C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

METABOLISME BILIRUBIN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9

MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

ASUHAN HIPERBILIRUBIN

INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB II LANDASAN TEORI

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

Perancangan Aplikasi Diagnosis Kadar Bilirubin Berdasarkan Ikterus Pada Bayi Dengan Acuan Kramer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. retikuloendotelial. Neonatus akan memproduksi bilirubin dua kali lipat dari

dr.ika Setyawati, M.Sc. Blok 6 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbentuk akibat terbukannya cincin karbon- dari heme yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

PROFESI Volume 10 / September 2013 Februari 2014

berusia 21 tahun mengalami ikterus dan untuk dirawat. Ikterus ini ia alami sudah 1 menunjukkan banyak kelainan kecuali

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Iriyanto dan Dyah Titisari (2011). Merancang phototherapy dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

[ BIOKIMIA ] Urobilirubin

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA

Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE

PEMBERIAN FOTOTERAPI DENGAN PENURUNAN KADAR BILIRUBIN DALAM DARAH PADA BAYI BBLR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan 4000 gram, lahir langsung menangis, dan tidak ada. kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2012).

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN B. EPIDEMIOLOGI C. KLASIFIKASI

HUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI

Hangkatkan ruangan tempat unit diletakkan, bila perlu, sehingga suhu dibawah sinar adalah 28 o C sampai 30 o C.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II HIPERBILIRUBINEMIA. Disusun Oleh. Ima Sukmawati N1A Denti Budiarti N1A005013

Pengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.

ABSTRAK DEFISIENSI G6PD SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP HIPERBILIRUBINEMIA PADA NOENATUS BERUMUR DUA HARI DI RSAB HARAPAN KITA, JAKARTA BARAT, TAHUN

3. Potensial komplikasi : dehidrasi. 3. Defisit pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

1 Universitas Kristen Maranatha

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rasio Bilirubin Albumin pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksidasi-reduksi yang terjadi di sistim retikulo endotelial. 1

Shabrina Jeihan M XI MIA 6 SISTEM TR A N SFU SI D A R A H

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam hati dan otot rangka (Kee Joyce LeFever, 2007).

TIRAI PUTIH PENUTUP LAMPU FOTOTERAPI DAN PENUTUP INKUBATOR. A. Pengertian Inovasi ( Tirai warna putih) :

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya

Ilmu Pengetahuan Alam

ASUHAN KEPERAWATAN DAN APLIKASI DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA. MULA TARIGAN, SKp

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 7, No. 1, Februari 2011

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT

PROSES KELAHIRAN DAN PERAWATAN BAYI BARU LAHIR YANG KAMI INGINKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS

FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Alfi Yasmina

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

Written by Administrator Sunday, 07 August :30 - Last Updated Wednesday, 07 September :03

PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000

BAB II PEMBAHASAN. Kernicterus Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel sel otak.

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berlebihan, dan implementasinya telah secara Drastis membatasi penggunaan transfusi tukar (Bhutani, 2011). Kecenderungan pulang awal pada bayi cukup bulan akhir - akhir ini semakin meningkat karena alasan medis, sosial, dan ekonomi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pulang awal meningkatkan resiko rawat inap ulang, dan penyebab tersering rawat inap ulang selama periode neonatal awal adalah hiperbilirubinemia (Triasih, 2003). Pada awal era 90an, diperkenalkan program pemberian ASI eksklusif dan rumah sakit sayang bayi. Seiring dengan mulai diterapkannya praktik sedini mungkin dan ASI eksklusif, frekuensi kejadian ikterik neonatorum semakin sering ditemui (Uhudiah, 2003). Sekitar 60% bayi yang lahir normal menjadi ikterik pada minggu pertama kelahiran. Hiperbilirubinemia (indirect) yang tak terkonjugasi terjadi sebagai hasil dari pembentukan bilirubin yang berlebihan karena hati neonatus belum dapat membersihkan bilirubin cukup cepat dalam darah. Walaupun sebagian besar bayi lahir dengan ikterik normal, tapi mereka butuh monitoring karena bilirubin memiliki potensi meracuni sistem saraf pusat (Maisels, et al, 2008). Bilirubin serum dapat naik ke tingkat berbahaya yang menimbulkan ancaman langsung dari kerusakan otak. Akut ensefalopati bilirubin gangguan yang mungkin jarang terjadi, namun sering dapat berkembang menjadi kernikterus yaitu suatu kondisi yang dapat melumpuhkan dan menimbulkan kerusakan kronis yang ditandai oleh tetrad klinis cerebral palsy choreoathetoid, kehilangan pendengaran saraf pusat, saraf penglihatan vertikal, dan hypoplasia enamel gigi sebagai hasilnya keracunan bilirubin (Wathcko, et al, 2006). Faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir Cukup (BBLC) yang secara statistik bermakna adalah keterlambatan pemberian ASI, 1

efektifitas menetek dan asfiksia neonatorum menit ke-1 (Lasmani, 2000). Peningkatan yang lebih besar dan lebih berkepanjangan di tingkat bilirubin dapat disebabkan oleh gangguan hemolitik (Inkompatibilitas ABO atau faktor Rh), glukosa-6-fosfat dehidrogenase kekurangan, atau trauma kelahiran. Secara klinis hiperbilirubinemia relevan juga terlihat di antara pemberian ASI bayi baru lahir cukup bulan atau prematur (Grohmanna, et al, 2006). Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan faktor resiko terjadinya kernikterus, misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (kramer) dilakukan di bawah sinar biasa atau day light (Hendryawati, 2011). Gambaran untuk penilaian perkembangan ikterik atau jaundice pada bayi baru lahir diantaranya dimulai dari grade 1 daerah muka atau wajah dan leher, grade 2 daerah dada dan punggung, grade 3 daerah perut dibawah pusar sampai lutut, grade 4 daerah lengan dan betis dibawah lutut, grade 5 daerah sampai telapak tangan dan kaki (Keren, et al, 2008). Pemantauan bilirubin secara klinis ini adalah langkah awal agar dapat dilakukan intervensi selanjutnya, apakah ada indikasi bayi dilakukan fototerapi atau tidak. Cara ini dianggap lebih mudah dan murah sebagai deteksi awal dilakukannya fototerapi. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir sebelum dilakukan Fototerapi 2. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir setelah dilakukan fototerapi 3. Untuk mengetahui pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir C. Manfaat Diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan keilmuan tentang bayi baru lahir dengan ikterik yang dilakukan fototerapi. 2

BAB II PEMBAHASAN A. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada ph normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini 3

kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik. B. Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur. Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dl. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat. Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada umur 5 hari. Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi, penurunan berat badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang). 4

C. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi bayi prematur lainnya. Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapilerkapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada reseptor. Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.18 Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat.6,18 Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air. 5

Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan fototerapi. Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP) D. Sinar Fototerapi Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda. Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm. Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi. Intensitas sinar 30 μw/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 40 μw/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50 μw/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya. Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke 6

neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar. E. Jarak Sinar Fototerapi Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat pada bayi. Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan menggunakan sinar halogen. Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi. F. Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30 mg/dl [513 μmol/l]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dl (171 μmol/l) dapat terjadi dalam beberapa jam. Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain mudah dilakukan dan lebih efektif. Dengan menggunakan sinar biru jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 13%.20. 7

BAB III KESEIMPULAN Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin.untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. 8

DAFTAR PUSTAKA Surasmi. S.php3?edisi=08392&rubrik=bayi.Suriadi. Etential of Nursing. Luis : The CV MosbyCompanyiii.ii. Ilmu Kesehatan anak.x.xi.pritchard.com/artikel. http://ba-yikuning.blogspot.co.id/2016/05/makalah hierbilirubinmlscribd.html. http://www. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Pedoman Klilik Pediatrik.vi. 2001.tempointeraktif. Jakarta :PT.Solahudin. J http://www.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3 9