BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa merupakan individu yang. bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

HUBUNGAN UMUR PUBERTAS DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA KELAS XII SMK TELKOM SANDHY PUTRA PURWOKERTO 2015 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan yang dapat langsung diamati adalah perubahan fisik. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi (Lubis, 2009). Masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa terjadinya perubahan fisik dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual), yang disertai dengan perkembangan bertahap dari seksual primer dan karateristik seksual sekunder. Karateristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi sedangkan karateristik seksual sekunder mencakup dalam perubahan bentuk tubuh yang berhubungan dengan daya tarik seksual (sex appeal). Kematangan seksual ini menyebabkan munculnya minat sosial dan keingintahuan remaja tentang seksual (Kusmiran, 2011). Penelitian Nursal (2007) menyimpulkan variabel jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar,

lama pertemuan dengan pacar dan paparan media elektronik dan media cetak berhubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja. Pada analisis multivariat ditemukan bahwa jenis kelamin, pengetahuan, pola asuh orang tua dan jumlah pacar yang pernah dimiliki secara bersama-sama memengaruhi perilaku seksual. Menurut Tutwuri Prihatin (2007) hasil analisa menunjukkan bahwa factor-faktor yang berhubungan dengan sikap siswa SMA terhadap hubungan seksual adalah kecerdasan emosi, pengetahuan kesehatan reproduksi, peran orangtua dan teman sebaya, peran media massa. Saat ini kecenderungan pola masyarakat khususnya remaja tentang hubungan seksual mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dikarenakan iklim sosial saat ini yang membuat pola pergaulan anak muda sekarang makin permisif. Dulu orang menganggap kalau seks dilakukan setelah menikah. Sekarang perilaku seks ringan terkesan sebagai suatu yang lumrah (Sari, 2008). Menurut Melodina (1990) mengatakan bahwa hubungan seksual pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau yang belum terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seksual ini umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini minat mereka dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis. Nursal (2007) mengemukakan bahwa hubungan seks pranikah dapat mengakibatkan penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) /AIDS

(Acquired Immune Deficiency Syndrome), kehamilan di luar nikah dan aborsi tidak aman. Menurut Tanner dalam Kusmiran (2011), keingintahuan remaja mengenai kehidupan seksual menuntut mereka untuk mencari informasi mengenai seks dari berbagai sumber seperti buku, film atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pranikah. Sekitar 14% dari kejadian aborsi yang tidak aman. Sekitar 2,5 juta remaja berusia dilaporkan melakukan aborsi tiap tahun berumur 15-19 tahun. Angka rata-rata dari remaja yang melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi (Sudibio, 2009). Di Amerika Serikat seks bebas dilakukan para remaja mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1%. Sekitar 40% remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, 50% diantaranya melakukan abortus dan sisanya melahirkan bayinya. Selain itu adanya penularan penyakit infeksi menular seksual pada remaja setiap tahunnya sebanyak 20 juta kasus (Soetjiningsih, 2010). Menurut Taufik dan Anganthi (2005) di Amerika dengan subjek penelitian perempuan Afrika- Amerika berusia 14-18 tahun ditemukan 46% responden melakukan hubungan seksual kurang dari atau sama dengan 4 kali pada 6 bulan terakhir, dan dari 54 responden melakukan hubungan seksual lebih dari 4 kali dalam 6 bulan terakhir. Di

negara Inggris remaja juga melakukan seks bebas sebanyak 20% pria dan 15% pada wanita yang berusia 15-24 tahun (Edwards & Byrom, 2010). Secara teoritis hubungan seksual di luar nikah berisiko yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV (Harahap, 2012). Di Indonesia frekuensi terbesar remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 60,1%, remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 58,5% berada pada umur 15-19 tahun dan rata-rata 19 tahun remaja telah melakukan aborsi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkkan kelompok umur 20-24 tahun pada wanita yaitu sebesar 1,8% telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan pada pria sebesar 14,6 %. Kelompok 15 19 wanita telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 0,7 % dan pada pria sebesar 4,5 %. Berdasarkan data yang dihimpun PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) tahun 2006 menunjukkan remaja yang mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas adalah remaja usia 13-18 tahun sebanyak 60%. Seks sering digunakan remaja sebagai uji coba dan rasa penasaran. Ini terjadi karena kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual yang dimiliki remaja. Selain itu juga disebabkan karena pengetahuan orangtua yang tidak cukup untuk berkomunikasi tentang seksualitas dengan anak. Anak seharusnya mendapatkan informasi yang tepat dari orangtua agar dia tidak mendapatkan informasi yang salah dari luar, karena

menurut survei kebanyakan remaja dapat informasi tentang seks dari temannya (Krisnamurti, 2012). Remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seks bebas lebih tinggi jika dibandingkan dengan remaja perempuan, dengan persentase sebesar 86,3% dan 13,7%. Hal ini disebabkan laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, dan terang-terangan dan sulit menahan diri dibandingkan dengan wanita. Keterbukaan di kalangan remaja putra juga terbukti dari lebih banyaknya remaja putra yang sudah mendapatkan penerangan seks dibandingkan dengan remaja putri (Tukiran, 2010). Pangkahila (1996) meneliti pengalaman seksual para pelajar SLTA di Bali, mencatat bahwa 102 dari 375 remaja laki-laki (27,2%) dan 53 dari 288 remaja perempuan (18,4%) mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas dengan teman sendiri atau Pekerja Seks Komersial (PSK) (Soetjiningsih, 2010). Hasil Base Line Survey Perilaku Seksual Mahasiswa yang dilakukan oleh Pilar-PKBI Jawa Tengah pada April tahun 2000 terhadap 127 orang yang terdiri dari 64 orang pria dan 63 orangwanita, diketahui aktivitas remaja selama berpacaran untuk ngobrol 100%, berpegangan tangan dan mengusap rambut 95%, merangkul dan memeluk 91,3%, cium pipi dan kening 85,2%, mencium bibir 89,2%, mencium leher 72,4%, meraba payudara 48%, petting 28,3%, dan intercourse (senggama) 20,4% (Purnamasari, 2012). Menurut Sugiri (2010) remaja yang pernah melakukan seks bebas di kota Jakarta 20,6%, 51% terdapat di Jabotabek, 54% di Surabaya dan juga 47% terdapat di

Bandung yang remajanya pernah melakukan hubungan seks bebas. Menurut Sitompul (2011) di Medan sekitar 65% remaja di bawah usia 15 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah. Akibatnya timbul persoalan kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, persalinan di usia muda, HIV/AIDS serta penyalah gunaan lainnya. Data yang diperoleh dari PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia) Rakyat Merdeka dan Komnas Perlindungan Anak sebanyak 52% remaja di Kota Medan mengaku pernah melakukan seks bebas. Rata-rata usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah itu antara 13 sampai 18 tahun (BKKBN, 2011). Menurut penelitian Yuwono dalam Amrillah dkk (2001) menunjukkan bahwa hampir 10% remaja di Medan sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bentuk bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Hasil penelitian pada 398 siswa siswi di Kota Yogyakarta didapat 60% menyatakan bahwa perilaku seksual yang boleh dilakukan adalah sebatas ciuman bibir sambil berpelukan, aktivitas ciuman ini pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar (Soetjiningsih, 2008). Di daerah Toba Samosir perilaku seksual terjadi di kalangan anak-anak usia remaja. Dari sejumlah 423 anak remaja SMP dan SMA yang diteliti pertengahan tahun 2011, sebanyak 68,7 persen responden mengaku pernah melakukan perilaku seksual ringan (berkencan, berpelukan, berciuman pipi, kening) dengan pacar (Hapsari, 2012).

Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa faktor pribadi/kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti pengetahuan, sikap seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti: usia, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan perkawinan). Faktor lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan sumber, dukungan dan informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan sosial. Faktor perilaku termasuk variabel gaya hidup seksual (orientasi, pengalaman, angka mitra), peristiwa kesehatan (Seksual Menular Infeksi, kehamilan, aborsi) dan penggunaan kondom dan kontrasepsi. Bahwa perilaku seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi), 6) saling memeluk, sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama). Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo beberapa siswa ketika pulang sekolah berboncengan sambil melingkarkan tangan

pada pasangan saat mengendarai sepada motor dengan pacarnya. Salah seorang guru memberi keterangan bahwa ada satu siswa yang keluar dari sekolah dan menikah, rata rata siswa di SMA tersebut sudah punya pacar dan mereka mengaku perilaku dalam berpacaran masih sebatas berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi. Hasil wawancara dengan 5 orang siswa SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo diperoleh bahwa hasil wawancara yang dilakukan terhadap 5 orang remaja, menunjukkan bahwa tiga dari lima remaja yang diwawancara memiliki sikap yang cenderung menganggap biasa saja tentang perilaku seksual ringan (manaksir, pergi kencan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi pada remaja sekarang. Para siswa tersebut mengatakan bahwa perilaku seksual ringan boleh saja dilakukan asalkan kedua belah pihak merasa senang untuk melakukannya, tidak ada paksaan untuk melakukan dan perilaku seksual ringan bukan lagi hal yang tabu untuk dilakukan oleh remaja. Mereka beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan dua hal yang berhubungan erat, bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan perilaku seks, dan seks yang dilakukan dengan pacar harus berlandaskan cinta. Hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran, ditemukan 90% ditemui remaja mengakui telah melakukan prilaku seksual ringan (menaksir, pergi berkencan, berpegangan tangan, berciuman ringan (kening dan pipi) dan saling berpelukan dan 10% telah melakukan perilaku seksual berat seperti berciuman bibir. Daerah Kabupaten karo merupakan

suatu daerah parawisata sehingga ada pengaruh norma budaya dari luar sehingga remaja menelan begitu saja apa yang dilihat dari budaya luar. Berdasarkan fenomena tersebut perilaku seksual pada remaja akan memberikan dampak terhadap kehidupan remaja di masa depan, terutama masalah kesehatan reproduksinya seperti hamil dan melahirkan anak di usia muda atau melakukan aborsi, putus sekolah, perkawinan dini dan tertular penyakit seksual. Beberapa akibat dari perilaku seksual remaja tersebut dapat menjadi alasan bahwa perilaku seksual remaja merupakan suatu permasalahan serius mengingat dan yang kompleks karena berkaitan dengan berbagai faktor. 1.2 Permasalahan 2013. Tingginya perilaku seksual di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Terkait (Dinas Kesehatan, PKBI dan Dinas Pendidikan) Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam dasar perencanaan penyusun kebijakan, pengembangan program promosi kesehatan

dalam lingkup kesehatan reproduksi, konseling dan pelayanan kesehatan pada remaja serta perumusan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan remaja. 2. Bagi Remaja Remaja diharapkan agar mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya, mengendalikan dorongan seksualnya kearah positif dan tidak terjebak dalam perilaku seksual sehingga mampu berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan perkembangannya. 3. Bagi Orang Tua Menambah informasi kepada orang tua tentang pentingnya perkembangan anak pada tahap remaja khususnya perkembangan dalam dorongan seksual yang dapat mengakibatkan terjadinya perilaku sekual sehingga para orang tua dapat mengajarkan anak mengenai perkembangan seksual yang benar.