ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

ANALISIS KETERGANTUNGAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN PADA ERA OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

Analisis Tingkat Ketergantungan Fiskal dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

Abstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN )

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RPSEP-61 PENGUKURAN KEMAMPUAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH DI JAWA TIMUR PADA MASA DESENTRALISASI FISKAL

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

ARTIKEL ILMIAH ANALISA KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN NGADA SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN DAERAH PROVINSI MALUKU

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MANOKWARI DITINJAU DARI DERAJAT OTONOMI FISKAL DAN INDEKS KEMAMPUAN RUTIN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

ANALISIS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP KEMAMPUAN PEMBIAYAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

Analisis derajat desentralisasi dan kemandirian PAD serta hubungannya dengan produktivitas belanja daerah di Kota Jambi

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

PENDAPATAN ASLI DAERAH BERDAMPAK PADA KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH. Rosmiaty Tarmizi. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH: STUDI KASUS KOTA JAMBI DAN KABUPATEN BATANGHARI 1 Oleh Lerinda M Sagala 1 dan Parmadi 1

Transkripsi:

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT Lia Ekowati, Cathryna R.B.S, Rodiana Listiawati Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Jakarta, Depok, 16422 Email: liaekowati@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisa kemampuan keuangan daerah kota depok di wilayah jawa barat tahun 2005-2010. Kami menggunakan analisis otonomi fiskal daerah atau otonomi desentralisasi fiscal dengan alat ukur berupa Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal dan Upaya Fiskal. Kota Depok memiliki Derajat Desentralisasi Fiskal yang kurang karena perbandingan PAD maupun BHPBP terhadap TPD sebesar 11.60% dan 15.51%, Kebutuhan Fiskalnya telah mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya sebesar 93.59 kali. Kapasitas Fiskalnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan PAD dan Dana Bagi Hasil sebesar 0.0155 kali. Namun Upaya Fiskal termasuk kurang sebesar 0.72%. Jadi ketergantungan pemerintah daerah kota depok terhadap pemerintah pusat masih tinggi dilihat dari tingkat kemampuan keuangan daerah kota depok yang berada di level kurang. Akan tetapi memiliki potensi untuk meningkatkan PAD dan Dana Bagi Hasil melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah. Kata kunci: Kemampuan, Keuangan, Desentralisasi, Fiskal, Otonomi Abstract This study aims to analyze the capability of local finance in the city of Depok West Java 2005-2010. We used analysis of local fiscal autonomy or decentralization of fiscal autonomy with measuring devices in the form of Degree of Fiscal Decentralization, Fiscal Need, Fiscal Capacity and Fiscal Effort. City of Depok has a less degree of Fiscal Decentralization for PAD and BHPBP comparison to TPD of 11.60% and a 15:51%, fiscal requirement has been able to meet the basic needs of its people by 93.59 times. Fiscal capacity has the ability to generate revenue and DBH of 0.0155 times. However Fiscal Efforts include no less than 0.72%. So the dependence of local governments on central government Depok city still seen high levels of fiscal capacity of Depok city in the level is less. But has the potential to increase revenue and DBH through intensification and extension of local revenue. Key words: Capability, Finance, Decentralization, Fiscal, Autonomy. PENDAHULUAN Hingga dewasa ini kemampuan beberapa pemerintah daerah masih sangat tergantung pada penerimaaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, maka setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri melalui sumber sumber keuangan yang dikuasainya. Peranan pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah 1

sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Menurut E.Koswara (2000) ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya daerah otonomi harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar sistem pemerintahan negara. Hal senada juga diuangkapkan oleh Halim (2001), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai penyelenggaraaan pemerintahan; (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam menghadapi otonomi daerah maka perlu dilakukan suatu Analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya demi mewujudkan tingkat kemandirian dalam era otonomi daerah. Analisis yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kinerja keuangan daerah adalah Analisis otonomi fiskal daerah atau otonomi desentralisasi fiscal dengan alat ukur berupa Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal dna Upaya Fiskal. RUMUSAN MASALAH Penerapan otonomi daerah menimbulkan dampak tegas terhadap tuntutan kemandirian bagi tiap-tiap daerah agar mampu mengatur dan mengelola keuangannya sendiri dengan menetapkan arah prioritas pembangunan, terutama sumberdaya manusia dan pembiayaan yang sangat berorientasi pada kepentingan masyarakat. Mardiasmo (2002;67) mengemukakan: Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan memberikan implikasi penting terhadap kinerja perekonomian daerah. Kinerja perekonomian daerah dipengaruhi oleh arah dan kebijakan fiskal dan moneter. Namun untuk membangun kemandirian fiskal daerah selama ini masih banyak mengalami masalah yang disebabkan antara lain: 1. Rendahnya kemampuan keuangan yang dimiliki oleh suatu daerah otonom sehingga menimbulkan kebutuhan daerah yang tidak seimbang dengan kapasitas keuangan daerah atau disebut fiscal gap. 2. Kualitas pelayanan publik yang masih memprihatinkan. 3. Ketidakmampuan dalam mengidentifikasi potensi daerahnya 4. Buruknya sistem manajeman keuangan daerah. Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah: Bagaimanakah Kemampuan Keuangan Daerah Kota Depok yang Berada di Wilayah Provinsi Jawa Barat? TINJAUAN PUSTAKA Kemandirian keuangan daerah pada dasarnya adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah. Tingkat kemandirian keuangan yang diukur dengan melihat desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal daerah dapat diketahui dengan menghitung kontribusi PAD terhadap total APBD, kontribusi subsidi dan bantuan pemerintah pusat atau pemerintah yang tinggi terhadap total 2

APBD, rasio pajak pusat untuk daerah terhadap total pendapatan daerah dan rasio pendapatan daerah terhadap total pendapatan negara. Pengukuran derajat desentralisasi fiskal daerah kabupaten dengan menggunakan rasio antara PAD dengan penerimaan daerah (Suparmoko, 2002:42). Bird dan Francois (2000: 167-169) menyatakan bahwa sistem fiskal yang sangat sentralistik merupakan penyebab mengapa kemampuan pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya tergantung kepada pusat. Hal ini mengakibatkan kecilnya porsi penerimaan sendiri dalam struktur penerimaan daerah. Ketergantungan yang tinggi terhadap transfer pemerintah pusat telah menyebabkan kurangnya insentif pencarian sumber-sumber untuk menutupi biaya daerah. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia bekerjasama dengan FISIPOL Universitas Gadjah Mada (1991: 35-36) mengemukakan bahwa untuk menentukan corak otonom daerah digunakan variabelvariabel pokok, yang terdiri dari kemampuan keuangan daerah, aparatur pemerintah, partisipasi masyarakat, ekonomi, demografi, organisasi masyarakat, variabel penunjang terdiri dari aspek politik dan hukum. Kriteria kemampuan/kemandirian keuangan daerah dapat dikategorikan berdasarkan penilaian kemampuan keuangan daerah dilihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria Kemampuan/ Kemandirian Daerah Persentase PAD Kemampuan Keuangan Daerah 00,10-10,00 Sangat Kurang 10,10-20,00 Kurang 20,10-30,00 Sedang 30,10-40,00 Cukup 40,10-50,10 Baik > 50,00 Sangat Baik Sumber: Fisipol, UGM, 1991. Menurut Peraturan Menteri Keuangan RI No. 226 2012 Pasal 1 yang dimaksud dengan Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masingmasing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintah setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, Propinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing Propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penghitungan Derajat Desentralisasi Fiskal yang menggunakan data APBD Kota Depok 2005-2010 seperti yang terlihat pada Tabel 2. 3

Menginformasikan bahwa perkembangan yang fluktuatif atas perbadingan PAD terhadap TPD, perbandingan BHPBP terhadap TPD dan perbandingan SUM terhadap TPD. Tabel 2. Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Depok Anggaran 2005-2010 PAD /TPD BHPBP /TPD SUM/TPD 2005 17.60% 16.17% 66.23% 2006 11.60% 14.87% 73.52% 2007 9.86% 13.97% 76.16% 2008 10.20% 16.53% 73.27% 2009 9.08% 14.44% 76.49% 2010 11.23% 17.11% 71.67% 11.60% 15.51% 72.89% Rata-rata perbandingan PAD terhadap TPD sebesar 11.60% yang menurut kriteria kemampuan/kemandirian daerah yang dinyatakan oleh FISIPOL UGM 1991 berada di level kurang. Dan Rata-rata perbandingan BHPBP terhadap TPD sebesar 15.51% berada di level kurang. Sedangkan rata-rata perbandingan SUM terhadap TPD sebesar 72.89% berada di level sangat tinggi. Data tersebut memperlihatkan bahwa kota depok memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Atau memiliki kemampuan keuangan daerah yang masih rendah/kurang. Tabel 3 menginformasikan kebutuhan fiskal kota Depok tahun 2005-2010 yang perkembangannya berfluktuatif. Rata-rata kebutuhan fiskal sebesar 93.59 kali. Level tertinggi pada tahun 2007 sebesar 116.49 kali dan level terrendah tahun 2010 sebesar 74.39 kali. Data tersebut menggambarkan bahwa Kota Depok memiliki kemampuan fiskal yang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya Tabel 3. Kebutuhan Fiskal Kota Depok Anggaran 2005-2010 PPP (Rp) SKF (Rp) IPPP= PPP/SKF (X) 2005 345,654.26 3,976.43 86.93 2006 417,163.33 4,587.31 90.94 2007 614,696.43 5,276.62 116.49 2008 621,821.34 5,932.97 104.81 2009 654,811.01 7,443.48 87.97 2010 635,345.14 8,540.81 74.39 548,248.58 5,959.60 93.59 Tabel 4. menyajikan kemampuan kota Depok untuk menghasilkan PAD dan Dana Bagi Hasil selama tahun 2005-2010. Terlihat bahwa kapasitas fiskal kota Depok mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Rata-rata sebesar 0.0155 kali level tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 0.0177 kali dan level terrendah di tahun 2006 sebesar 0.0147 kali. Terlihat bahwa Kota Depok memiliki kapasitas fiskal yang baik untuk menghasilkan PAD dan Dana Bagi Hasil bila dibandingkan dengan Kapasitas Fiskal Standar seprovinsi Jawa Barat. Tabel 4. Kapasitas Fiskal Kota Depok Anggaran 2005-2010 PDRB (Rp) KFs (Rp) Kapasitas Fiskal= PDRB/KFs (X) 2005 5,489,399 374,663,302 0.0147 2006 6,435,121 446,749,782 0.0144 2007 7,502,376 487,883,802 0.0154 2008 8,765,897 549,119,405 0.0160 2009 11,014,081 621,454,739 0.0177 2010 10,303,475 689,294,181 0.0149 Rata- Rata Ratarata Ratarata 8,251,725 528,194,202 0.0155 4

Tabel 5. Menggambarkan upaya fiskal yang dimiliki kota depok selama tahun 2004-2010. Data tahun 2004 digunakan pada penghitungan ini untuk menentukan perubahan PAD (Δ PAD) dan perubahan PDRB (Δ PDRB) dari tahun 2005 hingga 2010. Rata-rata perubahan PAD sebesar 11.67 dan rata-rata perubahan PDRB sebesar 16.19. sehingga Elastisitas PAD terhadap PDRB sebesar 0.72. Hal ini menunjukkan bahwa PAD kurang elastis terhadap PDRB atau setiap kenaikan PDRB sebesar 1% hanya mengakibatkan kenaikan PAD 0.72%. Tabel 5. Upaya Fiskal Kota Depok Anggaran 2005-2010 Perubahan Perubahan PAD PDRB 2004 0 0 2005 55.88 18.25 2006-23.27 18.91 2007 10.64 18.19 2008 11.58 18.33 2009 10.50 28.72 2010 16.33 10.95 Rata-rata 11.67 16.19 Elastisitas PAD terhadap PDRB = 11.67 16.19 0.72 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat dikemukakan bahwa kemampuan keuangan daerah Kota Depok berada pada tingkat kurang dengan Derajat Desentralisasi Fiskal PAD/TPD sebesar 11.60%, BHPBP/TPD sebesar 15.51% dan SUM/TPD sebesar 72.89% serta upaya fiscal sebesar 0.72%. Namun memiliki kebutuhan fiscal yang baik sebesar 93.59 kali dan kapasitas fiscal yang cukup sebesar 0.0155 kali. Adapun saran-saran yang kami rekomendasikan adalah: 1. Pemerintah daerah Kota Depok sangat perlu meningkatkan penerimaan sumber keuangan dengan meningkatkan penerimaan dari perpajakan dan retribusi daerah dan mengoptimalkan kinerja dari BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) agar dapat lebih menyokong PAD. 2. Meningkatkan kerjasama antar daerah kabupaten/kota di wilayah Kota Depok agar tercipta kebijakan publik bersama yang menyeluruh dan menyentuh setiap lapisan masyarakat, terutama kebijakan dalam peningkatan PAD. 3. Kualitas dan kuantitas aparatur pemerintah daerah harus ditingkatkan semaksimal mungkin agar kemampuan menggali, menganalisa, mengolah, mengevaluasi dan mengawasi potensi sumber-sumber keuangan daerah (PAD) terus meningkat. UCAPAN TERIMA KASIH Terlaksananya dan tercapainya tujuan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Negeri Jakarta yang telah memfasilitasi dan memberikan bantuan moral maupun maretial. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI dan FISIPOL-UGM, 1991, Pengukuran Kemampuan Keuangan Daerah Tingkat II Dalam Rangka Otonomi Daerah yang Nyata dan Bertanggung Jawab, Jakarta. Halim. 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah Seri Bunga Rampai Manajeman Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN, Depok 5

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Depok Suparmoko, M., 2002, Ilmu Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, BP Fakultas Ekonomi UGM, Edisi Kelima, Depok. 6