BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : / 198 / /2010

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 02 TAHUN 2009 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA PAYAKUMBUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 288, 2012

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

GUBERNUR BALI KEPUTUSAN GUBERNUR BALI NOMOR1608/04-L/HK/2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN BADAN NARKOTIKA PROVINSI BALI GUBERNUR BALI,

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN TIM NASIONAL PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945;

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat menurut Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Kelompok Ahli. Pengorganisasian.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 1 PENDAHULUAN. hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

J A K A R T A, M E I

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG,

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR /17 / KUM/2013 TENTANG

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba di

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KELOMPOK AHLI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bagian awal dari bab in akan dibahas tentang permasalahan narkoba dan mengenai ditetapkannya Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) BNN Tahun 2004 2009 yang dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan bagi instansi pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang P4GN dalam melakukan upaya upaya P4GN. Selanjutnya dibahas tentang perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian, yang pada intinya menjelaskan fokus dari penelitian mengenai implementasi Strategi Nasional P4GN pada instansi anggota BNN dan hambatannya, sehingga hasil penelitian dapat memberikan saran yang bermanfaat. A. Latar Belakang Masalah Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun), demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain). (BNN, 2007:27) Narkoba adalah istilah penegak hukum dan sudah disosialisasikan pada masyarakat. Orang Malaysia menyebutkan dengan dadah, di barat diistilahkan dengan drugs. Narkoba disebut berbahaya karena tidak aman digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, penggunaan, pembuatan, dan peredarannya diatur oleh undang-undang. Barang siapa menggunakan, mengedarkan dan memproduksi secara gelap di luar ketentuan hukum, dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan hukuman denda, bahkan hukuman mati.(bnn, 2007:27) Narkoba menjadi sebuah masalah ketika disalahgunakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang 17

menyebutkan bahwa penyalahgunaa narkotika adalah para pengguna narkotika yang tidak menggunakan resep dokter. Narkoba dikatakan sebuah ancaman dan masalah yang harus segera ditanggulangi karena : (1) Sifat narkoba yang dapat mempengaruhi kondisi psikologi manusia antara lain dapat menghilangkan rasa sakit, dapat menimbulkan perasaan nikmat, dapat menimbulkan rasa kuat; (2) Dapat mendatangkan uang dengan mudah dan dalam jumlah yang fantastik, dikenal sebagai Narko Dolar ; (3) Merupakan alat subversi untuk menghancurkan suatu bangsa dengan merusak generasi muda dan aparat pemerintah melalui ketergantungannya terhadap narkoba yang dapat menyebabkan kerusakan mental dan otak. (Hadiman, 2007). Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan permasalahan kompleks baik dilihat dari faktor penyebab maupun akibatnya. Penyebabnya merupakan kompleksitas dari berbagai faktor, termasuk faktor fisik dan kejiwaan pelaku, serta faktor lingkungan baik mikro maupun makro. Akibatnya juga sangat kompleks dan luas tidak hanya terhadap pelakunya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan, kerusuhan massal, orang tua dan keluarganya, serta menimbulkan dampak yang merugikan terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Bahkan apabila tidak ada upaya pencegahan yang efektif dan berkelanjutan dapat menjadikan bangsa ini kehilangan generasinya (loss generation) yang pada akhirnya akan melemahkan ketahanan nasional. Mengingat berbagai dampak yang ditimbulkan sebagai akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga, bangsa dan negara maka penanggulangannya memerlukan pendekatan komprehensif multidisiplin, koordinasi dan keterpaduan lintas sektor, serta partisipasi masyarakat. Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Berdasarkan Instruksi Presiden R.I Nomor : 3 Tahun 2002 bahwa setiap instansi pemerintah harus melakukan upaya P4GN berdasarkan bidang kerja masingmasing. Dalam pelaksanaannya kegiatan P4GN dimasing-masing instansi telah 18

dilaksanakan, dengan SDM dan biaya dari anggaran masing-masing instansi tersebut. Untuk mengkoordinasikan penanganan masalah narkoba di Indonesia, pemerintah pada tahun 1999 membentuk suatu Badan yang mengkoordinasikan penanganan masalah narkoba di Indonesia yaitu Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 116 Tahun 1999. Pada tahun 2002 Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) tersebut diubah menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN) karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. Badan Narkotika Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota dan mempunyai visi yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia bebas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun 2015. Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dan mempunyai anggota sebanyak 28 instansi pemerintah yaitu sebagai berikut: (1) Sekretaris Jenderal, Departemen Perhubungan; (2) Sekretaris Jenderal, Departemen Pendidikan Nasional; (3) Sekretaris Jenderal, Departemen Agama; (4) Sekretaris Jenderal, Departemen Komunikasi dan Informatika; (5) Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Departemen Dalam Negeri; (6) Direktur Jenderal Multilateral, Departemen Luar Negeri; (7) Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan, Departemen Pertahanan; (8) Direktur Jenderal Imigrasi, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; (9) Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; (10) Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan; (11) Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian; (12) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan; (13) Direktur Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian; (14) Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 19

Departemen Kehutanan; (15) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; (16) Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan; (17) Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Departemen Sosial; (18) Sekretaris Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan; (19) Sekretaris Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga; (20) Deputi Bidang Dalam Negeri, Badan Intelijen Negara; (21) Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, Badan Pengawas Obat dan Makanan; (22) Jaksa agung Muda Bidang Intelijen, Kejaksaan Agung Republik Indonesia; (23) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Agung Republik Indonesia; (24) Kepala Bidang Reserse Kriminal, Kepolisian Negara Republik Indonesia; (25) Kepala Badan Intelijen Keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia; (26) Kepala Biro Bimbingan Masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia; (27) Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia; (28) Kepala Pusat Kesehatan, Tentara Nasional Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, Badan Narkotika Nasional (BNN) mempunyai tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam penyusunan kebijakan operasional di bidang ketersediaan dan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya (P4GN) serta melaksanakan P4GN dengan membentuk satuan tugas yang terdiri atas unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenanganya masing-masing. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, BNN menyelenggarakan fungsi yaitu (1) pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN; (2) pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan dan P4GN serta pemecahan permasalahan dalam pelaksanaan tugas; (3) pengkoordinasian instansi pemerintah terkait dalam kegiatan pengadaan, pengendalian, dan pengawasan di bidang narkotika, psikotropika, 20

prekursor dan bahan adiktif lainnya; (4) pengoperasian satuan tugas yang terdiri atas unsur pemerintah terkait dalam P4GN sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing; (5) pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya; (6) pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional dalam rangka penanggulangan masalah narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya; (7) pembangunan dan pengembangan sistem informasi, pembinaan dan pengembangan terapi dan rehabilitasi serta laboratorium narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktifblainnya; (8) pengorganisasian BNP dan BNK/Kota berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan di bidang P4GN. Dalam menjalankan Instruksi Presiden R.I, tugas dan fungsi tersebut serta untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, pada tanggal 31 Desember 2004 Ketua Badan Narkotika Nasional mengeluarkan suatu kebijakan dengan Surat Keputusan Nomor : Skep/92/XII/2004/BNN tentang Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 yang memuat garis-garis besar arah kebijakan dan strategi BNN dalam melaksanakan misi, program dan kegiatan untuk mencapai visi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 adalah suatu kebijakan BNN mengenai strategi pencegahan dan pemberantasan narkoba sehingga program pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) dapat berhasil guna yang meliputi bidang-bidang yaitu bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba; bidang penegakan hukum; bidang terapi dan rehabilitasi, bidang penelitian dan pengembangan, bidang informatika, dan bidang pengembangan kelembagaan. Dalam Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 ini ditetapkan beberapa arah kebijakan BNN untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi BNN dalam 21

Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) secara komprehensif dan multidisipliner meliputi : (1) Peningkatan Sumber Daya Manusia, (2) Pencegahan, (3) Sosialisasi, (4) Koordinasi, (5) Kerjasama Internasional, (6) Peran Serta Masyarakat, (7) Penegakan Hukum, (8) Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi, (9) Komunikasi, Informatika dan Edukasi, (10) Pengawasan dan Pengendalian. Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 diarahkan pada terwujudnya masyarakat Indonesia bebas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun 2015 melalui pengurangan permintaan (demand reduction), pengurangan sediaan (supply reduction) dan pengurangan dampak buruk (harm reduction) yang ditunjang dengan program penelitian dan pengembangan, pemantapan koordinasi antar lembaga, pelibatan masyarakat dalam kegiatan P4GN dan kerjasama internasional. Strategi Nasional P4GN ini disusun dengan tujuan untuk dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan bagi setiap instansi pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang P4GN sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan masing-masing instansi serta untuk mewujudkan keterpaduan pola tindak dan langkah-langkah dalam bidang P4GN di berbagai instansi. (BNN, 2004:4) Dengan adanya Strategi Nasional P4GN ini diharapkan setiap instansi pemerintah anggota BNN dan organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang P4GN dapat berperan aktif dalam melaksanakan program dan kegiatan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) secara efektif dan efisien dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya (narkoba) tahun 2015. Meskipun Strategi Nasional P4GN ini sudah disusun, tetapi data kasus tindak pidana narkoba di Indonesia tahun 2001 2007 yang bersumber dari Direktorat IV/Narkoba Mabes Polri menunjukkan adanya peningkatan jumlah tindak pidana narkoba yang cukup signifikan pada beberapa tahun terakhir ini 22

yaitu pada tahun 2001 dengan jumlah kasus sebanyak 4.924 kasus; tahun 2002 sebanyak 5.310 kasus; tahun 2003 sebanyak 9.717 kasus; tahun 2004 sebanyak 11.323 kasus; tahun 2005 sebanyak 22.780 kasus; tahun 2006 sebanyak 31.635 kasus; dan tahun 2007 sebanyak 36.169 kasus. Dari data tersebut menunjukkan bahwa jumlah tindak kasus pidana narkoba dari tahun 2001 ke 2002 naik sekitar 7,8 %, tahun 2002 ke 2003 terjadi peningkatan sebesar 83,0 %, untuk tahun 2003 ke 2004 terjadi peningkatan sebesar 16,5 %, tahun 2004 ke 2005 mengalami kenaikan sekitar 101,2 %, tahun 2005 ke 2006 mengalami kenaikan sebesar 38,9 %, dan untuk 2006 ke 2007 mengalami peningkatan sebesar 14,3 %. Sehingga jumlah tindak kasus pidana narkoba mengalami peningkatan rata-rata sebesar 43,6 % per tahun. Semakin meningkatnya kasus tindak pidana narkoba yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini, maka Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 yang telah diimplementasikan di instansi anggota BNN perlu dievaluasi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui melalui teori George C. Edward III, Donald S. Van Meter dan Van Horn, apakah implementasi kebijakan akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Dalam penelitian ini hanya akan mengambil beberapa variabel saja dari pendapat yang dikemukakan oleh kedua pakar tersebut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik sebagai berikut : Pertama, Menurut George C. Edward III antara lain : (1) Komunikasi, dalam komunikasi kebijakan membahas tiga hal penting yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Menurutnya persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan; (2) Sumber sumber, merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik dengan alasan bahwa setiap perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas 23

dan konsisten, tetapi jika pelaksana kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif; (3) Kecenderungan kecenderungan (Sikap), merupakan faktor yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi bagi implementasi kebijakan, jika pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, hal ini berarti dukungan dari pelaksana; (4) Struktur Birokrasi, birokrasi merupakan hal yang paling penting, bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Kedua, menurut Donald S. Van Meter dan Van Horn hanya akan diambil satu variabel saja yaitu hubungan antar organisasi, dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dengan instansi lain. Di samping pendapat dari kedua pakar tersebut di atas, dalam penelitian ini, penulis akan menambahkan satu variabel lagi yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kebijakan yaitu variabel pelaksanaan program, diperlukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program dari suatu kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk melakukan penelitian melalui enam variabel dari kedua teori ditambah dengan satu variabel tersebut yang akan dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul : IMPLEMENTASI STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN, PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN BAHAN ADIKTIF LAINNYA (P4GN) PADA INSTANSI ANGGOTA BNN B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dijabarkan pokok permasalahan yang diteliti yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN? 24

2. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisa bagaimana implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN. 2. Mengidentifikasi dan menganalisa hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas wawasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkenaan dengan kebijakan strategi nasional P4GN dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia bebas narkoba tahun 2015 dan berguna pula bagi penelitian selanjutnya. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan/masukan yang dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi BNN mengenai implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN. 25

E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang mendasari dan relevan dengan penelitian yaitu mengenai kebijakan publik dan implementasi kebijakan, serta penelitian terdahulu yang berhubungan dengan implementasi kebijakan. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan mengenai jenis penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, dan operasional variabel penelitian. Bab IV Gambaran Umum Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009 Dalam bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum dari kebijakan Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) Badan Narkotika Nasional Tahun 2005 2009. Bab V Hasil Penelitian dan Analisis Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan analisa mengenai bagaimana implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN serta hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya (P4GN) pada instansi anggota BNN. Bab VI Penutup Dalam bab ini, penulis akan menyampaikan simpulan berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya sekaligus sebagai jawaban atas pokok pertanyaaan dalam perumusan masalah penelitian serta memberikan saran. 26