BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road).

TINJAUAN PUSTAKA. yang terdapat di bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (K.Nakazawa).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah biaya dan kendala (Parahyangan, 2010). Kendala yang dimaksud merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 4 ANALISA DATA DAN HASIL

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB II STUDI PUSTAKA. keadaan tanah dimana konstruksi dibangun. Pertimbangan lain yang bukan

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II STUDI PUSTAKA

METODE PEKERJAAN BORE PILE

ANALISA DAYA DUKUNG TIANG SPUNPILE DENGAN METODE UJI PEMBEBANAN STATIK (LOADING TEST)

PERNYATAAN KEASLIAN...

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

BAB VII TINJAUAN KHUSUS AXIAL LOADING TEST DAN PILE DRIVING ANALYZER

EVALUASI DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TERHADAP UJI PEMBEBANAN LANGSUNG PADA PROYEK PEMBANGUNAN AEON MALL MIXED USE SENTUL CITY BOGOR

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN SISTEM HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh rekayasa konstruksi pada dasarnya bertumpu pada tanah dan didukung oleh

PENGANTAR PONDASI DALAM

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

Evaluasi Data Uji Lapangan dan Laboratorium Terhadap Daya Dukung Fondasi Tiang Bor

PERENCANAAN PONDASI TIANG BOR PADA PROYEK CIKINI GOLD CENTER

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

ANALISIS DAYA DUKUNG TIANG BOR BERDASARKAN DATA SPT DAN UJI PEMBEBANAN TIANG. Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani,M.T

I. PENDAHULUAN. Bangunan sipil terbagi atas dua bagian yaitu bangunan di atas tanah (upper


EVALUASI TES BEBAN PONDASI BORE PILE GEDUNG IRADIATOR GAMMA KAPASITAS 2 MCI

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

PERBANDINGAN DAYA DUKUNG AKSIAL TIANG PANCANG TUNGGAL BERDASARKAN DATA SONDIR DAN DATA STANDARD PENETRATION TEST

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemilihan jenis pondasi bangunan umumnya didasarkan pada beberapa faktor,

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG BOR KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PENDIDIKAN FAK. MIPA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED) TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bangunan-bangunan tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD SUMATERA UTARA MEDAN

JURNAL EDUCATION BUILDING Volume 3, Nomor 1, Juni 2017: 84-92, ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

BAB IV PEKERJAAN PEMBUATAN PONDASI TIANG BOR DENGAN METODE ENLARGED BASE BORED PILE. Contoh pelaksanaan pekerjaan lubang bor No.

Nurmaidah Dosen Pengajar Fakultas Teknik Universitas Medan Area

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TUNGGAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG CRYSTAL SQUARE JL. IMAM BONJOL NO. 6 MEDAN TUGAS AKHIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bangunan dengan tanah secara baik. Pondasi harus memenuhi dua persyaratan dasar, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling bawah dari suatu konstruksi yang kuat dan stabil (solid).

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG TIANG BOR PADA PROYEK MEDAN FOCAL POINT (STUDI KASUS)

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN KONDOMINIUM NORTHCOTE GRAHA METROPOLITAN, HELVETIA, MEDAN

PENGARUH KEMIRINGAN PONDASI TIANG TERHADAP DAYA DUKUNG TIANG TUNGGAL AKIBAT BEBAN VERTIKAL

PENGUJIAN BORED PILE

Oleh : DWI DEDY ARIYANTO ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Untung

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. metode statis seperti Total stress Analysis (TSA) atau Effective stress

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG PADA PROYEK PEMBANGUNAN SWITCHYARD DI KAWASAN PLTU PANGKALAN SUSU SUMATERA UTARA

BAB I P E N D A H U L U A N

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PEMILIHAN PONDASI SUMURAN SEBAGAI ALTERNATIF PERANCANGAN PONDASI

KAPASITAS DUKUNG TIANG

ANALISIS SISTEM PONDASI PILE RAFT PADA PEMBANGUNAN PROYEK SILOAM HOSPITAL MEDAN

BAB IV MATERIAL DAN PERALATAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kelapisan tanah di bawahnya. Ditinjau dari segi pelaksanaan, ada beberapa. kondisi tanah pondasi dan batasan batasan struktur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanah selalu mempunyai peranan yang penting pada suatu lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proyek pembangunan gedung berlantai banyak ini adalah pembangunan gedung

PERHITUNGAN DAYA DUKUNG PONDASI JACK PILE MENGGUNAKAN DATA N-SPT PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG U-CITY di JL. BRIGJEND KATAMSO MEDAN

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pembangunan bangunan rumah susun sewa. Adapun data-data yang diketahui. 1. Nama Proyek : Rusunawa Jatinegara Jakarta

ANALISA KUAT DUKUNG PONDASI BORED PILE BERDASARKAN DATA PENGUJIAN LAPANGAN (CONE DAN N-STANDARD PENETRATION TEST)

STUDI PERBANDINGAN KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL MINI PILE UKURAN 20X20 CM MENGGUNAKAN BERBAGAI FORMULA DINAMIK BERDASARKAN DATA PEMANCANGAN TIANG

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pembangunan Proyek STS Bintaro Permai ini berdasarkan dari pertimbangan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR...

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN ELEMEN HINGGA

BAB IV TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang sedang dihadapi masyarakat di Provinsi Sumatera

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Sesuai program pemerintah untuk meluaskan suatu daerah serta memberikan alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar jalur luar (outer ring road). Sehingga dengan dibukanya ruas jalan baru maka secara otomatis akan memberikan kesempatan yang terbuka bagi investor luar maupun dalam negeri untuk membuka usaha baik dibidang perniagaan maupun kawasan perkantoran serta juga lokasi pemukiman yang baru. Keterbatasan lahan yang tersedia, menyebabkan pemilihan perkembangan bangunan biasanya dilakukan kearah vertikal. Sehingga dijumpai banyak bangunan yang tinggi untuk memenuhi permintaan/kebutuhan yang terjadi di sekitar loakasi tersebut. Seiring perkembangan struktur bangunan secara vertikal, maka permintaan untuk penggunaan pondasi yang mampu memikul beban bangunan. Pondasi yang tepat untuk bangunan tinggi adalah tiang pancang, yang merupakan salah satu dari jenis pondasi dalam (deep foundations) dan pondasi dengan tiang bored pile adalah salah satu jenis pondasi dalam yang digunakan pada proyek Medan Focal Point. Adanya bangunan yang sudah ada terlebih dahulu, merupakan pertimbangan diputuskan pemilihan jenis pondasi dalam dengan mempergunakan pondasi bored pile. Hal ini dilakukan untuk mengurangai getaran yang terjadi pada bangunan gedung disekitar proyek bila mempergunakan pondasi jenis tiang pancang akibat alat diesel hammer atau mesin lain yang digunakan untuk pemancangan pada proses pekerjaan pondasi proyek tersebut.

Fungsi pondasi adalah untuk mentransfer beban dari bangunan atas (upper structure) kelapisan tanah dibawahnya. Pondasi tiang memiliki daya dukung akibat perlawanan ujung dan tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi tiang. Kapasitas daya dukung pondasi bored pile akibat perlawanan ujung kemungkinan besar akan sama dibandingkan dengan pondasi tiang pancang. Tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah di sekitar dinding tiang pada pondasi tiang pancang langsung bekerja dibandingkan pada pondasi tiang bored pile. Fungsi pondasi tiang bored pile pada umumnya dipengarui oleh besar/bobot bangunan yang akan dipikul, fungsi bangunan, jenis lapisan tanah sebagai pendukung konstruksi, seperti: a. Transfer beban kontruksi bangunan atas ke dalam tanah baik melalui selimut tiang maupun melalui ujung tiang. b. Menahan gaya desak keatas dan gaya guling, misal pada telapak pada bangunan bawah tanah dan kaki bangunan menara untuk menahan guling. c. Untuk dapat memanfaatkan lapisan tanah pada tanah lepas (non cohesif). d. Mengontrol penurunan terhadap bangunan yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar. (Sinaga, 2009). e. Menahan gaya lateral, misal pada telapak bangunan jembatan, dermaga untuk menahan gaya horizontal yang terjadi akibat beban horizontal. 2.2 Pondasi Dalam (deep foundations) Pondasi dalam (deep foundation) adalah pondasi yang memiliki perbandingan kedalaman dengan lebar lebih besar dari empat (D/B > 4), umumnya dipakai pada bangunan dengan beban yanbesar dan kondisi tanah keras jauh dari permukaan tanah.

2.2.1 Tipe dan Jenis Pondasi Dalam Pondasi dalam sering juga disebut dengan pondasi tiang, dari segi pelaksanaannya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Pondasi tiang pancang beton bertulang pracetak (precast reinforced concrete pile). b. Pondasi tiang cor di tempat (cast in place), sering disebut dengan tiang bored pile. Pondasi tiang dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain: a. Tiang perpindahan besar (large displacement) Tiang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perubahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat, (tertutup pada ujungnya). b. Tiang perpindahan kecil (small displacement) Tiang perpindahan kecil adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir. c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement) Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang ke dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa

perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002). 2.2.2 Penggunaan Pondasi Bored Pile Pondasi bored pile adalah merupakan salah satu jenis pondasi tiang yang biasa digunakan pada konstruksi bangunan tinggi. Pemakaian pondasi bored pile adalah merupakan alternatif lain, bilamana dalam pelaksanaan pembangunan berada pada suatu lokasi yang sangat sulit atau beresiko tinggi apabila mempergunakan pondasi tiang pancang. Dari sisi teknologi, pemakaian pondasi bored pile ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain mobilisasi yang mudah, karena pondasi dicetak di tempat dan hanya membutuhkan alat boring serta perakitan tulangan, tidak mengganggu lingkungan atau bangunan di sekitarnya karena tidak menghasilkan getaran yang dapat merusak bangunan lain di sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan penggunaan pondasi bored pile pada proyek Medan Focal Point yang dibangun di pinggir jalan dan di sekitar proyek telah terdapat bangunan-bangunan pertokoan maupun perumahan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Pelaksanaan pondasi bore pile dengan terdapat bangunan gedung lainnya

di sekitar lokasi pekerjaan (proyek Medan Focal Point., 2011) 2.2.3 Jenis Pondasi Tiang Bor (Bored pile) Pondasi tiang bor (bored pile) diklasifikasikan sesuai dengan rancangan untuk meneruskan beban struktur ke lapisan tanah keras. Jenis-jenis pondasi bored pile dilihat Gambar 2.2 ini. a. Bored pile lurus untuk tanah keras. b. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel. c. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapezium. d. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan. Gambar 2.2 Jenis-jenis bored pile (Das, 1941) Pada proyek Medan Focal Point yang menjadi lokasi penelitian mempergunakan pondasi bored pile dengan kondisi seperti terlihat pada Gambar 2.2. Beberapa pertimbangan dalam menggunakan pondasi bored pile memiliki keuntungan dan kerugian yaitu antara lain: a. Keuntungan pemakaian pondasi bored pile adalah: 1. Pembuatan tiang bor langsung di lokasi pekerjan. 2. Tiang bor ini tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko rusak dalam transpot.

3. Panjang tiang bor dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan. 4. Pada saat pelaksanaan tidak menimbulkan getaran dan suara yang dapat mengganggu lingkungan sekitar. 5. Jika diinginkan dasar tiang bor dapat diperbesar. 6. Karena dasar teori pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas. 7. Permukaan diatas dimana dasar pondasi bored pile didirikan dapat diperiksa secara langsung. 8. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral. 9. Kedalaman tiang dapat divariasikan. 10. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan memuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya bergerak ke samping, hal ini tidak terjadi pada konstruksi pondasi bored pile. 11. Bored pile tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap. 12. Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang. b. Kerugian pemakaian pondasi bored pile adalah: 1. Pada saat penggalian lubang, membuat keadaan sekelilingnya menjadi kotor akibat tanah yang diangkut dari hasil pengeboran tanah tersebut. 2. Pelaksanaannya memerlukan peralatan yang khusus.

3. Beton yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol pada keadaan cuaca yang buruk dan akan mempersulit pengeboran dan pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup. 4. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah berkerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor. 5. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa tremie berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi. 6. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali ke dalam kolam air. 7. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran. 8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka dipasang pipa paralon pada tulangan bored pile untuk pekerjaan base grouting.

2.2.4 Pentransferan Beban Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis macam, yaitu: a. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile) Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.a. b. Pondasi tiang dengan tahanan gesek (friction pile) Jenis tiang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat, seperti terlihat pada Gambar 2.3.b. c. Pondasi tiang dengan tahanan lekatan (adhesive pile) Bila tiang ini pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang, seperti terlihat pada Gambar 2.3.c. Dalam daya dukung pondasi tiang, pentransferan beban juga terjadi pada pondasi tiang, dimana terjadi pentransferan beban friction (gesekan) dan pentransferan

beban end bearing (tahanan ujung) dapat dilihat pada Gambar 2.3. (a) (b) (c) Gambar 2.3 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya (Hardiyatmo, 2010) a. Pentransferan Beban Friksi Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan tejadi adanya gaya gesekan (friction), gaya gesekan ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih dalam ambang batas 0,4 % dari diameter pile. Seperti yang terlihat pada skema Gambar 2.4. F 0.4 % diameter pile Displac Gambar 2.4 Skema kurva transfer beban friction

b. Pentransferan Beban Tahanan Ujung Suatu tiang yang dibebani oleh suatu beban maka akan terjadi adanya gaya tahanan ujung (end bearing), gaya tahanan ujung ini akan bekerja bila displacement yang terjadi masih diatas 0,4 % diameter pile dan dalam ambang batas 6 % dari diameter pile. Dan bila displacement yang terjadi pada suatu tiang masih berada dalam 0,4% dari diameter pile, maka end bearing belum terjadi atau belum tercapai. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. End Bearing 6 % Displace Gambar 2.5 Skema kurva transfer beban end bearing 2.2.5 Jarak dan Susunan Tiang Jarak antara tiang bor di dalam kelompok tiang akan mempengaruhi kapasitas daya dukung kelompok tiang. Bila beberapa tiang dikelompokkan dengan jarak yang saling berdekatan maka tegangan tanah akibat gesekan tiang dengan tanah mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum antara dua tiang adalah: S > 2 D, dimana S = jarak antara tiang dan D = diameter tiang, dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Susunan dan jarak tiang

2.2.6 Metode Pelaksanaan Bored Pile Dalam pelaksanaan pekerjaan bored pile sangat diperlukan ketelitian dan pengawasan akan mutu pekerjaan. Dari beberapa metode kerja pelaksanaan bored pile, metode kerja dari bored piling work (wet hole method) ini lebih sering dipergunakan, berikut ini metode pelaksanaan bored pile yaitu: a. Urutan Pelaksanaan: Prosedur urutan pekerjaan bored pile adalah sebagai berikut: 1. Marking posisi pile oleh surveyor. 2. Instal casing sementara (temporary casing). 3. Mulai melakukan pengeboran (boring). 4. Jika Lubang bor tidak stabil, boring harus dilakukan dengan bentonite. 5. Setelah pengeboran sudah mencapai toe level, lakukan inspeksi lapangan untuk konfirmasi toe level. 6. Lowering steel cage ke dalam lubang bor. 7. Casting bore pile dengan pipa tremi. 8. Cabut (extract) casing. b. Metodologi 1. Setting Out Kontraktor pelaksana harus menyediakan license surveyor dalam membuat setting out poin/titik bored pile yang akan dibor. Kemudian 4 poin sebagai referensi yang dipasang (offset) tidak kurang dari 1 m dari titik posisi pile, dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Peg-pile point 2. Temporary Casing Cara pemasangan casing sementara yaitu dengan menggunakan Vibrator (Vibro-hammer) yang di pukul ke dalam tanah. Verticality dicheck dengan menggunakan 2 plum yang diletakkan secara ortogonal atau spirit level jika casing kurang dari 4 m dapat dilihat Gambar 2.8. Gambar 2.8 Install casing sementara dengan vibro hammer 3. Boring Soil auger dan soil bucket dipakai untuk pengeboran tanah yang halus (soft), pasir (sand) sampai tanah keras (hard layer). Apabila dalam pengeboran ditemukan batu (rock) bisa dipakai rock auger atau core barrel. Chisel tidak

diijinkan dalam pengeboran jika tidak disetujui oleh pengawas lapangan. Proses pengeboran dilihat pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Proses pengeboran (boring) Verticality kelly bar mesin bor dapat dicheck dengan menggunakan 2 benang yang diposisikan sebagai plum line secara tegak lurus sebelum pengeboran di mulai. Verticality dari lubang bor dapat dicheck dengan melihat posisi dari kelly bar terhadap casing. Lubang bor dalam posisi vertikal jika kelly bar di tengah (centre) casing. Selama proses pengeboran, akan dipakai adukan bentonite untuk menjaga agar lubang bor tidak runtuh (collpase). Di sini bentonite berperan untuk menstabilkan lubang bor dengan memastikan tekanan di dalam bore hole lebih besar daripada tekanan horizontal dari tanah dan air tanah. Parameter dari bentonite akan dicheck dan ditest setiap pile setelah proses de-sanding selesai dilakukan dengan mengambil sampel dari pile. Properti dari cairan bentonite akan dicheck sebelum proses casting dimulai. Sampel tanah diambil setiap 5 m dan akan disimpan di dalam plastik dan ditulis (marking) untuk referensi

jika dibutuhkan. Setelah mencapai design level alat bor akan diganti dengan dasar yang flat cleaning bucket). Cleaning bucket berfungsi untuk membersikan dasar lubang bor. Pengukuran kedalaman lubang bor dilakukan dengan menurukan measuring tape sampai ke dasar lubang bor. Di ujung measuring tape di pasang plum dengan berat yang cukup agar memastikan measuring tape sampai ke dasar bore hole dilihat Gambar 2.10. Gambar 2.10 Mengukur bored length dengan measuring tape 4. Bentonite loss Jika terjadi kehilangan bentonite secara tiba-tiba, langkah yang perlu diambil: a. Adukan bentonite ditambah ke lubang bor untuk menjaga bentonite tetap di ketinggian level yang cukup. Jika hanya minor loss proses boring tetap dilanjutkan dengan memperhatikan bentonite level apakah masih mengalami penurunan atau tidak. b. Lubang bor akan diurug (backfill) dengan tanah untuk mencegah kehilangan bentonite, kemudian dipadatkan (compact) dengan chisel. c. Setelah kehilangan bentonite (bentonite loss) dapat dikontrol, baru boring dapat dilanjutkan. Dalam kasus kehilangan bentonite ini apabila tidak

dapat diatasi dengan usaha diatas maka bore hole dapat dibackfill kembali dan masalah ini lebih baik didiskusikan dan direview dengan konsultan dan kontraktor. 5. Reinforcement (steel cage) Steel cage akan dipabrikasi di tempat fabrication yard. Lokasi pabrikasi ini sudah ditentukan di dalam logistic plan kontraktor. Helical link akan dilas pada tulangan utama (main reinforcement), demikian juga laping akan dilas secukupnya jika steel lebih dari 12 m sehingga memungkinkan steel cage akan dibagi menjadi 2 section. Hal ini untuk menjaga agar main reinforcement tetap tersambung bila steel cage akan dipindahkan. Gambar 2.11 Proses memasukkan steel cage ke bored hole Steel cage yang sudah dipabrikasi kemudian diturunkan ke lubang bor yang sudah selesai dibor sampai disain toe level seperti terlihat pada Gambar 2.11 di atas. Steel cage akan ditopang sementara dengan 2 (dua) besi hook sampai proses casting selesai. Kapasitas besi hook harus dihitung apakah

mencukupi atau tidak. Pengangkatan (lifting) harus diusahakan agar tidak terjadi buckling pada steel cage. 6. Casting Metode casting adalah dengan menggunakan pipa tremi. Ready mix dituang melalui bucket yang berbentuk pipa corong. Panjang pipa tremi 2m, 3m, dan 1m yang disambung. Sebelum ready mix dituang terlebih dahulu sterofom dituang ke dalam corong untuk melancarkan aliran ready mix dalam pipa tremi. Casting akan dihentikan jika concrete sudah mencapai minimum 300 mm diatas cut off level. Over cast dilakukan untuk menghindari concrete yang bercampur dengan tanah (unsound concrete) sewaktu pencabutan casing. Pipa tremi akan dibuka secara continu, tetapi tetap dijaga agar pipa tremi minimal 2 m tertanam di bawah concrete level. Selama casting, bored log dan concrete record harus dipersiapkan yang berisi data delivery time, volume concrete, concrete level (diukur tiap satu lori concrete selesai dituang). Satu sampel kubus atau silinder diambil setiap 30 m3 atau sesuai dengan spesifikasi teknis dari konsultan. Casting harus dicabut 2 jam setelah proses casting selesai. Jika ada plunge column (I-beam) yang akan dipasang ke dalam bored pile, setelah casting selesai dilakukan, casting terlebih dahulu dicabut sampai toe level casting sedikit diatas concrete level. Dan casting dicabut seutuhnya setelah 24 jam. Setelah casting selesai, lubang juga harus ditutup (backfill) kembali dengan pasir atau tanah setidaknya 4 jam setelah casting.

7. Bentonite Bubuk bentonite dicampur dengan air dalam digestor dengan kapasitas 2 m per satu kali batching. Adukan bentonite (bentonite slurry) disimpan di dalam silo pada bentonite plant lihat Gambar 2.12 dengan total kapasitas 2,5 x volume total bored hole yang ukurannya terbesar. Adukan (slurry) didaur ulang dengan menggunkan mesin desanding. Gambar 2.12 Bentonite plant 8. Properti Bentonite Slurry Pada dasarnya, adukan tediri dari campuran yang seragam dalam air. Tempat pengujian bentonite slurry (laboratorium) harus disediakan di lapangan dan pengujian bentonite slurry dilakukan bila proses casting bored pile akan dimulai. Proses pencatatan laporan lab hasil pengujian bentonite slurry disimpan dan kemudian dilampirkan dengan bored log. Peralatan Pengujian bentonite slurry seperti pada Gambar 2.13 yang terdiri dari: a. 1 mud balance (density test). b. 1 march cone (viscocity test). c. 1 sand screen set (sand content test). d. PH paper (mengukur PH).

(a) (b) (c) (d) Gambar 2.13 Peralatan pengujian bentonite slurry Semua pengujian wajib dilakukan sesuai dengan spesifikasi dengan disaksikan oleh pengawas lapangan. Hasil pengujian harus ditanda tangani dan diapprove oleh pengawas lapangan. 2.3 Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Kapasitas daya dukung tiang suatu pondasi dalam pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung (dasar) tiang sebagaimana diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Q ult = Q p + Q s (2.1) Q all = Q ult / SF (2.2)

Dimana Q u = daya dukung ultimit (Ton). Q all = daya dukung izin tiang (Ton). Q p = daya dukung ujung tiang (Ton). Q s = daya dukung gesekan sepanjang tiang (Ton). SF = faktor keamanan. Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan kapasitas daya dukung tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan menggunakan uji SPT (standard penentration test) dan Sondir (cone penetration test atau CPT). Cara kedua yaitu dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). 2.3.1 Berdasarkan Hasil Uji Lapangan O Neil and Reese (1999), menurunkan persamaan untuk menghitung kapasitas daya dukung tiang tunggal akibat beban aksial yang berdasarkan data hasil uji lapangan adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Kohesif Q ult = Q s + Q p (2.3) Q s = f s. A s (2.4) Q p = q max. A b (2.5) Dimana Q ult = kapasitas ultimit daya dukung tiang. Q s = hambatan lekat daya dukung tiang. Q p = kapasitas daya dukung ujung tiang.

A s f s = hambatan lekat rata-rata selimut tiang. = luas selimut tiang yang bersentuhan tanah sepanjang tiang yang ditinjau. q max = unit tahanan ujung tiang. A b = luas dasar tiang yang bersentuhan dengan tanah. 2. Tahanan Selimut f s = α. C u (2.6) dimana : f s = beban ultimit selimut tiang bor pada kedalaman z. C u = kekuatan geser pada kedalaman z kondisi tak teraliri. α = faktor empiris,yang bervariasi dengan kedalaman z. (2.7a). (2.7b) dimana : P u = tekanan atmosfir = 101,3 KPa = 2116 Psf. 3. Tahanan Ujung (2.8) Nilai N c * diperoleh dari hubungan antara nilai kohesi dan kekakuan tanah, seperti dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 I r and N * c Values for Cohesive Soil c u I r * N c 24 kpa (500 psf) 48 kpa (1000 psf) 96 kpa (2000 psf) 192 kpa (4000 psf) 50 150 250 300 6.55 8.01 8.69 8.94 4. Perencanaan kapasitas daya dukung tiang pada tanah Non Kohesif f sz = Kσ z tan ø c (2.9) (2.10) dimana: f sz = Unit resistensi sisi paling dalam pasir pada kedalaman z. K = parameter yang menggabungkan koefisien tekanan lateral dan faktor korelasi. σ' z = Teganga efektif vertikal dalam tanah pada kedalaman z. c = gesekan sudut di antarmuka dari beton dan tanah. L = kedalaman embedment dari poros dibor. da = diferensial area perimeter sepanjang sisi atas tiang sampai kedalaman penetrasi. ) (2.11) (2.12) (2.13a) ; (2.13b)

dimana z = kedalaman di bawah permukaan tanah, dalam satuan kaki atau meter, seperti yang ditunjukkan. Jika perlawanan SPT tidak dikoreksi, N 60 lebih kecil atau sama dengan 15 pukulan/ft, maka β dapat dihitung dengan persamaan: (2.13c) (2.13d) 2.3.2 Berdasarkan data Sondir Dari hasil data Sondir dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah, didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari pondasi tiang. Dari hasil pengujian sondir dapat mempergunakan metode Meyerhoffs (1956) untuk menghitung daya dukung tiang bor yaitu tahanan selimut tiang dapat diambil langsung dari gesekan total (Jumlah Hambatan Lekat = JHL) yang dikalikan dengan keliling tiang sehingga dapat di skemakan pada Gambar 2.14. Q ult = (q c x A p ) + (JHL x K) (2.14) (2.15) Dimana: Q ult = Daya dukung ultimit (Ton). q c = Tahanan ujung sondir (q c1 + q c2 ). q c1 (rata-rata perlawanan penetrasi konus (q c di atas titik 8D).

q c2 (rata-rata perlawanan penetrasi konus (q c di bawah titik 4D). A p = Luas penampang tiang = πd 2 /4 (m 2 ). D K = diameter tiang (m). = Keliling = πd (m). JHL = Jumlah hambatan lekat. 3 = Faktor keamanan untuk tahanan ujung. 5 = Faktor keamanan untuk tahanan gesekan. 2.3.3 Berdasarkan data SPT Kapasitas daya dukung tiang pada lapisan tanah dihitung dengan menggunakan data dari nilai N-SPT. Dimana Nilai N-SPT untuk perhitungan q p diambil 4D di bawah tiang dan 10D di atas tiang. Untuk perhitungan q s nilai N-SPT diambil di kedalaman segmen (L) tiang yang ditinjau. Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT (standard penetration test) dihitung berdasarkan beberapa metode empirik, sebagai berikut: 1. Metode Meyerhoff (1976), Skema metode Meyerhoff lihat Gambar 2.14. Gambar 2.14 Skema metode Meyerhoff (1956)

a. Daya dukung ujung pondasi tiang (end bearing) Q p = q p x A p (2.16) Untuk tanah Kohesif: Q p (tsf) = A p * q p (2.17) q p = N c *C u 40 tsf (2.18) Dimana: N c = faktor daya dukung ( untuk Φ = 0, N c = 9). C u q p A p = undrained cohesion. = tekanan vertikal efektif di ujung tiang. = luas penampang tiang. Untuk tanah non Kohesif: 2* N * D q cor b p = 4/3* N ( tsf ) 150* D cor p (2.19) Dimana N cor diambil nilai rata antara 4D diatas dan 10 D di bawah ujung tiang. N cor = Daya dukung ultimit ujung tiang (Ton). D b = Tebal kedalaman pondasi tiang bor (m 2 ). D p = Tebal penampang pondasi tiang bor (m 2 ). q p = Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m 2 ). b. Daya dukung selimut tiang (skin friction) Daya dukung selimut tiang (tahanan geser selimut tiang) pada tanah dapat dinyatakan dengan persamaan:

n Q s = f * L i * p (2.20) si i = 1 P = π * D (2.21) Dimana: Q s = kapasitas daya dukung selimut pondasi tiang (kn). f si = unit tahanan selimut masing-masing lapisan (kn/m 2 ). A p = luas permukaan ujung pondasi tiang. = keliling pondasi tiang (m). π = konstanta phi (3,14). D L i = diameter tiang bor (m). = panjang pondasi tiang tiap lapisan (m). Untuk tanah Kohesif: Dimana: C u = kohesi tanah, (Ton/m 2 ). f s = α * C u (2.22) α = faktor adhesi empiris. Untuk tanah non Kohesif: f s = N/100 (2.23) 2. Metode Reese and Wright (1977) a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing) Q p = q p x A p (2.24) Dimana Q p = Daya dukung ultimit ujung tiang (Ton). A p = Luas penampang pondasi tiang bor (m 2 ).

q p = Tahanan ujung per satuan luas (Ton/m 2 ). Untuk tanah Kohesif: q p = 9 C u (2.25) Dimana C u = Kohesi tanah, (Ton/m 2 ). Untuk tanah non Kohesif: Reese and Wright (1977) mengusulkan korelasi antara q p dan N-SPT seperti terlihat pada Gambar 2.15. Gambar 2.15 Daya dukung ujung bored pile pasiran (Reese and Wright, 1977) Dimana untuk N < 60 maka q p = 7 N (Ton/m 2 ) < 400 (Ton/m 2 ). untuk N > 60 maka q p = 400 (Ton/m 2 ). N = Nilai rata-rata SPT. b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction) Q s = f s. L. P (2.26) Dimana Q s = Daya dukung ultimit selimut tiang (Ton). f s = Gesekan selimut tiang per satuan luas (α x C u ). (Ton/m 2 ).

L P = Panjang tiang (m). = Keliling penampang tiang (m). Untuk tanah Kohesif: Dimana α = Faktor adhesi. f s = α x C u (2.27) Berdasarkan penelitian Reese and Wright (1977) α = 0,55. Untuk tanah non Kohesif: Dimana untuk N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m 2 ) untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N SPT (Resse and Wright). Menurut Metode Kulhaway (1984) yaitu: Berdasarkan Grafik Undrained Shearing Resistance vs Adhesion Factor. C u = Kohesi tanah, (Ton/m 2 ). Untuk Tanah non Kohesif: Dimana untuk N < 53 maka f = 0,32 N-SPT (Ton/m 2 ). Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan N-SPT (Reese dan Wright, 1977) mengenai tahanan geser seperti pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Tahanan geser selimut bored pile pasiran (Reese dan Wright, 1977) Nilai f juga dapat dihitung dengan formula: f = K 0. σ v.tan φ (2.28) Dimana K 0 = koefisien tekanan tanah (K 0 = 1 sin φ ). σ v = tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m 2 ). σ v = γ. L. L = 15 D. D = diameter (m). δ = 0,8. φ. 2.3.4 Berdasarkan data hasil Uji Laboratorium Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melaui hasil uji laboratorium melalui beberapa percobaan akan didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser tanah (φ). Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut: a. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing) Untuk tanah Kohesif: Q p = A p x C u x N c * (2.29) Dimana Q p = daya dukung ultimit ujung tiang (Ton).

A p = luas penampang pondasi tiang bor (m 2 ). C u = kohesi tanah, (Ton/m 2 ). N c * = faktor daya dukung tanah, untuk pondasi bore pile nilai N * c = 9 (Whitaker and Cooke, 1966). Untuk tanah non Kohesif: Q p = A p x q x (N * q - 1) (2.30) Dimana Q p = tahanan ujung per satuan luas (Ton). A p = luas penampang bore pile (m 2 ). q' = tekanan vertikal efektif (Ton/m 2 ). N q * = faktor daya dukung tanah. Vesic (1967) mengusulkan pada korelasi antara φ dan N * q seperti pada Gambar 2.17 ini. Gambar 2.17 Faktor N q * (Vesic, 1967) b. Daya dukung selimut bored pile (skin friction) Q s = f i. L i. p (2.31) Dimana Q s = daya dukung ultimit selimut tiang (ton). f i = tahanan suatu skin friction (Ton/m 2 ). L i p = panjang lapisan tanah (m). = keliling penampang tiang (m).

Untuk tanah Kohesif: f i = α x C u (2.32) Dimana α = faktor adhesi 0,55 (Reese & Wright, 1977). C u = kohesi tanah (Ton/m 2 ). Untuk tanah non Kohesif: (2.33) Dimana K 0 = koefisien tekanan tanah (K 0 = 1 sin φ ). σ v = tegangan vertikal efektif tanah (Ton/m 2 ). σ v = γ. L. L = 15 D. D = diameter. δ = 0,8. φ. 2.3.5 Berdasarkan Kekuatan Bahan Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (soil investigation) yang telah dibahas sebelumnya, maka kapasitas daya dukung dapat juga diketahui berdasarkan kekuatan dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: P Tiang = σ b * A Tiang (2.34) Dimana: P Tiang = Daya dukung tiang yang diijinkan (kn). σ b = Tegangan tekan beton yang diijinkan (kn/m 2 ). A Tiang = Luas penampang bored pile (m 2 ).

2.4 Uji Beban Statik (Loading Test) 2.5.1 Pengertian Loading Test Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik. Interpretasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interpretasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda. Hal terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi (ahli geoteknik) dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya. Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja. Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi.

Sesudah tiang uji dipersiapkan (dipancang atau dicor), perlu ditunggu terlebih dahulu selama 28 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi. Pada proyek Medan Focal Point yang digunakan pada penelitian tesis ini, jumlah titik tiang bor yang digunakan di lapangan sejumlah 319 tiang namun tiang yang melakukan loading test hanya 2 tiang, yaitu 0,94% dari jumlah titik yang di loading test dari jumlah titik tiang bor yang dilakukan di lapangan. Kriteria umum lain yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah struktur tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti terbentuknya retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan bangunan. 2.4.2 Jenis Loading Test Ada dua jenis loading test, yaitu: a. Static load test: compression, tension dan lateral. b. Dynamic load test: Pile Driving Analysis. Pile load test biasanya dilakukan dengan dua alternatif yaitu: a. Test/unused pile, failure test (dilakukan hingga mengalami keruntuhan). b. Test on a working pile (used pile), 200% design capacity. Tiang yang telah diuji dipilih di lokasi yang terdekat dengan penyelidikan tanah, hasil dari pengujian beban ini berupa: - Indikasi dari daya dukung batas yang terjadi. - Indikasi dari penurunan yang terjadi.

Pada proyek Medan Focal Point menggunakan static load test Compression. 2.4.3 Tujuan Compressive Loading Test Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut: - Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana. - Untuk menguji bawah pondasi bored pile yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan. - Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing capacity) sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis. - Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu besi beton (Hardyatmo,2010). - Untuk meninjau tanah ada atau tidak kepipihan tanah di lapangan. 2.4.4 Hal yang harus diperhatikan dalam percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test) Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) adalah sebagai berikut: a. Berapa lama setelah dipancang atau dibuat tiang itu dapat dilakukan percobaan untuk mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan

tiang sudah dapat dites. b. Untuk tiang-tiang beton cast in place tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) disamping mungkin ada persyaratan lainnya. c. Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat dites. Menurut Terzaghi, tiang-tiang yang diletakkan diatas lapisan yang permeable (misal: pasir), maka percobaan sudah dapat dilakukan 3 (tiga) hari adalah pemancangan, pada tiang-tiang yang dimasukkan dalam lapisan lempung, maka percobaan ini hendaknya dilakukan setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan. d. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol diatas tanah, pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak boleh lebih dari 1 m, sedangkan loading test yang dilakukan ditengah sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa meter diatas dasar sungai (muka tanah) tetapi dengan catatan harus ada kontrol terhadap kemudian terjadinya tekuk. e. Untuk loading test yang dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang anker tertentu, untuk menjaga kemungkinan tercabutnya tiang angker tersebut terutama tiang-tiang lekat. f. Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan hidrolik jack, maka jack harus ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar

matahari, karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka plie jack tersebut memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya atau bertambah besar beban. 2.4.5 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test) dengan Pembebanan Langsung Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan standar pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D. 1143-81), metode pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal yang akan dilaksanakan adalah metode pembebanan langsung (kentledge system) yaitu dengan menggunakan beban di atas pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih besar dari beban tes yang direncanakan. Dan pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang dapat dilihat pada Gambar 2.18. 6 1 6 Volume balok beton = 0,4232 m 3. Berat 1 bh balok beton = 1,036 K g. Total berat balok beton = 1,036 K g x 850 bh = 880,60 Ton.

Gambar 2.18 Metode pembebanan langsung (Kentledge System) Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm. Skematis metode pembebanan langsung (kentledge system). Beban yang digunakan sebagai beban adalah balok beton ukuran 60 cm x 60 cm x 120 cm sebanyak 850 buah dengan 880,6 ton. Bentuk susunan balok yang terdapat di proyek Medan Focal Point dapat dilihat pada Gambar 2.19. Gambar 2.19 Susunan balok beton (Data Proyek Medan Focal Point, 2010)

Balok beton disusun diatas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil baja yang terdiri dari: 1. Main Beam: WF 800 x 300 x 18 x 50 panjang 6 m sebanyak 2 batang yang disatukan dengan pengelasan. Total berat main beam ini = 4 btg x 6 m x 0,2168 Ton/m = 5,2032 Ton. 2. Sub Beam: WF 700 x 300 x 18 x 34 panjang 8 m sebanyak 11 batang = 254 x 11 x 8 = 22,352 Ton. Total berat beam = 5,2032 + 22,352 = 27,5552 Ton. Beban test diberikan dari hydraulick jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (hydraulic pump). Pompa ini berfungsi memberikan tekanan (press) kepada hydraulic jack. Gambar 2.20 Susunan main beam dan sub beam dari platform (Data Proyek Medan Focal Point, 2010) Hydraulic Jack ditumpukan pada 2 buah pelat tebal-tebal 10 cm, yang diatas kepala pondasi tiang (dibawah hydraulic jack) dan di kepala hydraulic jack (dibawah main beam). Pelat tebal 10 cm ini berguna untuk menghindari terjadinya konsentrasi

tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan oleh hydraulic jack dapat dilihat pada Gambar 2.20. Penurunan (settelement) pondasi tiang yang diuji dikur dengan 4 dial gauge yang dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan dengan magnetic stand dimana magnetic stand diletakkan diatas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum dial gaugae ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50 x 50 x 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas getaran-getaran. (Data Proyek Medan Focal Point, 2010). 2.4.6 Prosedure dan Schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading) Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban tiang seperti dilaporkan dalam berbagai publikasi. Pengujian beban yang umum dilakukan ada 4 (empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai metode pengujian beban yaitu: a. Slow Maintened Test Load Method (SM Test) Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: 1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu: 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150% 175% dan 200%). 2. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam). 3. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam. 4. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu

pengurangan. 5. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban. 6. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain, hingga tiang mengalami keruntuhan. Jarak pada pertambahan beban ini adalah sebesar 20 menit. Beban runtuh (ultimate) suatu tiang didefenisikan sebagai beban pada saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah tekanan beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap bahwa batas penurunan dapat berubah-ubah, misalnya pada saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10 % dari diameter ujung atau penurunan kotor 1,5 inch (38 mm) dan penurunan bersih atau batasan penurunan yang diijinkan oleh ASTM dalam seluruh tahapan pembebanan yaitu sebesar 1 inch (25,4 mm) terjadi dibawah beban rencana. (American Standart Test Method, 2010). b. Quick Maintened Load Test Method (QM Test) Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Perhubungan Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM D1143-81 terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: 1. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300 % dari beban desain (masing masing tambahan adalah 15 % dari beban desain). 2. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit. 3. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk

mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai. 4. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit. Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat. (American Standart Test Method, 2010). c. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test) Metode ini terdiri dari beberapa langkah utama yaitu: 1. Kepala tiang didorong unutuk penurunan 0,05 in/menit (1,25 mm/menit). 2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat. 3. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-75 mm). Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis (American Standart Test Method, 2010). d. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Siklik Prosedur pembebanan standar (SML) terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: 1. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu (25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150% 175% dan 200%). 2. Pertambahan beban dilakukan jika kecepatan penurunan yang terjadi tidak lebih besar dari 0,01 in/hour atau 0,25 mm/jam tetapi tidak lebih lama dari 2 jam. 3. Jika tidak terjadi keruntuhan maka total beban yang telah diberikan dapat

diangkat kembali (unloading) setelah 12 jam didiamkan jika penurunan yang terjadi pada 1 jam terakhir tidak lebih besar daripada 0,01 inchi (0,25 mm). Jika penurunan yang terjadi masih lebih besar daripada 0,01 inchi (0,25 mm) maka biarkan beban selama 24 jam. 4. Jika waktu yang dimaksudkan di atas telah tercapai, maka kurangi beban dengan tahapan pengurangan sebesar 50% dari beban perencanaan atau 25% dari beban total pengujian untuk setiap 1 jam. 5. Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan hydraulic jack dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15% dari diameter. 6. Prosedur pembeban pondasi tiang dengan standar pembebanan (loading) di dasarkan pada American Standard for Testing Material, Standard Method Of Testing piles Under Axial Compressive Load. Percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) dengan 4 cycle sebagai berikut: Cycle I : 0% - 25% - 50% - 25% - 0%. Cycle II : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%. Cycle III : 0% -50% - 75% - 100% - 125% - 150% -125% - 100% -50% - 0%. Cycle IV : 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 175% - 200% - 175% - 150% - 100% - 75% - 50% - 0%. 2.4.7 Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang Untuk pergeseran aksial, pembacaan penurunan pada tiap pengujian berbeda

pada posisi kepala tiang. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian berikut: 1. Lakukan pembacaan sesuai dengan interval waktu terhadap beban dan penurunan yang terjadi. 2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih 10 menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan beban. 3. Sesudah beban penuh sesuai rencana, pastikan tiang belum runtuh lakukan pembacaan pada interval tidak lebih 20 menit pada 2 jam pertama, tidak lebih 1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih 2 jam untuk 12 jam berikutnya. 4. Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban dilakukan, pembacaan dilaksanakan dan catat dengan interval tidak lebih 20 menit. 5. Lakukan pembacaan akhir 12 sesudah beban dipindahkan. 6. Besar beban (ton), lama pembebanan dan besar penurunan dimuat dalam tabel jadwal loading test. (American Standart Test Method, 2010). 2.4.8 Peralatan Pengujian a. Dongkrak (hydraulic jack) - Merek : Enerpac - Model : CLR - 2006 - Kapasitas : 200 Ton - Diameter Ram : 7 ¼ inchi - Berat : 201 Lb - Unit : 1 (satu) Hydraulic Jack berfungsi memberikan tekanan pada beban yang akan diterima oleh tiang bor, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.21 dibawah ini.

Gambar 2.21 Hydraulic Jack (Data Proyek Medan Focal Point, 2010) b. Pressure Gauge (Manometer) - Merek : Enerpac. - Type/No. Seri : GP 105. - Kapasitas/div : 10000/100 Psi. - Unit : 1 (satu). Pressure Gauge/Manometer berfungsi pengontrol besar beban yang dikontrol pada manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump). c. Hand Pump 1. Merek : Enerpac. 2. Type/No. Seri : P 464. 3. Kapasitas /div : 10000 Psi. 4. Unit : 1 (satu). Hand Pump berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack. d. Dial Gaug/Dial Indicator 1. Merek : Mitutoyo. 2. Type/No. Seri : 3058 E.

3. Kapasitas/div : 0.01 mm-50 mm. 4. Unit : 1 (satu). 5. Ketelitian : 0.001 mm. Dial Gauge/Dial Indicator berfungsi sebagai pembacaan hasil penurunan tiang bor, dipasang secara diagonal. Jarum Dial Gaugae ditumpukan pada Reference Beam yang dibuat dari profil baja L 50 x 50 x 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas getaran-getaran. Dial Gage harus memiliki graduasi minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan dan harus sesuai dengan Standar, seperti pada Gambar 2.22. Gambar 2.22 Dial Gauge (Proyek Medan Focal Point, 2010) e. Magnetic Stand 1. Merek : Mitutoyo. 2. Type /No. Seri : 7010 SB. 3. Unit : 1 (satu).

Magnetic Stand berfungsi sebagai penghubung yang dihubungkan dengan jarum dial gauge dimana magnetic stand diletakkan di atas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. 2.4.9 Perbandingan Standart Operation Prosedure ASTM D-1143 (1981) dengan ASTM D-1143 (2007) Di dalam kedua ASTM ini terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok, yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbandingan Standart Operation Prosedur ASTM D-1143 (1981) dengan ASTM D-1143 (2007) ASTM D-1143 (1981) ASTM D-1143 (2007) 1. Prosedur Loading Test a. Standart loading procedur - Loading in excess of standart test load settlement equals 15% of the pile diameter b. Quick load test method for individual piles Tahapan pembebanannya (10%- 15%) Interval waktu pembebanan (2,5 menit-5 menit) c. Constanta settlement increment loading method for individual piles Total penurunan 10% dari diameter tiang 2. Peralatan a. Dial Indicator Dial Gauges travel 50 mm (2 inchi). Ketelitian alat 0,3 mm. b. Kawat harus tidak lebih dari 1 inchi (25 mm) dari muka skala. c. Pemasangan plat baja sampai 2 inchi (50 mm). d. Reference beam 2,5 inchi (8 ft). 1. Prosedur Loading Test a. Slow maintained test Loading in excess of standart test load settlement equals 10% of the pile diameter b. Quick load test method for individual piles Tahapan pembebanannya 5% Interval waktu pembebanan (4 menit-15 menit) c. Constanta movement increment test Total penurunan 15% dari diameter tiang 2. Peralatan a. Dial Indicator - Dial gauges travel 100 mm (4 inchi). Ketelitian alat 0,1 mm. b. Kawat harus tidak lebih dari 1 inchi (25 mm) dari muka skala. c. Pemasangan plat baja sampai 2 inchi (50 mm). d. Reference beam 2,5 inchi (8 ft).

2.5 Interpretation Method 2.5.1 Dengan Metoda Davisson (1973) Jika Kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, dengan metode Davisson dapat diestimasi besarnya beban ultimit tiang. Pada jenis tanah lempung lunak, beban yang menyebabkan keruntuhan tiang terjadi pada beban yang konstan dengan penurunan yang berlebihan. Akan tetapi, bila tiang pada pasir tanah tanah campuran atau lempung kaku, penentuan titik keruntuhan tiang pada kurva beban penurunan menjadi agak sulit (Hardiyatmo, 2010). Penentuan Q u dengan metode Davisson dapat dilihat pada Gambar 2.23. Davisson (1973) mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini. Cara ini didefinisikan kapasitas dukung utimit tiang pada penurunan tiang sebesar: Gambar 2.23 Penentuan Q u dengan metode Davisson, (Hardiyatmo, 2010) (2.35) Dimana, d = Diameter/lebar tiang (mm). d r Q D = 1 ft = 300 mm. = Beban yang bekerja pada tiang. = Kedalaman tiang (mm).

A = Luas penampang tiang (mm 2 ). E = Modulus elastis tiang (Mpa). = 200000 Mpa, untuk baja. = 15200 σr ( f c /σ r ) 0,5. σ r = 0,1 Mpa = 100 Kpa. 2.5.2 Dengan Metode Chin (1970) Metoda Chin didasari anggapan bahwa bentuk grafik hubungan beban vs penurunan adalah hyperbola. Meskipun uji beban belum dilakukan sampai batas beban kegagalan, namum kegagalan dapat diperkirakan. Grafik hubungan pembebanan vs penurunan digambarkan dengan bentuk S/Q va sebagai sumbu tegak dan Δ sebagai sumbu datar. Beban ultimit yang diperoleh dari metode ini harus dibagi dengan faktor koreksi yang besarnya berkisar antara 1.0-1.4. Adapun prosedur untuk menghitung metoda Davisson adalah sebagai berikut: 1. Gambar kurva S/Q va terhadap S, dimana S adalah besar penurunan dan Q va adalah besar beban yang dipasang. 2. Langkah selanjutnya cari persamaan garis lurus yang merupakan regresi dari kurva tersebut. 3. Persamaan umum dari regresi kurva tersebut adalah: S Q va = c. A + c 1 2 (2.36) 4. Nilai dari Q ult menurut Chin adalah: 1 Q = ult c 1 (2.37)

2.5.3 Dengan Metode Mazurkiewicz (1972) Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45 pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash and Sharma, 1990). Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Plot kurva beban penurunan. 2. Pilih sejumlah penurunan dan gambarkan garis verikal yang memotong kurva. Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan ini pada kurva sampai memotong sumbu beban. 3. Dari perpotongan masing-masing kurva, gambar garis 45 sampai memotong garis beban selanjutnya. 4. Perpotongan ini jatuh kira-kira pada garis lurus. Titik yang didapat oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu vertikal (beban) adalah beban ultimate. Metoda ini mengasumsikan bahwa kurva beban-penurunan berupa parabolic. Nilai beban keruntuhan yang didapat dari metoda ini seharusnya mendekati 80% dari kenyataan. Hal ini dapat diperlihatkan pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24 Grafik hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz (Prakash. and Sharma, 1990) 2.6 Kapasitas Daya Dukung dan Effisiensi Kelompok Tiang 2.6.1 Kelompok Tiang Dalam kondisi sebenarnya pondasi tidak pernah didapatkan bahwa tiang pancang akan berdiri sendiri (single pile) pada suatu pondasi konstruksi, tetapi pondasi dalam berfungsi meneruskan beban konstruksi di atasnya akan tetapi selalu dalam bentuk beberapa tiang atau kelompok tiang (pile group), dan untuk mempersatukan beberapa tiang tersebut dalam kelompok tiang akan diberi poer (footing). Dimana dalam perhitungannya poer dianggap (dibuat) kaku sempurna, sehingga: 1. Beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan maka penurunan yang terjadi akan merata dan setelah penurunan tersebut bidang poer akan tetap merupakan bidang datar. 2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiangtiang.

3. Pada proyek Medan Focal Point, detail kelompok tiang bor (poer) P-3A yang menjadi titik peninjauan tesis ini dapat dilihat sesuai Gambar 2.25. 5000 500 2000 2000 500 500 C 3000 2000 C 500 DETAIL PONDASI P3A Skala 1 : 100 1200 Section C Skala 1 : 100 Gambar 2.25 Detail pondasi kelompok tiang (pier) BP-108 2.6.2 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang Kapasitas daya dukung kelompok tiang bukan dari penjumlahan dari masingmasing tiang tunggal dikalikan dengan jumlah tiang dalam suatu kelompok tiang tersebut. Akan tetapi besar kapasitas ultimit kelompok tiang merupakan perkalian dari beban maksimun tiang tunggal dikalikan dengan adanya faktor effisiensi tiang dalam suatu kelompok tiang. Dan besar kapasitas ultimet kelompok tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Q g = E. n. Q... (2.38) g a Dimana : Q g = Beban maksimun kelompok tiang E g = Effisiensi kelompok tiang

n = Jumlah tiang dalam kelompok Q a = Beban maksimun tiang tunggal 2.6.3 Effisiensi Kelompok Tiang Beberapa persamaan untuk memperoleh nilai effisiensi tiang telah diusulkan dalam menghitung besar kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan berdasarkan dari susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang, variasi sifat tanah pada kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Dalam penulisan penelitian ini, adapun persamaan untuk memperoleh nilai effisiensi tiang yang dipergunakan sesuai dengan yang disarankan oleh Converse- Labare, yaitu sebagai berikut : E g ( n' 1 ). m + ( m 1 ). n' = 1-θ... (2.39) 90. m. n' Dimana : E g = Effisiensi kelompok tiang m = Jumlah baris tiang n = Jumlah tiang dalam satu baris Θ = Arc tg D/S, dalam derajat s = Jarak pusat ke pusat antara tiang D = Diameter tiang 2.7 Penurunan Tiang (pile settlement) Pada sub bab ini, akan dibahas tentang analisis perhitungan penurunan tiang, baik penurunan pada tiang tunggal serta pada kelompok tiang. 2.7.1 Penurunan pada Tiang Tunggal Menurut Poulus and Davis, (1968), penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah

relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya (Hardiyatmo, 2010). Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan: a. Untuk tiang apung atau tiang friksi :... (2.40) b. Untuk tiang dukung ujung :... (2.41)... (2.42)... (2.43) Dimana, S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm) Q = Beban yang bekerja (ton) I o = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat (Gambar 2.26) R k = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang (Gambar 2.27) R h = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras (Gambar 2.28) R μ = Faktor koreksi angka Poisson μ (Gambar 2.29) R b = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung (Gambar 2.30). h = Kedalaman total lapisan tanah ujung tiang ke muka tanah. D = Diameter tiang (mm). Pada Gambar 2.26, 2.27, 2.28, 2.29, dan 2.30, nilai K adalah suatu ukuran kompresibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan:

(2.44) (2.45) Dimana, K = Faktor kekakuan tiang. E p = Modulus elastisitas dari bahan tiang (Mpa). E s = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (Mpa). R k Gambar 2.26 Faktor penurunan I o (Poulus and Davis,1968) Gambar 2.27 Koreksi kompresi, (Poulus and Davis,1968) 2.7.2 Penurunan pada Kelompok Tiang Setelah pembahasan tentang penurunan pada tiang tunggal, tidak kala pentingnya perlu dibahas adalah penurunan pada kelompok tiang. Dimana penurunan pada kelompok tiang umumnya relatif lebih besar daripada penurunan tiang tunggal, dimana ini dipengaruhi oleh tegangan pada daerah tersebut lebih luas dan lebih dalam.

Gambar 2.28 Koreksi kedalaman, R h Gambar 2.29 Koreksi angka poison, R µ (Poulus and Davis, 1968) (Poulus and Davis, 1968) Gambar 2.30 Koreksi kekakuan lapisan pendukung, R b (Poulus and Davis, 1968) Beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menghitung penurunan kelompok tiang adalah: a. Metode Vesic (1977) Dari beberapa penyelidikan tentang penurunan kelompok tiang yang telah dimuat dalam literatur-literatur yang ada akan memiliki hasil yang sangat

beragam. Sehingga untuk memberikan hasil hubungan yang paling sederhana untuk memperoleh besar penurunan kelompok tiang, Vesic memberikan sebagai berikut: S g Bg = S (2.46) D Dimana : S g = penurunan kelompok tiang (m). S = penurunan tiang tunggal (m). B g = lebar kelompok tiang (m). D = diameter tiang (m). b. Metode Berdasarkan hasil N-SPT Selain metode di atas, Meyerhoff s mengembangkan beberapa metode empiris untuk menentukan penurunan pada kelompok tiang yaitu dengan berdasarkan nilai SPT atau CPT. Menurut Meyerhoff s adalah bahwa hasil yang diperoleh berdasarkan observasi yang dilakukan dari kedua metode dengan nilai masing-masing di atas besar penurunan yang didapat tidak lebih dari 0.3 in (8mm). Dimana berdasarkan nilai SPT, rumus untuk menentukan penurunan dari kelompok tiang adalah : S g Bg 0.17. Br. qe. I Br = (2.47). N σ r zi I =1-0.5 (2.48) 8. B g

Dimana : S g = penurunan kelompok tiang (m) B r = lebar yang disyaratkan = 1 ft = 0.3 m q e = tekanan pada dasar pondasi = P/Lg.Bg (kg/m2) σ r = tegangan tanah = 2000 lb/ft2 = 100 kpa = 10000 kg/m2 B g = lebar kelompok tiang (m) N = N-SPT pada kedalaman zi sampai zi + Bg Z i = kedalaman 2/3 L di bawah tiang 2.7.3 Penurunan Tiang yang Diizinkan (S izin ) Dari hasil perhitungan besar penurunan total (S total ) di atas, baik terhadap tiang tunggal dan kelompok tiang yang diperoleh maka akan dibandingkan terhadap besar penurunan tiang yang diizinkan (S izin ). Dimana harus diperoleh bahwa penurunan total tiang (S total ) tidak boleh melebihi dari besar penurunan tiang yang diizinkan (S izin ). (S total ) (S izin ) Dengan besar penurunan izin (S izin ) berdasarkan ASTM D1143/81 adalah : (S izin ) = 25.40 mm... (2.49) 2.8 Daya Dukung Pondasi Tiang akibat Beban Lateral Beban lateral pada pondasi tiang dapat disebabkan antara lain oleh; tekanan tanah lateral, beban angin, beban gempa, dan gaya akibat gelombang pada struktur lepas pantai. Broms, (1964) mengembangkan analisis sederhana untuk menghitung daya dukung akibat beban lateral pada pondasi tiang. Metoda perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah mencapai nilai ultimit dengan membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.

Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20, dan tiang panjang (long pile) jika D/B 20, D = kedalaman, B = diameter tiang. Keuntungan metoda Broms adalah: a. Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek. b. Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas. Kerugian metoda Broms adalah: a. Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah lempung saja atau tanah pasir saja. b. Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis. Broms membedakan antara tiang pendek dan panjang serta membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit. 2.8.1 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Bebas (Free Head) Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.31. Gambar. 2.31 Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas (Broms, 1964)

Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung (Gambar 2.32 dan 2.33) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh: H u ' 3 0.5 γ L B K p = (e + L) (2.50) Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x o, dimana: x 0 H u = 0.82 γ' B K p M max = H u ( e + 15x ) o (2.51) Gambar. 2.32 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah pasir (Broms, 1964) Gambar. 2.33 Reaksi tanah dan momen lentur tiang kepala tiang bebas pada tanah lempung (Broms, 1964) Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan gambar yang menggunakan suku tak berdimensi L/D terhadap seperti terlihat pada Gambar 2.33 dan 2.34.

Gambar. 2.34 Kapasitas lateral ultimit Gambar. 2.35 Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah pasir untuk tiang pendek pada tanah (Broms,1964) lempung (Broms,1964) Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang kedalaman, yaitu: M max = H u (e + 1.5B + 0.5x o ) untuk 1.5B + x o (2.52) M max = 2.25. B. c u. (L x o ) 2 untuk L x o (2.53) (2.54) Harga x o dinyatakan sebagai berikut: x 0 Hu = c B 9 u Solusi perhitungan diberikan pada Gambar. 2.34 dan Gambar 2.35 dimana dengan mengetahui rasio L/B dan e/b maka akan diperoleh nilai H u / (c u.b 2 ), sehingga H u dapat dihitung. 2.8.2 Daya Dukung Tiang Pendek Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.36 (a dan b).

Gambar 2.36.a Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang terjepit (Broms, 1964) Gambar 2.36.b Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang terjepit pada tanah pasir (Broms, 1964) Pada tanah pasir maka kapasitas lateral dan momen maksimum dinyatakan sebagai berikut: H u = 1.5x γ1 x L2 x B x Kp (2.55) M max = γ1 x L3 x B x Kp (2.56) Gambar 2.37 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang terjepit pada tanah lempung (Broms, 1964) berikut: Untuk tanah lempung, kapasitas lateral dan momen maksimum adalah sebagai

Hu = 9 x cu x B x (L-15D) (2.57) Mmax = 4.5 x cu x B x (L2 2.25 D2) (2.58) Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, solusi grafis juga diberikan berupa gambar dengan suku tak berdimensi. L/B sebagaimana terlihat pada Gambar 2.37. 2.8.3 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Bebas (Free Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.38. (a) pada tanah pasir (b) pada tanah lempung Gambar. 2.38 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang kepala tiang bebas (Broms, 1964) Pada tanah pasir, karena momen maksimum terletak pada titik dengan gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung sebagai berikut : M max = H max (e + 0.67 x o )... (2.59) dengan x o = H u 0.82... (2.60) 1 γ D K p

M H u = e + 0.54 γ 1 u H u D K p... (2.61) Dimana M u adalah momen kapasitas ultimit dari penampang tiang. Nilai H u H u dapat dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai 1 3 K γ B p H u terhadap nilai 1 4 K γ B p seperti pada Gambar 2.38 (a dan b). yaitu : Untuk tanah lempung maka digunakan persamaan seperti pada tiang pendek M max = H u (e + 1.5 D + 0.5 x o )... (2.62) dimana x o = H 9 c u u D... (2.63) M u Dengan mengetahui nilai 3 c D u H u maka nilai 2 c D u dapat ditentukan dari Gambar. 2.38.b maka harga H u dapat diperoleh. 2.8.4 Daya Dukung Tiang Panjang Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head) Mekanisme keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.39. Momen maksimum dan gaya ultimit lateral dapat dihitung menggunakan persamaan : Mmax = Hmax (e + 0.67 x 0 )... (2.64)

Gambar. 2.39.a Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah pasir (Broms, 1964) Gambar. 2.39.b Kapasitas lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah lempung (Broms, 1964) (a) pada tanah pasir (b) pada tanah lempung Gambar. 2.40 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang kepala tiang terjepit (Broms, 1964) Dimana untuk tanah pasir dapat digunakan persamaan : H x o u = 2M u ( e + 0.67x ) H u = 0.82 1 γ D K p o 0.5 (2.65) Sedangkan untuk tanah lempung dapat digunakan persamaan :

H u 2M u =... (2.66) 1.5D + 0.5x o xo Hu = 9 c D u... (2.67) Untuk perhitungan kapasitas lateral ultimit, maka untuk kondisi kepala tiang terjepit, Gambar 2.40.a dapat digunakan untuk tanah pasir, sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.40.b. 2.9 Metode Element Hingga (FEM) Metode Elemen Hingga (FEM) berawal daripada kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan kompleks di bidang Teknik Sipil dan Teknik Aeronautika terutama pada permasalahan elastisitas dan analisa struktur. Perkembangan FEM diawali atas jerih payah Alexander Hrennikoff (1941) dan Richard Courant (1942). Pendekatan yang dilakukan oleh para pioner ini benarbenar berbeda, namun mereka mempopulerkan satu nilai yang esensial, yaitu: Diskritisasi Jaringan/ pembagian jaringan pada sebuah bidang pengaruh (domain) yang menerus menjadi kumpulan sub-domain yang berbeda. Pada kelanjutannya FEM digunakan pula pada bidang aplikasi matematika untuk bidang modeling numerik pada sistem fisik (physical system) untuk berbagai bidang engineering, seperti pada elektro magnetik dan mekanika fluida. Metode FEM dilakukan dengan menggunakan konsep diskritisasi dengan cara membagi-bagi benda atas bagian yang kecil yang dinamakan elemen-elemen hingga, dilakukan analisis untuk masing-masing elemen yang kecil tersebut sehingga akan

lebih mudah peninjauannya dibandingkan dengan secara keseluruhan. Sifat distribusi akibat yang ditimbulkan (deformasi) dalam suatu benda tergantung pada karakteristik sistem gaya yang bekerja dan benda itu sendiri. FEM untuk geoteknik berbeda dengan yang lainnya pada program tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air pori dan kwadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada juga yang menyamakannya. Permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material yang berbeda jauh kekakuannya, seperti pondasi tiang pancang, material yang dianalisa terdiri dari tiang yang terbuat dari beton dan tanah. Pada tembok penahan tanah terdiri dari tembok (pasangan batu ataupun beton) dan tanah. Pada pondasi dangkal terdiri dari beton dan tanah. Pada kasus timbunan yang menggunakan geotextile terdiri dari geotextile dan tanah. Kasus penimbunan gorong-gorong, sheet pile juga terdiri dari dua material yang berbeda. Pada kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface (elemen antara). Kalau tidak menggunakan elemen antara maka akan terjadi slip antara struktur (elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan tanah. Penelitian tesis ini melakukan analisis terhadap struktur bangunan dan pemodelan tanah terhadap besar penurunan tiang bor dengan diameter 60 cm yang mempergunakan metode elemen hingga dengan bantuan program SAP2000 untuk menganalisis penurunan terhadap struktur bangunan dan program Plaxis yang memodelkan jenis tanah dari parameter hasil pengujian lapangan (soil investigation).

2.11 Program (software) Plaxis yang merupakan Metode Elemen Hingga Plaxis adalah merupakan program metode elemen hingga (finite element program) untuk aplikasi Geoteknik dengan mempergunakan pemodelan tanah digunakan untuk mensimulasikan prilaku tanah dari hasil interpretasi pengujian tanah. Sebelum melakukan perhitungan dengan program elemen hingga ini terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih, kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh. Program Plaxis memiliki 7 model tanah, yaitu : model linier elastic, mohrcoulomb, advanced mohr-coulomb, soft soil (Cap), jointed rock, soft soil creep usedifined soil, dan modified cam-clay. perhitungan korelasi beban vertikal batas (ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang bor beton dengan metode elemen hingga model tanah yang digunakan adalah model Mohr Coulomb dengan analisis secara Axisymetric. Hasil permodelan elemen hingga dengan program Plaxis dibandingkan dengan pengujian lapangan (loading test). 2.9.2 Model Mohr Coulomb Model Mohr Coulomb mengasumsikan prilaku tanah bersifat plastis sempurna dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengarui oleh regangan. Untuk input parameter tanah pada model Mohr Coulomb meliputi 5 buah parameter yaitu : modulus young (E s ), poison rasio (ν), kohesi (c), sudut geser dalam (Ø), dan sudut dilatansi (Ψ). Pemahaman tanah yang digunakan sebagai parameter pemodelan tanah untuk

perhitungan dengan metode keseimbangan batas dan input pada program komputer (program Plaxis) harus dipahami. Kesalahan dalam penentuan parameter tanah akan memberikan hasil yang keliru, sehingga hasil yang didapat tidak mencerminkan respon yang sesungguhnya. Parameter tanah yang diperlukan disesuaikan dengan model yang dipilih, model linier elastic, mohr-coulomb, advanced mohr-coulomb, soft soil (Cap), jointed rock, soft soil creep use-difined soil, dan modified cam-clay. Masing-masing model memerlukan parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa data tanah yang bersesuaian. Parameter tanah ini didapat dari hasil interpretasi pengujian di lapangan berupa data N-SPT dan sebagian parameter diasumsikan berdasarkan buku referensi. Pada penelitian ini pemodelan pada program Plaxis model tanah adalah. Parameter yang digunakan dalam model Mohr Coulomb adalah : a. Modulus Elastisitas (Elastic Modulus) Di laboratorium, modulus elastisitas (E) didapat dari hasil hubungan teganganregangan pengujian Triaxial Test. Sudut kemiringan awal E 0 yang dibentuk didefinisikan sebagai modulus elastisitas yang juga disebut Young s modulus, sedangkan E50 didefinisikan sebagai Secant Modulus pada kekuatan 50%. Untuk tanah lempung over konsolidasi dan beberapa jenis batuan dengan rentang linier elastis yang besar, digunakan E 0. Sedangkan untuk material pasir dan lempung normal konsolidasi lebih tepat menggunakan E 50. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.41. Pada penelitian ini modulus elastisitas (E) didapatkan dari korelasi hasil standard penetration test (SPT), undrained cohesion (C u ) terhadap modulus elastisitas.

Gambar 2.41 Definisi E o dan E 50 (Plaxis versi 8.2) b. Poison Ratio (v) Poisson s ratio adalah harga perbandingan regangan lateral dengan regangan aksial yang berguna untuk menghubungkan besar modulus elastisitas (E) dengan modulus geser (G) dengan persamaan E = 2(l-υ)G. Nilai possion s ratio berkisar 0,3 sampai dengan 0,5 dan pada program Plaxis disarankan 0,35. c. Sudut Geser Dalam (Ø) dan Nilai Kohesi (c) Sudut geser dalam (Ø) disebutkan dengan derajat. Sudut geser dalam yang tinggi kadang-kadang diperoleh untuk pasir padat, tetapi secara umum makin halus butiran dan makin padat, tetapi secara umum makin halus butiran dan makin padat susunan butirannya akan meningkatkan sudut geser dalam. Kohesi memiliki dimensi yang sama dengan tegangan. Kohesi akan cenderung meningkat sesuai dengan kedalaman penijauan. Sudut geser dalam dan nilai kohesi diperoleh dari beberapa jenis pengujian antara lain adalah pengujian triaxial dan unconfined test. Untuk jelasnya dapat dilihat Gambar 2.42.

d. Sudut Dilantancy (Ψ) Sudut dilatancy (ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik. 8.2) Gambar 2.42 Lingkaran tegangan Mohr pada saat leleh (yield) (Plaxis versi Tanah lempung normal konsodilasi tidak memiliki sudut dilantasi. Tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (D r ) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan persamaan ψ = φ - 30. e. Parameter Permeabilitas K x Dan K y Parameter k x dan k y nilainya dianggap sama untuk setiap lapisan, terhadap arah x maupun terhadap arah y. 2.9.3 Studi Parameter Studi parameter ini dimaksudkan untuk mendapatkan dan melengkapi parameter-parameter tanah laboratorium yang digunakan sebagai input untuk program elemen hingga. Adapun cara untuk mendapatkannya adalah dengan menggunakan korelasi-korelasi data lapangan seperti N-SPT dengan Kohesi, N-SPT tekanan efectif vertikal dengan sudut geser dalam (Ø), Jenis tanah dengan daya rembesan (K x, K y ),

konsistensi tanah dengan angka poison, N-SPT dengan Modulus Elastisitas (E s ) dan sebagainya. Semua parameter- parameter tanah undrained harus dikonversi menjadi drained. Jenis tanah adalah tanah-tanah tidak kohesif (cohesionless soil), tanah-tanah kohesif (cohesive soil) dan tanah-tanah yang mengandung kohesi dan tidak berkohesi (mengandung C dan Ø), misalnya pasir kelempungan yaitu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada mengandung sejumlah lempung. Pada penelitian ini jenis tanah dikelompokkan menjadi kohesif dan tidak kohesif, yaitu: c. Gravelly sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). d. Sandy clay dikelompokkan menjadi Clay (kohesif). e. Coarse sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). f. Silty sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). g. Tuff sand dikelompokkan menjadi Sand (tidak kohesif). Adapun Korelasi-korelasi parameter tanah ini sebagai berikut: 1. Hubungan Modulus Elastisitas ( E s ) dengan N-SPT Hubungan Modulus Elastisitas (E s ) dengan N-SPT dikorelasikan dengan nilai E s = (1-3)q c, kemudian Niali E s direduksikan sebesar 0.6 dari nilai E s yang diperoleh. 2. Hubungan Jenis, Konsistensi Tanah dengan Poison s Ratio (v) Untuk memperoleh nilai poison s ratio (v) yang lebih akurat yang digunakan pada program metode elemen hingga dalam bentuk hubungan yaitu hubungan range nilai Poison s Ratio Efective (v). Konsistensi Tanah dan N- SPT di interpolasikan dari masukan Tabel 2.3.

3. Koefisien Rembesan (K) Untuk nilai rembesan (K) yaitu untuk K x dan K y yang digunakan pada program Elemen Hingga, penulis memperolehnya dari korelasi macam tanah dan koefisien rembesan, seperti dapat dilihat pada masukan Tabel 2.4. Koefisien rembesan ke arah x dan y diasumsikan sama. 2.10 Perkembangan Metode Pengujian Beban Tiang 2.10.1 Jenis-Jenis Pengujian Beban Dalam perkembangan Pengujian Beban Tiang yang akan menghasilkan kapasitas beban secara langsung (beban bekerja) setelah tiang pancang selesai dilaksanakan, terdapat beberapa metode yang telah berkembang sepanjang 50 sampai 20 tahun terakhir ini. Antara lain pengujian beban tiang yang telah dilaksanakan pada masa saat ini adalah : pengujian beban statis (static loading test), pengujian beban dinamis (dynamic testing), pengujian beban statnamic (statnamic testing), dan pengujian beban secara integriti (integrity testing). Tabel 2.3 Hubungan jenis, konsistensi dengan poison s ratio (v) (Das, 2008) Soil Type Clay Sand N-SPT Deskri psi (v ) 2 4 Soft 0.35 0.40 Mediu 4 8 m 0.30 0.35 8 15 Stiff 0.20 0.30 0 10 Loose 0.15 0.25 Mediu 10 30 m 0.25 0.30 30-50 Dense 0.25 0.35

Tabel 2.4 Korelasi macam tanah dan koefisien rembesan (K) (Wesley, 1977) Koefiesien Rembesan Macam Tanah ( m/day ) Pasir yang mengandung lempung atau lanau 10-2 - 5 x 10-3 Pasir halus 5 x 10-2 5 x 10-3 Pasir kelanauan 2 x 10-3 2 x 10-4 Lanau 5 x 10-4 5 x 10-5 Lempung 10-6 10-9 Pada penelitian tesis ini selain pembahasan pengujian beban statis (static loading test) yang telah dibahas pada sub-sub bab di atas, maka selain itu peneliti juga menulis tentang perkembangan metode pengujian beban statis yang sering dipergunakan pada masa-masa saat ini terutama pada konstruksi dengan beban-beban rencana yang besar serta kondisi tanah clay-shale serta soft clay yaitu dengan metode pengujian beban statis Osterberg Cell (O-cell). Serta pada lokasi kerja yang sangat tidak memungkinkan dilakukan pengujian beban statis konvensional yaitu terutama pada lokasi pembangunan lepas pantai (laut lepas) dan dermaga di tepi pantai. 2.10.2 Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell (O-cell) Untuk pelaksanaan pengujian Osterberg Cell (O-cell) (Gambar 2.43), pertama disiapkan pada lokasi pekerjaan adalah peralatan utama pengujian O-cell tersebut yaitu terdiri dari : load cell, tell tale, displacement tranducers, dan strain gauge. Load cell yang berfungsi untuk menghasilkan beban, kemudian tell tale dengan displacement tranducers yang berfungsi sebagai alat pengukur displacement (penurunan) yang terjadi pada load cell, dan strain gauge akan berfungsi untuk mengukur distribusi regangan dan gaya aksial pada sepanjang tiang. Selain peralatan

utama di atas, pada pelaksanaan O-cell test ini dilengkapi juga dengan pipa untuk keperluan sonic logging dan grouting pada dasar tiang. Pada pelaksanaan Osterberg Cell Test (O-cell) ini penggunaan jumlah load cell dapat dengan jumlah satu buah yang letaknya pada posisi bawah tiang disebut load cell bawah dan dapat juga dengan jumlah dua buah yang letaknya pada posisi bawah (load cell bawah) serta pada sisi atas tiang disebut load cell atas. Dengan fungsi pemakaian load cell bawah adalah untuk mengukur tahanan ujung tiang sedangkan fungsi pemakaian load cell atas adalah untuk mengukur tahanan selimut tiang. Untuk pengujian tiang yang memakai jumlah O-cell test dengan 2 (dua) buah load cell yaitu load cell atas dan load cell bawah, maka pengujian dilakukan dengan memberi beban secara berurutan dimulai dari load cell bawah lalu kemudian dilanjutkan dengan pada load cell atas secara bertahap. Pada setiap tahapan pembebanan yang dilakukan, besarnya gaya aksial dan displacement yang terjadi dicatat. Pembebanan maksimum akan tercapai bila displacement yang terjadi pada nilai yang sudah jauh lebih besar daripada pada tahap sebelumnya atau tingkat pembebanan telah mencapai batas maksimum yang ditentukan.

(a) (b) (d) (c) Gambar 2.43 (a), (b), (c) dan (d) Pelaksanaan Osterberg Cell Test (Sumber www.loadtest.com) 2.10.3 Hasil Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell Test (O-cell) Dari hasil pencatatan pelaksanaan pengujian Osterberg Cell (O-cell) yang telah dilakukan, diperoleh pencatatan load-displacement pada load cell dan distribusi gaya aksial sepanjang tiang dari strain-gauge. Dimana dari setiap load cell yang dipasang akan menghasilkan dua buah grafik dan hal ini dikarenakan load cell bekerja secara bidirectional atau dua arah yaitu ke arah atas dan ke arah bawah sekaligus. Dan dari