BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hambatan yang seringkali dihadapi oleh pembudidaya ikan adalah kondisi kesehatan ikan. Kesehatan ikan menurun disebabkan lingkungan yang buruk akan menimbulkan penyakit pada ikan sehingga dapat merugikan usaha budidaya ikan. Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit di antaranya virus dan bakteri. Penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar, bahkan kadang dapat menyebabkan proses budidaya terhenti (Suciati et al., 2012). Contoh penyakit bakterial yang biasa menyerang ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah yang disebabkan bakteri Aeromonas hydrophila sebagai bakteri patogen Gram negatif. Penanggulangan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) dapat dilakukan dengan cara pencegahan di antaranya dengan menciptakan lingkungan yang bebas penyakit dan pemberian pakan yang bernilai gizi baik. Pada ikan yang terserang penyakit, biasanya dilakukan pengobatan dengan memberikan bahan kimia atau sejenisnya (Wiyanto, 2010). Penggunaan bahan kimia seperti antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri, mencemari lingkungan bahkan residu pada ikan yang dapat membahayakan konsumen (Pradana et al., 2013). Berkaitan dengan masalah tersebut, perlu alternatif lain yang lebih aman dan dapat digunakan sebagai antibakteri, antijamur, dan antiparasit dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan bahan alam 1
2 yang ramah lingkungan. Tumbuhan alternatif yang berpotensi salah satunya adalah tumbuhan mangrove. Mangrove merupakan suatu tipe hutan tropik dan subtropik yang khas, tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai diwilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Tumbuhan mangrove yang ditemukan pada ekosistem mangrove Indonesia sekitar 189 jenis dari 68 suku. Dari jumlah tersebut 80 jenis diantaranya adalah berupa pohon, 24 jenis liana, 41 jenis herba, 41 jenis epifit dan 3 jenis parasit (Noor et al., 1995). Sumber lain menyebutkan tercatat 202 jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis tumbuhan memanjat (liana), 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit, 1 jenis tumbuhan paku (Dahuri, 2003). Jenis vegetasi mangrove hanya sekitar 75 jenis. Tumbuhan di ekosistem mangrove tumbuh berupa pohon bakau (Rhizophora), api-api (Avicennia), pedada (Sonneratia), tanjang (Bruguiera), nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops), dan bta-buta (Excocaria) (Kordi, 2012). Tumbuhan di ekosistem mangrove mempunyai banyak manfaat sebagai sumber pangan. Buah tanjang (Bruguiera gymnorrbiza) atau Aibon merupakan bahan makanan yang mengandung karbohidrat, sehingga dimanfaatkan untuk konsumsi maupun untuk membuat makanan ringan (snack), penghalang air pasang. Beberapa tumbuhan pada ekosistem mangrove juga digunakan sebagai obat (Kordi, 2012). Sebagian besar tumbuhan mangrove juga dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder sebagai antimikrobial yang terdapat pada tumbuhan mangrove
3 diantaranya alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, steroid, tanin, dan saponin. Flavonoid merupakan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (antibakteri). Saponin merupakan glikosida yang bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel bakteri. Senyawa tanin juga memiliki kemampuan menghambat aktivitas bakteri karena mengandung asam tanik sebagai antiseptik (Kordi, 2012). Tumbuhan mangrove yang mengandung antibakteri antara lain Avicennia sp. Avicennia sp menunjukkan daya hambat terhadap bakteri A. hydrophila (Darminto et al., 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan mangrove Avicennia sp. berpotensi dikembangkan untuk penanggulangan penyakit MAS atau sering disebut penyakit bercak merah ikan (Red spot disease). Penelitian lain yang menggunakan tumbuhan mangrove sebagai antibakteri adalah Rhizophora mucronata dengan menguji daya hambat ekstrak kulit batangnya terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan jamur Saprolegnia sp. Hasil penelitian tersebut menggunakan pelarut n-heksan, metanol, etil asetat, kloramfenikol dan DMSO. Pada pelarut DMSO tidak menunjukkan adanya aktivitas anti bakteri karena tidak terbentuk zona bening atau zona keruh. Pelarut n-heksan dan metanol menunjukkan adanya aktivitas antibakteri tetapi hanya mampu mengganggu aktivitas pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae saja karena zona yang terbentuk adalah zona keruh bukan zona bening. Pada kontrol positif kloramfenikol bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae terbentuk zona bening yang memiliki diameter cukup besar (Pradana, et al, 2014).
4 Penelitian menggunakan bakteri A. hydrophila strain GPl-04, GL-01, GL- 02, GJ-01, GK-01, dan GB-01 berasal dari kultur murni yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Penamaan strain bakteri A. hydrophila berdasarkan tempat pengambilan isolat yaitu ditemukan pada ginjal gurame sakit di wilayah Kabupaten Banyumas (Pliken dan Lemberang), Purbalingga (Padamara dan Jompo), dan Banjarnegara (Kaliwinasu dan Blimbing) (Mulia, 2010). Strain tersebut digunakan karena mempunyai perbedaan karakteristik tertentu sehingga tanggapan terhadap antibakteri dan pengaruh terhadap ekstrak berbeda. Penelitian-penelitian terdahulu belum pernah dilakukan penelitian dengan kemampuan ekstrak tumbuhan mangrove R. mucronata terhadap strain-strain bakteri A. hydrophila tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak batang dan daun mangrove R. mucronata dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila strain GPl-04, GL-01, GL-02, GJ-01, GK-01, dan GB-01. 1.1 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dibahas pada penelitian adalah bagaimana pengaruh ekstrak tumbuhan mangrove R. mucronata dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila secara in-vitro?.
5 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak tumbuhan mangrove R. mucronata dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila secara in-vitro. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan antibakteri pada tanaman yang banyak mengandung metabolit sekunder dan memberikan informasi bahwa tanaman bakau khususnya R. mucronata dapat digunakan sebagai zat antibakteri.