BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat dari kekurangan insulin baik itu absolut maupun relatif. Meningkatnya kadar glukosa disebabkan kurangnya hormon insulin atau cukup bahkan lebih, tetapi fungsi hormon disini kurang efektif (Suyono, S. dalam Soegondo, Soewondo&Subekti, 2009). Penyakit diabetes melitus terbagi atas beberapa kelas, salah satunya adalah DM tipe 2 yang disebut juga dengan resistensi insulin artinya terjadi penurunan jumlah produksi insulin atau akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat diatasi dengan diet dan latihan fisik, serta dilengkapi dengan obat hipoglikemik oral (OHO). Penyuntikan insulin dapat terjadi pada beberapa pasien DM tipe 2 dengan keadaan stress fisiologik (seperti sakit atau pembedahan) dan pada pasien yang penggunaan OHO tidak dapat mengendalikan keadaan hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes melitus (DM) saat ini merupakan penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi 4% di seluruh dunia. Prevalensi ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 5,4% (Adnyana, 2006). Indonesia sendiri menempati urutan ke empat untuk banyaknya penderita DM setelah Amerika,
China dan India. Laporan Depkes RI tahun 2008, DM pada penduduk urban Indonesia di perkotaan berjumlah 5,7% yang terdiri dari 1,5% responden yang sudah mengetahui bahwa dirinya DM dan sisanya 4,2% responden mengetahui dirinya menderita DM setelah dilaksanakan pemeriksaan. Prevalensi berdasarkan provinsi di Indonesia yang tertinggi terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara dengan masing-masing 11,1%, sedangkan di Sumatera Utara sendiri 5,3%. Hasil yang lebih mengejutkan ternyata banyak toleransi glukosa terganggu (TGT) saat pemeriksaan yang dilakukan Riskesdas (2007) di Indonesia dengan prevalensi 10,2%. Melalui modifikasi gaya hidup yaitu mengubah pola makan, melakukan latihan fisik, penurunan berat badan didukung penyuluhan berkelanjutan yang berfungsi untuk pencegahan primer pada individu yang beresiko ini. Keikutsertaan para pengelola kesehatan di tingkat kesehatan primer sangat diperlukan untuk menghambat terjadinya penyakit menahun seperti penyakit serebro-vaskular, penyakit jantung coroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal dan syaraf yang merupakan akibat dari tidak dirawatnya penyakit DM dengan baik (Waspadji, S., dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009). Komplikasi akut dan kronis akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit lain, selain itu pasien akan mengeluarkan banyak biaya perawatan dan akan menyita banyak waktu untuk kontrol ke pelayanan medis atau istirahat bila terjadi kondisi tidak terkontrol seperti hipo/hiperglikemi, luka gangren dan lain-lain. Penyakit ini tidak dapat di sembuhkan, namun dapat di kelola dengan mematuhi empat pilar penatalaksanaan DM meliputi pendidikan kesehatan,
perencanaan makan / diet, latihan fisik dan minum obat hipoglikemik oral (OHO) dengan teratur / penggunaan insulin. Mematuhi aturan ini dapat menyebabkan stressor pada pasien sehingga banyak yang gagal mematuhinya. Tingginya angka ketidakpatuhan pasien DM terhadap penatalaksanaan akan sangat berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi akut dan kronis, lamanya perawatan akan berdampak pada produktifitas dan menurunkan sumber daya manusia (Purba, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Purba (2008) pelaku diet mempunyai masalah terhadap kepatuhan yang berkaitan dengan emosi yang negatif seperti stress dan depresi sehingga membuat mereka makan lebih banyak dan menjadi tidak patuh. Secara spesifik banyak pasien DM tipe 2 yang tidak mengetahui manfaat latihan fisik dan bahkan memiliki pandangan yang salah seperti tidak ada teman melakukan latihan fisik, latihan fisik membuat lelah, dan karena sudah tua. Pemahaman yang salah tentang konsumsi obat juga banyak terjadi, seperti lamanya waktu penggunaan dan persepsi pasien bahwa tidak adanya perubahan sehingga membuat mereka merasa bosan, menghindar, dan lupa. Hasil penelitian Tera (2011) di salah satu puskesmas di Semarang, responden cenderung makan dalam keadaan lapar tanpa memperhatikan jumlah dan interval makan. Sebagian besar responden memiliki pendapat mengenai penyakitnya yang aman dari ancaman komplikasi karena DM yang mereka miliki adalah jenis kering, sehingga hal ini akan menurunkan motivasi mereka untuk mematuhi penatalaksanaan diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan. Handayani (2007) ternyata hanya 1/3 dari penderita diabetes yang menjalani aktivitas fisik secara teratur. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penderita DM yang tidak mengetahui
pentingnya aktifitas fisik sehingga tidak dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut. Pasien diebetes melitus tipe 2 di Southwest Ethiopia dari hasil penelitian Wabe, Angamo & Hussein (2011) pasien yang mengkonsumsi obat hipoglikemik oral menjadi tidak patuh karena kurangnya pengetahuan dengan resep yang telah diberikan dan manajemen diri. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit yang bersifat kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak minum obat sesuai dengan dosis yang seharusnya (Basuki, 2009). Rifki dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, (2009) menjelaskan diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang memerlukan pengobatan yang panjang, hal ini membuat pasien merasa terjebak dalam penatalaksanaan yang mengikat dengan disiplin diri yang tinggi, waktu yang lama dan akan membosankan. Keadaan ini menyebabkan pasien dengan DM sering putus asa untuk meneruskan pengobatan dan tidak jarang mereka mencari penyelesaian melalui pengobatan alternatif. Ketidakpatuhan pasien terhadap penatalaksanaan DM dapat menyebabkan kadar glukosa darah tetap tinggi sehingga dapat menimbulkan penyakit penyerta seperti stroke, kebutaan, jantung coroner, ginjal, dan luka yang sulit sembuh (Suyono, S. dalam Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2009). Melihat pentingnya suatu kepatuhan penatalaksanaan pada pasien diabetes melitus maka penulis tertarik untuk menggambarkan kepatuhan pasien dalam menjalani penatalaksanaan diet, latihan fisik dan OHO pada pasien DM tipe 2.
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi : a) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan program diet, b) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan latihan fisik, c) Kepatuhan pasien diabetes melitus dalam penatalaksanaan obat hipoglikemik oral (OHO). 1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah pasien diabetes melitus tipe 2 patuh dalam menjalankan penatalaksanaan diabetes melitus? 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk Penelitian Keperawatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data awal, informasi dasar dan evidence based untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan penatalaksanaan diabetes melitus.
1.4.2 Untuk Mahasiswa Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien diabetes melitus sehingga tetap patuh dalam penatalaksanaan DM yang dapat mencegah komplikasipada pasien DM sendiri. 1.4.3 Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kepatuhan pasien diabetes melitus di RSUD dr. Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian terhadap penatalaksanaan diabetes melitus seperti diet pasien DM, latihan fisik dan terapi obat.