STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Kajian yuridis terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak geng nero (studi kasus di Pengadilan Negeri Pati)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

ANALISIS TENTANG PERMASALAHAN POKOK HUKUM PIDANA DALAM UU NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

TINDAK PIDANA PENCULIKAN DAN MODUSNYA (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

Studi komparasi pertanggungjawaban pidana Delik perdagangan orang ditinjau dari kuhp dan Uu ri no. 21 tahun 2007

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

Transkripsi:

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Menperoleh Derajat Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh : ROHMANI EKA YANTI C 100 040 207 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbudakan dan perdagangan budak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang pertama, yang diakui merupakan kejahatan internasional, walaupun kejahatan itu baru merupakan subyek dan perjanjian internasional yang komprehensif ketika konvensi perbudakan tahun 1926 diadopsi. Bentuk tradisional dari perbudakan dan perdagangan budak memang hampir tidak ada lagi, namun bentuk lain dari perbudakan tetap ada seperti perhambaan (servitude), kerja paksa (forced labour) dan perdagangan manusia khususnya wanita dan anak-anak. Larangan perbudakan juga dapat ditemukan hampir di dalam instrument umum hak asasi manusia misalnya Pasal 4 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 8 Konvenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Pasal 6 (1) Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia. Dalam situasi konflik bersenjata, semua bentuk perbudakan juga merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter. 1 Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk di dalamnya negara Indonesia. Perdagangan terhadap manusia meskipun sebagai kasus sudah demikian akrab terjadi di 1 Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2006. Pedoman Unsur-unsur Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban Komando. Hal. 34.

masyarakat. Namun secara terminologis tampaknya belum banyak dipahami orang. 2 Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat terbatas, hal ini dikarenakan informasi yang diperoleh di dalam masyarakat mengenai trafficking masih rendah. Isu perdagangan anak dan perempuan mulai menarik perhatian banyak pihak di Indonesia tatkala ESCAP (Komite Sosial Ekonomi PBB untuk Wilayah Asia-Pasifik) mengeluarkan pernyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22 negara lain pada peringkat ketiga atau terendah di dalam merespon isu ini. 3 Secara rinci perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan seks komersial di Indonesia menurut data Polri mencapai 173 kasus yang dilaporkan dan 134 kasus selesai pada tahun 1999, pada tahun 2000 sebanyak 24 kasus dan yang selesai 16 kasus dan pada tahun 2001 sebanyak 178 kasus dilaporkan dan 128 kasus bisa terselesaikan. 4 Masalah kemiskinan tampaknya menjadi alasan utama atas pertanyaan mengapa perdagangan manusia terus mengalami peningkatan sadar tidak sadar modus ini sudah menjadi salah satu sumber penghasilan yang menggiurkan. 5 Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang keji terhadap HAM, yang mengabaikan hak seseorang untuk hidup bebas, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, beragam hak untuk tidak diperbudak dan lainnya. 2 3 4 5 M. Zaelani Tammaka. 2003. Menuju Jurnalisme Berperikemanusiaan Kasus Trafficking dalam Liputan Media di Jawa Tengah dan DIY. Surakarta: Aji Surakarta. Hal. 3. Ibid. Hal. 21. Ibid. Hal. 103. http://id.shvoong.com/social-sciences/1824479-seribu-wajah-perdagangan-manusia.htm/ Seribu Wajah Perdagangan Manusia. Sabtu, 12 Januari 2006. Download: Senin, 22 Desember 2008, Pukul 12:59.

Industri seks sebagai salah satu pengguna perdagangan manusia, selain menimbulkan human, social and economic cost yang tinggi, juga menyebarkan penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Bagi anak yang dilacurkan, terampaslah peluang mereka untuk memperoleh pendidikan dan untuk mencapai potensi pengembangan sepenuhnya, yang berarti merusak sumber daya manusia yang vital untuk pembangunan bangsa. Namun demikian, tidak dapat disangkal pula bahwa praktek legal trafficking dalam berbagai bentuknya menandai terjadinya pergeseranpergeseran relatif dalam bidang hukum kontemporer. Di dalam masyarakat puritan di negara-negara berkembang misalnya, legalitas praktek trafficking dilakukan justru atas nama sistem sosial yang dikamuflase ke dalam normanorma relatif kultur masyarakat. Kondisi ini terutama berkembang luas pada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki ketergantungan ekonomi sangat kuat kepada kekuatan-kekuatan ekonomi di luar komunitasnya. 6 Ketentuan mengenai larangan perdagangan manusia terutama perempuan dan anak pada dasarnya telah diatur pasal 297 KUHP yang berbunyi: 7 Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Konsep pengaturan larangan ini seumur dengan pembentukan KUHP itu sendiri. Pasal 297 KUHP yang khusus mengatur perdagangan perempuan dan 6 7 Abdul Haris dan Nyoman Adika. 2002. Gelombang Migrasi ke Perdagangan Manusia. Jakarta: LESFI. Hal. 122. Moeljatno. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

anak laki-laki di bawah umur yang menunjukkan bahwa pada masa penjajah pun perdagangan perempuan dan anak sudah dikualifikasi sebagai suatu kejahatan atau dianggap sebagai tindakan yang tidak manusiawi dan layak mendapatkan sanksi pidana. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, informasi, transportasi yang mengakselerasi globalisasi pelaku (Trafficker) perdagangan orang dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara yang dengan sangat halus menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri. Tindak pidana perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Tindak pidana perdagangan manusia bahkan melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggaraan negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya. Jaringan pelaku tindak pidana perdagangan manusia memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga antar negara. Ketentuan Pasal 297 KUHP tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan manusia secara tegas dan memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan perdagangan manusia. Selanjutnya pada tanggal 17 April 2007 pemerintah Indonesia akhirnya mengesahkan dan mengundangkan UU RI No 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang yang mengatur secara khusus

tentang tindak pidana perdagangan orang. Undang-undang ini diharapkan mampu menyediakan landasan hukum formil dan materiil sekaligus untuk mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktek perdagangan manusia, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar negara, baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi. Dalam Undang-undang ini juga memberikan perhatian yang besar terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan manusia dalam bentuk hak restitusi yang harus harus diberikan oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban. Undangundang ini mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara khususnya bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdagangan orang. Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan manusia merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga. Untuk mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah negara melainkan juga antar negara. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penyusun berharap lewat kajian perbandingan (studi komparasi) antara KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007 dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tindak pidana perdagangan manusia menurut kedua perspektif antara hukum tersebut, sehingga dapat tercapai suatu hasil yang objektif dan sesuai dengan tujuan penelitian. Karena itulah yang mendorong dan memberikan motivasi kepada penulis untuk melakukan penelitian untuk penulisan skripsi yang berjudul: STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana komparasi tindak pidana perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No.21 Tahun 2007? 2. Bagaimana komparasi pertanggungjawaban pidana tindak pidana perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007? 3. Bagaimana komparasi ancaman pidana bagi pelaku perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui dan memahami komparasi tindak pidana perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007. b. Untuk mengetahui dan memahami komparasi pertanggungjawaban pidana perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007. c. Untuk mengetahui dan memahami komparasi ancaman pidana bagi pelaku perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No 21 Tahun 2007. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah penyusun peroleh selama berada di bangku kuliah. c. Sebagai sarana untuk dapat mengembangkan gagasan dan pemikiran guna perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya. D. Manfaat Penelitian berikut: Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai

1. Manfaat Teoritis a. Menambah, mengembangkan, dan memperdalam pemahaman yang lebih baik terhadap sistem pertanggungjawaban pidana bagi pelaku perdagangan manusia, baik dalam perspektif KUHP maupun UU RI No 21 Tahun 2007, sehingga dapat membawa sikap yang lebih kritis dan tidak dogmatis terhadap sistem hukum nasional yang telah ada. b. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum. 2. Manfaat Praktis a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penyusun dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Memberikan jawaban atas masalah yang diteliti. c. Memberikan bahan hukum tentang faktor-faktor hukum manakah yang perlu dikembangkan ataupun dihapuskan secara berangsur-angsur di dalam menangani tindak pidana perdagangan manusia demi integritas masyarakat. E. Kerangka Pemikiran Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Dari kacamata Hak Asasi Manusia (HAM), merupakan pelanggaran dan

kejahatan terhadap manusia. Perdagangan perempuan juga dapat menghambat pembangunan sumber daya manusia mengingat dampak sosial dan psikologis yang dialami para korban menghalangi mereka untuk berfungsi secara sosial, memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan melanjutkan proses regenerasi yang berkualitas. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2005-2008, 89% korban perdagangan manusia di Indonesia adalah perempuan. Jumlah tertinggi berasal dari Kalimantan Barat disusul dengan Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sekitar 80% di antaranya dijual ke Malaysia. Sebanyak 16% dijual sebagai pekerja seks. 8 Perdagangan perempuan dan anak dapat terjadi di dalam atau di luar negara. Seorang perempuan dan anak dapat dibawa dari desa ke kota, atau dari kota ke kota lain dengan janji diberi pekerjaan, diculik dari desa atau kota dipindahkan ke lingkungan lain yang asing. Sangat penting untuk disadari bahwa perempuan dan anak yang diperdagangkan adalah korban yang sudah dipindahkan ke lingkungan asing, dipisahkan dari lingkungan keluarga, masyarakat dan teman, dan dipisahkan dari jaringan pendukung fisik, emosional, bahasa dan budaya yang dikenalnya. Tindak kejahatan perdagangan manusia terutama perempuan dan anak mengalami peningkatan baik dilihat dari kualitas maupun kuantitasnya. Jumlah korban dari tindak kejahatan ini terus menerus mengalami peningkatan. Di samping itu akibat 8 http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/12/16brk,20081216-15/303,id.htm./ Penanganan Perdagangan Manusia di Indonesia Masih Lemah. Senin, 5 Januari 2005. Download: Senin, 22 Desember 2008 Pukul 20:00.

dari kejahatan tersebut korban mengalami penderitaan lahir dan batin, kehancuran masa depan, kecacatan seumur hidup bahkan berakibat pada kematian. 9 Perdagangan manusia, khususnya yang berkaitan dengan perempuan, merupakan bisnis terbesar ketiga setelah drug trafficking dan trafficking in weapon. Ia menjadi bisnis yang menguntungkan, karena resiko rendah, bisa diperluas, dipakai atau dijual lagi. Yang sering jadi sasaran kejahatan ini adalah daerah-daerah setelah terjadinya konflik, karena di daerah ini masyarakat sipil belum stabil dan penegakan hukum masih lemah. Bisnis mempunyai tujuan, salah satunya perbudakan. 10 Banyak cara dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan perdagangan orang terutama perempuan dan anak, antara lain, dengan cara penipuan atau janji-janji bohong sehingga korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah obyek dari kejahatan perdagangan yang dilakukan oleh pelaku perorangan ataupun suatu jaringan yang luas dan terorganisasi baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia. Trend perdagangan manusia saat ini tidak hanya terjadi pada perempuan dan anak-anak saja, tetapi juga terjadi pada laki-laki dewasa. Misalnya: penjualan sebagai tenaga kerja keluar negeri dan tentara bayaran. 9 Rahmad Syafaat. 2002. Dagang Manusia. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama. Hal 11. 10 Made Darma Weda. 2006. Kejahatan Perdagangan Manusia. http://www.sinarharapan.co.id/ berita/0701/22/opi01.html. Download: Senin, 22 Desember 2008. Pukul 20:15.

Mengenai subyek tindak pidana, hal mendasar yang membedakan antara KUHP dengan UU RI No 21 Tahun 2007, yaitu dalam KUHP subyek tindak pidana adalah manusia. Subjek tindak pidana perdagangan orang dalam KUHP yang hanya terdiri dari manusia, maka sifat sanksinya juga hanya dapat dikenakan kepada manusia saja, sedangkan dalam UU RI No. 21 Tahun 2007 subjek tindak pidana perdagangan orang tidak hanya berupa manusia tetapi juga korporasi. Mengenai ancaman pidana hal mendasar yang membedakan antara KUHP dengan UU RI No. 21 Tahun 2007, yaitu ancaman hukuman atau sanksi pidananya dimana dalam UU RI No. 21 Tahun 2007 yang diancam kepada pelaku lebih berat dibandingkan dengan KUHP. Dalam UU RI No. 21 Tahun 2007 dicantumkan pidana penjara minimal dan maksimal serta denda maksimal dan minimal terhadap pelakunya sesuai dengan penggolongan pelaku, sedangkan dalam KUHP hanya dicantumkan pidana penjara maksimalnya yaitu 6 tahun penjara dan tidak dicantumkan pidana penjara minimalnya ataupun dendanya terhadap pelakunya, seperti yang disebutkan dalam Pasal 297 KUHP. F. Metode Penelitian Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman melakukan penelitian, sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah.

1. Metode Pendekatan Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang diangkat dalam penelitian ini, maka metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif normatif. Yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mencari, meneliti dan mengkaji secara mendalam rumusan norma dan aturan mengenai tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana bagi pelaku perdagangan manusia dalam KUHP maupun UU RI No. 21 Tahun 2007. Kemudian kedua norma dan aturan yang berbeda tersebut diperbandingkan atau dikomparasikan dengan cara melihat sisi-sisi persamaan dan perbedaan diantara keduanya untuk memperoleh jawabannya yang objektif dan hasilnya sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif, yaitu penelitian terhadap perbandingan hukum, dimana memperbandingkan secara komprehensif antara KUHP (Undang-Undang yang bersifat umum) dengan UU RI No. 21 Tahun 2007 (Undang-Undang yang bersifat khusus) yang berkaitan dengan rumusan tindak pidananya, pertanggungjawaban pidana dan sanksi pidana bagi pelaku delik perdagangan manusia. 3. Jenis Data Dalam penelitian ini jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka tentang tindak pidana

perdagangan manusia melalui studi kepustakaan dan studi peraturan perundang-undangan, dari buku-buku, dan literatur lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 4. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yaitu data yang bersumber dari bahan hukum antara lain: a. Bahan hukum primer yang terdiri dari: bahan pustaka atau sumber data yang mengikat dan didapat langsung dari sumbernya yang terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang- Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan peraturan perundang-undangan yang terkait sebagai hukum positif Indonesia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu data yang menjelaskan analisa dan petunjuk pada bahan hukum primer yang terdiri dari: Sumber-sumber tulisan mengenai tindak pidana perdagangan manusia dalam perspektif KUHP dan UU RI No. 21 Tahun 2007, yang terdapat dalam buku, hasil-hasil penelitian, dan lain-lain yang berguna bagi penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data penulis melakukan dengan jalan studi pustaka. Hal ini dilakukan dengan identifikasi literatur buku, peraturan perundang-undangan, dan literatur lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Menurut Soerjono Soekanto, studi kepustakaan adalah studi dokumen yang merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan atas data tertulis. Dalam hal ini, peneliti membaca, mempelajari, dan mengkaji dari buku-buku, dokumen, dan bahan tulisan yang berhubungan dengan penelitian yang akan diadakan. 11 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data adalah tahap yang penting dalam menentukan suatu penelitian. Analisis data dalam suatu penelitian adalah menguraikan atau memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh kemudian diolah ke dalam pokok permasalahan yang diajukan terhadap penelitian yang bersifat deskriptif. 12 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis) yaitu mendeskripsikan dan menganalisis materi isi dan keabsahan data yang ditemukan dalam perundang-undangan dengan cara mempelajari norma dan aturan hukum yang membandingkan antara KUHP dan UU RI No. 21 Tahun 2007, khususnya yang berkaitan dengan rumusan tindak pidana, 11 Soerjono Soekanto. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Hal. 21. 12 Heribertus Sutopo. 1998. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Puslitbang UNS. Hal. 8.

pertanggungjawaban pidana, dan sanksi pidana bagi pelaku perdagangan orang sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk menjawab rumusan permasalahan. G. Sistematika Skripsi Sitematika penyusunan skripsi ini tertuang dalam empat (4) bagian yang tersusun dalam bab-bab, yang mana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai skripsi ini nantinya, maka penulis akan memberikan gambaran secara garis besar sebagai berikut: Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab kedua berupa tinjauan pustaka, akan diuraikan tentang tinjauan umum tentang tindak pidana, yang meliputi pengertian tindak pidana, jenisjenis tindak pidana, dan unsur-unsur tindak pidana. Tinjauan umum tentang pertanggungjawaban pidana. Tinjauan umum tentang pidana meliputi: pengertian pidana, jenis-jenis pidana, tujuan pemidanaan. Tinjauan umum tentang perdagangan manusia yang meliputi pengertian perdagangan manusia, unsur-unsur perdagangan manusia, faktor-faktor penyebab perdagangan manusia, dan modus operandi perdagangan manusia.

Bab ketiga berupa hasil penelitian yang akan menjawab perumusan masalah yang diuraikan secara terperinci yang meliputi: komparasi tindak pidana perdagangan manusia dalam KUHP dan UU No.21 Tahun 2007, komparasi pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana perdagangan manusia ditinjau dari KUHP dan UU RI No. 21 Tahun 2007, dan komparasi pidana bagi pelaku perdagangan manusia dalam KUHP dan UU RI No. 21 Tahun 2007. Bab keempat sebagai penutup yang akan berisi kesimpulan dan saran sekaligus sebagai akhir dari penulisan skripsi ini.