Lex et Societatis, Vol. II/No. 1/Januari/2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

FUNGSI LEMBAGA PRAPERADILAN MENCEGAH PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Rifkha A. Sondakh 2

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB II PRAPERADILAN DITINJAU MENURUT KUHAP JO PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 21/PUU-XII/2014

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PRAPERADILAN DALAM PROSES HUKUM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PRAPERADILAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

Praperadilan Sebagai Upaya Hukum Bagi Tersangka

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1989), hal.1. Presindo, 1986), hal.1. Universitas Indonesia. Lembaga hakim..., Ervan Saropie, FHUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Transkripsi:

PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI TERSANGKA DALAM LEMBAGA PRAPERADILAN DI INDONESIA 1 Oleh : Erick Kilapong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana dan bagaimanakah fungsi lembaga dalam perspektif hak asasi tersangka. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapa disimpulkan, bahwa: 1. Lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pengawasan secara horisontal terhadap tindakan yang dilakukan oleh instansi kepolisian selaku penyidik dan instansi kejaksaan selaku penuntut umum. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. 2. Lembaga Praperadilan bertujuan sebagai sarana kontrol menguji, mempertimbangkan secara yuridis tindakan aparat penegak hukum (penyidik atau penuntut umum) dalam hal melakukan pemeriksaan pendahuluan. Sarana kontrol ini lebih ditekankan pada tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam hal melakukan upaya paksa (penangkapan, penahanan) serta wewenang yang dimiliki oleh masingmasing aparat penegak hukum tersebut (penyidikan atau penuntutan). Sarana kontrol tersebut bertujuan demi tegaknya hukum, kepastian hukum serta perlindungan hak asasi tersangka. Kata kunci: Hak Asasi, Praperadilan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Praperadilan merupakan salah satu lembaga dalam hukum pidana Indonesia, secara formil diatur dalam Kitab Uundang- Undang Hukum Acara Pidana, yang dalam praktik digunakan oleh pihak-pihak/institusi yang mengajukan upaya atas ketidakpuasan penerapan hukum atau tindakan/keputusan aparat hukum yang dianggap telah menciderai rasa keadilan dan kepentingan mereka. Sehubungan dengan perkembangan dan kemajuan sudah tentu pada masa era sistem KUHAP tersebut telah disadari akan pemikiran untuk dapat diterapkan dan dilaksanaan keseluruhan sistem peradilan pidana. Bardanawawi Arief mengartkan sistem pengadilan pidana sebagai suatu proses penegakan hukum pidana. 1 Sistem Peradilan Pidana ini, dibentuk sebagai sebuah sistem yang mempunyai tujuan sebagai pengendali kejahatan di masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, sampai saat ini masalah kejahatan masih menjadi isu penting di dalam dunia internasional. Karena seiring dengan perkembangan masyarakat, ilmu, teknologi maupun perekonomian, jenis kejahatan sekarang tidak hanya bersifat konvensional saja melainkan juga bersifat non konvensional seperti kejahatan korupsi, atau juga kejahatan dengan sarana hitech. Globalisasi yang kini telah melanda dunia, termasuk di Indonesia, tentunya akan berpengaruh pula pada bentuk-bentuk kejahatan dan usaha-usaha penanggulangan di masyarakat. Seruanseruan Organisasi Dunia yang dituangkan dalam instrumen-instrumen Internasional sudah barang tentu sangat diperhatikan dalam kerangka pemahaman terhadap gejala kejahatan dan penanggulangannya. Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan dan memperkuat etika bisnis dan perubahan-perubahan tertentu 1 Artikel Skripsi 2 NIM 080711245 1 Heri H Tahir., Proses Hukum Adil dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Penerbit LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hal. 9. 96

di bidang organisasi sehingga kondusif bagi perkembangnya kepatuhan hukum. 2 Berdasarkan uraian diatas menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk penulisan skripsi dengan mengambil judul Fungsi dan Wewenang Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan di Indonesia, dimana merupakan tahapan yang sangat menentukan atau dapat dikatakan sebagai pintu gerbang dalam proses peradilan pidana, sehingga diperlukan suatu kebijakan perundangundangan yang benar-benar dapat menunjang dan mengefektifkan bekerjanya subsistem kekuasaan penyelenggaraan badan peradilan. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah keberadaan lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana? 2. Bagaimanakah fungsi lembaga dalam perspektif hak asasi tersangka? C. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis Normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisias data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundangundangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia. Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. 4 2 Setiyono.H., Kejahatan Korporasi, (Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hal 131. 4 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 15. PEMBAHASAN A. Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana Ditinjau dari aspek historis yuridis, Sejak berdirinya Negara Hukum Republik Indonesia, perundang-undangan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia adalah hukum acara pidana warisan pemerintahan kolonial Belanda yang terkenal dengan nama HIR (Het Herziene Inlandsch Reglement). Ketentuan hukum acara pidana yang diatur dalam HIR dirasakan tidak sesuai dengan jiwa dan citacita hukum yang terkandung dalam dasar Negara Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan penjabarannya telah dituangkan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945 Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum (rechtsstaat/constitusional/state) yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. KUHAP hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara di Indonesia. Kehadiran KUHAP dimaksudkan oleh pembuat undang-undang untuk mengoreksi pengalaman praktek peradilan masa lalu yang tidak sejalan dengan penegakan hak asasi manusia di bawah aturan HIR, sekaligus memberi legalisasi hak asasi kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum. 6 KUHAP telah menggariskan aturan yang melekatkan integritas harkat harga diri kepada tersangka atau terdakwa, dengan jalan memberi perisai hak-hak yang sah 6 Samsan Nganro, Praktik Penerapan KUHAP dan Perlindungan HAM, http://anggara.org/2006/10/16/praktik-penerapankuhap-dan-perlindungan-ham/, diakses tanggal 10 Agustus 2010. 97

kepada mereka. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi yang melekat pada diri mereka, dimana merupakan jaminan yang menghindari mereka dari perlakuan sewenang-wenang. Misalnya KUHAP telah memberi hak kepada tersangka atau terdakwa untuk segera mendapat pemeriksaan pada tingkat penyidikan maupun putusan yang seadil-adilnya, juga memberi hak untuk memperoleh bantuan hukum pemeriksaan pengadilan. Terhadap pembatasan jangka waktu setiap tingkat pemeriksaan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan penangkapan dan penahanan, ditentukan secara limitatif bagi semua instansi dalam setiap tingkat pemeriksaan. Bahkan untuk setiap penangkapan atau penahanan yang dikenakan, wajib diberitahukan kepada keluarga mereka. Dengan demikian tersangka atau terdakwa maupun keluarga mereka, akan mendapat kepastian atas segala bentuk tindakan penegakan hukum. Ini sejalan dengan tujuan KUHAP sebagai sarana pembaruan hukum, yang bermaksud hendak melenyapkan kesengsaraan masa lalu. Lahirnya hukum acara pidana nasional yang moderen sudah lama didambakan oleh semua orang. Masyarakat menghendaki hukum acara pidana yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sesuai dan selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. KUHAP boleh dikatakan telah membangkitkan optimisme harapan yang lebih baik dan manusiawi dalam pelaksanaan penegakan hukum. Upaya untuk menjamin agar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang dicita-citakan, maka didalam KUHAP diatur lembaga baru dengan nama praperadilan sebagai pemberian wewenang tambahan kepada pengadilan negeri untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan penggunaan upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan lain-lain) yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum. Lembaga praperadilan diperkenalkan KUHAP dalam penegakan hukum dan bukan sebagai lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Serta bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu perkara pidana. Lembaga praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya: a. Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada setiap pengadilan negeri, dimana praperadilan ini hanya dijumpai pada tingkat pengadilan negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari dan dengan pengadilan yang bersangkutan. b. Dengan demikian, praperadilan bukan berada di luar atau disamping maupun sejajar dengan pengadilan negeri. c. Administratif yustisial, personal teknis, peralatan dan finansialnya takluk dan bersatu dengan pengadilan negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan pembinaan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan. d. Tatalaksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial pengadilan negeri itu sendiri. 7 Dengan demikian, eksistensi atau keberadaan dan kehadiran praperadilan bukan merupakan lembaga peradilan tersendiri tetapi hanya merupakan pemberian wewenang baru dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap pengadilan negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan terhadap wewenang dan fungsi pengadilan negeri yang telah ada selama ini. Kalau selama ini wewenang dan fungsi pengadilan negeri mengadili dan memutus perkara pidana dan perkara perdata sebagai tugas pokok, maka terhadap tugas pokok tadi ditambahkan 7 Yahya M. Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta 2005, hal, 1. 98

tugas sampingan untuk menilai sah atau tidaknya penahanan, penyitaan atau penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan penyidik atau penuntut umum, yang wewenang pemeriksaannya diberikan kepada praperadilan. B. Fungsi Lembaga Praperadilan Dalam Perspektif Hak Asasi Tersangka Lahirnya lembaga Praperadilan tugasnya ialah menjaga ketertiban pemeriksaan pendahuluan dan untuk melindungi tersangka / terdakwa terhadap tindakan / tindakan penyidik / kepolisian dan / atau penuntut umum / kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan tersangka. Maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi, dalam proses praperadilan yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Diadakannya suatu lembaga yang dinamakan Praperadilan seperti yang diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab tjndang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah untuk kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hal-hak tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan. Kontrol tersebut dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Kontrol vertikal yaitu kontrol dari atas ke bawah ; b. Kontrol horisontal, yaitu kontrol ke samping, antara penyidik, penuntut umum timbal balik dan tersangka, keluarganya atau pihak lain. 3 Untuk lebih jelasnya Yahya Harahap merinci wewenang yang diberikan undangundang kepada Praperadilan yaitu : 4 3 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001, hal. 322 4 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, 1. Memeriksa dan Memutus Sah atau Tidaknya Upaya Paksa Inilah wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada praperadilan. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Berarti seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan, dapat meminta kepada Praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya. Tersangka dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan, bahwa tindakan penahanan yang dikenakan pejabat penyidik bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP. Atau penahanan yang dikenakan sudah melampaui batas waktu yang ditentukan Pasal 24 KUHAP. Selanjutnya yang dimaksud dengan penangkapan tanpa alasan ialah penangkapan yang tidak memenuhi syarat pasal 18 KUHAP yang menentukan : a) Pelaksaanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebut alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa ; b) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat ; c) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Sinar Grafika, 2000, hal. 4. 99

harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan ; Dasar untuk penangkapan dalam KUHAP diatur dalam Pasal 17 yang menentukan "Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup" Menurut penjelasan pasal ini maka penangkapan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang, akan tetapi harus diiakukan dengan keyakinan bahwa orang tersebut betul-betul telah melakukan tindak pidana. Dasar penangkapan adalah bukti permulaan yang cukup untuk menyokong dugaan yang kuat bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana atau dengan kata lain bahwa untuk menangkap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana, dipersyaratkan harus ada bukti permulaan yang cukup untuk menduga orang tersebut. Hal ini penting untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Demikian halnya dengan penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang tidak memenuhi syarat pasal 21 KUHAP yaitu : a) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbufkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana ; b) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan ; c) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus diberikan kepada keluarganya ; d) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : i. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih ; ii. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat 3, pasal 296, pasal 335 ayat 1, pasal 351 ayat 1, pasal 353 ayat 1, pasal 372, pasal 378, pasal 379 a, pasal 453, pasal 454, pasa! 455, pasal 459, pasal 480 dan pasal 506 Kitab Undang-Udang Hukum Pidana, pasal 25 dan pasal 26 Rechtenordonnatie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea Cukai, terakhir diubah dengan staatsblaad Tahun 1931 Nomor 371), pasal 1, pasal 2 dan pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang- Undang No. 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), pasal 36 ayat 7, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086). 2. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Seperti telah diketahui pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum pemeriksaan di muka persidangan Pengadilan. Pemeriksaan pendahuluan tersebut merupakan tugas kepolisian yang meliputi kegiatan penyelidikan dan penyidikan serta kewenangan untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas penyidikan dan penyelidikan seperti 100

melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan dan pemeriksaan surat menyurat serta membuat berita acara pemeriksaan. 3. Berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada praperadilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasarkan alasan : - Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah, - Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang, - Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa Selain ketentuan tersebut diatas, perumusan ganti kerugian juga diatur dalam Pasal 1 butir 22 KUHAP yaitu : "Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini". Tentang ganti kerugian ini termasuk juga wewenang lembaga praperadilan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 98 ayat (1) KUHAP yaitu : "Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu" Makna daripada "kerugian bagi orang lain" ialah kerugian pihak ketiga termasuk saksi korban. Akan tetapi antara kerugian yag diatur dalam Pasal 1 butir 22 dengan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) KUHAP terdapat persamaan dan perbedaan yaitu : 5 - Persamaannya : a. Diadili menurut acara praperadilan; b. Keharusan mengganti kerugian. - Perbedaaannya : a. Ganti kerugian pada Pasal 1 butir 22 disebabkan karena tidak sah penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan. Sedangkan tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) akibat daripada perbuatan pelaku delik. b. Ganti kerugian pada Pasal 1 butir 22 diajukan aleh tersangka, Sedangkan tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) diajukan oleh saksi korban atau pihak ketiga. c. Tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) dititipkan kepada penuntut umum sebelum tuntutan dibacakan, sedangkan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 1 butir 22 diperiksa khusus oleh lembaga praperadilan. Adapun besarnya ganti kerugian yang dapat dituntut, hal ini diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 yaitu : 1) Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendahrendahnya berjumlah Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggitingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). 5 Moch. Faisal Salam, Op-Cit, hal. 324-325. 101

2) Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besamya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000, (tiga juta rupiah). Ganti kerugian yang ditetapkan diatas terlalu statis dalam artian tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian yang akan datang, akan lebih baik bila dalam menetapkan nilai ganti kerugian tidak mencantumkan nilai maksimal sehingga tuntutan ganti kerugian tersebut dapat disesuaikan dengan perkembangan ekonomi. 4. Memeriksa permintaan rehabilitasi Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan oleh undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan. Ketentuan umum yang mengatur mengenai rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 23 yaitu : Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut afaupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekelinran mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini". Dalam hal kesalahan yang bersangkutan tidak terbukti dalam suatu perkara, dimana hal tersebut mencemarkan nama baiknya, maka nama baiknya yang tercemar tersebut harus direhabilitasi, sehingga yang bersangkutan dihargai kembali oleh masyarakat lingkungannya. Ketentuan khusus yang mengatur tentang rehabilitasi adalah ketentuan Pasal 97 KUHAP yaitu : 1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh Pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dad segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam pasal 77. Menyimak bunyi pasal 97 tersebut hanya menyebutkan "permintaan rehabilitasi oleh tersangka" tidak menyebutkan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 10 huruf c yang menyatakan : "Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan". 5. Praperadilan terhadap tindakan penyitaan Sehubungan dengan permasalahan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada dasarnya setiap upaya paksa (enforcement) dalam penegakan hukum mengandung nilai hak asasi manusia yang sangat asasi. Oleh karena itu harus dilindungi secara saksama dan hati-hati sehingga perampasan atasnya harus sesuai dengan "acara yang berlaku" (due process) dan hukum yang berlaku (due to law). 102

PENUTUP A. Kesimpulan 1. Lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana berfungsi sebagai lembaga yang melakukan pengawasan secara horisontal terhadap tindakan yang dilakukan oleh instansi kepolisian selaku penyidik dan instansi kejaksaan selaku penuntut umum. Oleh karena itu, praperadilan memiliki peran yang penting untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proses penegakan hukum. 2. Lembaga Praperadilan bertujuan sebagai sarana kontrol menguji, mempertimbangkan secara yuridis tindakan aparat penegak hukum (penyidik atau penuntut umum) dalam hal melakukan pemeriksaan pendahuluan. Sarana kontrol ini lebih ditekankan pada tindakan penyidik maupun penuntut umum dalam hal melakukan upaya paksa (penangkapan, penahanan) serta wewenang yang dimiliki oleh masing-masing aparat penegak hukum tersebut (penyidikan atau penuntutan). Sarana kontrol tersebut bertujuan demi tegaknya hukum, kepastian hukum serta perlindungan hak asasi tersangka. B. Saran 1. Bahwa peranan praperadilan sangat penting dalam melakukan upaya kontrol terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap tersangka, namun yang lebih penting lagi etika, moral dari aparat tersebut secara bertanggung jawab dalam melaksanakan wewenangnya yang diberikan oleh undang-undang sehingga apa yang telah diberikan oleh undang-undang tidak menimbulkan permasalahan hukum lain terhadap tersangka khususnya dalam hal perlindungan hakhak dari tersangka. 2. Untuk menghindari terjadinya putusan praperadilan yang menyatakan gugurnya permohonan praperadilan, disarankan kepada aparat penegak hukum (penyidik atau penuntut umum) agar tidak secara tergesa-gesa melakukan pelimpahan perkara ke pengadilan. Sehingga pemeriksaan permohonan praperadilan dapat diakhiri dengan putusan yang mempertimbangkan obyek praperadilan secara tuntas. Pelimpahan perkara merupakan hak dari penuntut umum akan tetapi diharapkan dengan hak dimaksud tidak menimbulkan terabainya perlindungan hak asasi dad pemohon praperadilan. DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, R., Penegakan Hukum di Lapangan oleh Polri, Cet. I, Dinas Hukum Polri, Jakarta, 1997. Anwar, Yesmil dan Adang, Sistem Peradilan Pidana - Konsep, Komponen & Pelaksanaanya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia, Widya Padjajaran, Bandung, 2009. Arief., Barda Nawawi., Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Prenada Media Group, Jakarta, 2010. Harahap, Yahya M., Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta 2005. Lamintang, P.A.F. dan Lamintang, Theo., Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Loqman, Loebby., Pra-Peradilan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987. 103

Mertokusumo, Sudikno., Kapita Selekta Ilmu Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2011. ----------., Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Leberty, Yogyakarta, 2008.. Muhammad., Rusli., Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2011 Putra Jaya, Nyoman Serikat., Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008. Salam, Moch. Faisal., Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2001. Setiyono.H., Kejahatan Korporasi, (Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005. Soekanto, Soerjono., Evektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Remedja Karya, Bandung, 1985. ------------., dan Mamudji, Sri., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1985. Soeparmono, R., Praperadilan Dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian Dalam KUHAP, Mandar Maju, Bandung, 2003. Syahrani, Riduan., Beberapa hal Tentang Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung, 1983. Tahir, Heri H., Proses Hukum Adil dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Penerbit LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2010. http://anggara.org/2006/10/16/praktikpenerapan-kuhap-dan-perlindunganham.. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, Tahun 1999. KUHAP dan KUHP, Sinar grafika, 2007. Penelitian KHN : Praperadilan Mengandung Banyak Kelemahan, http://www. Hukumonline.com/berita/baca/lt4b29ba b9ef3a7/penelitian-khn-praperadilanmengandung-banyak-kelemahan. Putiet, Indira., Perbandingan Praperadilan, Habeas Corpus dan rechter Commisarie, http://one.indoskripsi.com/node/10432. Sumber-Sumber Lain : http://nurmansyahdwisurya.wordpress.com /2012/04/13/ pengertian-sistemperadilan-pidana/ http://www.legalitas.org/content/praperadilan- vs - hakim komisaris beberapa pemikiran mengenai keberadaan - keduanya,. Nganro, A. Samsan., Praktik Penerapan KUHAP dan Perlindungan HAM, 104