BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diselenggarakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) formal yaitu Taman Kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia sangat berkembang pesat. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan anak usia dini terlayani sesuai dengan masa. perkembangannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah kognitif sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Utamanya untuk Pendidikan anak Usia Dini. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain baik yang lebih muda usianya, teman sebaya. Kanak-kanak kelompok B antara 5 6 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang. ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak merupakan suatu wadah untuk

BAB I PENDAHULUAN. (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan keluarga, masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/perilaku, dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa. Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. apabila ingin memenuhi kebutuhan anak dan memenuhi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan steakholder yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS PENGENALAN LAMBANG BILANGAN MELALUI PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan usia dini dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. sejak lahir sampai usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian

Jurnal Pesona PAUD, Vol. I. No.1.Wani

BAB I PENDAHULUAN. rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

PENDAHULUAN. Masing-masing anak memiliki bakat dan potensi yang telah dibawanya dari

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat menentukan bagi anak untuk mengembangkan seluruh. potensinya. Berdasarkan kajian dalam Ernawulan Syaodih dan Mubiar

BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang sederajat) dan jalur pendidikan informal yang berbentuk pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. anak usia 0-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah membentuk pribadi anak menjadi seorang dewasa yang. berdiri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. buruknya masa depan bangsa. Jika sejak usia dini anak dibekali dengan

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan modalitas belajar sebagai jaringan untuk pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifit Triana Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. depan, jika pondasi lemah maka akan susah berharap bangunannya berdiri kokoh

BAB I PENDAHULUAN. (Kepmendikbud Nomor 0486/U/1992, Bab II Pasal 3 ayat (1)). Pasal 31 ayat

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

BAB I PENDAHULUAN. serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya. Anak usia 0-6 tahun berada di

I. PENDAHULUAN. perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik pada

BAB I PENDAHULUAN. cara belajar anak dibuat yang menyenangkan. Di usia 5 6 tahun anak

BAB I PENDAHULUAN. Slamet Rahardjo, Strategi Pembelajaran Musik Anak Usia Dini, CeHa Graphics, Salatiga, 2006, hlm. 1. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah seorang laki-laki ataupun perempuan yang belum dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak sejak lahir sampai usia 6 tahun dengan pemberian. jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

BAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk Pendidikan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. Karena pada hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum memasuki

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. masa yang terjadi sejak anak berusia 0 6 tahun. Masa ini adalah masa yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak-anak. Upaya pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1 10 DENGAN MENGGUNAKAN KARTU ANGKA. Endah Retnowati

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam UU RI NO.20 TH 2003 adalah:

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Taman Kanak-kanak berada pada jalur pendidikan formal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. (Pasal 1 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003). Dari bagian-bagian itu tidak

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan jasmani rohani agar anak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya sadar yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. (Undang Undang Sisdiknas tahun 2003) dari inilah maka, Pendidikan yang. bagaimana keberhasilan anak di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah diatur pada pasal 31 ayat 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. ditangani, dan tidak akan pernah selesai untuk dikerjakan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Anak adalah aset bangsa yang paling berharga. Karena anak adalah

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI PERMAINAN TEBAK NAMA DI TK AISYIYAH CABANG BLIMBING POLOKARTO SUKOHARJO SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PG-PAUD. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Negara. kehidupan bangsa. Salah satu wahana dalam mencerdaskan setiap warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ayu Nurmalasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai salah satu syarat tujuan pembangunan. Pendidikan merupakan

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MENGENAL ANGKA 1-5 MELALUI MEDIA POHON HITUNG PADA ANAK KELOMPOK BERMAIN SANTA MARIA KEDIRI TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

BAB I PENDAHULUAN. tahun yang memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungan sekitar dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan ditujukan pada anak berusia antara 0-6 tahun sesuai yang tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28. Pasal tersebut menyebutkan pendidikan anak usia dini secara garis besar dibagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur formal, jalur non-formal dan informal. Jalur formal yaitu Taman Kanak-kanak, Raudhatul Athfal/RA dan Bustanul Athfal/BA atau bentuk lain yang sederajat. Jalur non formal pendidikan anak usia dini berbentuk Satuan PAUD Sejenis/SPS, Kelompok Bermain/Playgroup, Tempat Penitipan Anak/TPA, Sekolah Minggu. Sedangkan pada jalur informal, pendidikan anak usia dini berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan. Permendiknas No 58 tahun 2009 menyebutkan bahwa terdapat empat standar pendidikan anak usia dini antara lain (1) standar tingkat pencapaian perkembangan, (2) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (3) standar isi, proses dan penilaian, (4) standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Standar tingkat pencapaian perkembangan adalah acuan dalam pembelajaran pada pendidikan di taman kanak-kanak sebagai salah satu bentuk pendidikan formal. Standar tingkat pencapaian perkembangan merupakan standar minimal dari pertumbuhan dan perkembangan yang 1

2 diharapkan dicapai oleh anak pada rentang usia tertentu. Oleh karena itu, standar tingkat pencapaian perkembangan dijadikan pedoman dalam memahami, merencanakan, menyusun, dan mengembangkan program pembelajaran pada satuan pendidikan anak usia dini (Depdiknas, 2009: 1). Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan disingkat STPP mencakup lima aspek perkembangan yaitu nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional. Aspek pengembangan kognitif adalah salah satu aspek pengembangan anak usia dini dalam STPP, didalamnya terdapat tiga komponen: pertama, pengetahuan umum dan sains, kedua tentang konsep bentuk, warna, ukuran, dan pola serta ketiga adalah konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf. Berhitung merupakan bagian dari komponen mengenai konsep bilangan, lambang bilangan. Anak diharapkan mengenal konsep bilangan, lambang bilangan sehingga mampu untuk berhitung dengan benar. Berhitung sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari disekitar anak, baik di rumah, lingkungan sekitar tempat tinggal, sekolah, tempat umum, dan di mana saja (Griffith, 1992: 25). Dirumah anak melakukan kegiatan berhitung misalnya pada saat mereka bermain, anak akan menghitung berapa jumlah boneka dalam keranjang, atau berapa jumlah roda di mainan mobil-mobilan, anak juga akan membandingkan sekumpulan lego di genggaman mereka lebih sedikit daripada lego yang ada di toples. Ketika anak bersama ibunya didapur anak diberi tahu bagaimana membuat susu dengan menghitung beberapa sendok susu bubuk yang diperlukan untuk dilarutkan dalam segelas air. Berhitung berkaitan dengan bilangan dan lambang bilangan atau angka.

3 Angka ada dimana-mana, berada di sekitar lingkungan misalnya pada kendaraan, nomor sepatu, buku-buku, kalender, nomor rumah, nomor telepon, dan masih banyak lagi penggunaan angka dalam kehidupan. Dengan demikian, belajar berhitung dan angka adalah suatu hal yang perlu diajarkan pada anak agar dapat menyesuaikan dengan apa yang ada di sekitarnya dengan baik dan menjalankan perannya sebagai bagian dari masyarakat lingkungan tempat ia tinggal. Pengenalan berhitung sejak dini akan berdampak pada persepsi anak sekarang dan selanjutnya (Seefeldt, 2008: 391). Sebagian anak mengalami masalah ketakutan terhadap berhitung pada tingkatan pendidikan sekolah dasar yang menyebabkan rendahnya pencapaian hasil belajar. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh persepsi anak tentang berhitung yang kurang menyenangkan pada saat pengenalannya di taman kanak-kanak. Misalnya penyebab ketidaksukaan anak terhadap berhitung pada saat taman kanakkanak karena penyampaian guru yang kurang, menarik karena metode yang digunakan dengan cara klasikal. Penggunaan alat peraga kurang bervariasi sehingga membuat anak bosan karena menggunakan media yang sama serta terus menerus dalam pembelajaran berhitung Sebaliknya, pengenalan berhitung di taman kanak-kanak dengan metode dan alat peraga yang tepat akan membuat suatu persepsi bahwa berhitung itu menyenangkan sehingga tertarik untuk melakukannya lagi. Hal tersebut akan berulang hingga pada saat sekolah dasar anak akan tetap menyukai berhitung. Anak tidak hanya diajarkan berhitung tetapi menggunakan perhitungan dalam pelajaran

4 matematika. Berhitung berkaitan dengan bilangan dan lambang bilangan. Angka atau lambang bilangan digunakan dalam matematika misalnya operasi penambahan, pengurangan, pembagian, perkalian, yang umumnya digunakan untuk menghitung waktu, luas, volume, kecepatan, hingga menghitung operasi aljabar sampai logaritma. Pengenalan berhitung di taman kanak-kanak dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal. Pertama, tingkat perkembangan kognitif anak. Piaget (Djiwandono, 2006: 75) mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak taman kanak-kanak berada pada tahap pra-operasional ditandai dengan pemikiran egosentris, simbolik, dan intuitif. Anak belum dapat berfikir abstrak sehingga penggunaan benda konkret diperlukan untuk memberikan suatu gambaran nyata. Menurut Suyanto (2005: 160) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran berhitung anak dilatih untuk mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal dengan abstraksi empiris. Kemudian anak berpikir simbolik lebih jauh lagi abstraksi reflektif dan menghubungkan antara pengertian bilangan dan dengan simbol bilangan. Kedua, perlu diperhatikan mengenai karakteristik anak salah satunya adalah anak adalah individu yang aktif bereksplorasi untuk memperoleh pengalaman dari lingkungan sekitarnya. Hal yang perlu dilakukan guru adalah membuat suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan anak untuk aktif. Ketiga, juga perlu diperhatikan mengenai prinsip pembelajaran di taman Kanak-kanak salah satunya yaitu bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Albecth dan Miller (Sujiono, 2009: 139)

5 mengemukakan bahwa pengembangan program pembelajaran bagi anak usia dini seharusnya sarat dengan aktivitas bermain yang mengutamakan adanya kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi dan berkreativitas. Sehingga pembelajaran dilakukan dengan kegiatan yang menarik dengan ada unsur bermain pada kegiatan pembelajaran tersebut. Berhitung memliki peran penting dalam keseharian seperti menghitung jumlah benda, membagi sekumpulan benda, membuat kue, menghitung uang, begitu juga aplikasinya dalam pembelajaran pada jenjang pendidikan sekolah dasar dan seterusnya. Berhitung di sekolah dasar sebagai dasar dalam matematika, karena menyangkut perhitungan untuk memecahkan masalah tentang luas, volume, jarak, aljabar dan sebagainya. Begitu pentingnya berhitung bagi anak, sehingga berhitung sebaiknya dikenalkan sejak dini dengan maksud anak tidak asing sehingga konsep dasar berhitung akan lebih mudah diterima pada jenjang berikutnya. Selain itu, anak usia tersebut adalah masa yang sangat strategis untuk mengenalkan berhitung karena masa anak sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungannya atau dengan kata lain anak mudah menyerap informasi dari lingkungannya. Apabila kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak sehingga anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya (Seefeldt, 2008: 389).

6 Studi pendahuluan dilakukan untuk memperjelas masalah dan kemungkinan dilanjutkan penelitian, salah satu caranya adalah dengan berkonsultasi dengan sumber (Arikunto, 2006: 41). Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan berkonsultasi dengan guru kelas. Pembelajaran berhitung kelompok A1 TK MTA Gemolong ditemukan kesulitan dalam memahami konsep bilangan dan angka. Sebagian besar anak, ketika dihadapkan pada pertanyaan berkaitan dengan kuantitas benda dan angka, hanya sebagian kecil anak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru dengan tepat. Beberapa anak melewatkan satu angka ketika menghitung dengan sekumpulan benda tersebut. Begitu pula ketika anak didik dihadapkan pada pertanyaan tentang angka, sebagian besar anak belum mampu untuk menjawab dengan tepat. Rendahnya kemampuan berhitung anak tersebut kemungkinan disebabkan oleh pendekatan pembelajaran yang kurang menarik sehingga anak cepat bosan, media yang kurang variatif dan pemberian tugas yang menggunakan lembar kerja dalam bentuk buku latihan yang monoton serta cenderung membebani anak. Melihat kendala yang ada di lapangan, maka penulis mencoba mencari teknik dan strategi untuk membantu meningkatkan kemampuan berhitung anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, pembelajaran berhitung di taman kanak-kanak hendaknya dilakukan dengan suatu aktivitas yang menyenangkan, menggunakan media nyata dan melibatkan anak secara langsung (Sefeeldt, 2008: 391). Bermain merupakan bagian dari diri anak dengan kata lain anak menyukai bermain karena bermain adalah dunia

7 mereka. Mereka bebas melakukan permainan karena tidak ada unsur paksaan dan serangkaian kegiatan yang dirasa bagi mereka membebani. Berbeda dengan pembelajaran di kelas yang cenderung klasikal, guru memberikan penjelasan dan kemudian untuk megetahui sejauh mana kemampuan atau pemahaman anak dengan menggunakan lembar kegiatan. Dadu dipilih karena dadu bukan hal yang baru bagi anak, dalam permainanan ular tangga anak mengenal dadu, seperti dalam hal bentuk dan fungsinya. Dadu berbentuk kubus dikenal anak melaui bermain balok. Diharapkan melalui penerapan bermain dadu, kemampuan berhitung anak meningkat. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul dalam penelitian ini yaitu Upaya Peningkatan Kemampuan Berhitung Melalui Metode Bermain Dadu pada kelompok A1 TK MTA Gemolong, Kabupaten Sragen tahun ajaran 2010/2011. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan bahwa rendahnya kemampuan berhitung anak disebabkan beberapa hal antara lain : 1. Pendekatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah pada kegiatan berhitung dirasa kurang menarik dan kurang melibatkan anak untuk aktif. 2. Penggunaan media yang kurang bervariasi dalam proses pembelajaran berhitung.

8 3. Penggunaan lembar kerja dengan banyak butir soal yang terangkum dalam satu buku latihan sebagai alat evaluasi yang cenderung membebani anak. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah bertujuan untuk memfokuskan suatu masalah yang akan diteliti sehingga penelitian menjadi efektif, efisien dan dapat ditelaah lebih jauh. Masalah yang dibatasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan berhitung dalam hal ini sesuai dengan ruang lingkup pengembangan aspek kognitif anak kelompok A (usia 4-5 tahun) seperti yang tertuang dalam Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009. Kemampuan berhitung dalam penelitian ini dibatasi pada penguasaan konsep bilangan 1-10. 2. Kegiatan berhitung dengan menerapkan metode bermain dadu dengan menggunakan dadu dibatasi hanya lima sisinya saja sedangkan satu sisi yang kosong diberi gambar bintang. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian, apakah penggunaan metode bermain dadu dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada anak kelompok A1 TK MTA Gemolong, Sragen tahun ajaran 2010/2011?

9 E. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berhitung anak kelompok A1 di TK MTA Gemolong kabupaten Sragen tahun ajaran 2010/2011 melalui penerapan metode bermain dadu. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian tentang upaya untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak dengan metode bermain dengan dadu yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Menambah wawasan tentang pembelajaran bagi anak taman kanakkanak khususnya dalam pembelajaran dengan tujuan meningkatkan kemampuan berhitung dengan metode bermain dengan dadu b. Sebagai salah satu referensi bagi peneliti lain yang ingin mendapatkan informasi mengenai pembelajaran berhitung melalui permainan 2. Manfaat Praktis a. Bagi anak, penerapan metode bermain dengan dadu untuk penambahan dan pengurangan dapat meningkatan kemampuan berhitung anak. Selain itu metode bermain dengan dadu dapat membuat kegiatan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan mendorong anak untuk aktif. b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif metode pembelajaran berhitung pada anak. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menginspirasi guru untuk berkreasi guna melahirkan suatu

10 metode yang inovatif khususnya untuk pembelajaran berhitung di taman kanak-kanak. c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran kemudian menjadikan suatu peningkatan mutu bagi sekolah secara umum. d. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk peneliti lain untuk memotivasi agar melakukan penelitian yang berguna bagi peningkatan kulitas pembelajaran berhitung bagi anak taman kanak-kanak. e. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pandangan kepada pengambil kebijakan tentang pendidikan, khususnya tentang prsoses pembelajaran berhitung di taman kanak-kanak. Dengan demikian, pengambil kebijakan diharapkan dapat memberikan kontribusi baik berupa keputusan yang bijaksana sehingga pembelajaran berhitung di taman kanak-kanak dapat terlaksana dengan baik dan berhasil.