VARIASI SPASIAL GETARAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI (STUDI KASUS: RANGKAIAN GEMPABUMI SUMATERA UTARA 9-13 FEBRUARI 2017)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode geofisika yang digunakan adalah metode seimik. Metode ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

ANALISIS NILAI PEAK GROUND ACCELERATION DAN INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN DATA MIKROSEISMIK PADA DAERAH RAWAN GEMPABUMI DI KOTA BENGKULU

STUDI AWAL HUBUNGAN GEMPA LAUT DAN GEMPA DARAT SUMATERA DAN SEKITARNYA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA TENGGARA DENPASAR BALI 22 MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia termasuk dalam daerah rawan bencana gempabumi

ANALISIS SEISMIC MENGGUNAKAN PROGRAM SHAKE UNTUK TANAH LUNAK, SEDANG DAN KERAS

PEMETAAN TINGKAT RESIKO GEMPABUMI BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DI KOTAMADYA DENPASAR, BALI

Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta

PELAYANAN INFORMASI SEISMOLOGI TEKNIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015:

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA BUMI DENGAN MAGNITUDO 5,0 DI WILAYAH SUMATERA UTARA PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Konsep dasar fenomena amplifikasi gelombang seismik oleh adanya

Gempa Bumi Bandung 22 Juli 2011

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Daerah Dugaan Seismic Gap di Sulawesi Utara dan sekitarnya

Analisis Indeks Kerentanan Tanah di Wilayah Kota Padang (Studi Kasus Kecamatan Padang Barat dan Kuranji)

BAB III METODA PENELITIAN

ANALISA TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPABUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT SKRIPSI MELKI ADI KURNIAWAN NIM

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi,

Analisis Mekanisme Gempabumi Sorong 25 September 2015 (WIT) (Preliminary Scientific Report)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Keywords: circle method, intensity scale, P wave velocity

Berkala Fisika ISSN : Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 25-42

Analisis Mikrotremor Kawasan Palu Barat Berdasarkan Metode Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR) ABSTRAK

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Ground Motion Modeling Wilayah Sumatera Selatan Berdasarkan Analisis Bahaya Gempa Probabilistik

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

ANALISIS MIKROTREMOR UNTUK MIKROZONASI INDEKS KERENTANAN SEISMIK DI KAWASAN JALUR SESAR SUNGAI OYO YOGYAKARTA

BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Area Penelitian IV.2. Tahap Pengolahan IV.3. Ketersediaan Data IV.4.

Penentuan Pergeseran Tanah Kota Palu Menggunakan Data Mikrotremor. Determination Of Ground Shear Strain In Palu City Using Mikrotremor Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Percepatan Getaran Tanah Maksimum dan Tingkat Kerentanan Seismik Daerah Ratu Agung Kota Bengkulu

MIKROZONASI INDEKS KERENTANAN SEISMIK BERDASARKAN ANALISIS MIKROTREMOR DI KECAMATAN JETIS, KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS GSS (GROUND SHEAR STRAIN) DENGAN METODE HVSR MENGGUNAKAN DATA MIKROSEISMIK PADA JALUR SESAROPAK

ANALISIS RESPONS SPEKTRA GELOMBANG SEISMIK HASIL REKAMAN ACCELEROGRAM DI STASIUN SEISMIK KARANGKATES

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

Analisis Peak Ground Acceleration (PGA) dan Intensitas Gempabumi berdasarkan Data Gempabumi Terasa Tahun di Kabupaten Bantul Yogyakarta

ANALISIS PERUBAHAN POLA DEKLINASI PADA GEMPA BUMI SIGNIFIKAN (M 7.0) WILAYAH SUMATERA

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

RELOKASI DAN KLASIFIKASI GEMPABUMI UNTUK DATABASE STRONG GROUND MOTION DI WILAYAH JAWA TIMUR

Analisa Resiko Gempa Kasus : Proyek Pengeboran Minyak Di Tiaka Field. Helmy Darjanto, Ir, MT

ANALISA TINGKAT BAHAYA DAN KERENTANAN BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)

ANALISA KOMPARATIF PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM AKIBAT GEMPABUMI M6.3 DI SELAT MENTAWAI BERDASARKAN RUMUSAN EMPIRIS GROUND MOTION PREDICTION EQUATION

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER. Oleh: MOHAMAD WAHYONO

Unnes Physics Journal

ANALISIS COULOMB STRESS GEMPA BUMI DELI SERDANG 16 JANUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SEISMISITAS

Analisis Perubahan Anomali Gayaberat Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi Padang 2016 Mw 7,8 Menggunakan Citra Satelit GRACE

EVALUASI BAHAYA GEMPA (SEISMIC HAZARD) DENGAN MENGGUNAKAN METODE POINT SOURCE DAN PENENTUAN RESPONS SPEKTRA DESAIN KOTA KUPANG

GEMPABUMI AKIBAT UJICOBA NUKLIR KOREA UTARA AWAL 2016

Unnes Physics Journal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

Deputi Bidang Koordinasi Insfratruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

MIKROZONASI GEMPA UNTUK KOTA SEMARANG TESIS MAGISTER. Oleh : OKKY AHMAD PURWANA

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire

Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014)

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

ANALISIS RESIKO GEMPA DAN RESPON SPEKTRA DESAIN KOTA JAKARTA DENGAN PEMODELAN SUMBER GEMPA 3-DIMENSI. TESIS MAGISTER Oleh : PRAMONO ARIEF PUJITO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik, serta lempeng mikro yakni lempeng

FORMULA EMPIRIS PENENTUAN MAGNITUDO MENGGUNAKAN TIGA DETIK PERTAMA GELOMBANG P (STUDI KASUS STASIUN CISI, GARUT JAWA BARAT)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode mikrozonasi dengan melakukan polarisasi rasio H/V pertama kali

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA`

Integrasi Jaringan InaTEWS Dengan Jaringan Miniregional Untuk Meningkatan Kualitas Hasil Analisa Parameter Gempabumi Wilayah Sumatera Barat

IV. METODE PENELITIAN. Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) merupakan metode yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Zonasi Rawan Bencana Gempa Bumi Kota Malang Berdasarkan Analisis Horizontal Vertical to Spectral Ratio (HVSR)

ANALISIS TINGKAT KEKERASAN TANAH DI BAWAH STASIUN-STASIUN SEISMIK DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN SOFTWARE SEISGRAM2K

Gambar 1. Perubahan nilai kandungan elektron di atmosfer sebelum terjadi Gempabumi Yogyakarta 26 Mei 2006 ( I Made Kris Adi Astra, 2009)

PENGARUH KONFIGURASI STASIUN SEISMIK TERHADAP HASIL ESTIMASI PARAMETER SUMBER GEMPA BUMI MENGGUNAKAN METODE INVERSI WAVEFORM TIGA KOMPONEN

IMPLEMENTASI PENGURANGAN NOISE SEISMIK MENGGUNAKAN FILTER WIENER PADA ALGORITMA DETEKSI OTOMATIS SINYAL GEMPABUMI

berhubungan dengan jumlah energi total seismic yang dilepaskan sumber gempa. Magnitude ialah skala besaran gempa pada sumbernya.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMETAAN PERCEPATAN GETARAN TANAH MAKSIMUM DAN INTENSITAS GEMPABUMI DI KAWASAN JALUR SESAR SUNGAI OYO YOGYAKARTA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

Transkripsi:

DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.15 VARIASI SPASIAL GETARAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI (STUDI KASUS: RANGKAIAN GEMPABUMI SUMATERA UTARA 9-13 FEBRUARI 2017) Sesar Prabu Dwi Sriyanto 1,a), Indah Fajerianti 1, Amalia Nasrurroh 1, Nur Baiti Febryana 1, Indri Ifantyana 1, Kevin Dwi Wicaksono 1, Market Sofyan 1 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Perhubungan I no. 5, Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Kode Pos 15221 Email: a) sesardwis@gmail.com Abstrak Getaran tanah (ground motion) akibat gempabumi berbahaya karena dapat merobohkan bangunan. Getaran tanah merupakan hasil konvolusi dari fungsi sumber dan fungsi penjalaran gelombang seismik, yang termasuk fungsi tapak lokal pada lokasi sensor. Pada studi ini dianalisis variasi karakter getaran tanah secara spasial dari 7 kejadian gempabumi yang terjadi dalam rentang waktu 9 hingga 13 Februari 2017 di Sumatera Utara. Dari rekaman getaran tanah pada 8 stasiun seismik yang tersebar di sekitar episenter, dihitung nilai PGA (Peak Ground Acceleration) dan PGV (Peak Ground Velocity). Pada 8 stasiun seismik tersebut dianalisis pula kondisi tapak lokalnya menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) untuk melihat pengaruhnya pada getaran tanah. Secara umum nilai PGA dan PGV berbanding terbalik terhadap jarak episenter. Kondisi tanah yang lunak pada lokasi stasiun seismik menyebabkan terjadi amplifikasi gelombang sehingga terjadi perbesaran nilai PGA dan PGV. Selain itu, arah penyesaran gempabumi juga mempengaruhi nilai puncak getaran tanah. Pada kasus ini, PGA dan PGV cenderung memiliki nilai yang tinggi pada daerah sebelah Utara episenter sehingga dapat diketahui bahwa daerah tersebut memiliki potensi bahaya seismik yang lebih tinggi daripada sebelah Selatan episenter bila ditinjau dari kejadian dengan sumber sesar tersebut. Kata-kata kunci: variasi spasial, nilai puncak getaran tanah, efek tapak lokal, arah penyesaran Abstract The ground motion that caused bythe earthquakee is dangerous since it can break down buildings. It is the result of convolution of source function and raypath function of seismic wave, including local site function on seismometer location. The aim of this study is to analyze the characteristic variations of spatial ground motion from 7 earthquake events happened from 9 till 13 on February 2017 in North Sumatra. Based on the recording of ground motion from 8 seismic stations around the epicenter, the value of the PGA (Peak Ground Acceleration) and PGV (Peak Ground Velocity) can be calculated. The analysis of local site and its influence to ground motion is also calculated using HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) method. Generally, the value of the PGA and PGV are inversely equal to epicenter distance. The soft soil condition in seismic stations cause wave amplification resulted in the magnification of PGA and PGV value. Besides, the rupture directivity can also affect the value of peak ground motion. In this case, the value of the PGA and PGV tend to be high in the north area of the epicenter. It indicates that north area has the highest potential for seismic hazard than the south area if it is reviewed on this source. SNF2017-EPA-101

Keywords: spatial variation, peak ground motion, local site effect, rupture directivity PENDAHULUAN Gempabumi merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Menurut [1], secara statistik rata-rata terjadi 2 kali gempabumi merusak dalam 1 tahun. Bencana ini menjadi berbahaya karena efek getaran di tanah permukan yang mengakibatkan bangunan dipaksa untuk berdeformasi sehingga menimbulkan kerusakan [2]. Getaran tanah (ground motion) merupakan hasil konvolusi dari fungsi sumber gempabumi dan fungsi media penjalaran gelombang seismik, yang termasuk didalamnya juga fungsi tapak lokal pada lokasi sensor pencatat [3]. Menurut [2], getaran tanah penting untuk dipelajari karena tingkat getaran tanah dapat menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada bangunan di permukaan. Selain itu kajian terhadap karakteristik getaran tanah juga dapat digunakan untuk penentuan building code suatu daerah. Berdasarkan penelitian [4] yang melakukan kajian variabilitas rekaman getaran tanah pada sensor dekat episenter, nilai puncak getaran tanah yang terdiri dari nilai puncak percepatan tanah (Peak Ground Acceleration atau PGA) dan nilai puncak kecepatan tanah (Peak Ground Velocity atau PGV) bervariasi secara azimuthal. Efek ini menyebabkan nilai PGA dan PGV memiliki nilai tertinggi pada sensor yang searah penyesaran (rupture directivity). Arah penyesaran ini berkaitan dengan pola radiasi gelombang seismik dari sumber gempabumi, yang dapat diketahui dari arah slip gempabumi. Pada [5] juga menunjukkan adanya variasi spasial rekaman getaran tanah akibat gempabumi Nepal 2015. Secara signifikan terdapat perbedaan karakteristik sinyal hasil rekaman pada arah forward dengan arah backward. Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa durasi getaran tanah pada arah forward relatif lebih pendek daripada arah backward. Selain itu dapat dilihat pula nilai PGA pada arah forward lebih besar daripada arah backward, yang ditunjukkan dari nilai PGA di stasiun KSN yang memiliki jarak episenter 401 km hampir sama dengan catatan PGA di stasiun BRP yang memiliki jarak episenter 270 km. GAMBAR 1. Rekaman kecepatan tanah di stasiun DMG selama gempabumi utama Nepal 2015 (sisi atas), dan rekaman percepatan tanah dari 6 stasiun sekitar episenter gempabumi Nepal dengan sebelah kiri dan kanan masing-masing merupakan stasiun yang terletak pada arah backward dan forward [5] Pada penelitian ini dilakukan analisis data sinyal rangkaian gempabumi Sumatera Utara yang terjadi pada tanggal 9-13 Februari 2017. Selama kurun waktu tersebut terjadi 7 kejadian gempabumi dengan episenter yang berdekatan dan magnitudo yang hampir sama (antara 4,2 hingga 5,2). Meskipun bukan tergolong gempabumi dengan magnitudo besar, namun rangkaian gempabumi ini dapat menimbulkan getaran yang cukup kuat karena episenternya terdapat di daratan dan tidak jauh dari pusat Kota Medan. Kajian ini dilakukan untuk meninjau wilayah-wilayah yang terdampak akibat kejadian gempabumigempabumi tersebut dan untuk melakukan penilaian potensi bahaya seismik di wilayah Sumatera bagian Utara yang ditimbulkan dari sumber sesar tersebut. SNF2017-EPA-102

METODE Data yang digunakan merupakan data sinyal gempabumi yang diperoleh dari webdc BMKG. Sinyal yang diunduh merupakan rekaman 8 stasiun seismik yang berlokasi disekitar episenter gempabumi. Stasiun-stasiun seismik tersebut antara lain GSI, KCSI, LASI, PSI, SBSI, SNSI, TRSI, dan TSI. Stasiunstasiun yang termasuk jaringan seismik nasional ini dipilih dengan pertimbangan lokasi stasiun yang konfigurasinya mengitari episenter gempabumi. Karakteristik getaran tanah yang ditinjau adalah nilai PGA dan PGV, yang merupakan nilai maksimum dari catatan sinyal gempabumi di masing-masing stasiun. Untuk dapat meninjau karakteristik getaran tanah yang terjadi pada masing-masing kejadian gempabumi, pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi respon instrumen. Menurut [6] koreksi respon instrumen dilakukan dengan cara mendekonvolusi data mentah sinyal terhadap fungsi transfer instrumen yang berupa informasi poles dan zeros seismometer. Selanjutnya dilakukan pula koreksi terhadap efek tapak lokal pada lokasi masing-masing stasiun. Hal ini dilakukan agar informasi PGA dan PGV tidak terpengaruh oleh faktor tapak lokal di lokasi seismometer. Koreksi efek tapak lokal dilakukan dengan membagi nilai PGA dan PGV observasi terhadap faktor amplifikasi gelombang yang terjadi di masing-masing stasiun [4]. Nilai amplifikasi gelombang didapatkan dengan menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) data mikrotremor. Menurut [7], metode HVSR memperlihatkan suatu kesamaan antara rasio spektra horizontal ke vertikal dengan transfer gelombang dari batuan dasar ke permukaan. Periode dominan dan nilai puncak dari spektra rasio (H/V) masing-masing menunjukkan periode natural dan faktor amplifikasi lapisan tanah. Data sinyal yang telah terkoreksi efek tapak lokal selanjutnya digunakan untuk mengetahui variasi spasial getaran tanah yang dipengaruhi oleh arah penyesaran. Informasi arah penyesaran diperoleh dari momen tensor gempabumi Sumatera Utara 16 Januari 2017 hasil analisis Global CMT, yang ditunjukkan pada Gambar 2. Episenter gempabumi Sumatera Utara 16 Januari 2017 terletak di koordinat 3,31 LU- 98,43 BT. Posisi episenter gempabumi ini berlokasi tidak jauh dari episenter rangkaian gempabumi yang diteliti sehingga dapat diasumsikan memiliki struktur patahan yang sama. Gambar 2. Sebaran stasiun (segitiga warna biru) dan lokasi episenter (lingkaran warna merah) rangkaian gempabumi 9-13 Februari 2017. Bola mekanisme fokal menunjukkan mekanisme sumber gempabumi Sumatera Utara 16 Januari 2017 (bintang warna merah). SNF2017-EPA-103

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil observasi PGA dan PGV akibat rangkaian gempabumi Sumatera Utara pada 8 stasiun di sekitar episenter dapat dilihat bahwa nilai logaritmik PGA dan PGV menurun secara linier terhadap jarak episenter dengan gradien garis masing-masing -0.0094 dan -0.0083, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Nilai puncak getaran tanah, baik PGA maupun PGV, selalu memiliki nilai tertinggi di stasiun TSI, yang merupakan stasiun terdekat dari episenter dengan jarak antara 15,21 hingga 25,56 km. Nilai PGA dan PGV tertinggi yang tercatat di stasiun TSI masing-masing sebesar 0,00578 m/s2 dan 0,00915 m/s dari kejadian gempabumi 13 Februari 2017 dengan origin time pukul 20:36:00 WIB dan magnitudo 5,2. Sebaliknya, PGA dan PGV di stasiun SNSI merupakan nilai puncak getaran tanah terkecil karena jaraknya yang cukup jauh dengan rata-rata jarak episenter 263,66 km. (a) (b) Gambar 3. Grafik hubungan jarak episenter terhadap log PGA (a) dan log PGV (b). Pada Gambar 4. ditunjukkan adanya ketidakselarasan nilai puncak getaran tanah terhadap jarak episenter. Hal ini bisa terjadi karena adanya amplifikasi gelombang akibat kondisi tanah lokasi seismometer dan faktor arah penyesaran. Hasil analisa metode HVSR menunjukkan bahwa semua stasiun memiliki nilai amplifikasi lebih dari 1,00. Nilai amplifikasi tertinggi terjadi di stasiun TRSI dengan nilai amplifikasi 4,67 sedangkan amplifikasi terendah pada stasiun PSI dengan nilai amplifikasi 1,43. Faktor amplifikasi ini cukup terlihat pada stasiun KCSI dan LASI yang memiliki perbedaan jarak yang cukup jauh namun nilai PGA dan PGV yang terekam memiliki nilai yang hampir sama. Dari hasil analisis HVSR pada data mikrotremor di kedua stasiun tersebut, didapat bahwa stasiun KCSI memiliki nilai amplifikasi gelombang yang lebih rendah daripada stasiun LASI, dengan nilai masing-masing adalah 1,579 dan 2,4829. Stasiun KCSI yang terletak di daerah pegunungan memiliki kondisi tanah yang lebih kaku daripada stasiun LASI yang terletak di dataran rendah dekat pantai dengan kondisi tanah yang lunak. Setelah dilakukan koreksi terhadap efek tapak lokal, nilai PGA dan PGV pada kedua stasiun tidak berubah secara signifikan dan masih memiliki selisih nilai yang kecil. Hal ini diduga karena adanya faktor arah penyesaran. SNF2017-EPA-104

(a) (b) Gambar 4. Kontur nilai rata-rata (a) PGV dan (b) PGA observasi dari 7 kejadian gempabum Sesuai dengan hasil analisa Global CMT, gempabumi Sumatera Utara 16 Januari 2017 memiliki strike 114, dip 57, slip -154. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sumber sesar dari rangkaian gempabumi ini memiliki arah strike Tenggara-Barat Laut dan pergerakan slip ke arah Barat Laut. Stasiunstasiun yang berada di arah pergerakan slip atau arah penyesaran, seperti KCSI dan LASI, cenderung memiliki PGA dan PGV lebih tinggi daripada stasiun-stasiun lainnya. Apabila dilakukan perbandingan, Stasiun KCSI yang berada pada arah penyesaran dengan jarak episenter rata-rata 84,873 km selalu memiliki nilai puncak getaran tanah yang lebih tinggi daripada stasiun PSI yang memiliki jarak episenter lebih dekat dengan rata-rata jarak episenter 82,043 km. Pada Gambar 5. ditunjukkan sinyal gempabumi tanggal 9 Februari 2017 dengan OT 22:04:27 WIB dan magnitudo 4,2 yang terekam di stasiun KCSI dan PSI, dimana rekaman sinyal pada stasiun KCSI jauh lebih besar daripada di stasiun PSI. Gambar 5. Sinyal komponen Z stasiun KCSI (atas) dan stasiun PSI (bawah) Pola kontur sebaran nilai puncak getaran tanah dari semua kejadian gempabumi yang dianalisis menunjukkan kemiripan, dimana nilai PGA dan PGV dari seluruh kejadian gempabumi memiliki kecenderungan lebih besar pada daerah arah penyesaran. Selain dapat mengetahui pengaruh arah penyesaran gempabumi terhadap getaran tanah, hal ini juga dapat menunjukkan bahwa gempabumi dengan sumber sesar ini memiliki potensi bahaya seismik yang tinggi pada daerah sebelah Utara episenter. SNF2017-EPA-105

SIMPULAN Secara spasial, nilai puncak getaran tanah berbanding terbalik dengan jarak episenter. Selain itu, faktor tapak lokal juga mempengaruhi puncak getaran tanah karena menyebabkan amplifikasi gelombang seismik pada tanah yang lunak. Arah penyesaran sumber gempabumi juga menyebabkan nilai puncak getaran tanah cenderung lebih tinggi pada daerah yang searah dengan arah penyesaran. Pada kasus rangkaian gempabumi Sumatera Utara, nilai puncak getaran tanah cenderung memiliki nilai yang tinggi pada daerah sebelah Utara episenter sehingga dapat diketahui bahwa daerah tersebut memiliki potensi bahaya seismik yang lebih tinggi daripada sebelah Selatan episenter bila ditinjau dari kejadian dengan sumber sesar tersebut. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas data seismik yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Civitas Akademika STMKG yang telah mendukung kegiatan penelitian ini. REFERENSI [1] Sunarjo, et al. Gempa Bumi Indonesia, Edisi Populer. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2010. [2] W. Pawirodikromo, Seismologi Teknik dan Rekayasa Kegempaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. [3] S. Stein dan M. Wysession, An Introduction to Seismology, Earthquake, and Earth Structure. USA: Blackwell Publishing Ltd, 2003. [4] G. Cultrera, et al. Directivity Effects for Moderate-Magnitude Earthquake (Mw 5.6-6.0) during the 1997 Umbria-Marche Sequence, Central Italy, in Tectonophysics, 2008. doi : 10.1016/j.tecto.2008.09.022. [5] K. Koketsu, et al. Widespread Ground Motion Distribution Caused by Rupture Directivity during the 2015 Gorkha, Nepal Earthquake, in Sci. Rep. 6, 28536, 2015. doi : 10.1038/srep28536. [6] P. K. G. A. Negara, Koreksi Respons Instrumen pada Seismometer Co-Located dan Penerapannya pada Seismometer Non Co-Located untuk Menganalisis Faktor yang Mempengaruhi Seismogram, Skripsi. STMKG, Tangerang Selatan, Indonesia, 2016. [7] Y. Nakamura, A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Subsurface Using Microtremors on the Ground Surface, in Quart. Rep. of RTRI, 30:1, 25-33, 1989. SNF2017-EPA-106