BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kontribusi penting dalam Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

HUBUNGAN ANTARA PRAKTEK PEMBERIAN ASI DAN MPASI PADA ANAK < 2 TAHUN DENGAN ANEMIA DI RSUP DR. KARIADI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada 2007 sebesar 228 per kelahiran hidup. Kenyataan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini menggunakan penelitian analitik obeservasional

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. defisiensi besi sebanyak 25 sebagai kasus dan 37 anak dengan Hb normal

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI DI PUSKESMAS NGUTER

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB I PENDAHULUAN. sampai umur 6 bulan tanpa diberikan MP ASI (Makanan Pendamping. diberikan sampai bayi berumur 2 tahun (Marmi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masuk dalam daftar Global Burden of Disease 2004 oleh World

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. besinya lebih besar daripada orang dewasa normal di dunia, terutama di

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB III METODE PENELITIAN. metode case control dilakukan terlebih dahulu kemudian pengambilan data

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. awal Maret 2016 sampai dengan jumlah sampel terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuh kembang bayi pada tahun pertama sangat penting untuk. diperhatikan, oleh karena itu bayi merupakan harapan penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan dari hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Air susu ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara berkembang bagi bayi (18%), yang artinya lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. calon ibu dan bayi yang dikandung harus mendapatkan gizi yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar mammae ibu dan merupakan makanan bagi bayi (Siregar, 2004).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia paling umum ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah Anemia Defisiensi Besi (ADB). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2006 menunjukkan persentase populasi ADB di Indonesia sekitar 40 58 %. Prevalensi ADB di Indonesia pada bayi usia 0 6 bulan, 6 12 bulan, balita, dan pra-remaja berturut-turut yaitu sekitar 61,3%, 64,8%, 48,1%, 26%. 1 ADB adalah kelainan darah akibat defisiensi zat besi (Fe) yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. ADB termasuk jenis Anemia Mikrositik Hipokromik yang merupakan manifestasi lanjut dari defisiensi zat besi. Anemia jenis ini lebih sering ditemukan pada anak daripada dewasa. Pada orang dewasa, pembentukan zat besi cukup hanya berasal dari daur ulang eritrosit (95%). Namun pada anak, pembentukan zat besi tidak cukup hanya berasal dari proses daur ulang eritrosit, perlu juga didukung dengan konsumsi makanan kaya kandungan zat besi. 2 Anemia pada anak pun dapat terjadi oleh karena adanya negative imbalance, ketidakseimbangan antara input ASI dan MP-ASI serta output berupa pemenuhan energi Basal Metabolic Rate untuk melakukan berbagai aktivitas vital tubuh dan pertumbuhan anak. 2 Sehingga dapat dikatakan bahwa

defisiensi besi memiliki dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga dapat menurunkan prestasi belajar anak. 3 Pada tahun 2001, WHO menyatakan bahwa ibu harus memberikan ASI eksklusif pada bayinya sampai bayi berusia 6 bulan dan sejak saat itu, Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI) mulai diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI eksklusif ini merupakan praktek pemberian ASI yang paling tepat diberikan bagi bayi. 4 ASI merupakan makanan awal yang paling ideal bagi bayi. Jika ditinjau dari kemampuan absorbsinya, zat besi pada ASI yang dapat diabsrobsi sekitar 50 %. Sedangkan pada susu sapi hanya dapat diabsorbsi sekitar 12 % zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi yang difortifikasi dengan zat besi, rata-rata zat besi yang dapat diabsorbsi hanya 4 6 %. 2 Hal itu menunjukkan ASI memiliki tingkat absorbsi zat besinya yang paling tinggi dibandingkan dengan tambahan cairan lainnya, walaupun kandungan zat besi dalam ASI sendiri sedikit. Lactobacillus bifidus, lactoferin, serta lisozim dalam ASI juga bermanfaat dalam imunitas tubuh manusia mulai dari bayi hingga dewasa. 3 Prevalensi anemia yang tinggi pada anak < 2 tahun umumnya disebabkan karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan zat besi pada usia 0-6 bulan

sebanyak 3 mg/kgbb/hari, dan pada usia 7-24 bulan mengalami peningkatan kebutuhan zat besi yaitu sebanyak 5-8 mg/kgbb/hari. Maka dari itu, pada saat anak memasuki usia 6 bulan perlu diberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) karena usia 6 bulan merupakan masa dimana risiko ADB pada bayi akan meningkat oleh karena cadangan zat besinya sudah mulai habis, jumlah kandungan besi dalam ASI saja sudah tidak mencukupi kebutuhan zat besi, dan kebutuhan zat besi yang meningkat. 5 Oleh karena peran ASI dan MPASI yang sangat penting bagi bayi, sehingga dapat dikatakan dua hal tersebut mendukung Millennium Development Goals (MDGs) ke-4. Targetnya adalah penurunan angka kematian pada anak usia < 5 tahun. 6 Dengan melakukan praktek pemberian ASI dan MPASI yang tepat maka mikronutrien, pasokan energi, dan zat-zat gizi lain akan diterima oleh bayi sehingga prevalensi morbiditas dan mortalitas utama pada anak (disebabkan oleh anemia, diare dan pneumonia) akan menurun. 7 Praktek pemberian ASI dikelompokkan menjadi 4 menurut WHO, yaitu ASI Ekslusif (pemberian ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan cairan merupakan yang praktek pemberian ASI paling tepat), ASI Predominan (pemberian ASI dan juga sedikit tambahan cairan lain), ASI Parsial (pemberian ASI yang sebagian menyusui, sebagian lagi susu buatan/makanan lain), dan tidak diberikan ASI sama sekali. 4,8 Praktek pemberian ASI di Indonesia beberapa tahun ini belum sejalan lurus dengan pernyataan WHO pada tahun 2001. Masih banyak bayi di Indonesia yang tidak mendapatkan

ASI eksklusif. Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 melaporkan sebanyak 28 % bayi usia 4-5 bulan diberikan susu formula, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2012 menjadi 41,3 %. Menurut SDKI 2012, jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia 2 bulan sebesar 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 46% pada bayi usia 2 3 bulan dan 14% pada bayi usia 4 5 bulan. Di samping itu, 13% bayi usia < 2bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi MPASI. 9 Di sisi lain, kontroversi yang bertentangan muncul dalam dunia laktasi. Kontroversi mengenai risiko defisiensi zat besi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif. 10 Adanya kontroversi mengenai defisiensi zat besi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa ASI eksklusif dapat menurunkan morbiditas anemia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema ini. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara riwayat praktek pemberian ASI dan MPASI pada pasien anak dengan Anemia di RSUP Dr. Kariadi?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum : Mengetahui pengaruh praktek pemberian ASI dan MPASI pada pasien anemia di RSUP Dr. Kariadi. 1.3.2 Tujuan Khusus : 1) Mengetahui hubungan praktek pemberian ASI ekslusif terhadap anemia khususnya ADB. 2) Mengetahui hubungan praktek pemberian ASI saja selama 3 bulan dan sudah diberi makanan (ASI parsial) terhadap anemia khususnya ADB. 3) Mengetahui hubungan praktek pemberian ASI dengan sedikit campuran Susu Formula (ASI predominan) terhadap Anemia khususnya ADB. 4) Mengetahui hubungan tidak diberinya ASI terhadap anemia khususnya ADB. 5) Mengetahui hubungan praktek pemberian MPASI setelah usia 6 bulan terhadap ADB. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Bidang Pendidikan Menambah wawasan mengenai praktek pemberian ASI dan MPASI serta hubungannya dengan kejadian Anemia khususnya ADB.

2) Bidang Penelitian Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai tema ini. 3) Bidang Pelayanan Kesehatan Untuk meningkatkan upaya praktek pemberian ASI dan MPASI yang tepat pada pasien Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi. 1.5 Orisinalitas Penelitian Terdapat sejumlah penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian serupa yang telah dipublikasikan sebelumnya tercantum pada tabel di bawah ini. (tabel 1) Tabel 1 Penelitian tentang Asupan Zat Gizi dan Anemia Penelitian Subjek Desain Hasil Pembeda Maguire J.L dkk Association Between Total Duration of Breastfeeding and Iron Deficiency bebas: Durasi pemberian ASI 1624 anak sehat usia 1-6 tahun, mengguna kan analisis regresi Cross sectional Peningkata n durasi pemberian ASI dapat menurunka n cadangan besi Banyaknya subjek, tempat, dan cara analisis. linier Pediatrics.2013; 131: e1530 e1537 tergantung: Defisiensi Besi The Relationship Between Breastfeeding and Hemoglobin Concentration bebas: Praktek pemberian ASI anak usia 6-12 bulan Metaanalysis Durasi pemberian ASI dapat menjadi faktor risiko Subyek, tempat, dan desain penelitian

tergantung: Kadar Hb penurunan Kadar Hb Tabel 1. Penelitian tentang Asupan Zat Gizi dan Anemia ( lanjutan ) Penelitian Subjek Desain Hasil Pembeda Kang YJ,dkk 50 bayi Observasional Terdapat bebas: yang Case-control hubungan bebasnya The Correlation Durasi didiagnosi bermakna dan between the Pemberian s sebagai antara tempat Duration of ASI pasien durasi penelitian Breast Feeding ekslusif rawat menyusui berbeda. and Iron inap ADB ASI dan Deficiency ADB Anemia (IDA) Korean Journal Pediatrics 1995 November;38(1 1) :1453-1459. 11 Fauzi CR terikat: ADB Hubungan Asupan Zat Besi Dengan Insidensi Anemia Defisiensi Besi Pada Balita Di Bangsal Anak RSUD Dr. Moewardi Jurnal UNS- Fakultas Kedokteran G.0008072-2011 12 bebas: Asupan Zat besi terikat: Insidensi Anemia Defisiensi Besi 54 anak, 27 anak pada kelompok kasus (anemia defisiensi besi), dan 27 anak pada kelompok kontrol (normal). Observasional Case-control Terdapat hubungan bermakna antara asupan besi dengan insidensi ADB. Anak dengan asupan besi defisit berisiko 6,46 kali lebih besar dari normal untuk mengalami Obyek penelitian dan bebasnya berbeda.

anemia