama GSM yaitu memberikan layanan kepada pelanggan untuk dapat melakukan/menerima panggilan dimana saja. Sasaran prosedur handover adalah memindahkan data dan kanal kontrol dari BSC yang terhubung dengan MS ke BSC lainnya pada jaringan. Proses Handover dimulai ketika Mobile Station ( MS ) bergerak menjauhi suatu sel maka daya yang diterima oleh MS akan berkurang. Jika MS bergerak semakin menjauhi Base Station ( sel ) maka daya pancar akan semakin berkurang. Menjauhnya MS pada sel asal menjadikan MS mendekati sel lainya. Sel lainnya dikatakan sebagai sel kandidat yaitu sel yang akan menerima pelimpahan MS dari sel sebelumnya. MSC melalui sel kandidat akan memonitor pergerakan MS dan menangkap daya pancar MS. Diantara sel kandidat yang menerima daya pancar MS terbesar maka pelimpahan MS akan berada pada sel tersebut. Sel kandidat yang menerima pelimpahan MS akan melakukan monitoring. Proses monitoring dilakukan oleh MSC dan menginstruksikan pada sel kandidat tersebut. 24
Pada saat Handover berlangsung MSC melakukan prioritas pendudukan kanal pada MS yang akan mengalami Handover. Sel kandidat dibuat urutan prioritas. 2.8 Tilting Antenna Tilting Antenna merupakan langkah optimasi yang dilakukan pada antena di BTS yang ditujukan untuk mengubah coverage area yang dilayani oleh BTS dapat dilakukan dengan teknik tilting, yaitu pemiringan / perubahan antena yang dilakukan untuk mengatur coverage dari antena. Menurut jenisnya tilting di bagi menjadi dua, yaitu: a. Metode Tilting mekanik Tilting mekanik adalah mengubah direksional antena dengan cara mengubahnya dari sisi fisik antena, tilting mekanik dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Downtilt Downtilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke bawah. Gambar 2.4 menunjukkan Down Tilt Mekanik. Gambar 2.3 Down Tilt 25
2. Uptilt Uptilt adalah mengubah kemiringan antena menjadi lebih ke atas. Ini dilakukan untuk mendapatkan jarak pancar yang lebih jauh sehingga area yang di cakup antena lebih luas. Gambar 2.4 menunjukkan Up Tilt. Gambar 2.4 Up Tilt b. Metode Tilting elektrik Tilting elektrik adalah mengubah coverage antenna dengan cara mengubah fasa antena, sehingga terjadi perubahan pada beamwidth antenna. Mengubah fasa antena dapat dilakukan dengan cara mengubah settingan fasa pada antena, yaitu 1,2, 3 dst. 26
Dengan mengatur sudut tilt antena BTS, maka area cakupan akan bisa diatur sehingga sinyal yang dipancarkan akan dapat dibatasi, Jarak pancar yang dapat ditempuh oleh suatu antena dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ini : Beam < 3 db = Ha/Tan (downtilt +vertical beamwidht/2)) [meter] Main beam = Ha/ Tan (downtilt) (meter) Beam >3 db = Ha/Tan (downtilt -vertical beamwidht/2)) [meter] Dimana : Jarak Ha Downtilt = Jarak beam (meter) =Tinggi antena (meter) = Kemiringan antena (derajat) Vertical beamwidht = Besar beam vertikal pada antenna (derajat) Tan = Fungsi Tangen 27
2.8.1 Perbandingan Electrical dan Mekanikal Tilt Pada masing - masing kemiringan secara mekanikal dan electrical mempunyai perbedaan terhadap beam yang di hasilkan oleh antena maupun dari sisi main beam, back lobe ataupun side lobe yang di hasilkan. Gambar 2.5 Mekanikal Tilting Terlihat pada gambar 2.5 dari sisi fisik antena jika dimiringkan untuk menurunkan sudut sinyal pada sisi yang diinginkan, terlihat pada gambar back lobe dari antena mengalami kenaikan ke atas pada kemiringan secara mekanikal. Gambar 2.6 Electrikal Tilting 28
Pada electrical tilting terlihat pada gambar 2.6 tidak adanya perubahan secara sisi fisik antena. Kemiringan dilakukan dengan menggeser fasa dari antena, semakin dilakukan kemiringan, backlobe akan semakin mengalami penurunan ke bawah sehingga penggunaan electrical tilt tanpa melakukan mekanikal tilt adalah pilihan yang menarik untuk alasan estetika yang sangat penting bagi operator mencari penerimaan antena terintegrasi di lokasi terlihat. Dari segi pola radiasi pada masing-masing keadaan mekanikal dan electrical terlihat seperti gambar dibawah ini. Gambar 2.7 Bentuk Pola Radiasi Horizontal Electrical Tilting dan Mekanikal Tilting. 29
Pada gambar 2.7 terlihat perbedaan pada pola radiasi yang dihasilkan pada mekanikal tilt dibandingkan dengan electrical tilt. HPBW pada mekanikal tilt terlihat lebih lebar ketika sudut downtilt semakin besar sedangkan pada electrical sebaliknya. pada mekanikal tilt, main beam yang di hasilkan pada sudut downtilt yang lebih besar akan merapat mendekati side lobe nya sedangkan pada electrical setiap besar sudut tilt nyaris terlihat lebih konstan. 2.9 Pengaturan Tilt Antena Sektoral BTS Untuk menghindari terjadinya dropped call dan berkurangnya kapasitas, operator dapat menggunakan antena downtilt. Beberapa operator selular menggunakan downtilt antena elektrik secara terus menerus yang dapat disetel untuk memperkecil pilot pollution. Secara electrical downtilting antena mengurangi energi pada horizon keduanya baik didepan atau disamping antena. Dalam kondisi dimana radiasi sisi lokasi terlalu berdekatan, maka downtilt antena dapat disetel disesuaikan dengan melakukan pengarahan pengujian untuk 30
mengoptimalkan sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Perubahan Orientasi Antena dengan Sistem Downtilting Antenna 2.9.1 Tahap-Tahap Melakukan Perubahan Tilting Secara Mekanikal Untuk melakukan tilting secara mekanikal dan mengukur perubahan derajat pada antena dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat yang bernama suunto, yaitu seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.9. 31
Gambar 2.9 Suunto Langkah langkah untuk melakukan tilting secara mekanikal adalah sebagai berikut: 1. Liat derajat kemiringan antenna dengan menggunakan alat suunto. 2. Kendorkan baut vector pada antena. 3. Kendorkan besi penahan antena. 4. Ubah kemiringan antena. 5. Lihat derajat kemiringan antena, sesuaikan dengan derajat yang diingankan 6. kencangkan besi penahan antena. 7. Kencangkan baut vector antena. 32
Gambar 2.10 Pengaturan sudut tilt dilakukan secara mehanikal 2.9.2 Tahap-Tahap Melakukan Perubahan Tilting Secara Electrical Langkah langkah untuk melakukan tilting secara electrical adalah sebagai berikut: 1. Baut penyangga batang elemen di kendurkan, penyangga ditahan supaya tidak jatuh. 2. Turunkan batang elemen sesuai derajat kemiringan yang diingin. 3. Eratkan kembali baut penyangga. 33