PENGUKURAN KEKASARAN PROFIL PERMUKAAN BAJA ST37 PADA PEMESINAN BUBUT BERBASIS KONTROL NUMERIK Zulfikar Akbar Mohammad *, Naufal Abdurrahman * and Mutiarani Politeknik Negeri Batam Jurusan Teknik Mesin Jl. Ahmad Yani, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia E-mail: zulfikarakbar70@gmail.com Abstrak Kekasaran permukaan adalah penyimpangan yang disebabkan oleh kondisi pemakanan pada saat proses produksi.kekasaran permukaan produk tersebut berkaitan dengan gesekan, keausan, sistem pelumasan dan lainnya. Semakin halus kekasaran permukaan, maka semakin kecil gesekan yang terjadi serta penyebaran panas dan penyebaran pelumasan juga semakin merata. Oleh karena itu,kekasaran permukaan menjadi tolak ukur keakuratan dan kualitas permukaan suatu produk industri manufaktur.untuk itu perlu dilakukan pengujian proses pemotongan pada mesin bubut dan pengukuran kekasaran permukaan dengan beberapa benda kerja. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari variasi parameter pemakanan yang dilakukan dalam proses bubut terhadap kekasaran permukaan baja ST 37 menggunakan pahat bubut high speed steel (HSS) dengan menentukan parameter pemakanan yaitu kedalaman pemakanan (depth of cut), dan kecepatan pemotongan (cutting speed). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, parameter pembubutan yang menghasilkan tingkat kekasaran permukaan terendah adalah : Kedalaman Pemakanan (a) = 1 mm, Kecepatan Potong (Vc) = 70 m/menit dan Gerak Makan (f) = 0,25 mm/rev, dan kecepatan putar spindle = 900 rpm yaitu sebesar 1.689 μm dan tingkat kekasaran permukaan tertinggi adalah : kedalaman Pemakanan (a) = 3 mm, Kecepatan Potong (Vc) = 32 m/menit, gerak makan (f) = 0,25 mm/rev, dan kecepatan putar spindle = 410 rpm yaitu sebesar 5.851 μm. Dari hasil pengujian tersebut, diketahui bahwa semakin cepat putaran spindel dan semakin rendah tingkat kedalaman pemakanan maka tingkat kekasaran permukaan akan semakin rendah/halus. Kata kunci: kekasaran permukaan, pemesinan bubut, parameter pemakanan Abstract Surface roughness is a deviation caused by feed conditions during production. This product's objective is related to friction, wear, lubrication and other systems. The smoother the surface roughness, the less friction that occurs and the spread of heat and the spread of lubrication also more evenly. Therefore, surface roughness becomes a benchmark of the accuracy and surface quality of a manufactured industrial product. For that it needs to be done testing process on the lathe and measuring surface roughness with some workpiece. ST 37 uses a high-speed steel chisel (HSS) by determining the feed parameters of depth of feed (cut depth), and cutting speed (cutting speed)). Based on the research that has been done, the latter parameters that produce the lowest surface roughness are: Depth of Feeding (a) = 1 mm, Cutting Speed (Vc) = 70 m / min and Feeding (f) = 0.25 mm / rev, and Spindle rotational speed = 900 rpm is 1.689 μm and the highest surface roughness is: depth of feed (a) = 3 mm, cutting speed (Vc) = 32 m / min, feeding motion (f) = 0.25 mm / And spindle spin speed = 410 rpm is equal to 5.851 μm. From the results of these tests, it is known quickly saturation level will be lower / smoother. Keywords : surface roughness, machining lathe, parameter feeds
1. Pendahuluan Proses pemesinan yang biasanya digunakan dalam proses produksi membutuhkan ketelitian yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang baik. Ketelitian, kepresisian dan kualitas permukaan menjadi prioritas utama yang menjadi acuan dalam pengerjaan proses pemesinan. Hasil permukaan benda kerja yang baik adalah salah satu yang diharapkan dari setiap pengerjaan. Tingkat kepresisian dan kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat kualitas permukaan benda kerja semakin tinggi pula tingkat kepresisiannya. Pada tingkat kekasaran permukaan salah satunya merupakan faktor utama untuk evaluasi produk dapat diterima atau tidak, baik oleh pekerja sendiri (operator), perusahaan maupun konsumen. Kekasaran permukaan (suface roughness) suatu produk pemesinan dapat mempengaruhi beberapa fungsi produk tersebut seperti, gesekan permukaan (surface friction), kemampuan penyebaran pelumas, pelapisan, dan lain-lain. Semakin halus kekasaran permukaan benda semakin kecil juga gesekan yang terjadi dan semakin halus permukaan benda semakin lancar juga penyebaran pelumas. Oleh karena itu kekasaran permukaan menjadi tolak ukur keakuratan dan kualitas permukaan suatu produk industri manufaktur [1]. Pada praktik dilapangan, hasil dari proses pembubutan benda kerja banyak ditemukan tidak sesuai dengan spesifikasi kekasaran permukaan yang diminta. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekasaran benda yaitu kecepatan potong (cutting speed), laju pemakanan (feeding), dan kedalaman potong (depth of cut), selain itu cairan pendingin juga berpengaruh terhadap kualitas kekasaran benda karena semakin panas suhu pahat bubut dan material benda kerja semakin cepat membuat pahat bubut tumpul yang mempengaruhi kekasaran benda [2]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variasi parameter pemesinan bubut seperti, kedalaman potong (depth of cut) dan kecepatan pemotongan (cutting speed) terhadap nilai kekasaran permukaan pada baja ST 37 dengan menggunakan alat surface roughness tester.. Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat surface roughness tester. Surface Roughness Tester merupakan alat pengukuran kekasaran permukaan yang berbasis kontrol numerik, yaitu sistem pengendalian peralatan dengan menggunakan program komputer. Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai beberapa bentuk yang bervariasi menurut struktumya maupun dari hasil proses produksinya. Roughness/kekasaran didefinisikan sebagai ketidakhalusan bentuk yang menyertai proses produksi yang disebabkan oleh pengerjaan mesin. Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra) [3]. Untuk proses pembubutan dalam penelitian ini penulis menggunakan mesin bubut konvensional yang terdapat di lab manufaktur Politeknik Negeri Batam.. Prinsip kerja mesin bubut ialah menghilangan bagian dari benda kerja untuk memperoleh bentuk tertentu dimana benda kerja diputar dengan kecepatan tertentu bersamaan dengan dilakukannya proses pemakanan oleh pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakkan translasi dari pahat disebut gerak makan (feeding) [2]. Pembubutan menggunakan sistem pemotongan tegak atau bubut rata dengan menggunakan mata pahat High speed steel (HSS) dan menggunakan cairan pendingin (coolant). Pahat High speed steel (HSS) adalah perkakas yang tahan terhadap kecepatan kerja yang tinggi dan temperatur yang tinggi. Pahat bubut HSS merupakan peralatan yang berasal dari baja dengan unsur karbon yang tinggi. Pahat HSS ini digunakan untuk mengasah atau memotong benda kerja. Material uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ST37 silinder pejal (roundbar) dengan ukuran diameter 25 mm dan panjang 80 mm. ST37 adalah baja struktural dengan kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2 [4]. Untuk pemilihan diameter benda uji berdasarkan ketersediaan material yang ada karena diameter benda tidak mempengaruhi kekasaran permukaaan. 2. Metodologi Penelitian Persiapan benda uji Proses Bubut Pengukuran kekasaran Analisa dan pembahasan kesimpulan Gambar 2.1 Flowchart Proses Pengujian Penelitian ini melibatkan beberapa variabel dan melakukan proses pemesinan langsung pada mesin bubut konvensional (Gambar 2.2) dengan penetapan parameter pemakanan yaitu : kecepatan potong
(cutting speed) sebesar V = 32, 35 dan 70 m/min serta kedalaman potong (depth of cut) yaitu 1mm, 2mm, dan 3mm. CS = Kecepatan potong (m/menit atau feet/menit) d = diameter benda kerja n = kecepatan putaran pisau/benda kerja (rpm) π = 3,14 atau 22/7 Karena satuan Cs dalam meter/menit sedangkan satuan diameter benda kerja dalam millimeter, sehingga dikalikan 1000 seperti rumus di atas. Kemudian untuk menghitung kecepatan pemakanan dari suatu proses bubut pada mesin bubut menggunakan persamaan F = f. n Gambar 2.2 Mesin Bubut Dimana : F f n : kec. Pemakanan (mm/min) : gerak pemakanan (mm/rev) : kecepatan putar (rpm) Tabel I. Spesifikasi Mesin Bubut Manufacture By = Gedee Weiler Machine Type = LZ330G Year Manufacturing = 2016 Operation Voltage = 4.15 V Yang dimaksud dengan kecepatan potong (CS) adalah kemampuan alat potong menyayat bahan dengan aman menghasilkan tatal dalam satuan panjang /waktu (m/menit atau feet/menit). Rumus untuk menghitung kecepatan potong adalah sebagai berikut : n = putaran benda kerja (rpm) D = Diameter benda kerja (mm) Vc = kecepatan pemotongan (m/menit) π = 3,14 atau 22/7 Karena nilai kecepatan potong untuk setiap jenis bahan sudah ditetapkan secara baku, maka komponen yang bisa diatur dalam proses penyayatan adalah putaran mesin/benda kerja [5]. Tabel II. Kecepatan Potong Pahat HSS [5] Berdasarkan perhitungan rumus kecepatan potong dan (Tabel II.), dapat disimpulkan bahwa kecepatan potong (cs) pada pengujian ini adalah 32, 35, 70 m/min. Sedangkan untuk putaran mesin (n) adalah 410, 450, dan 900 rpm. Pada proses pembubutan, benda uji disayat menggunakan pahat bubut HSS (Gambar 2.3) dengan penetapan dari 2 parameter yang telah ditentukan. Material uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ST37 silinder pejal (roundbar) dengan ukuran diameter 25 mm dan panjang 80 mm. Setiap benda uji dilakukan pembubutan rata sepanjang 30 mm. Dengan demikian rumus untuk menghitung putaran menjadi : Gambar 2.3 Sketsa proses bubut
menunjukkan besaran Ra, Rz, Rq, Rmax yang dapat digunakanuntuk penghitungan dalam kelurusan dan kedataran. Setiap benda uji dilakukan pengukuran tingkat kekasaran. Hasil nilai kekasaran permukaan akan ditampilkan pada layar alat ukur. Gambar 2.4 Pahat Bubut HSS Setelah proses bubut telah selesai, dilakukanlah pengujian kekasaran hasil pembubutan dengan menggunakan alat Surface Roughness Tester. Menurut standar internasional (ISO) 1302, telah ditetapkan nilai tingkat kekasaran (N1 N12) permukaan seperti ditunjukan pada tabel berikut: Gambar 2.5 Mitutoyo surftest SJ-310 Tabel IV. Spesifikasi Alat Surftest Merk Brand = MITUTOYO Model No = SJ 310 Serial No = 178 Tabel III. Angka Tingkat Kekasaran Permukaan (ISO 1302 Roughness Number) Gambar 2.6 Proses pengukuran kekasaran permukaan dengan Surface Roughness 3. Analisa dan Pembahasan Adapun beberapa langkah pengujian menggunakan surface roughness tester sebagai berikut: Pertama meletakkan benda uji, kemudian dial indicator (berupa jarum) diatur sehingga ujung dari dial indicator beradadalam posisi stabil (di tengah skala) pada pembacaan skala tekanan terhadap permukaan objek pengukuran. Setelah itu sebelum alat dijalankan terlebih dahulu memasukkan faktor-faktor seperti panjang (length) dari permukaan objek yang ingin diperiksa, standar yang ingin digunakan (Ra, Rq, Rz, Rmax, dan parameter lainnya). Pada saat pengambilan data, posisi dial indicator bergerak dengan konstan sesuai dengan sumbu horizontal dan sejajar benda uji (berada pada garis lurus). Kemudian bila kita telah puas dengan hasil yang didapat maka kita dapa tmencetak hasil praktikum dengan printer yang ada pada alat ukur. Dengan ketelitian sebesar 0,02 µm alat ini menghasilkan suatu grafikdengan Berdasarkan data dari hasil pengukuran kekasaran permukaan menggunakan alat ukur Surface Roughness Tester Mitutoyo Surftest SJ-310 series pada specimen baja ST 37 dari hasil pengerjaan proses bubut menggunakan pahat potong HSS (High Speed Steel) yang divariasikan dengan kedalaman pemakanan, serta kecepatan putaran spindle maka diperoleh data hasil pengukuran sebagai berikut : NO Spindle Speed (rpm) Tabel V. Data Hasil Pengujian Cutting Speed (m/min) Depth of Cut (mm) Kekasaran Permukaan (RA) 1 410 32 1 3.169 μm 2 450 35 1 2.591 μm 3 900 70 1 1.689 μm 4 410 32 2 5.023 μm
5 450 35 2 3.693μm 6 900 70 2 2.470 μm 7 410 32 3 5.851 μm 8 450 35 3 4.990 μm 9 900 70 3 2.983μm Pada table V dapat dijelas kan bahwa tingkat kekasaran menggunakan pahat bubut HSS dengan kecepatan putar 410 rpm, kecepatan potong 32 m/min dan kedalaman pemakanan 1 mm menghasilkan kekasaran 3.169 μm, untuk kedalaman pemakanan 2 mm adalah 5.023 μm, dan pada kedalaman pemakanan 3 mm adalah 5.851 μm Sedangkan pada kecepatan 450 rpm, kecepatan potong 35 m/min dan kedalaman pemakanan 1 mm menghasilkan kekasaran 2.591 μm, untuk kedalaman pemakanan 2 mm adalah 3.693 μm dan untuk kedalaman pemakanan 3 mm adalah 4.990 μm. Pada kecepatan 900 rpm kecepatan potong 70 m/min kedalaman pemakanan 1 mm menghasilkan kekasaran 1.689μm, kedalaman pemakanan 2 mm adalah 2.470 μm dan untuk kedalaman pemakanan 3 mm adalah 2.983 μm. Sebab kecepatan putar spindle yang tinggi mengakibatkan benda semakin cepat berputar dan pahat semakin sering melakukan penyayatan dalam setiap jarak penyayatannya, sehingga mengakibatkan tingkat kekasaran permukaan benda kerja lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan putar spindle yang rendah. Berdasarkan tabel V dan grafik perbandingan (Gambar 3.1) terlihat bahwa selalu terjadi peningkatan tingkat kekasaran permukaan benda kerja setiap dilakukan penambahan kedalaman pemakanan. Dari tingkat kekasaran permukaan di atas, kedalaman pemakanan yang menghasilkan tingkat kekasaran permukaan benda kerja yang tinggi adalah pada kedalaman 3 mm, kecepatan potong 32 m/min dan kecepatan putar spindel 410 rpm yaitu 5.851 μm. Sementara tingkat kekasaran permukaan yang rendah adalah pada kedalaman pemakanan 1mm, kecepatan potong 70 m/min, dan kecepatan spindle 900 rpm yaitu 1.689 μm. Jadi, kekasaran permukaan benda kerja terendah diperoleh dengan kedalaman pemakanan yang rendah. Sebab kedalaman pemakanan yang rendah membuat beban pahat pada saat melakukan penyayatan semakin kecil dan getaran pahat kecil, sehingga mengakibatkan tingkat kekasaran permukaan benda kerja lebih rendah dibandingkan dengan kedalaman pemakanan yang tinggi. 4. Kesimpulan Gambar 3.1 grafik perbandingan kedalaman pemakanan dan kecepatan potong. Berdasarkan tabel V dan grafik perbandingan (Gambar 3.1) terlihat bahwa selalu terjadi penurunan tingkat kekasaran permukaan benda kerja setiap dilakukan penambahan kecepatan potong dan kecepatan putar spindle. Berdasarkan masing-masing kedalaman pemakanan, dapat ditunjukkan tingkat kekasaran yang paling rendah terletak pada variasi kedalaman pemakanan 1 mm dengan kecepatan potong 70 m/min dan kecepatan putar spindle 900 rpm yaitu 1.689 μm. Kedalaman pemakanan 2 mm dengan kecepatan potong 70 m/min dan kecepatan putar spindle 900 rpm yaitu 2.470 μm. Kedalaman pemakanan 3 mm dengan kecepatanpotong 70 m/min dan kecepatan putar spindle 900 rpm yaitu 2.983μm. Jadi, kekasaran permukaan benda kerja terbaik diperoleh dengan kecepatan putar spindle yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa pada kecepatan potong 32 m/min menghasilkan nilai kekasaran terendah yaitu 3.169 μm pada kedalaman pemakanan 1 mm dan nilai kekasaran tertinggi adalah 5.581 μm pada pemakanan 3 mm. Untuk kecepatan potong 35 m/min nilai kekasaran terendah yaitu 2.591 μm pada kedalaman pemakanan 1 mm dan nilai kekasaran tertinggi adalah 4.990 pada kedalaman pemakanan 3 mm. Sedangkan untuk kecepatan potong 70 m/mm nilai kekasaran terendah yaitu 1.689μm pada kedalaman pemakanan 1 mm dan nilai kekasaran tertinggi adalah 2.983 μm pada kedalaman pemakanan 3 mm. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kecepatan potong dan semakin rendah tingkat kedalaman pemakanan maka akan semakin rendah tingkat kekasaran permukaan yang di peroleh. 5. Daftar Pustaka [1] Kalpakjian Serope and Schmid R. Steven (2002), Manufacturing Engineering and Technology, fourth Edition, prentice Hall, London
[2] MesinNews(2015) :http://mesinnews. blogspot.com/2015/05/pengertian-mesin-bubut-le ngkap.html [3] Alatuji.com (2017) : http://www.alatuji.com/kategori/113/roughness-te ster [4] Teknik Mesin Manufaktur (2015) : http://teknikmesinmanufaktur.blogspot.co.id/2015 /02/penomoran-baja-struktural-menurut-din.html [5] Guru Insight (2016) : https://guruinsight.wordpress.com/2016/08/01/me nghitung-kecepatan-pemotongan-pada-proses-pe mbubutan/