BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN YURIDIS TERHADAP KAWIN SETOR KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diperlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. 1 Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terbagi menjadi kepulauan-kepulauan. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB IV. Agama Bojonegoro yang menangani Perceraian Karena Pendengaran. Suami Terganggu, harus mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang

BAB III PERKAWINAN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

FATWA TARJIH: HUKUM NIKAH SIRRI

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV ANALISIS IMPLIKASI HUKUM KESALAHAN BIODATA DALAM AKTA NIKAH. A. Sejauh Mana Implikasi Hukum Dari Perkara Kesalahan Biodata Dalam

BAB IV. Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat. Tentang Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan. Kenjeran Kota Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

P U T U S A N Nomor 0009/Pdt.G/2015/PTA.Pdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

P U T U S A N Nomor : 028/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

P U T U S A N Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

P U T U S A N. Nomor XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Bab 1 PENDAHULUAN. QS. Al-Baqarah ayat 282 berkenaan dengan aktivitas atau kegiatan ekonomi:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/PDT.P/2013/PA.MLG TENTANG PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR

P U T U S A N. Nomor 1625/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB IV. A. Analisis Tentang Deskripsi Pasangan Kawin Sirri Di Desa Blimbing. Pernikahan secara sirri di Desa Blimbing Kecamatan Mojo

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

Biodata. 2. Tempat Tanggal Lahir : Banjarmasin, 20 Januari Alamat : Jln Teluk Tiram Darat Gg Bakti

P U T U S A N. Nomor 0413/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

PUTUSAN Nomor : 049/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

P U T U S A N. Nomor 0979/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

P U T U S A N. Nomor 0268/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

...Humas Kanwil Kemenag Prov. Jabar

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kasus yang terbanyak di Pengadilan tersebut.hal ini berdasarkan

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

P U T U S A N. Nomor 0181/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMILIHAN CALON SUAMI DENGAN CARA UNDIAN

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

P U T U S A N. Nomor 0952/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. lahir dan batin sebagai suami istri. Pada umumnya perkawinan merupakan salah satu

SALINAN PENETAPAN Nomor : XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

P U T U S A N. Nomor 1984/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 0616/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 0680/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0444/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

P U T U S A N. Nomor: 39/Pdt.G/2011/PA.MTo. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

TENTANG DUDUK PERKARA

P U T U S A N. Nomor 0649/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

TENTANG DUDUK PERKARA

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN YURIDIS TERHADAP KAWIN SETOR KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG A. Analisis Hukum Islam Terhadap Kawin Setor Pola perkawinan sebagaimana yang dipaparkan pada bab terdahulu mengenai kawin setor memiliki banyak probelematika di kemudian hari. Yaitu akibat hukum yang ditimbulkan dari pola pernikahan itu (kawin setor). Apabila di kemudian hari terdapat permasalahan dalam rumah tangga mereka, maka jalan keluar yang mereka ambil adalah ikatan moral yang secara hukum pemerintah tidak diakui. Dari pola perkawinan itu kaum laki-laki dengan begitu mudah menceraikan istri mereka, tanpa harus sulit-sulit bersidang di Pengadilan Agama. Disisi lain akibat dari perkawinan mereka adalah apabila telah membuahkan keturunan, anak mereka statusnya tidak jelas. Tidak ada identitas yang bisa dimiliki secara sah oleh anak tersebut. Akta kelahiran dan sebagainya tidak bisa didapatkan. Pelaksanaan pola perkawinan tersebut di atas tidak sesuai dengan hakekat, fungsi dan tujuan dari perkawinan. Yakni memperoleh kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman yang didasari rasa cinta kasih sayang. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar Rum ayat 21: 59

60 Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Perkawinan tanpa ikatan resmi (tanpa dicatat di Kantor Urusan Agama) memiliki Kecenderungan bagi laki-laki untuk dengan mudah meninggalkan si perempuan (istri) apabila apabila mereka bosan, atau apabila mempunyai permasalahan kecil mereka dengan mudah melepaskannya (menceraikan). Ketika hal ini terjadi maka kegelisahan dan kekawatiran dari pihak keluarga perempuan akan terjadi, sehingga kedamaian seperti yang diinginkan dalam tujuan perkawinan akan sirna, dengan demikian perkawinan semacam ini tidak memenuhi unsur fungsi dan tujuan perkawinan. Pola perkawinan semacam itu juga tidak sesuai dengan hakekat perkawinan yang oleh Allah dikatakan bahwa perkawinan adalah perjanjian yang kuat (mitsaqon gholidhon), surat An nisa ayat 21 berbunyi : Artinya : bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suamiisteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. Perkawinan yang mempunyai akibat hukum agama dan pemerintahan yang luar biasa besarnya harus diikat dan harus dicatat, sehingga ada pertanggung jawaban di dunia dan di akhirat, di dunia bisa di pertanggung jawabkan dengan bukti surat nikah, demikian juga di akhirat kelak yang akan

61 dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Hal tersebut merupakan realisasi dari firman Allah Surat Al Baqoroh ayat 282, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksisaksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan

62 persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. 1 Dari ayat ini menunjukkan anjuran, bahkan sebagian ulama anjuran ini bersifat kewajiban untuk mencatat utang piutang dan mendatangkan saksi dihadapan pihak ketiga yang dapat dipercaya. Dengan ayat ini dapat ditarik istinbath dengan qias (analog) bahwa jika perjanjian yang berhubungan dengan harta saja dianjurkan untuk dicatatkan diatas hitam dan putih, bagaimana dengan perka winan, sebagai ikatan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan yang disebut dalam al qur an sebagai mitsaqon ghalidza dengan tujuan membina keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. 2 Dalam hal Pencatatan perkawinan Hukum Islam tidak mengatur secara jelas apakah perkawinan harus dicatat atau tidak. Dengan melihat tujuan dari pencatatan perkawinan seperti yang telah diterangkan di atas, maka berbagai macam bentuk kemudharatan seperti ketidakpastian status bagi wanita dan anak- anak akan dapat dihindari. Lebih jelas lagi menurut Abdul Halim menempatkan 1 Arif Fakhrudin, Alquran terjemah AL- hidayah, ( Tanggerang Selatan: PT Kalim,2011) 2 Yusar, Pencatatan Perkawianan sebuah Tinjauan Yuridis menurut hukum Islam dan undang-undang no 1 tahun 1974, https://asy79aulia.wordpress.com/2012/12/28/pencatatan- perkawinan-sebuah-tinjauan-yuridis-menurut-hukum-islam-dan-undang-undang-nomor-1-tahun- 1974/, 15 maret 2017.

63 pencatatan perkawinan sebagai syarat sah dapat dilakukan dengan penerapan ijtihad insya ( ijtihad bentuk baru ) dengan menggunakan kaidah : د ر ء ال مف ا س د م ق د م ع ل ى ج لب ال م ص ا ل ح Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan. 3 Dengan pertimbangan ini, maka persyaratan yuridis formal seperti kewajiban mencatatkan perkawinan yang telah diatur oleh pemerintah adalah perbuatan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, bahkan hal tersebut sangat dianjurkan karena akan membawa manfaat kepada semua pihak terutama kepada kedua mempelai dan keturunannya kelak. Berkenaan dengan kebijakan pemimpin (pemerintah), itu sejalan dengan kaidah yang terkandung dalam kaidah fiqih Zayn al-abidin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim al-hanafi berkata : صر ف ال ما م ت عي ة ط منو عل ى الر ب ا ل مصل ح ة Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat. 4 Pencatatan perkawinan merupakan hal yang wajib dilaksanakan sebab hal ini sangat erat hubungannya dengan kemaslahatan manusia yang dalam konsep Syariat Islam harus dilindungi. 3 Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi kritis perkembangan Hukum Islam dari fiqih UU No 1/1974 sampai KHI...,135. 4 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih..., 95

64 Sehubungan dengan itu maka keharusan mencatat perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Hukum Islam. B. Analisis Hukum Yuridis Terhadap Praktek Kawin Setor Meskipun masalah pencatatan perkawinan telah terisolasikan dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan selama 23 tahun lebih, tetapi sampai saat ini masih didasarkan adanya kendala dalam pelaksanaanya. Hal ini mungkin sebagaian masyarakat muslim masih ada yang berpegang teguh kepada perfektif fiqih tradisional. Menurut pemahaman sebagian masyarakat tersebut bahwa perkawinan sudah sah apabila ketentuanketentuan tersebut dalam kaidah-kaidah fiqih sudah terpenuhi, tidak perlu ada pencatatan di Kantor Urusan Agama dan tidak perlu surat nikah sebab hal itu tidak diatur pada zaman Rasulullah dan merepotkan saja. Kenyataannya dalam masyarakat hal seperti ini merupakan hambatan suksesnya pelaksanaan Perundang-undangan perkawinan yang telah diatur pemerintah untuk kepentingan bersama tujuannya untuk menjaga kemaslahatan rakyatnya. Sebagai akibat dari pemikiran tersebut, banyak timbul kasus perkawinan seperti kawin setor dan perkawinan sirri, yaitu perkawinan tanpa melibatkan Pegawai Pencatat Nikah sebagai petugas resmi mengenai urusan perkawinan. Adapun faktor-faktor penyebab mereka melakukan perkawinan secara diam-diam tanpa melibatkan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) antara lain :

65 1. Pengatahuan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinan masih sangat kurang, mereka masih menganggap bahwa masalah perkawinan itu adalah masalah pribadi dan tidak perlu campur tangan pemerintahan/negara; 2. Tidak ada izin istri atau istrinya dan Pengadilan Agama bagi orang yang bermaksud kawin lebih dari satu orang; 3. Adanya kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang sudah bergaul rapat dengan calon istri/suami, sehingga dikhawatirkan terjadi hal-hal negatif yang tidak diinginkan, lalu secara diam-diam dan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama; 4. Adanya kekhawatiran orang tua yang berlebihan terhadap jodoh anaknya, karena anaknya segera dikawinkan dengan suatu harapan pada suatu saat jika sudah mencapai batas umur yang ditentukan terpenuhi, maka perkawinan baru dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kawin setor yang terjadi di Kecamatan Omben mengenai pelaksanaan pencatatan perkawinannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang telah diatur oleh Pemerintah karena dalam peraktek kawin setor masyarakat tidak memanggil atau mengundang Pegawai Pencatat Nikah untuk melaksanakan tugas dalam mengawasi pelaksanaan perkawinannya melainkan hanya kepala Desa dan Tokoh Masyarakat di desa Omben, perlu diketahui bahwa

66 dalam Undang-undang No 22 Tahun 1946 mengenai pencatatan nikah, Talak dan Rujuk dijelaskan bahwa : Pasal 1 1. Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah yang diangkat oleh Mentri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada Pegawai Pencatat Nikah. 2. Yang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh Mentri Agama atau oleh pegawai yang ditunjuk olehnya. Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Selanjutnya dalam penjelasan tersebut tidak ada perkawinan di luar masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturann perundang-undangan yang berlaku. peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun1954. Sedangkan kewajiban Pegawai Pencatat Nikah diatur dalam Peraturan Mentri Agama RI Nomor 1 Tahun1955 dan Nomor 2 Tahun 1954.

67 Pola perkawinan seperti kawin setor dan nikah siri, jelas tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 1 berbunyi : perkawinan ialah ikatan lahir batin antra seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 yang berbunyi : (1) perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturann perundang-undangan yang berlaku. Mengingat bahwa yang dimaksud dengan kawin setor adalah perkawinan yang dilakukan secara hukum Islam dan pencatatannya perkawinannya yaitu mengisi formulir pelengkap ( N1- N4 ) ke pak Modin setempat atau kepala desa (aparat desa ), kemudian pak mudin melaporkan dan meminta tanda tangan ke kepala desa. ketika akad pernikahan berlangsung masyarakat hanya mengundang (memanggil ) Kyai tanpa mengundang (memanggil ) pegawai pencatat nikah (PPN) tanpa dihadiri oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan formulir pelengkap dalam perkawinan disetorkan (diserahkan) secara kolektif ke Kantor Urusan Agama (KUA) 30 hari setelah pernikahan untuk memperoleh akta nikah. Dari ketentuan Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengingat bahwa dalam praktek kawin setor masyarakat memberitahukan kehendaknya ke Aparat desa (mudin), kedua Aparat desa menyerahkan formulir pelangkap

68 dalam perkawinan secara kolektif ke Kantor Urusan Agama 30 hari setelah pernikahan untuk memperoleh Akta Nikah, pola perkawinan semacam itu tidak sesuai dengan pasal 3 dijelaskan bahwa : 1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinannya memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di Tempat Perkawinan dilangsungkan. 2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. 3. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh camat atas nama Bupati Kepala Daerah. Pelaksanaan pola perkawinan di atas di samping tidak sesuai dengan azaz dan semangat Undang-undang perkawinan, juga telah tidak sesuai Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Mentri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. Kasus perkawinan seperti kawin setor yaitu perkawinan yang dilakukan secara hukum Islam tanpa melibatkan Pegawai Pencatat Nikah sebagai tugas resmi mengenai urusan Pencatatan Perkawinan. Pola perkawinan ini tidak sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 berbunyi: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. dan pasal Pasal 5 ayat (1)

69 berbunyi : Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Pasal 6 menjelaskan bahwa : ayat (1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Ayat (2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. 5 Sedangkan dalam PMA No 11 Tahun 2007 tentang Kepenghuluan di jelaskan bahwa Penghulu adalah Pejabat fungsional Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan, yang terjadi dalam kawin setor adalah kalau ada orang kawin masyarakat tidak memanggil atau mendatangkan penghulu dari KUA cukup Kyai dan Aprat Desa, mengenai surat nikah bisa diatur di kemudian hari bila surat nikah dibutuhkan, dalam pelaksanaan praktek kawin setor tersebut jelas tidak sesuai dengan PMA No 11 Tahun 2007 dijelaskan bahwa dalam : Pasal 13 1. Apabila persyaratan pernikahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) telah dipenuhi, PPN mengumumkan kehendak nikah. 5 Wahyu Widiana, Kompilasi Hukum Islam...,14-25.

70 2. Pengumuman adanya kehendak nikah dilakukan pada tempat tertentu di KUA kecamatan atau di tempat lainnya yang mudah diketahui oleh umum di desa tempat tinggal masing-masing calon mempelai. 3. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan selama 10 (sepuluh) hari. Pasal 16 1. Akad nikah tidak dilaksanakan sebelum masa pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 13berakhir. 2. Pengecualian terhadap jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan karena adanya suatu alasan yang penting, dengan rekomendasi dari camat di wilayah yang bersangkutan. Pasal 17 1. Akad nikah dilaksanakan dihadapan PPN atau Penghulu dan Pembantu PPN dari wilayah tempat tinggal calon isteri. 2. Apabila akad nikah akan dilaksanakan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka calon isteri atau walinya harus memberitahukan kepada PPN wilayah tempat tinggal calon isteri untuk mendapatkan surat rekomendasi nikah. 6 Demi suksesnya pelaksanaan Undang-undang perkawinan dan urai tugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tersebut diharapkan setiap orang Islam yang 6 Abdul Hamid, Himpunan Seputar Kepenghuluan..., 50-55.

71 melaksanakan pernikahan dicatat oleh PPN dan setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Ini menjadi amanat dan realisasi dari firman Allah Surat An Nisa ayat 21 dan juga Peraturan perundang-undangan, baik UU,PP,KMA, ataupun intruksi atau aparat di bawahnya, misalnya dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1946, Undangundang No 1 tahun 1974, Peraturan Mentri Agama Nomor 11 tahun 2007 atau Kompilasi Hukum Islam di Indonesia mangenai pencatatan perkawinan yang dibuat oleh Pemerintah untuk kepentingan bersama tujuannya untuk menjaga kemaslahatan rakyatnya.