BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA (Studi literatur dari hasil-hasil penelitian kuantitatif)

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. topik yang menarik untuk dibicarakan. Topik yang menarik mengenai masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

DAN LINGKUNGAN PERGAULAN DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. alat-alat reproduksi tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja ini disebut sebagai masa penghubung atau masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

BAB V PENUTUP. dalam arti dia memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat.

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sikap permisif tersebut lebih ditunjukkan secara terbuka dikarenakan pengaruh

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang penuh tantangan dan terkadang sulit dihadapi, karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Secara psikologi masa remaja adalah usia di mana individu mulai berintegrasi dengan orang dewasa, dengan kata lain individu mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. Kehidupan remaja sering dipermasalahkan, terutama yang berhubungan dengan pergaulan lawan jenisnya. Pergaulan dengan lawan jenis yang sebaya merupakan lingkungan sosial yang pertama di mana remaja belaja untuk hidup bersama dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang baru, yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan lingkungan keluarganya sehingga remaja dituntut untuk memiliki kemampuan dalam penyesuaia n diri yang dapat dijadikan dasar dalam hubungan sosial mendalam (Mappiare, 1982). Salah satu permasalahan yang merebak di masyarakat Indonesia adalah semakin tingginya perilaku hubungan seksual pranikah di kalangan remaja termasuk yang masih berada dalam taraf pendidikan. Masalah perilaku hubungan seksual pranikah merupakan masalah yang sensitif dan rawan menyangkut segisegi moral, etika, agama, dan latar belakang sosial ekonomi.

Gejala yang terjadi pada hubungan seks pranikah cukup memprihatinkan. Hasil penelitian yang dilakukan PKBI di Yogyakarta selama tahun 2007 Gejala yang terjadi pada hubungan seks pranikah cukup memprihatinkan. Hasil penelitian yang dilakukan PKBI di Yogyakarta selama tahun 2000 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja (Yuwono, 2001). Sebuah penelitian yang diadakan majalah mingguan ibukota dengan responden 100 orang pelajar dari 26 SMU di Jakarta menunjukkan bahwa 41% pelajar mengacu pernah melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis 51% pada pria dan 25% pada wanita (Widiyastuti, 1997). Di Bandung 21,75%, Cirebon 31,6%, Bogor 30,85% dan Sukabumi 26,47% remajanya telah melakukan hubungan seks pranikah. Hasil penelitian lain menunjukkan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Yogyakarta telah melakukan hubungan seks pranikahn(priyonggo, 2003). Prosentase tersebut menunjukkan adanya kecenderungan perubahan norma-norma perilaku seksual di kalangan remaja. Biasanya angka kehamilan remaja se belum meningkat akan selalu berdampingan dengan perilaku sek pranikah, sehingga apabila banyak remaja hamil, maka pasti perilaku seksual remaja akan lebih tinggi dan perilaku yang dilakukan remaja itu didasari sikap permisif remaja terhadap hubungan seks pranikah. Banyaknya perilaku seks pranikah tidak terlepas dari faktor-faktor penyebabnya. Adapun faktor -faktor penyebabnya bisa berasal dari dalam diri remaja maupun lingkungan. Pada permulaan masa remaja terjadi perubahan-perubahan hormonal yang merangsang pertumbuhan tubuh. Pertumbuhan tubuh mencakup pula

pertumbuhan organ-organ seksual, baik primer maupun sekunder yang mengubah tubuh anak menjadi dewasa dengan segala ciri dan tandanya (Daradjat, 1983). Pengertian seksual tidak terbatas pada masalah fisik saja berupa kematangan organ-organ seksual melainkan juga secara psikis yaitu timbulnya dorongan seks pada remaja. Dengan demikian dorongan seksual merupakan dorongan yang wajar dan alami sebagai konsekuensi dari kematangan organ-organ seksual. Pengalaman-pengalaman baru yang menyertai timbulnya dorongan seksual menyebabkan perasaan ingin tahu remaja terhadap masalah-masalah seksual semakin meningkat, bahkan menyita sebagian besar perhatian remaja. Menurut Hurlock (2002) minat yang meningkat terhadap lawan jenis menyebabkan timbulnya keinginan remaja berinteraksi dengan lawan jenis dan ikut serta dalam aktivitas -aktivitas yang bersifat sosioseksual. Lebih lanjut Gunarsa (1988) mengemukakan bahwa timbulnya dorongan seksual sebagai konsekuensi dari kematangan organ-organ seksual yang memungkinkan timbulnya pergaulan intim antara remaja pria dan wanita yang menjurus ke arah cinta monyet, kencan dan pacaran. Remaja sangat membutuhkan norma-norma sebagai bimbingan, pegangan hidup dan pengawasan bagi remaja itu sendiri agar tidak salah langkah dalam perilakunya. Salah satunya adalah remaja membutuhkan kehidupan spiritual untuk dapat mengontrol perilakunya. Remaja dalam kehidupan masih membutuhkan suatu pengontrolan terhadap yang dilakukannya agar tidak keluar jalur. Orang tua merupakan orang yang terdekat dengan remaja yang dapat mengontrol dan mengarahkan segala tindakan remaja ke arah yang benar, seperti dengan

memberikan pelajaran keagamaan, norma-norma kesusilaan, dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyaraka t sehingga tidak mudah mengalami goncangan jiwa. Agama dapat dijadikan sebagai norma masyarakat dan merupakan suatu kontrol sosial yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang untuk melakukan tindakan seksual di luar batas ketentuan agama. Pengertian agama itu sendiri adalah berasal dari kata religio yang berarti ikatan, yaitu ikatan yang menghubungkan manusia dengan kebenaran (Nazer dalam Wibowo, 2005). Menurut Ahyadi (1981) pengertian religiusitas meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan yang terorganisir dalam sistem mental dan kepribadian. Setiap orang yang beragama berarti tunduk dan taat pada ketentuan dalam agama tersebut. Ketaatan individu terhadap agama ditunjukkan dengan menjalankan perintah agama dan tidak melanggar larangan agama. Dalam agama islam, seks pranikah merupakan perbuatan dosa dan sangat dilarang oleh agama. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membentengi seseorang dari perbuatan dosa dan sebagai pedoman dalam perilakunya. Semakin dekat seseorang dengan Tuhannya maka semakin kuat kepribadiannya serta mampu menghadapi godaan-godaan yang dapat merugikan dirinya sendiri. Tingkat religiusitas individu akan berkembang seiring dengan kepribadiannya. Sejak manusia dilahirkan mempunyai potensi beragama, keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan dari luar dirinya yang mengatur hidupnya dalam kehidupan di alam semesta. Oleh karena itu

pemahaman mengenai keagamaan harus ditanamkan sejak dini, bahkan ketika masih kanak-kanak karena kepercayaan tersebut akan berkembang dan mencapai kematangan ketika individu dewasa. Dengan kesadaran beragama (religiusitas) yang kuat, seseorang dapat menghadapi hal-hal atau rangsangan dari dalam diri di antaranya dorongan seksual secara positif. D orongan seksual adalah gejolak dalam diri seseorang untuk melakukan kebutuhan yang berhubungan dengan alat reproduksinya. Dorongan seksual tersebut akan sah apabila dilakukan dengan pasangan hidupnya yang telah mempunyai ikatan pernikahan. Mendesaknya dorongan seksual yang muncul terhadap seseorang dapat terkendali apabila orang tersebut tetap memiliki religiusitas yang tinggi dan iman yang kuat, sehingga tidak terjerumus dalam hubungan seksual pranikah. Faktor demografi (tempat tinggal), lingkungan sosial, dan tersedianya fasilitas juga berpengaruh pada peningkatan dorongan seksual tersebut (Fatturohman, 1992). Masyarakat kota cenderung mempunyai kebebasan seks yang tinggi karena tersedianya fasilitas serta kesempatan untuk melakukan perilaku seksual. Adanya tempat-tempat tertentu yang disediakan khusus untuk laki-laki perilaku seksual, baik yang terkoordinir dalam suatu wilayah yang sering disebut dengan lokalisasi maupun yang tidak terkoordinir atau ilegal. Situasi di dalam lokalisasi yang kehidupan seks ualnya serba bebas tanpa adanya aturan dan norma agama, norma sosial atau masyarakat yang mengaturnya membuat remaja yang berada di sekitarnya lebih mempunyai sifat positif terhadap hubungan seksual pranikah dan juga mempunyai tingkat religiusitas yang lemah.

Pada kenyataannya tidak semua remaja yang berada di sekitar lokalisasi mempunyai religiusitas rendah dan mempunyai sikap positif terhadap hubungan seksual pranikah, begitu juga dengan remaja yang jauh dari lokalisasi belum tentu mempunyai religuisitas tinggi dan mempunyai sikap negatif terhadap hubungan seksual pranikah. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perilaku hubungan seksual pranikah maupun religiusitas, tidak hanya oleh lingkungan tempat tinggal. Ada sebagian remaja yang di sekitar lokalisasi mempunyai religiusitas yang tinggi dan menjunjung tinggi kesucian, tetapi banyak juga remaja yang jauh dari lokalisasi mempunyai religiusitas rendah serta menganggap remeh kesucian. Permasalahannya hal ini mungkin disebabkan oleh aturan-aturan dalam keluarga atau masyarakat disekitar lokaliasi yang menanamkan norma-norma sosial dalam kehidupan anak-anak mereka, sehingga apa yang telah ditanamkan dalam kehidupan individu tersebut terus terbawa meskipun ada pengaruh dari lingkungan yang tidak baik hal tidak mengubah sikap maupun perilaku remaja. Sedangkan remaja yang jauh dari lokalisasi kurang mendapatkan bimbingan dari orang tua. Berdasarkan atas uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang PERBEDAAN SIKAP TERHADAP HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DAN RELIGIUSITAS PADA REMAJA YANG TINGGAL DI DEKAT LOKALISASI DAN YANG JAUH DARI LOKALISASI.

A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengatahui: Perbedaan sikap terhadap hubungan seks pranikah dan religiusitas pada remaja yang tinggal dekat lokalisasi dan yang jauh dari lokalisasi. B. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini nantinya dapat memberikan manfaat kepada pihak terkait. Manfaat ini dapat dilihat secara teoritis maupun praktis. 1. Memberi masukan bagi remaja yang lebih berhati-hati dalam menilai dan mensikpai situasi yang ada di sekitar lingkungan remaja. Remaja diharapkan lebih dapat mengontrol setiap perilaku dan tindakan yang dilakukan agar tidak terpengaruh oleh kebebasan seks yang di sekitar tempat tinggalnya. 2. Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi orang tua agar dapat memberikan bimbingan agama dan pengawasan kepada remaja, karena mengingat lingkungan tempat tinggal memberikan masukan yang sangat besar dalam pembentukan perilaku remaja. 3. Memberi sumbangan ilmu psikologi terutama psikologi umum dan psikologi sosial.