BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bagian ini peneliti akan membahas beberapa kajian-kajian teori diantaranya ialah tentang hakikat matematika serta pembelajaran matematika dan tujuan pembelajaran matematika di SD. Pada bagian ini juga akan membahas teori tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS ( Think Pair Share) yang dikemukakan oleh para ahli yang akan mendukung penelitian. 2.1.1 Hakikat Matematika Matematika menurut Ahmad Susanto (2013: 183) merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanakkanak secara informal sehingga belajar matematika merupakan syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya, karena dengan belajar matematika kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Senada dengan itu Menurut Subarinah dalam Wahyudi dan Kriswandani (2012: 10) matematika juga berguna untuk membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berfikir logis Menurut Suminarsih dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:11). Dalam kurikulum Depdiknas 2004 disebutkan bahwa standar kompetensi matematika di sekolah dasar yang harus dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan matematika, namun yang diperlukan ialah dapat memahami dunia sekitar,mampu bersaing,dan berhasil dalam kehidupan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain sehingga penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan 6
7 dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini, dengan itu maka matematika dipilih menjadi salah satu mata pelajaran yang diberikan di ketiga tingkat pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan dasar (Sekolah Dasar/SD dan Sekolah Menengah Pertama/SMP),pendidikan menengah (Sekolah Menengah Atas/SMA),dan pendidikan. Menurut Depdikbud yang dikutip oleh Suharmo (Wahyudi Dkk,2013: 11), matematika yang diberikan di pendidikan tingkat dasar sampai tingkat menengah disebut juga dengan matematika sekolah. 2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD Sepintas konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar (SD) sangatlah sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang gampang. Maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien, sesuai dengn kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Contoh tersebut menunjukkan bahwa konsep-konsep matematika harus diberikan secara benar sejak awal siswa mengenal suatu konsep, sebab kesan yang pertama kali ditangkap oleh siswa akan terus terekam dan menjadi pandangannya di masamasa selanjutnya. Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Memang tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi untuk menuju tahap keterampilan tersebut harus memulai langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika. 1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata mengenal. Pembelajaran penanaman
8 konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu pola piker siswa. 2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. 3. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalm menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. 2.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
9 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut diatas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, tabel, diagram, dan media lain. Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran Matematika yang ditujukan bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas 4 Semester II Standar Kompetensi 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan
10 2.1.4 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan yang bisa dicapai oleh murid dalam mengikuti proses belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Senada dengan hal ini Sukmadinata (2007: 102) mengatakan hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kemampuan yang dimiliki seseorang. Sedangkan hasil belajar menurut Arikunto (2013:63) sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Jadi dengan adanya pendapat dari beberapa orang dapat saya tarik kesimpulan bahwa hasil belajar ialah tingkat kemampuan yang diperoleh seseorang yang dapat diukur dengan adanya evaluasi atau penilaian dengan bermacam bentuk penilaian yakni penilaian tes maupun non tes setelah selesai pembelajaran berlangsung. Hasil belajar bersifat kuantitatif, melalui pengukuran. Pengukuran menurut Wardani NS, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa. Pengukuran juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Alen dan Yen dalam Wardani NS, dkk (2012:48) Dalam melakukan pengukuran diperlukan alat ukur yang disebut dengan instrumen. Penggunaan instrumen ini tergantung dari teknik pengumpulan datanya. Teknik penilaian dan bentuk instrumen secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 berikut:
11 Tabel 2.2 Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen Bentuk Instrumen Teknik Penilaian 1. Tes tertulis Tes pilihan: pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan lain-lain. Tes isian: isian singkat, dan uraian. 2. Tes lisan Daftar pertanyaan 3. Tes praktik (tes kinerja) Tes identifikasi Tes simulasi Tes uji petik kinerja 4. Penugasan individual atau kelompok Pekerjaan rumah Projek 5. Penilaian portofolio Lembar penilaian portofolio 6. Jurnal Buku catatan jurnal 7. Penilaian diri Kuisioner/lembar penilaian diri 8. Penilaian antar teman Lembar penilaian antar teman Salah satu prinsip penilaian pada Kurikulum 2013 adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan ketuntasan siswa. Kriteria paling rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. 2.2 Model pembelajaran Kooperatif Menurut Anita Lie (2002: 12) Pembelajaran Cooperative learning adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didk untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Sama halnya dengan pandangan Slavin dalam Solihatin (2007:4) bahwa Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja didalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen,
12 yang keberhasilannya tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok,baik secara individual maupun secara kelompok. Senada dengan hal tersebut menurut Richard M Felder and Rebecca Brent (2007:2) bahwa Cooperative learning ialah pendekatan kelompok yang meminimalkan suatu kejadian yang tidak menyenangkan dan memaksimalkan kegiatan belajar mengajar untuk hasil kerja tim yang maksimal dan memuaskan. Sedangkan Menurut Isjoni (2007: 16) Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerjasama bersama teman dikelompoknya untuk mendapatkan suatu hasil akhir yang memuaskan. 2.2.1 Think Pair Share TPS (Think pair share ) memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain Ibrahim (2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share ) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model TPS (Think Pair Share ) siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Strategi TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
13 mempengaruhi pola interaksi siswa dan pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), bahwa Think Pair Share merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam metode ini memberi lebih banyak siswa waktu berpikir, merespon dan saling membantu. Menurut Trianto (2009:81) langkah-langkah pembelajaran Think Pair Share adalah sebagai berikut: a. Langkah I : Berpikir (thinking) Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berfikir. b. Langkah II : Berpasangan (Pairing) Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. c. Langkah III : Berbagi ( Sharing) Pada langkah akhir,guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melapor. Arends,(1997) disadur Tjokrodihardjo,(2003). Jadi tujuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) ini agar siswa yang mempunyai pengetahuan lebih dapat menyalurkan pengetahuan serta pengalamannya dengan teman lainnya yang
14 belum bisa dalam menyelesaikan proses belajar mengajar dikelas agar hasil akhir pembelajaran mendapatkan hasil yang memuaskan untuk semua siswa. 2.3 Penelitian yang Relevan Dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) terbukti hasil belajar siswa meningkat,dengan adanya kerjasama antar siswa dengan pasangan masing-masing akan menambah pemahamannya terhadap materi menyederhanakan berbagai bentuk pecahan seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya sebagai berikut: a) Sri Novianti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran Think Pairs and Share pada siswa kelas V SDN Karangwage 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 prosentase ketuntasan siswa dapat mengalami peningkatan dari 25% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. b) Murniati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Think Pair and Share pada siswa kelas 4 SD Negeri Blado 03 Kecamatan Blado Kabupaten Batang semester I Tahun Pelajaran 2013/2014 prosentase ketuntasan siswa dapat mengalami peningkatan dari 54% pada siklus I menjadi 95% pada siklus II. c) Sri Yulikah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar matematika melalui model pembelajaran Think Pairs and Share siswa kelas V SDN Trangkil 05 semester I Tahun 2012/2113 dapat meningkatkan ketuntasan siswa dari 25% mencapai 90%. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh beberapa memilih model pembelajaran kooperatif tipe TPS Think Pair Share yang digunakan untuk melakukan penelitian sesuai dengan latar belakang, batasan dan rumusan masalah yang diambil. Memotivasi peneliti untuk bisa merancang dan melaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Tipe TPS (Think Pair Share).Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaan matematika kelas IV SDN Kutowinangun 01 Tahun Ajaran 2015/2016.
15 2.4 Kerangka Pikir Berdasarkan kajian teoritis di atas maka dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut: 1. Penerapan model pembelajaran TPS (Think Pair Share) diharapkan siswa yang pandai akan mengajari pasangannya yang kurang pandai untuk memahami materi pelajaran. 2. Dari proses pembelajaran TPS (Think Pair Share) diharapkan ada kerjasama antar siswa dengan pasangannya dan dapat diadakan sharing antar pasangan dalam kelompok 3. Dengan adanya kerjasama yang efektif diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika. Kondisi Awal Guru menerapkan metode konvensional Hasil belajar Matematika rendah Tindakan Kondisi Akhir Menerapkan model pembelajaran tipe Think Pair share Melalui model pembelajaran TPS hasil belajar meningkat Pembelajaran siklus I menggunakan model TPS Pembelajaran siklus II menggunakan model TPS dengan media Gambar 2.1 Penerapan PTK Model TPS (Think Pair Share)
16 2.5 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada Siswa Kelas IV SD N Kutowinangun 01 Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.